"Aku hamil, dok?" Wajahnya tampak terkejut melihat hasil tes darah yang ada ditangannya.
Hamil?
Dia tidak pernah membayangkan akan datang hari dimana hal mustahil ini terjadi kepadanya dalam hidup ini.
"Ya, kamu hamil. Usia kandungan kamu sudah masuk bulan kedua." Dokter yang ada di seberang meja mengkonfirmasi tanpa ragu sedikitpun.
Dia terkejut, matanya sekali lagi melihat kertas putih yang ada ditangannya.
"Tapi.. bagaimana bisa?" Dia tahu betul bagaimana tubuhnya.
"Kamu punya rahim jadi kenapa itu tidak bisa terjadi?" Dokter bertanya dengan ekspresi yang masuk akal.
Dia memang punya rahim tapi mengapa kehamilannya baru terjadi sekarang setelah melakukan hubungan badan bertahun-tahun lamanya. Dia sejujurnya sulit mempercayai ini meskipun dia punya rahim di dalam tubuh. Dia pikir rahim itu dibuat oleh Tuhan hanya untuk menjadi pajangan selama hidup. Dia tidak menyangka bila rahim ini ternyata berfungsi suatu hari nanti.
"Tapi dok..aku adalah hermaprodhit dan kehamilan tidak seharusnya terjadi kepadaku.."
Ah, hermaprodhit.
Ini juga benar.
Dia terlahir sebagai hermaprodhit.
Manusia yang Tuhan ciptakan dengan dua kelamin yang berbeda. Beberapa orang menganggap kelahiran ini sebagai sebuah 'kecacatan' sedangkan beberapa orang lagi menganggap kelahiran ini sebagai sebuah 'kemurahan' Sang Pencipta.
Dokter di seberang memperbaiki letak kacamatanya dengan ekspresi serius.
"Memang benar kecil kemungkinan terjadi kehamilan kepada manusia yang lahir hermaprodhit tapi bukan berarti itu tidak bisa terjadi. Dari 10 kasus kelahiran hermaprodhit 3 diantaranya berhasil mengandung dan melahirkan dengan selamat. Rein, kamu sangat beruntung menjadi salah satu diantara mereka. Ini adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada mu dan pasangan mu."
Rein tertegun, beberapa detik kemudian wajah terkejutnya lalu digantikan dengan sebuah senyuman yang amat sangat manis. Walaupun terkejut tapi dia juga senang mendapatkan kabar bahagia ini. Hidupnya dengan sang kekasih tidak akan kesepian lagi di masa depan karena kehadiran buah hati mereka berdua.
"Tentu dokter, aku sangat beruntung mendapatkan anak ini. Kalau begitu aku harus segera pulang sekarang sebelum dia mengomeli ku lagi." Rein ingin segera pulang dan memberitahu sang kekasih tentang kabar bahagia ini.
Dia menantikan reaksi apa yang kekasihnya berikan setelah mendengar kabar gembira ini.
"Hahaha.. reaksi mu cepat sekali berubah. Syukurlah Rein, kamu bisa menerima kelebihan ini." Dokter juga ikut berdiri.
Memberikan Rein sebuah senyuman khas seorang Ayah yang tidak pernah Rein dapatkan dalam hidup ini.
"Dokter bercanda, ini adalah kabar bahagia jadi kenapa aku harus menolaknya?" Ujar Rein bercanda.
"Aku pamit dok, selamat malam."
Setelah membayar biaya administrasi rumah sakit Rein segera keluar dari rumah sakit dan menghentikan sebuah taksi. Dia mampir dulu ke supermarket sebelum pulang ke rumah.
Untungnya supermarket tidak terlalu ramai dan banyak bahan makanan diskon besar karena sebentar lagi akan tutup. Kesempatan bagus ini Rein manfaatkan untuk membeli banyak bahan makanan untuk stok satu minggu di rumah. Dia juga secara khusus membeli bahan-bahan makanan yang disukai sang kekasih.
"Malam ini aku akan memberikannya sebuah kejutan, aku harap dia tidak pulang bekerja terlalu cepat." Gumamnya berharap diiringi sebuah senyuman manis.
