My Boyfriend, My Ce'o Bagian 01
BBBRRUUKKK~
Terdengar sebuah suara yang mengejutkan dari dalam dapur. Seorang gadis yang tengah
melipat pakaian itu pun segera berlari ke arah sumber suara. Ketika berada di
sana, matanya terbelalak ketika melihat wanita paruh baya tergeletak tak sadarkan diri.
“Ibu..” Ucapnya terkejut seraya berlari menghampirinya. “… ibu, apa yang terjadi? Buka matamu, aku mohon.” Tambahnya lagi dengan nada suara yang mulai khawatir. Kemudian, gadis tersebut berlari keluar untuk mencari bantuan.
Tubuh gadis ini bergetar ketika menunggu kabar dari dokter yang tengah memeriksa
kondisi ibunya. Rasa khawatirnya mulai menjalar, dan membuat fikirannya sangat
kacau. Ponselnya pun berdering, dengan cepat ia menerima panggilan tersebut.
“Sharon. Dimana kau sekarang? Bukankah sudah saatnya kau datang untuk bertukar shift denganku?” Suara itu terdengar kesal, dan menuntut.
“Maafkan aku Alice. Bisakah kau sampaikan izinku pada manager? Ibuku tiba-tiba saja
pingsan, dan saat ini aku tengah menunggunya.”
“Apa kau bilang? Apa yang terjadi? Kenapa bibi bisa pingsan?”
“Entahlah. Dokter yang memeriksa keadaan ibuku masih belum keluar.”
“Baiklah. Aku akan mengatakannya pada manager, dan aku akan datang dengan segera ke sana.” Panggilan pun berakhir, dan entah sudah berapa lama dokter itu berada di dalam.
Sharon Hwang. Gadis cantik yang sangat mandiri. Di hidupnya kini, hanya ibunya lah yang tersisa. Sepeninggal ayahnya 2 tahun lalu, gadis ini yang menjadi tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan ibunya. Dia adalah anak tunggal yang dibesarkan dengan hal yang serba pas.
Kesederhanaannya, dan keberaniannya itu lah yang mampu memikat daya tarik lawan jenisnya, dan tidak sedikit pria yang mendekatinya. Bukan sembarang pria yang mendekatinya, beberapa pria itu pun bahkan orang-orang yang memiliki kuasa. Namun, gadis ini terlihat membenci orang-orang seperti itu.
***
Mengetahui dokter sudah keluar dari dalam ruangan, Sharon langsung berlari ke arahnya
seraya menghujaninya dengan banyak pertanyaan. Melihat reaksi dari wajah dokter
itu seakan menjawab semua pertanyaan yang di ajukan olehnya.
“Ibumu mengalami kanker sumsum tulang belakang stadium 2, dia membutuhkan pendonor untuk hal ini, dan juga harus mendapat perawatan.” Seru dokter tersebut, dan mendengar itu membuat Sharon terkulai lemah. “Kau jangan khawatir. Aku, dan pihak rumah sakit akan membantumu mencari pendonor itu.”
“Aku masih belum menyelesaikan administrasi, uangku tidak cukup. Apa aku boleh meminta kesenggangan waktu?”
“Kau tidak perlu khawatir. Biaya pendaftaran, dan rawat inap selama sebulan, aku akan menanggungnya. Jadi, kau bisa memiliki waktu. Selagi kau bekerja, aku akan meminta perawat untuk menjaganya.”
“Terima kasih banyak dokter Brian. Anggaplah aku berhutang padamu.”
Dokter Brian dapat di katakan adalah teman lama dari ayah Sharon. Keduanya berteman
dengan baik, dan saat ayah Sharon mengalami kecelekaan, dokter Brian lah yang
menanganinya. Namun, Tuhan berkehendak lain, dan sejak itu dokter Brian sedikit
merasa bersalah, juga bertekad akan membantu keluarga temannya sebisanya.
