NovelToon NovelToon

Mr. Arogan Vs Kembar Genius

Hamil ?

Elsa sedang duduk di lantai kamar mandi, bahunya nampak bergetar dan tangannya nampak mengepal memegang benda kecil bergaris dua dengan warna merah.

Air matanya nampak membanjiri wajahnya yang sudah memerah karna terlalu lama menangis, bahkan matanya sudah terlihat bengkak.

"Hamil? Aku hamil? Ya tuhan, sekarang apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menggugurkan kandungan ini, atau aku harus meminta pertanggungjawaban pada pria arogan itu? " ucap Elsa lirih.

Elsa galau, Elsa resah, Elsa merasa hidupnya hancur seketika.

Rasanya Elsa begitu kesusahan untuk bangun, kepalanya terasa berdenyut. Tubuhnya terasa lemas, bahkan pandangan matanya pun terasa kabur.

Dengan sisa tenaga yang ada, Elsa pun berusaha berdiri. Dia harus segera mengistirahatkan tubuhnya, karna seharian ini dia sudah menghabiskan waktunya untuk menangis.

Baru saja dia melangkah, tubuh Elsa langsung limbung. Dia hampir saja terjatuh, beruntung dia langsung berpegangan pada dinding kamar mandi tersebut.

Dengan sekuat tanaga, Elsa berjalan menuju kasur mini kesayangannya. Setelah sampai, Elsa pun langsung merebahkan tubuhnya.

Elsa langsung membungkus tubuhnya dengan selimut, karena badannya sudah terasa sangat dingin akibat seharian menangis di lantai kamar mandi.

Bahkan Elsa tak ingat untuk sekedar mengisi perutnya, hanya ada kesedihan yang mendera hidup nya.

"Ya tuhan, apakah aku harus pulang ke kampung dan bersujud di kaki ibu? Tapi, aku takut dia akan mati berdiri saat tahu aku sedang mengandung," ucap Elsa lirih.

Ingatan Elsa pun menerawang jauh pada kejadian yang menimpanya dua bulan yang lalu, dadanya semakin sesak bila mengingat akan hal itu.

Hal yang tanpa dia duga menimpa hidupnya, hal buruk yang tak pernah terlintas sekalipun dalam benaknya.

Sebuah kesialan yang menimpanya, kesialan yang meninggalkan benih di rahimnya.

Flash Back On #

"Elsa, boleh saya minta tolong? " tanya Ajun asisten peribadi Tuan Dirja.

"Bisa, Tuan. Apa yang harus saya lakukan, Tuan? " tanya Elsa sopan.

"Tolong antarkan berkas-berkas ini ke rumah Tuan Dirja," titah Ajun.

"Baik,Tuan." jawab Elsa.

Elsa pun langsung memgambil setumpuk berkas yang diserahkan oleh Ajun, kemudian dia pun meminta supir kantor untuk mengantarnya ke kediaman Tuan Dirja.

Sampai di kediaman Tuan Dirja, Elsa pun langsung turun. Saat Elsa hendak masuk, seorang asisten rumah tangga langsung menyambutnya dengan baik.

"Nona Elsa ya? " tanya nya sopan.

"Iya Bi, ini berkas yang diminta Tuan Dirja. Tolong berikan pada Tuan ya Bi," ucap Elsa sopan.

"Maaf, Non. Tapi Tuan Dirja sedang ke rumah sakit, tadi Tuan berpesan, berkasnya langsung dibawa ke ruang kerja saja. Di sana ada Den Gia yang sudah menunggu," Ucap Bibi menjelaskan.

"Baiklah, Bi. Kalau begitu saya langsung ke ruang kerja Tuan saja," pamit Elsa.

Elsa yang sudah sering keluar masuk ke kediaman Tuan Dirja pun langsung pergi ke lantai dua, karna ruang kerja Tuan Dirja memang berada di lantai dua di pojok kanan.

Sampai didepan ruang kerja Tuan Dirja, Elsa pun langsung mengetuk pintu ruangan tersebut.

Tak lama terdengar suara sahutan dari dalam, Elsa pun langsung membuka pintu tersebut.