Dalam waktu 30 menit dia hampir memenuhi satu troli. Jika saja dia tidak terburu-buru maka mungkin 2 atau 3 troli dapat dia penuhi malam ini. Namun karena ini adalah malam spesial Rein tidak ingin terlalu membuang waktu.
Setelah selesai memilih bahan makanan dia membawa semua belanjaannya ke kasir. Sambil menunggu sang kasir menghitung belanjaannya, Rein meluangkan waktu untuk memikirkan masakan apa yang akan dia buat malam ini. Dia juga memikirkan makanan yang cocok untuk gizi sang calon bayi agar tetap sehat di dalam kandungan. Memikirkan itu tangan kanannya tanpa sadar mengelus perutnya dengan gerakan lembut dan sayang. Gerakan ini tidak luput dari mata sang kasir perempuan.
Dia menatap Rein aneh karena melakukan gerakan lembut yang seharusnya dilakukan oleh seorang wanita. Karena dimatanya gerakan tangan Rein seolah-olah menunjukkan ada daging hidup di dalam perut datarnya itu.
Kemudian matanya menatap wajah cantik Rein yang tidak sesuai dengan citra seorang laki-laki dewasa. Wajah itu tampak terawat secara khusus melihat warna kulit yang cerah dan tampak lembut, tidak jauh berbeda dengan milik seorang wanita.
Perlahan, kasir itu mulai menyimpulkan dan mengerti dengan tingkah laku Rein yang tidak masuk akal untuk seorang laki-laki. Mulai dari berbelanja seperti wanita, wajah cantik dan kulit terawat, dan terakhir gerakan aneh yang mencuri perhatian. Kasir itu pikir bila Rein adalah salah satu bagian dari kumpulan orang-orang yang bercita-cita menjadi seorang wanita padahal faktanya mereka adalah laki-laki.
Bukankah cita-cita mereka terlalu menggelikan?
"Bagaimana bisa anak laki-laki ini bertindak tidak masuk akal?" Gumam kasir itu tanpa mengontrol volume suaranya.
Rein sontak terkejut, dia menurunkan tangannya sambil memperbaiki ekspresinya. Dia malu tentu saja, tapi bukan berarti dia bisa mengeluh. Ini sudah menjadi hukum alam di dunia ini bahwa yang aneh dan berbeda adalah minoritas. Mereka sulit diterima dalam masyarakat yang luas ini.
"Totalnya 412.000, apakah menggunakan uang cash atau tidak?" Kasir itu telah menyelesaikan semua hitungan.
Tidak seperti pertama, wanita itu sekarang tampak bersikap acuh tak acuh kepada Rein.
"Cash saja." Rein mengeluarkan 5 lembar kertas merah dari dalam dompetnya.
Dia lalu memberikannya kepada wanita itu.
Sambil menunggu uang kembalian, Rein mengambil tas belanjaannya yang sudah dipenuhi berbagai macam makanan.
"Ini kembaliannya, terimakasih sudah datang berkunjung."
Rein lalu mengambil uang itu tanpa mengatakan apa-apa dan segera keluar dari supermarket untuk memanggil taksi. Begitu masuk ke dalam taksi dia langsung menyenderkan kepalanya di kursi.
Hari ini rasanya cukup melelahkan.
Dia kemudian menghidupkan layar ponselnya sembari mengecek apakah ada pesan balasan dari sang kekasih. Namun ternyata masih belum ada balasan sama sekali.
Rein pikir mungkin sang kekasih sangat sibuk di kantor karena sudah beberapa hari ini dia jarang pulang ke rumah dan tidak punya waktu untuk menghubunginya.
Dia mengerti posisi sang kekasih tapi dia juga tidak bisa menampik betapa kesepiannya dia selama ini. Dia merindukan sang kekasih yang sudah mulai kehilangan waktu kepadanya karena alasan pekerjaan dan sebagainya.
Jujur, Rein ingin bermanja-manja lagi kepada sang kekasih.
Menghela nafas panjang, dia mengalihkan pandangannya menatap keluar jendela taksi. Memperhatikan suasana ramai diluar sana yang tidak bisa Rein nikmati meskipun dia mau.
"Pak.. berhenti!" Teriak Rein membuat solupir taksi segera mengerem mendadak.