Di malam yang dingin itu. Sharon masih tampak menggenggam erat tangan ibunya, air
matanya kembali menetes dari kedua pelupuk matanya. Hingga kemudian seseorang
membuka pintu ruangan tersebut, dan sebuah pelukan menghampirinya.
“Aku bertemu dengan dokter Brian, dan dia mengatakan padaku apa yang terjadi. Kau tenang saja, aku akan membantu mencarikan pendonor untuk bibi melalui website.”
“Terima kasih Alice. Aku beruntung karena memiliki sahabat sepertimu.”
“Apa tidak sebaiknya kau hubungi Kent Edbert? Pria itu memiliki koneksi yang luas,
aku yakin jika dia mau membantumu.” Gumamnya pelan.
“Bukankah aku sudah katakan berulang kali? Aku tidak ingin berhubungan lagi dengannya.”
Gadis itu membalas dengan nada yang tegas.
“Tapi aku rasa dia masih sangat mencintaimu Sharon.”
“Seiring berjalannya waktu, dia akan mampu melupakanku.” Kini nadanya berubah menjadi
sebuah kesedihan. Bagaimana pun, banyak waktu yang telah di lalui bersama pria itu, namun semua itu hanya bagaikan sebuah mimpi indah untuknya.
Pagi harinya. Sharon harus bersiap menuju sebuah kantor yang sangat terkenal. Austin
Industries, perusahaan yang bergerak dalam bidang imperial, dan finance. Perusahaan
yang memiliki top nomor 1 di negaranya. Bukan hanya itu, direktur perusahaan
tersebut pun terkenal begitu tampan, dan juga sangat ramah.
Itu hanyalah sebuah rumor. Hanya kata-kata itu yang tersimpan di dalam benaknya kali ini. Tidak ada orang kaya yang baik hati, karena semua orang besar hanya senang menginjak
orang-orang kecil. Tidak ada kalimat baik sedikit pun bagi Sharon untuk memandang orang yang berkuasa.
“Aku dengar tuan muda Austin telah kembali dari Jepang.”
“Astaga, aku sangat berharap tuan muda datang bersama dengan saudara kembarnya.”
“Aaaah kedua pangeranku.” Sambung kedua orang tersebut secara bersamaan.
“Selama bekerja 6 bulan disini, aku bahkan tidak tahu bagaimana rupa direktur di
tempatku bekerja. Melihat reaksi mereka, benarkah dia orang yang baik? Ah itu pasti hanya untuk mengambil keuntungan saja.” Sharon bergumam seraya mengangkat
ember serta alat kebersihan lainnya.
Di tempat yang berbeda. Seorang pria terlihat tengah memberikan sebuah bunga pada
gadis yang berada di hadapannya saat ini. Gadis itu tersenyum bahagia menerimanya, hingga kemudian, pria itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
“Maisha, maukah kau menikah denganku?” Pria itu menjulurkan sebuah kotak berisi cincin ke arah gadis tersebut. Pengakuan seperti itu seharusnya dapat membuat suasana hati seorang gadis sangat gembira. Namun, reaksi yang di sorotan mata gadis itu
sangatlah berbeda.
“Maafkan aku Charles. Kita baru saja mengenal selama 3 bulan, dan kau memutuskan untuk melamarku? Apa yang kau miliki hingga berani melamarku? Apa kau memiliki 1 unit apartment yang seperti disana?" Gadis itu menunjuk gedung tinggi yang ada di seberang taman. "Apa kau memiliki pendapatan yang besar?” Gadis itu menatap rendah pria di hadapannya.
“Aku tidak memiliki semua itu. Tapi aku…”
“… Jika begitu maafkan aku. Sepertinya hubungan kita hanya bisa sampai di sini.
Aku tidak ingin hidup susah, aku harap kau mengerti.” Ucap gadis itu seraya mengembalikkan sebukat bunga yang tadi diterimanya, setelah itu ia pun pergi
meninggalkan pria tersebut.