Saat pintu terbuka nampaklah seorang pria muda dan tampan yang sedang duduk di meja kerja Tuan Dirja, mungkin pria inilah yang disebut Bibi dengan sebutan Den Gia, pikir Elsa.

"Selamat siang, Tuan. Saya, Elsa. Saya ke sini disuruh Tuan Ajun untuk memberikan berkas-berkas ini pada anda," ucap Elsa sopan.

Gia menelisik wanita yang kini berada di depan matanya, terlihat cantik dengan balutan kemeja pendek berwarna peach dan rok di atas lutut berwarna hitam.

"Perfect, " satu kata yang keluar dari pikiran nya.

Melihat Elsa yang sangat cantik dan seksi membuat pikiran Gia berpantasi liar, matanya mulai menatap Elsa dengan nakal.

Elsa yang melihat tingkah anak Tuan nya seperti itu pun menjadi risih, dia pun dengan cepat menyimpan berkas-berkas yang dia bawa keatas meja.

"Saya pamit,Tuan. Masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan di kantor, " pamit Elsa.

Kenapa begitu terburu-buru?" tanya Gia seraya bangun dari duduknya.

"Em itu, Tuan. Saya harus segera ke kantor, karna masih banyak yang harus saya kerjakan," ucap Elsa beralasan.

"Benarkah? "tanya Gia.

Gia pun menghampiri Elsa dan mengusap pipinya dengan lembut, Elsa pun langsung memalingkan wajahnya.

"Ma--maaf, Tuan. Tolong jangan seperti ini, " pinta Elsa sopan.

Gia meraup wajah Elsa dengan kedua tangannya,"Tatap aku. " Gia berucap seraya mencengkram kuat dagu Elsa, Elsa pun nampak meringis.

Elsa pun berusaha untuk menatap wajah anak dari Tuan nya itu, wajahnya terlihat tampan, hidungnya terlihat mancung, namun matanya terlihat memerah dan tercium bau alkohol dari mulutnya.

"Tu--tuan mabuk? " tanya Elsa.

"Hem, aku mabuk. Dan sekarang aku ingin mengajak mu bermain," ucap Gia.

Gia mulai mengurung tubuh Elsa, bahkan Gia menyudutkan Elsa pada tembok ruangan tersebut.

Gia mulai mencium bibir Elsa dengan kasar, Elsa berusaha untuk menghindar. Elsa memberontak, tapi Gia malah mencengkram leher Elsa dengan kuat menggunakan tangan kirinya .

Sedangkan tangan kanannya, dia gunakan untuk mengunci kedua tangan Elsa.

Elsa pun tak bisa berkutik, sekuat apa pun dia berontak seakan sia-sia. Apa lagi Elsa tahu dengan pasti, jika ruangan tersebut kedap suara.

Jika Elsa berteriak pun tak akan ada yang bisa mendengarnya, Elsa hanya pasrah dalam tangisnya.

Melihat Elsa yang hanya menangis dan tak lagi memberontak, Gia pun makin bersemangat.

Gia langsung menghampaskan tubuh Elsa ke atas sofa, kemudian dia pun mengurung pergerakan gadis itu.

Siang itu kemalangan pun terjadi pada Elsa, apa yang selama ini dia jaga kini harus hilang di tangan pria arogan yang tak dia kenal sama sekali.

Elsa hanya bisa memejamkan matanya sambil menangis, menahan tumbukan keras yang Gia lakukan padanya.

Hujaman demi hujaman Gia arahkan pada Elsa, dia nampak begitu menikmatinya.

Berbeda dengan Elsa yang terlihat begitu kesakitan, tak ada rasa nikmat sedikit pun yang dia rasakan.

Hanya rasa sakit, sakit, dan sakit yang Elsa rasa saat ini.

Entah berapa kali Gia melakukan hal itu pada Elsa, Elsa tak tahu karena kini mata Elsa sudah terpejam.

Elsa sudah tak kuat lagi, dengan apa yang telah di lakukan Gia, padanya.

Dia tak ingat apa pun lagi, dia tak merasakan apa pun lagi. Entah apa lagi yang Gia lakukan padanya pun, Elsa tak tahu, Elsa tak ingat, karena hanya gelap yang dia ingat.