Untungnya tidak ada kendaraan lain di belakang mereka sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
"Maaf sebelumnya..tapi apa Bapak bisa mundur ke belakang lagi?" Rein malu tapi dia tidak bisa menahan keterkejutannya.
Dia yakin orang yang dia lihat tadi bukan sang kekasih tapi tetap saja dia ingin mengkonfirmasinya.
"Tentu." Supir taksi itu tidak marah meskipun agak kesal.
Dia mengikuti kemauan Rein, mundur ke belakang sampai akhirnya Rein meminta supir taksi itu berhenti tepat di depan gedung hotel ternama di kota mereka.
"Kenapa Davin bersama wanita lain?" Tanya Rein mulai merasa tidak nyaman.
Di depan hotel dia melihat Davin berjalan dengan seorang wanita cantik. Bila dilihat dari penampilannya Rein yakin wanita itu adalah seorang model atau sejenisnya.
Tampaknya mereka berdua akan masuk ke dalam hotel.
Gemetaran, Rein mengambil ponselnya untuk menelpon nomor sang kekasih. Panggilan pertama sang kekasih masih belum mengangkatnya, Rein pikir mungkin dia tidak membawa ponsel atau mungkin dia tidak mendengar suara ponselnya.
Tapi Rein tetap bersikeras menelpon lagi.
Panggilan kedua sang kekasih masih belum juga mengangkat tapi dari jendela mobil Rein melihat wanita itu memeluk lengan Davin sambil membisikkan sesuatu ke telinganya.
Tindakannya intim seperti pasangan kekasih pada umumnya. Membuat Rein tanpa sadar menggigit bibirnya menahan rasa sesak yang kian memenuhi hatinya.
Setelah mendapatkan bisikan dari wanita itu barulah Davin merogoh sesuatu dari saku jasnya.
"Ada apa?" Suara malas Davin terdengar dari ponsel Rein.
Rein tersenyum kecil menahan sesak, ternyata kekasihnya tidak lupa membawa ponsel ataupun tidak mendengar suara panggilannya. Mungkin.. mungkin dia melakukannya dengan sengaja.
"Kamu lagi dimana, sayang?" Tanya Rein berusaha menahan getaran suaranya.
Davin di ujung sana tampak menarik wanita itu ke dalam pelukannya, memegang pinggang ramping wanita itu dengan gerakan sensual dan intim.
"Aku lagi di kantor, kenapa?" Bahkan suaranya kini lebih acuh dari sebelumnya dan dia bahkan berbohong.
Itu tidak benar,
Faktanya Davin sudah bersikap acuh kepadanya sejak beberapa waktu ini. Hanya saja Rein baru menyadarinya diwaktu yang tidak tepat.
"Apa..apa kamu bisa pulang malam ini?" Tidak terasa sudah ada cairan hangat mengenang di wajahnya yang kini mulai menjadi pucat.
"Aku tidak bisa pulang malam ini, aku sangat sibuk." Dia menjawab sangat sibuk tapi kenyataannya? Rein melihat dia kini sedang memeluk mesra wanita cantik nan seksi itu tepat di depan sebuah hotel ternama.
"Kamu sangat sibuk.. apa aku boleh datang ke kantor mu?" Rein sungguh berharap Davin segera membalas 'ya' dan melepaskan wanita dari pelukannya.
Namun sayangnya, dia terlalu percaya diri.
"Untuk apa kamu datang ke kantorku? Sudahlah, jangan kekanak-kanakan! Kamu datang ke kantor bukannya membantu tapi kamu malah membuat masalah untukku. Diam saja di rumah dan tunggu aku pulang." Suaranya tampak terganggu dan tidak senang.
Rein terdiam selama beberapa detik. Kedua matanya yang sudah basah menatap kosong pasangan serasi yang masih berdiri di depan hotel. Mereka tidak ragu melalukan gerakan intim meskipun ada banyak orang yang memperhatikan.
Ah, Rein lupa.
Mereka adalah pasangan normal jadi sangat normal bertindak normal di depan orang-orang yang normal.
"Aku akan tinggal di rumah dan menunggumu pulang. Sayang, tolong jangan terlalu lelah bekerja dan segeralah pulang." Bisiknya dengan kedua mata basah yang masih menatap kosong gerakan intim mereka di sana.
"Hem."