Bersambung ...
My Boyfriend, My Ce'o Bagian 02
Pria itu tampak kecewa mendengar jawaban dari gadis tersebut. Bukan kecewa karena
mendapat penolakkan. Bahkan gadis tersebut menjawab tanpa berfikir sedikit pun.
Akhirnya, pria itu memutuskan untuk beranjak dari tempat tersebut.
“Kenapa gadis-gadis itu begitu matrealistis sekali. Aku bahkan belum mengatakan apa
pun, tapi dia sudah mengambil kesimpulan sendiri. Aku rasa ini cara Tuhan menjauhkan aku dari orang-orang yang hanya ingin memanfaatkan kekayaan ayah saja.” Gerutunya kesal.
Setibanya di sebuah gedung yang menjulang tinggi, niatnya untuk turun dari mobil pun ia
tahan ketika melihat sebuah spanduk yang terpasang di pintu masuk. Jika saja dia masuk dalam keadaan terbuka, karyawati pasti akan menghampirinya.
Selamat datang kembali di Swiss, selamat datang kembali dalam perusahaan Austin Industries. Kami sangat merindukanmu.
“Sudah sangat jelas jika semua ini adalah ulahmu. Lihat saja jika bertemu nanti.” Pria
itu terus menggerutu tiada henti. “Untunglah aku membawa pakaian untuk menyamar.” Lanjutnya lagi, kemudian ia mengganti pakaiannya di dalam mobil
miliknya.
Setelah berganti pakaian, pria itu menurunkan letak topinya, dan segera berjalan ke dalam. Meski sudah dalam tahap penyamaran, ia tetap berjalan dengan langkah
yang hati-hati, berjaga-jaga takut ada sepasang mata yang menyadarinya.
Kemudian, secara tidak sengaja, ia bertabrakan dengan seseorang, dan membuat orang tersebut terjatuh tertimpa sapu. Pria itu langsung membantunya untuk berdiri,
namun orang tersebut justru memandang aneh pria di hadapannya.
“Hey, apa kau pegawai baru? Kenapa kau baru tiba? Cepat ikut aku.” Orang tersebut langsung menariknya menuju dapur kantor, dan pria ini hanya mengikuti langkah
kaki orang itu.
“Penyamaranku berhasil atau dia memang tak mengenalku? Lagi pula, sepertinya aku baru pertama kali melihat gadis ini. Apa dia office girl baru di perusahaan ini?” Charles membatin seraya tersenyum kecil di belakang gadis itu.
“Baiklah sudah aman. Lain hari, kau tidak boleh terlambat lagi. Aku dengar, jika karyawan atau pegawai perusahaan ini datang terlambat, maka tuan muda Austin akan memotong pendapatan bulananmu.” Bisik gadis itu.
“Benarkah? Mengerikan sekali. Tapi, terima kasih karena telah menolongku.”
“Tidak masalah. Baik, aku harus mengantar minuman ini pada karyawan yang lain.” Gadis itu segera menyimpan alat-alat kebersihannya, dan mengangkat baki yang berisikan beberapa gelas.
“Siapa namamu? Dan apakah dahimu baik-baik saja?”
“Itu hanya luka kecil. Aku Sharon Hwang, dan kau?”
“Charles, senang berkenalan denganmu Sharon. Aku harap bisa berteman baik denganmu.” Mendengar ucapan itu membuat Sharon tersenyum lembut, kemudian ia pun pergi meninggalkan dapur. “Gadis yang menarik.” Gumamnya.
Setelah memastikan sudah tak ada lagi orang di dapur itu. Charles segera meninggalkan
tempat tersebut, dan langsung menuju ruangannya. Setibanya ia didalam ruangan,
saudara serta ayahnya sudah lebih dulu berada di sana, tentu saja hal tersebut
sungguh membuatnya terkejut.