+

+

+

Minta dukungannya ya guys, buat karya si aku ini.

jangan lupa kasih saran, kritik, koment, like dan Vote nya ya..

Cek

Elsa mengerjapkan matanya beberapa kali, dia merasa badannya sangat sakit dan remuk di beberapa bagian.

Bahkan saat Elsa berusaha bangun pun, bagian inti nya terasa sangat perih. Elsa sampai meringis dibuatnya, dia sampai memejamkan matanya menahan sakit.

"Dimana ini?" Elsa bertanya pada dirinya sendiri, dia berusaha untuk duduk.

Elsa mengedarkan pandangannya, dia berada di sebuah ruangan dan semuanya nampak putih dan terlihat banyak alat medis di sana.

Elsa melihat tangannya, nampak selang infusan di sana. Elsa pun langsung berpikir jika dia sedang berada di rumah sakit, tapi siapa yang membawanya?

Elsa memijat kepalanya yang terasa pusing, dia mulai mengingat apa yang sudah terjadi kepadanya.

Elsa pun ingat jika dia mengantarkan beberapa berkas ke rumah tuan Dirja, kemudian nasib malang pun menimpanya.

kilasan-kilasan perbuatan yang dilakukan Gia kepadanya, terlihat dengan jelas di benak Elsa.

"Ya Tuhan, aku diperkosa !!" Elsa memekik, dia sangat takut akan kejadian yang menimpanya.

Elsa nampak mengingat-ingat kejadian yang menimpanya, masih teringat dengan jelas saat Gia menerkamnya dengan sangat buas.

Elsa menutup matanya dengan kedua telapak tangannya, dia sedih, sangat sedih.

Air mata Elsa luruh begitu saja, entah harus apa dia sekarang. Yang Elsa tahu, saat ini dia merasa sangat hancur.

"Sudah puas menangisnya? " terdengar suara bariton memekik di telinganya.

Elsa langsung menurunkan tangannya, kemudian dia menatap lelaki arogan yang kini telah berada tepat di sampingnya.

"Tidak usah menangis, aku tahu kamu masih virgin saat aku melakukannya padamu. Terimalah uang ini sebagai bayaran untuk keperawanan mu," ucap Gia seraya menyimpan cek di tangan Elsa.

Elsa menatap pria yang kini berada di sampingnya dengan tatapan nanar, dia tidak menyangka jika setelah keperawanannya dirampas dengan paksa kini dia harus menerima sebuah cek bertuliskan nominal angka.

Air mata Elsa kembali luruh, Gia langsung mendekati Elsa dan mengusap air mata tersebut.

Aku sudah bilang jangan menangis, aku sudah memberikan mu uang yang banyak. Pergilah yang jauh, jika suatu saat nanti kamu hamil, segeralah gugurkan. Karna aku tidak akan bertanggung jawab," titah Gia.

Elsa tak mampu menjawab ucapan Gia, bibirnya terasa kelu. Hanya tatapan marah, kesal, sedih, duka dan semua perasaan kini bercampur aduk menjadi satu yang dia berikan pada Gia.

"Jangan menatap ku seperti itu, uang itu adalah bentuk tanggung jawab ku pada mu, Elsa Anindita." Gia berucap seraya mengusap air mata Elsa, Elsa pun langsung memalingkan wajahnya.

"Aku pergi, semua biaya rumah sakit sudah aku tanggung. Setelah sembuh cepatlah pergi," titah Gia.

Setelah mengucapkan hal itu, Gia langsung pergi meninggalkan Elsa sendirian.

Emosi Elsa nampak memuncak, Elsa menangis histeris. Dia menggapai semua benda yang ada di dekatnya, kemudian dia melemparkan semua barang-barang tersebut.

Tak lama datanglah beberapa suster yang masuk ke dalam ruangan Indira, mereka nampak menenangkan Elsa.

Bahkan salah satu suster menghampiri Elsa dan menyuntikan obat penenang padanya, Elsa pun langsung melemah.

Elsa langsung tak sadarkan diri, karena pengaruh obat penenang tersebut.