Davin mematikan sambungan mereka. Di luar sana dia tampak mengecup bibir wanita itu singkat, menariknya masuk ke dalam hotel tanpa menyadari bila ada sepasang mata basah yang terus memperhatikan interaksinya bersama wanita itu. Pemilik mata basah itu tidak pernah lagi bersuara sejak sambungan mereka terputus. Dia hanya menatap diam punggung kekasihnya yang pernah menjadi tameng terkuat di dalam hidupnya selama beberapa tahun terakhir.
Sekarang, punggung itu enggan berdiri melindunginya karena sudah ada wanita yang lebih cantik dan sempurna di dalam pelukannya kini.
"Kamu tahu, Nak, laki-laki di dunia ini bukan hanya dia." Ujar supir taksi itu sambil memberikan Rein beberapa lembar tissue.
"Terima kasih." Rein menerimanya dengan sopan dan segera menghapus jejak air mata dari wajahnya.
Dia ternyata sangat cengeng.
"Lupakan laki-laki itu, Nak. Dia tidak pantas mendapatkan orang sebaik dirimu dan kamu hanya pantas mendapatkan laki-laki yang lebih luar biasa darinya." Supir taksi itu masih menasihati Rein dengan sungguh-sungguh.
Sebagai seorang laki-laki yang sudah mempunyai anak dia tidak tega melihat ekspresi menyakitkan Rein. Dia seolah melihat bila putrinya yang ada di posisi Rein sekarang. Menangis diam-diam melihat orang yang dicintai berselingkuh dengan wanita lain.
Tuhan, betapa sakitnya itu.
"Pak, tolong lanjutkan perjalanan kita. Aku merasa tidak enak badan dan ingin segera beristirahat." Pinta Rein setelah menghapus jejak air matanya.
Dia tidak mau menangis tapi kedua matanya tidak mau mengikuti keinginannya. Mereka terus saja mengeluarkan cairan hangat sebanyak apapun Rein berkedip dan menghapusnya.
Supir taksi itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Meskipun bersimpati tapi dia tidak bisa ikut campur dalam masalah pribadi orang lain. Jadi dia melanjutkan perjalanan lagi tapi laju taksi dia bawa sepelan mungkin agar Rein di belakang dapat beristirahat.
Aku memang pernah menduga hari ini akan terjadi. Kamu akan bertemu seorang wanita cantik yang terlahir normal seperti dirimu. Ketika itu terjadi cintamu kepadaku mulai menguap seperti air, mengering tanpa jejak seakan-akan cinta itu tidak pernah ada sebelumnya.
Davin... apakah aku masih memiliki harapan kepadamu?. Bisakah aku menganggap pengkhianatan mu ini sebagai pelampiasan rasa bosan sejenak saja karena kamu akan tetap kembali kepadaku, bisakah aku?. Batin Rein masih berharap.
Mungkin saja setelah bertahun-tahun bersama Davin mulai merasa bosan dan ingin merasakan hal yang baru. Setelah dia cukup bosan dengan hal baru itu mungkin saja Davin akan kembali lagi kepadanya.
Mungkin saja.
...🍃🍃🍃...
Rein tidak tidur semalaman. Dia begadang semalaman suntuk memikirkan masa-masa sulit dan indah yang pernah dia lewati bersama Davin 3 tahun ini. Selama waktu itu mereka berdua membuat banyak kenangan manis yang diabadikan dalam bentuk foto atau bingkai indah.
3 tahun menjalin hubungan Rein juga mulai menyadari jika Davin tidak pernah membicarakan soal pernikahan dengan dirinya. Selain itu, Davin juga malu melakukan gerakan intim di tempat umum. Rein pikir Davin malu karena memang sifatnya yang kaku tapi ternyata dia salah besar.
Davin malu bukan karena kaku namun dia malu karena Rein bukanlah manusia yang normal. Di mata masyarakat mereka akan tampak aneh dan memalukan.
"Ternyata sudah pagi." Dia melihat sebuah cahaya hangat masuk ke dalam kamarnya.
"Davin akan pulang dan dia pasti kelaparan. Aku harus memasak makanan kesukaannya."