Melihat kehadiran Charles membuat pria itu berlari untuk memeluknya. Namun, dengan
cepat Charles menghindarinya, dan memilih untuk memeluk sang ayah. Tuan Austin hanya tertawa melihat tingkat kedua putranya yang masih terlihat ke kanak-kanakkan. Meski begitu, ia sangat menyayangi kedua putranya.
“Aku sudah menyambutmu dengan spanduk yang begitu besar. Apa seperti ini balasanmu?” Keluhnya.
“Ah hampir saja melupakannya. Apa kau tahu? Spanduk bodoh itu sangat memalukan. Sepertinya kau ingin membuatku di kerumuni wanita-wanita itu kan?” Mendengar penuturannya hanya membuat saudara laki-lakinya diam seolah tengah berfikir. “Tidak perlu berfikir, otakmu itu sangat dangkal, Charlie!”
“Siapa yang kau bilang dangkal? Kau fikir siapa yang menghandle perusahaan ini selama kau berada di Jepang?”
“Hhmmm.. Sudah jelas bukan dirimu.” Charles meletakkan jarinya tepat di bawah dagunya. Kemudian Charlie memandang tajam wajah saudaranya.
“Sudah-sudah jangan dilanjutkan. Malam ini kita akan makan malam bersama, anggap saja menyambut kedatangan putraku Charles.”
“Ayah, apa aku ini bukan putramu? Kenapa hanya Charles saja yang kau sebutkan?”
“Tentu saja bukan. Entah dari mana ayah memungutmu.” Ucap Charles menjulurkan lidahnya.
Amarah Charlie yang sudah memuncak pun membuatnya langsung berlari mengejar Charles. Sedangkan Charles menjadikan sang ayah sebagai tameng dari amarah sang adik. Kemudian, tuan Austin menarik kedua putranya, dan memeluknya.
***
Sepulang bekerja dari perusahaan besar itu. Sharon memutuskan untuk langsung pergi menuju rumah sakit, dalam perjalanan, ia sangat berharap akan mendapat kabar baik. Setibanya disana, gadis itu pun memasuki ruang rawat ibunya.
Tepat ketika menutup pintu, Sharon menghela nafasnya, dan mencoba untuk mengukir
sebuah senyuman di bibirnya. Melihat ibunya telah sadar, membuatnya berlari untuk memeluknya. Sembari memeluknya, ia menggigir bibir bawahnya untuk menahan
air matanya agar tidak jatuh.
“Putriku sudah datang, kau pasti sangat lelah.”
“Mendapat pelukan darimu sudah membuat rasa lelahku hilang. Satu jam lagi aku harus segera berangkat untuk pekerjaanku yang lain. Ibu baik-baik saja kan?”
“Tentu saja.”
Melihat sebuah senyuman dari sang ibu membuatnya begitu tentram, dan damai. Sampai detik ini pun, dirinya masih belum mendapat kabar mengenai pendonor untuk ibunya. Ia berharap jika Tuhan akan mendatangkan orang baik, hingga membuat ibunya sembuh total.
Karena jam paruh waktunya hampir tiba, Sharon langsung berpamitan pada ibunya untuk berangkat. Tak lupa ibunya memberikan kecupan di dahi putrinya. Sejak kecil, Sharon selalu merasa bahagia ketika mendapat ciuman dari ibunya.
Bersambung ...
My Boyfriend, My Ce'o Bagian 03
Sharon yang tengah sibuk bekerja di tempat lain, berbeda dengan Charles. Pria itu tampak tengah menikmati makan malamnya bersama dengan ayah serta saudara laki-lakinya.
Sudah hampir 1 tahun ia tidak makan malam bersama mereka. Bagaimana tidak? Dia harus menyelesaikan urusan bisnisnya yang terjadi di Jepang. Setelah stabil, baru lah ia bisa kembali.
"Maaf. Sepertinya aku tidak memesan puding ini?" Ungkap Charles pada pelayan yang tiba-tiba menaruh sebuah puding di hadapannya.