Sedangkan, Gia. Setelah menemui Elsa, dia langsung menjenguk Daddy nya yang sedang dirawat karena penyakit jantungnya yang kambuh.

Tuan Dirja terlihat masih lemah, dia sengaja memanggil putra semata wayangnya yang beberapa bulan lalu baru saja lulus mengerjakan S2-nya.

"Gia," panggil Tuan Dirja.

"Yes Dad," jawab Gia.

"Tolong gantikan Daddy, perusahaan membutuhkan kamu." ucap Tuan Dirja dengan suara lemahnya.

"Daddy, tenang saja. Aku akan menghandle semua pekerjaan Daddy," ucap Gia menenangkan.

Seulas senyum terbit dari bibir tua Tuan Dirja," Terimakasih sayang. Kalau kamu membutuhkan bantuan,bilang saja langsung pada Elsa. Dia sudah ikut Daddy selama tiga tahun, dia sudah sangat paham tentang cara kerja perusahaan kita."

Untuk sesaat Gia terdiam, dia berpikir bagaimana cara menjelaskan pada Daddy nya tentang Elsa.

"Kenapa, Boy? Kenapa kamu terdiam?" tanya Tuan Dirja.

Dad, mulai hari ini semua pekerjaan akan aku handle bersama Ajun. Elsa kemarin sudah mengundurkan diri," terang Gia.

Tuan Dirja terlihat kaget saat mendengar ucapan Gia, bahkan dia hendak mengangkat tubuhnya agar bisa duduk.

Tapi dengan cepat Gia menghampiri Daddy nya, dia pun berusaha menenangkan pria paruh baya itu.

"Tenang Dad, Elsa harus pulang kampung karena Ibunya sakit. Elsa harus mengurusi Ibunya," Gia beralasan.

"Benarkah? Kasihan sekali dia, anak itu pasti sangat sedih." ucap Tuan Dirja.

"Jangan memikirkan tentang orang lain, Dad. Pikirkanlah tentang dirimu," ucap Gia mengingatkan.

"Bukan begitu, Sayang. Anak itu sangat baik, dia pintar dan sangat bisa diandalkan. Dad sangat suka dengan cara kerjanya, belum tentu kita bisa mendapatkan karyawan multi talenta seperti dia lagi." Tuan Dirja berucap seraya membenarkan letak selimutnya.

"Jangan khawatir, Dad. Percayakan padaku, aku pasti bisa mengurusi semuanya yang berurusan dengan perusahaan. Tentunya dengan bantuan Ajun," ucap Gia.

Tentu saja, Dad percaya. Kamu lulusan S2 dari Harvard University, bahkan nilaimu sangat bagus. Pasti kamu bisa mengelola perusahaan," ucap Tuan Dirja.

"Sekarang istirahatlah, Dad. Aku akan ke kantor," pamit Gia.

Tuan Dirja pun menganggukan kepalanya," Pergilah."

Gia pun langsung pergi ke kantor, karena memang masih banyak hal yang harus dia urus. Terutama tentang keluarnya Elsa dari perusahaan, sebisa mungkin dia harus mencari alasan yang tepat.

Gia tak mungkin harus berkata yang sebenarnya bukan, bahkan rekaman cctv yang ada di rumahnya pun langsung dia hapus.

Dia tak mau jika sampai Tuan Dirja tahu apa yang dia lakukan terhadap Elsa, karena memang Tuan Dirja memasang cctv di seluruh ruangan yang ada di dalam rumah.

Hanya kamar peribadi mereka yang tak di pasangi camera cctv, tentunya karena itu merupakan daerah peribadi.

Sampai di kantor, Gia langsung menghampiri ruang HRD.

Tok ! Tok ! Tok !

Masuk," terdengar sahutan dari dalam ruangan.

Gia pun langsung masuk dan duduk tepat di kursi yang bersebrangan dengan Pak Yanto selaku HRD.

Mengetahui anak atasannya yang datang, Pak Yanto pun langsung menegakan tubuhnya dan meninggalkan segala aktivitasnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Den?"

" Saya hanya ingin memberitahukan, bahwa Elsa, mulai saat ini tidak akan bekerja lagi di sini. Dia harus pulang ke kampungnya, karena harus mengurus ibunya yang sedang sakit disana." Gia berucap seraya berdiri dan hendak melangkahkan kakinya.