Rein menaruh kembali foto-foto yang sudah dia lap semalaman dan menyusunnya di atas laci seperti semula. Wajahnya tampak pucat dan kelelahan karena begadang semalaman namun dia masih menyeret tubuh kurusnya ke dalam dapur.
Mengambil beberapa bahan makanan yang dia beli semalam untuk dimasak menjadi hidangan yang lezat.
Satu jam kemudian Rein sudah menyelesaikan setengah hidangan. Dia menyusunnya di atas meja makan sambil menunggu hidangan yang lain matang.
"Aku pulang." Suara berat Davin memasuki pendengarannya.
Rein ingin datang menghampiri tapi kedua kakinya seolah dipaku di tempat. Dia tidak bisa bergerak dan nafasnya mulai tidak stabil.
"Oh..apa kamu lapar?" Tanya Rein tanpa mengangkat kepalanya.
Kedua tangannya sibuk bergerak menyiapkan makanan untuk Davin.
"Ada acara apa pagi-pagi begini kamu masak sebanyak ini? Apa ada tamu yang akan datang ke rumah?" Davin tidak melihat ada sesuatu yang salah dengan Rein.
Dia langsung duduk di kursi tapi tidak menyentuh makanan yang Rein berikan seperti biasanya.
"Tidak ada acara apapun, aku hanya sedang bosan saja." Jawab Rein berbohong.
"Baguslah, kalau begitu duduklah. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
Rein membeku. Perlahan wajah lelahnya terangkat menatap sosok angkuh Davin yang sudah tidak asing lagi untuknya.
"Tentang apa itu?"
"Tentang apa itu?"
Rein masih berdiri di tempat.
"Ini tentang hubungan kita." Jawab Davin membuat Rein merasakan sebuah firasat buruk.
Bahkan saat ini Rein tidak melihat rasa bersalah di dalam mata Davin atas pengkhianatan nya semalam. Itu masih dingin dan mungkin lebih dingin dari sebelumnya.
Dia bertanya-tanya apa pengkhianatan ini sudah terjadi sejak lama?
Jadi akhirnya akan seperti ini. Batin Rein miris.
Rein diam menatap Davin. Menunggu kata-kata kejam yang akan keluar dari mulut angkuh itu.
"Ayo kita putus, Rein." Benar saja.
Rein pikir dia akan sangat terkejut tapi ternyata dia tidak. Dia tidak terkejut seolah otaknya sudah mengetahui hal ini akan terjadi dan meskipun tidak terkejut tapi rasa sakit di dadanya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Sakitnya jauh lebih dari menyesakkan dan sakitnya jauh lebih dari kata perih, pada akhirnya kata yang hanya bisa Rein gambarkan adalah sangat sakit.
Yah, itu menyakitkan.
Patah hati itu menyakitkan.
"Kenapa?" Dia sudah tahu jawabannya tapi masih bertanya.
Padahal jawaban yang keluar dari mulut Davin akan menambah lukanya lebih dalam lagi.
"Aku sudah menemukan orang yang ku cintai."
Jadi selama ini kamu tidak pernah mencintaiku?. Batinnya terluka.
Rein tersenyum tipis,"Bukankah kamu mencintaiku?"
"Sekarang sudah tidak." Davin menjawab tanpa ragu sedikitpun. Seakan-akan waktu 3 tahun yang mereka lewati tidak berarti apa-apa.
Artinya dia tidak pernah mencintai Rein dari sejak awal.
Rein menahan nafas.
"Apa karena kamu ingin keturunan?" Jika ini masalahnya maka Rein bisa memberikan Davin keturunan.
Karena dia saat ini sedang mengandung anak mereka berdua, sudah dua bulan.
Davin tidak mengelak.
"Tentu saja."
"Bagaimana jika aku bisa hamil?" Tanya Rein sedikit berharap.
"Kamu hamil?" Matanya menatap Rein dari bawah sampai ke atas.
Jelas, ada tatapan merendahkan di mata itu. Melihatnya saja Rein sudah tahu dia tidak punya harapan lagi.
"Jangan bermimpi Rein, bangunlah." Katanya mengirimkan seember air dingin ke atas kepala Rein.
Tidak ada harapan lagi, Davin sudah tidak lagi menjadi miliknya.