"Benar sekali. Aku juga tidak memesan ice cream ini." Charlie menambahkan.
"Karena kalian begitu tampan, aku memberi dessert ini secara cuma-cuma." Terlihat jelas wajah pelayan itu memerah seketika.
"Maaf, tapi aku tidak bisa menerimanya." Ketika mendengar penuturan yang dilontarkan Charles, pelayan tersebut merasa sedikit kecewa.
"Kami terima, dan mereka akan menghabiskannya tanpa tersisa sedikit pun. Terima kasih, nona." Sahut tuan Austin dengan sebuah senyuman, hingga membuat pelayan itu kembali bersemangat.
"Ayah, aku rasa Charles baru saja ditinggalkan oleh wanitanya. Lihat wajahnya itu! Seperti orang yang tengah patah hati bukan?" Bisik Charlie, namun suara itumasih dapat di tangkap jelas oleh telinga Charles. Sehingga sebuah pukulan sendok pun mendarat di atas kepalanya.
Tuan Austin sangat bahagia memiliki dua putra yang sangat akrab satu sama lain. Meski keduanya tumbuh tanpa seorang ibu, tuan Austin merasa berhasil karena telah mendidik kedua anaknya dengan baik.
Sejak keduanya kecil, keduanya sudah di ajarkan untuk tidak menjadi orang yang sombong. Bagaimana pun kondisi orang di sekeliling mereka, mereka harus mampu berlaku sopan, dan itu juga berlaku kepada orang-orang yang mengganggap mereka musuh sekali pun.
Setelah makan malam berakhir, Charles memutuskan untuk pulang terpisah dari ayah, dan saudaranya. Dirinya masih ingin menikmati hirup udara kota kelahirannya setelah di tinggalkan selama satu tahun.
Tengah asyik berjalan di pinggiran taman Zürichhorn. Sorot matanya melihat seseorang yang tak asing, seseorang yang ia temui siang tadi ketika berada di kantor.
Tanpa di sadari olehnya, ujung bibirnya tertarik menyimpulkan sebuah senyuman, dan langkah kakinya membawa dirinya menuju tempat tersebut.
"Selamat datang." Penjaga toko menyambut pelanggan yang baru saja memasuki tempatnya. "Kau? Charles?"
"Tidak ku sangka akan bertemu denganmu lagi, Sharon." Balasnya dengan ekspresi wajah yang sangat tenang. "... mungkin kita berjodoh." Sambungnya lagi, dan membuat Sharon terkekeh mendengar ucapan dari pria itu.
"Kau datang untuk membeli sesuatu?"
"Aku datang untuk memastikan, apa yang ku lihat di luar sana benar dirimu atau bukan."
"Setelah memastikannya, apa yang ingin kau lakukan?" Kini Sharon sibuk merapihkan letak uang yang berada di dalam laci-laci tersebut.
"Aku ingin pergi keluar bersamamu. Jam berapa pekerjaanmu selesai?"
"Jam 10. Tapi, sepulang dari sini aku harus menuju rumah sakit."
"Jika begitu aku akan menunggumu disini, dan mengantarmu."
"Lakukan sesuka hatimu."
Ponsel Sharon sudah berdering hingga puluhan kali, dan hal itu membuatnya sangat kesal. Pria itu masih saja menghubunginya, dan memaksa untuk bertemu.
Jika pria tersebut terus menerus melakukan semua ini, dirinya tidak akan mampu untuk melupakannya sepenuhnya, dan dirinya akan selalu teringat oleh semua hinaan-hinaan yang ia terima satu tahun silam.
***
Di malam yang dingin, seorang gadis tengah duduk di salah satu cafe, lebih tepatnya di bangku yang berada di luar cafe. Meski sudah menggunakan jaket yang tebal, udara dingin tetap saja terasa menusuk ke dalam kulit putihnya.