"Tunggu dulu, Den. Kenapa mendadak sekali?" tanya Pak Yanto penasaran.

"Mana saya tahu," ucap nya ketus.

Gia pun langsung meninggalkan ruang HRD, meninggalkan Pak Yanto dengan segala kebingungannya.

Selepas dari ruang HRD, Gia pun langsung masuk ke dalam ruangan Ajun. Dia pun berusaha menjelaskan dengan baik tentang kemunduran Elsa, agar Ajun tak curiga.

Setelah mendengar penjelasan dari Gia, Ajun pun berusaha untuk percaya. Walaupun dia tak sepenuhnya percaya, entah kenapa dia merasa adayang janggal dengan apa yang diucapkan oleh Gia.

Sementara itu, saat malam tiba, Elsa nampak sadar. Elsa langsung bangun dan pergi dari rumah sakit itu, dia tak mau berlama-lama lagi di sana.

Sebelum pergi, Elsa mengambil cek yang diberikan oleh Gia. Kemudian dia masukan ke dalam sakunya, entah apa yang akan dia lakukan dengan cek itu, Elsa pun tak tahu.

Elsa merasa semakin lama, dadanya terasa semakin sesak. Kalau saja bunuh diri itu tidak dosa, mungkin Elsa sudah melakukannya.

Elsa langsung pulang ke kostannya, dia segera merapikan semua barang-barangnya. Dia sudah memutuskan jika dia akan pergi jauh, dia akan pergi ke tempat temannya yang berada di kota B.

Flash Back Of #

Pulang Kampung

Elsa masih diam di dalam balutan selimut, tak ada niatan sama sekali untuk bangun. Untuk saat ini, dia hanya ingin menikmati kesedihannya.

Hari bahkan sudah menjelang malam, tapi Elsa sama sekali tak berniat bangun walau hanya untuk sekedar mengisi perutnya.

Elsa, sangat sadar kalau di dalam rahimnya kini telah tumbuh benih yang ditaburkan oleh pria arogan yang sangat dibenci olehnya.

Pria, yang dengan teganya mencuri kehormatannya. Pria, yang dengan teganya menyuruhnya menggugurkan kandungannya jika dia hamil.

Pria yang datang dengan arogan, menyerahkan sejumlah uang dengan dalih bertanggung jawab secara pinansial.

Di simpan di mana, otaknya?

Setelah menikmati keperawanan seorang gadis, dengan mudahnya menyuruh Elsa untuk menjauh, dengan mudahnya menggantikan kebiadabannya dengan selembar cek bertuliskan nominal uang.

Jika mengingat akan hal itu, sungguh Elsa merasa sangat kesal. Elsa, benci. Elsa, marah dan Elsa berharap dia tidak akan bertemu lagi dengan pria arogan itu.

Saat Elsa, sedang asik dengan lamunannya. Tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu kamar kostannya, padahal hari sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Dengan gerakan malas, dia berusaha untuk bangun dan melangkahkan kakinya menuju pintu kamar kostannya.

"Siapa?" tanya Elsa, sebelum dia membuka pintunya.

"Aku, Dina. Bukain pintunya," titah Dina.

Elsa pun langsung membukakan pintunya, saat pintu terbuka, Dina langsung memeluk Elsa.

Tangis Elsa, langsung pecah. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk menahan semua gejolak hatinya, bahu temannya pun menjadi sandaran ternyaman untuknya.

" Lu kenapa, Sa. Tadi elu enggak berangkat kerja, terus gue tanya ama tetangga, elu katanya seharian mengurung diri di kamar. Elu kenapa?"tanya Dina khawatir.

Elsa tidak menjawab pertanyaan Dina, dia langsung menutup pintu kostannya lalu menuntun Dina untuk duduk bersamanya di pinggir tempat tidur.

Semenjak meninggalkan Ibu kota, Elsa langsung menyusul Dina ke kota B . Dia pun langsung mencari pekerjaan di kota B , dan Dina pun mengajaknya bekerja di toko kue tempat dia bekerja.