"Kamu tidak bisa memberikan ku keturunan dan kamu juga tidak bisa memuaskan ku di atas ranjang. Kamu tahu..aku sama seperti laki-laki diluar sana, menyukai dada besar yang empuk dan bokong seksi yang menggairahkan. Kamu tidak bisa memenuhi itu semua jadi tidak ada gunanya membuang waktuku bersama mu." Katanya tanpa belas kasih.
Rein sepenuhnya tidak bisa berkata-kata lagi. Dia diam karena dia tahu apa yang Davin katakan itu benar. Dia tidak punya apa yang Davin inginkan kecuali anak ini. Meskipun Rein memberitahu tentang anak ini pun Davin sepertinya tidak akan pernah mempercayainya.
Sejak awal, Davin mungkin tidak pernah mencintainya.
Hah, bagaimana mungkin seorang laki-laki normal menyukai manusia tidak 'normal' seperti dirinya. Rein seharusnya tahu dia tidak boleh terlalu berharap mendapatkan cinta yang tulus nan indah seperti pasangan normal dapatkan.
Dia sewajarnya tidak boleh terlalu tenggelam dalam angan-angan yang semu. Sekarang setelah dia tidak tahu arah pulang Tuhan tiba-tiba membangunkannya dari mimpi terlarang itu.
Dia sejak awal ada di dunia ini memang sendirian dan sampai akhir pun akan selalu sendirian. Sepatutnya dia tidak boleh mengharapkan sesuatu yang mustahil dia dapatkan.
Tapi Rein keras kepala, dia masih belum bisa melepaskan orang yang sudah 3 tahun hidup bersamanya.
"Lalu.. bagaimana waktu 3 tahun yang kita lalui bersama, tidakkah masa-masa itu berarti indah untuk mu?"
"Indah?" Katanya diiringi tawa dingin.
"Itu indah untuk kamu tapi bagiku waktu 3 tahun yang aku lalui bersama mu adalah mimpi buruk! Aku hampir gila setiap hari mendengarkan teman-teman kantor ku membicarakan betapa dekatnya kita. Mereka bilang hubungan ini menjijikkan dan memalukan. Aku sudah muak mendengar kata-kata sialan itu, aku juga tidak mau membiarkan waktu berharga ku terbuang sia-sia bersamamu. Hah.. akhir-akhir ini aku mulai menyadari jika tidur bersama mu terasa tidak memuaskan seperti dulu lagi jadi aku punya alasan untuk mengakhiri hubungan sialan ini. Sekarang apa kamu sudah mengerti?"
Jadi, ikatan mereka selama ini hanya sebatas hubungan badan atau ***?
Bodohnya Rein pernah berpikir bila laki-laki angkuh di depannya ini saat itu mencintainya dengan tulus. Heh, sangat bodoh.
"Nanti sore aku akan datang mengambil semua barang-barang ku. Kamu tidak perlu membereskannya karena aku sendiri yang akan membereskannya. Lalu rumah ini akan menjadi milikmu. Kamu boleh menjualnya atau menempatinya karena sudah menjadi hak kamu. Tapi yang pasti setelah ini aku harap kamu jangan menghubungi ataupun mengganggu kehidupan ku lagi karena setelah ini aku akan memulai hidup baru bersama wanita yang ku cintai." Kata Davin sambil mengeluarkan sesuatu dari dompetnya.
"Dan ini yang terakhir," Dia meletakkan dua cek senilai 1 miliar di atas meja makan.
"Aku tahu kamu tidak punya pekerjaan jadi gunakanlah uang ini untuk menopang hidupmu." Dia berkata dengan nada angkuh yang cukup familiar untuk Rein.
Rein ingat, nada ini selalu Davin gunakan ketika berbicara dengan orang asing. Artinya kini Rein tidak ada bedanya dengan orang luar untuk Davin, dia sudah menjadi orang asing di dalam hidup Davin.
Lalu hubungan mereka berdua selama bertahun-tahun ini ternyata bukan apa-apa untuk Davin. Sejak awal hanya Rein yang selalu berpikir bila waktu yang telah mereka lalui selama ini adalah sebuah momen yang indah. Waktu-waktu indah yang dia ukir dengan baik di dalam memori hidupnya.
Tersenyum miring, "Anggap saja ini tip dariku untuk semua layanan yang kamu berikan setiap malam."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!