25 menit kemudian, seseorang yang ditunggunya telah tiba, dan orang tersebut langsung berlari menghampirinya dengan wajah bersalahnya.
"Maafkan aku karena sudah membuatmu menunggu. Beberapa akses jalanan di tutup karena salju. Jadi, aku harus putar cari jalan."
"Yang terpenting kau sudah datang sekarang. Di hari yang dingin seperti ini, sebenarnya kau ingin mengajakku pergi kemana?" Gadis itu terlihat menggigil, kemudian pria di hadapannya langsung melilitkan sebuah syal pada leher sang gadis.
"Kau pasti sudah menunggu sangat lama bukan?" Kini pria itu membawa gadis tersebut ke dalam pelukannya. "Aku ingin mengajakmu menemui ibuku. Mengenalkan calon istriku padanya." Pria itu menambahkan, dan membuat gadis di dalam pelukannya merasa tersipu.
Keduanya pun berangkat, tak lupa pria tersebut menyalakan penghangat di dalam mobilnya dengan harapan dapat membuat tubuh gadisnya merasa hangat.
Setibanya di kediamannya. Gadis itu tampak gugup, dan menahan dirinya untuk tidak keluar dari dalam mobil. Melihat reaksinya itu membuat pria ini tersenyum, dan mencoba menenangkannya.
"Tidak perlu takut. Aku bersamamu." Pria itu tersenyum dengan lembut, hingga membuat rasa takut yang kokoh itu hancur seketika.
Saat berada di dalam. Gadis ini di minta untuk duduk selagi sang pria memanggil ibunya. Ketika mereka keluar, gadis tersebut langsung berdiri seraya memberi salam.
"Bibi, apa kabar? Aku Sharon Hwang."
"Berapa jumlah yang kau inginkan? Katakan saja, dan aku akan memberikannya saat ini juga dengan tunai."
"Mom." Pria itu sedikit menyentak dengan suara tegasnya.
"Maaf, maksud bibi bagaimana?"
"Tidak perlu berpura-pura polos. Kau mungkin bisa menipu putraku dengan wajah lugumu itu, tapi tidak denganku. Kau mendekati putraku hanya untuk uang bukan? Jadi, katakan saja berapa yang kau inginkan?"
Kalimat itu sungguh membuat Sharon terkejut, bukan hanya Sharon, bahkan pria di hadapannya pun sama terkejutnya. Kemudian, pria itu berjalan menghampirinya.
"Dengar baik-baik nona Hwang. Keluarga Edbert adalah keluarga yang sangat terpandang, memiliki kekuasan yang besar, dan tidak semudah itu bisa menerima gadis rendahan seperti dirimu. Keluarga kita bagaikan langit, dan bumi. Lagi pula, anakku Kent Edbert akan bertunangan dengan gadis dari keluarga yang sama terpandangnya."
"Mom, bukankah aku sudah mengatakannya berulang kali? Aku tidak ingin di jodohkan dengannya, aku tidak mencintainya."
"Mengerti apa kau soal cinta? Sampai kapan pun aku tidak akan menyetujui hubungan kalian. Apa kata orang nanti jika kita menerima gadis miskin masuk dalam keluarga Edbert, sungguh memalukan."
Tanpa di sadari, sebuah cairan bening keluar membasahi wajahnya. Tubuhnya bergetar mendengar semua perkataan itu. Kepalanya merasa sakit ketika perang mulut antara ibu, dan anak.
"Keputusanku sudah bulat. Jika kau tidak ingin membuat keluarga kita malu, maka kau harus bertunangan dengan Grace Olsen. Dan nona yang disana, bukankah kau sudah mendengarnya dengan jelas? Lalu untuk apa lagi kau masih berdiri disana?"
"Maafkan aku, permisi." Sahut Sharon tanpa berkata apa-apa lagi.
"Bibi Zhang, cepat bersihkan bekas tapak kaki gadis itu, dan kalian bawa Kent ke kamarnya."
Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!