Toko oleh-oleh yang berada di pusat kota B, Selalu ramai di kunjungi banyak pelanggan.

Elsa sangat senang bisa bekerja di toko kue tersebut, karena di sana orang-orangnya sangat ramah-ramah.

" Gue, hamil. Sekarang, gue mesti gimana? Gue bingung, gue sedih, gue kesel, semua perasaan campur aduk jadi satu. Sekarang apa yang mesti gue lakuin?" Keluh Elsa seraya memukul dadanya yang terasa sangat sesak.

Dina, langsung menangkap tangan Elsa. kemudian, Dina menarik Elsa ke dalam pelukannya.

Air mata Elsa luruh kembali, dia pun langsung menumpahkan segala keluh kesahnya pada sahabatnya.

" Sabar, Sa. Elu, harus tenang. Gue tahu pria breng.sek itu sudah tega ngehamilin elu, tapi walau bagaimanapun, bayi yang ada di dalam kandungan elu nggak bersalah." Dina pun menenangkan, Dina terus saja menepuk pelan pundak Elsa.

"Tapi, gue takut. Gue, ngga punya suami tapi hamil. Pasti semua orang bakalan cibir gue," ucap Elsa dalam isak tangisnya.

"Ada, Gue. Gue akan selalu ada buat elu," ucap Dina.

Elsa, tidak menjawab ucapan Dina. Dia hanya menganggukkan kepalanya, di dalam pelukan Dina.

Dina merasa sangat iba dengan apa yang menimpa pada temannya itu, Dina pun memutuskan untuk menemani Elsa malam ini.

" Sa, elu udah makan? Gue yakin kalau elu belum makan, makanya gua bawain nasi bungkus buat elu. Makan ya, Sa.."pinta Dina.

" Gue nggak ***** makan, elu makan aja sendiri. Gue, pengen tidur. Gue, lelah. Gue, capek. Gue, pengen istirahat." keluh Elsa.

"Elu, mesti makan. Seengganya, elu harus pikirin janin yang ada di rahim elu. Elu nggak boleh egois," ucap Dina menasehati.

"Lama-lama elu kayak emak gue,"ucap Elsa.

Elu, udah seperti adik buat gue. Gue, sayang sama elu. Walaupun kita bukan saudara," ucap Dina.

Elsa pun melerai pelukan mereka, kemudian, Elsa pun berusaha untuk tersenyum sambil memandang Dina.

" Kalau gue nggak boleh tidur tanpa makan, elu harus suapin gue." Elsa berkata seraya mendorong tubuh Dina.

"Ok, gue, suapin elu. Makannya harus banyak," pinta Dina.

Elsa pun langsung menganggukkan kepalanya," Siap teman sejatiku."

Dina pun tersenyum mendengar ucapan Elsa, Dina langsung mengambil nasi bungkus yang dia beli.

Kemudian, dengan telaten Dian menyuapi Elsa.

Walaupun Elsa terlihat sangat malas, tapi karena ketelatenan Dina akhirnya nasi bungkus yang Dina bawa pun habis tak tersisa.

"Sekarang elu duduk dulu, gue ambil minum." ucap Dina.

Els pun duduk seraya menyandarkan punggungnya, dia merasa senang karena dalam kesedihannya, masih ada teman yang setia menemaninya.

Tak lama, Dina datang membawa segelas air putih untuk Elsa.

Minum yang banyak, Sa. Biar keponakan gue nggak kehausan di sana,"ucap Dina.

Elsa pun terkekeh, kemudian dia mengambil air putih yang disodorkan oleh Dina dan meminumnya hingga tandas.

"Jangan sedih lagi, Sa. Sekarang elu tidur, gue bakalan temenin elu." Dina pun membantu Elsa merebahkan tubuh lelahnya, kemudian menyelimutinya hingga sebatas dada.

Elsa pun mulai memejamkan matanya, tak lama dia pun terlelap dalam tidurnya. Dina tersenyum saat melihat Elsa, yang langsung terlelap dalam tidurnya.

"Elu pasti cape karena seharian nangis, mata elu ampe bengkak." Dina langsung mengambil selimut selimut dan bantal, kemudian dia pun langsung tidur di lantai dekat ranjang Elsa.

