Menurut Winter, pernikahan adalah hal kesekian yang menjadi tujuan hidupnya setelah sukses nanti. Diusia yang sudah menginjak kepala tiga lebih tiga tahun tepat sebulan yang lalu, dia memilih melajang. Dia bahkan memprioritaskan kedua adik perempuannya untuk melangkah kejenjang serius tersebut dan mendahuluinya. Ya, Winter belum berminat untuk membangun bidak rumah tangga yang pasti dan jelas tidak akan mudah untuk ia lalui saat ini. Pekerjaan yang ia tekuni sangatlah menguras emosi, ia hanya tidak ingin wanita yang menjadi pendamping hidupnya nanti menyesal telah memilihnya, sebab sifatnya yang terkadang berubah tempramen dan juga arogan.
Bicara tentang statusnya, Winter memiliki wanita yang sangat cantik dan sudah lama sekali ingin dia pinang. Hampir lima tahun keduanya menjalin kasih, akan tetapi keduanya belum berminat untuk membawa hubungan mereka kejenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Sebab keduanya masih ingin mengejar mimpi masing-masing. Ingin menikmati masa lajang, dan tentu saja ingin lebih jauh mengenal satu sama lain. Dan satu hal lain yang mungkin tidak diketahui Amora—kekasih Winter, pria itu tidak ingin Amora menjadi pelampiasan dari sikap kasarnya nanti setelah menikah.
Namun semuanya berubah menjadi sebuah kemustahilan saat sang ayah tiba-tiba menghubungi dirinya, dan meminta pulang dengan dalih pertemuan keluarga yang sangat penting. Katanya, sang nenek merindukan Winter teramat sangat.
Tapi apa, semua itu hanya tipuan yang seketika membuat Winter bersikap dingin kepada siapapun. Wajahnya datar, terlihat seperti dipenuhi angkara. Dia rela jauh-jauh datang dan meninggalkan pekerjaannya yang sangat penting karena merasa sungkan kepada sang nenek, ternyata hanya akal-akalan sang ayah untuk mengelabuinya agar hadir di acara pertemuan keluarga yang bertujuan lain itu.
Winter tak sedikitpun mengangkat pandangan ketika berhadapan dengan orang yang menurutnya asing. Duduk saling berhadapan disebuah restoran bergaya kuno yang katanya hampir dijalankan oleh keluarga secara turun-temurun. Winter masih saja mendengar tiga orang dihadapannya mengeluh-eluhkan soal penampilan, bahkan ketampanannya.
Memang tak dipungkiri, Winter memiliki postur tubuh yang membuat banyak wanita tergiur, dan didukung wajah geniusnya yang sangat tampan. Muak sekali. Winter ingin pergi dengan alasan ke toilet, namun ia bisa dan masih tau bagaimana cara menjaga nama baik ayah dan ibunya. Jadi, dia memilih bertahan dan tetap berada di tempatnya.
“Jadi nak Winter ini usianya sudah 33 tahun ya?” tanya laki-laki paruh baya yang berada dikursi tepat diseberang Winter duduk. Namanya tadi Scott, seingat Winter saat pertama kali berjabat tangan tadi.
“Iya, paman!” jawab Winter singkat, tanpa minat.
“Selisih usia kalian sepuluh tahun!”
Sekali lagi Winter pikir kalimat itu sangatlah memuakkan. Dia tak ingin menunjukkan keramah-tamahan akan dirinya, sebab ia memang tak mau jika mereka hanya melihat dan menilainya dari sisi baik saja. Winter menarik sudut bibirnya kaku, menatap gadis muda yang seusia dengan adik keduanya dengan tatapan tajam menghujam.
“Lalu, apa Snow mau menikah dengan pria tua seperti saya, paman?” tanyanya pada Scott, penuh penekanan dan intimidasi yang membuat sosok Snow tiba-tiba saja bergidik ngeri.
Ayah Snow menelan ludahnya sendiri saat mendengar suara berat dan tatapan tajam dari Winter yang sama sekali baru pertama kali dilihatnya itu sedang menatap lekat pada Putri kesayangannya. Sedangkan Snow yang memang masihlah lugu hanya mengerjapkan kedua manik berbulu mata lentik itu beberapa kali, kemudian tersenyum dan memberikan jawaban ringan. “Tentu saja tidak apa-apa! S-saya mau!”
Winter membuang muka kesisi kiri, tidak ada siapapun, kemudian memutar lidahnya didalam mulut. Benar-benar memuakkan.
Winter berharap gadis itu akan mundur setelah mendesaknya dengan pertanyaan sensitif mengenai usia. Tapi nyatanya Winter salah perhitungan, gadis itu tetap menerima dirinya.
Pada detik kelima setelah memalingkan wajah, Winter kembali memutar pandangan dan mematrinya pada manik Ayah Snow yang belum beralih dari dirinya.
“Kalau begitu, saya menyerahkan semuanya pada paman dan kedua orangtua saya! Tanggal pernikahan silahkan kalian tentukan sendiri, karena saya sibuk dan tidak punya banyak waktu untuk hal seperti itu!”