*

Pagi pun telah menjelang, langit yang gelap pelan-pelan mulai memudar diterangi dengan cahaya sang surya.

Elsa mulai menggeliatkan tubuhnya, badannya kini sudah mulai segar karena cukup istirahat.

Elsa mulai mengusap wajahnya, mengucek kedua matanya. Perlahan matanya membuka, dan dia pun mengedarkan pandangannya.

Matanya menangkap sosok temannya yang sedang asik menuangkan nasi goreng ke atas piring.

Elsa langsung tersenyum, dengan perlahan dia turun dari tempat tidurnya dan menghampiri Dina.

"Elu, masak? "Elsa langsung duduk di samping Dina, Elsa pun langsung mengambil sendok dan mencoba nasi gorengnya.

"Asal comot aja, madi dulu. Jorok," cela Dina.

"Ngga apa-apa, malah jadi penyedap."Kilah Elsa seraya bangun dan masuk ke dalam kamar mandi.

Dina hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Elsa, tapi dalam hatinya dia merasa senang. Karena kini, Elsa sudah bisa tersenyum.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Elsa melakukan ritual mandinya, dan sekarang Elsa sudah duduk manis sambil memakan nasi goreng buatan Dina.

Sesekali Elsa terlihat berdecak senang, karena menurutnya nasi goreng buatan Dina terasa sangat enak.

Sedangkan Dina hanya bisa mengatupkan mulutnya menahan tawa, dia takut jika dia tertawa, malah akan membuat Ibu hamil itu marah padanya.

"Na, setelah gue pikir-pikir. Gue mau pulang kampung aja, gue udah siap. Mau ibu marah kaya apa, gue udah siap. Gue ngga bakal sanggup kalau harus mengandung tanpa suami, dan tanpa dukungan dari ibu." ucap Elsa tiba-tiba.

"Oke, gue setuju. Pulang, merupakan jalan terbaik buat elu. Lagian, kalau elu masih di sini, itu bisa bahaya. Bisa aja, elu malah ketemu sama lelaki biadab itu." ucap Dina setuju.

Akhirnya Elsa pun berkemas dibantu oleh Dina, hanya satu kover kecil saja barang yang dia bawa. Dina dengan setia mengantarkan Elsa sampai Bandara, Elsa mengucapkan banyak terimakasih pada sahabatnya itu.

...****************...

Setelah dua jam perjalanan, Elsa pun sudah sampai di kampungnya. Dengan langkah ragu, Elsa berjalan menuju rumah sederhana milik Ibunya, yang terbuat dari kayu.

Dengan perlahan, Elsa membuka pintu rumahnya. Nampaklah Ibunya, yang sedang duduk sambil menonton tv.

Ibunya Elsa, seolah tau jika putrinya telah pulang. Beliau langsung memalingkan wajahnya ke arah Elsa, baik Elsa ataupun Ibu Anira merasa sangat kaget, tapi, sedetik kemudian, Ibu Anira langsung bangun dan memeluk Elsa.

Elsa, langsung menangis di pelukan Ibu Anira. Tubuhnya langsung melorot. Elsa langsung bersujud di kaki Ibunya.

"Maafin Elsa, Bu. Elsa hamil, Elsa diperkosa, Elsa ngga bisa mempertahankan kesucian Elsa." ucap Elsa di sela tangisnya.

Ibu Anira terlihat syok, dia hanya diam saja tanpa merespon apapun. Sedangkan Elsa, sudah terlihat putus asa.

"Bu, jawab Elsa. Jangan diemin ,Elsa. Pukul Elsa saja, Bu." Elsa meraung-raung di kaki Ibu Anira, tapi Ibunya hanya diam saja.

Elsa begitu takut melihat respon dari Ibunya, dan tak lama, Elsa pun langsung tak sadarkan diri.

Ibu Anira seolah tersadar, dengan perlahan, Ibu Anira meraup tubuh putrinya. Dia memeluknya dengan erat, dan menepuk pipi putrinya dengan pelan.

''Bangun ,Elsa. Jangan buat Ibu lebih khawatir lagi, jangan bikin ibu takut."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!