Jawaban Winter tentu saja menjadi sebuah tombak yang tiba-tiba saja menancap pada ulu hati semua yang ada didalam ruangan tersebut, namun dengan cepat Scott—ayah Snow, menyahut. “Tentu, serahkan semua kepada kami!”
Winter tersenyum kecut, dia meraih jas hitam dari pangkuannya, menyampirkan pada lengan kiri dan mendorong mundur kursi kayu yang menopang tubuhnya lebih dari tiga puluh menit lalu itu. Membungkuk kecil sebagai tanda hormat dan juga salam pamit.
“Saya pergi sekarang! Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan!”
Winter berlalu, beranjak meninggalkan ruangan beraroma gurih yang tentu saja berubah menjadi canggung dalam sekejap. Setelah pintu tertutup kembali dan Winter sudah sepenuhnya menghilang, Snow tertawa memecah keheningan.
“Paman mau teh lagi?” tanya Snow untuk Rehan—ayah Winter, mengambil gelas dengan senyuman manis dan lesung pipi dikedua sisi wajahnya yang cantik, anggun dan juga menggemaskan.
“Maaf, putra saya memang kaku dan tidak memiliki ekspresi!” ujar Rehan sembari menerima gelas dari Snow, “Saya juga tidak menyangka jika dia memiliki sikap seperti itu!”
Kedua orang tua Snow tersenyum canggung, mungkin sedikit menyesal atau bahkan memikirkan ulang niatannya menikahkan sang Putri tunggal dengan pemuda yang baru saja mereka temui. Namun, disela pikiran kedua orang tuanya yang kini penuh pertimbangan, Snow berkata. “Tidak apa-apa paman, pasti dia bisa berubah setelah menikah nanti! Atau paman mau saya mengubahnya menjadi pria yang perhatian dan penyabar?” kelakar Snow, dengan senyuman ceria yang terlihat tulus, disusul senyuman hangat dari ibu Winter yang entah mengapa begitu menyenangkan untuk seorang Snow White. “Jika iya, saya akan melakukannya! Membuat kak Winter menjadi pria yang lembut dan penuh ekspresi!”[]
...•...
...•...
...DISCLAIMER...
...-Cerita ini murni imajinasi penulis....
...-Jika ada kesamaan nama visual, gambar properti, ataupun latar yang ada didalam cerita, merupakan unsur ketidak sengajaan....
...-Semua karakter didalam cerita tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupan/watak tokoh yang menjadi Visual didalam dunia nyata...
...-Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis dalam cerita, baik itu tata bahasa, sesuatu yang bersifat mature ataupun tindak kekerasan...
...-(Point terpenting!!) Hargai karya penulis untuk tidak menjiplak/meniru tanpa izin dari penulis. Dan juga dimohon kebijakannya untuk tidak menyamakan dengan cerita lain....
...Regrets,...
...Tor...
Musim dingin menuju ikatan, Winter dan Snow. Sepertinya takdir sudah digariskan untuk mereka berdua. Tidak ada sepatah katapun penolakan dari Winter sejak pertemuan keluarga yang terjadi sekitar sebulan lalu dengan keluarga Snow. Tanggal sudah ditentukan, semua urusan keperluan pernikahan juga sudah dipesan setelahnya.
Hari dimana keduanya berdiri diantara rangkaian bunga berwarna ungu muda yang berpadu dengan putih. Disaksikan lebih dari dua ratus orang, dan tidak lupa sepasang cincin yang melingkari jari keduanya. Momen itu sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Winter membawa Snow bersamanya untuk menuju kediaman Winter yang selama ini menjadi saksi bisu pria itu hidup seorang diri.
Bangunan berdesain modern, halamannya tidak terlalu luas, ada taman dengan sebuah kolam ikan yang diberi air mancur ditengah-tengahnya, lalu disisi kanan ada sepasang kursi kayu dan sebuah meja didalam gazebo berwarna putih bersih. Snow bahkan menahan senyuman saat bayangan tempat itu akan menjadi tempatnya bersama Winter menghabiskan secangkir teh pelepas penat kala sore hari dihari libur.
Sepasang kaki berbalut boots hitam setinggi lutut itu sudah menyentuh lantai rumah, berdiri dibelakang dan memperhatikan lekat punggung Winter yang sedang memutar kunci pada daun pintu, Snow merasa semuanya seperti mimpi.
Namun semua lamunannya buyar kala mendengar derit pintu terbuka. Aroma floral menyambut penghirup. Dan ya, Snow kagum akan selera Winter. Laki-laki itu punya selera yang tidak main-main. Kakinya terpaku, maniknya menerawang jauh isi rumah Winter yang minimalis dan sempurna itu.
“Mau sampai kapan kamu berdiri disitu?”
Suara berat Winter membuat Snow kembali di kuasai rasa kejut. Bahkan Snow sontak melangkahkan kakinya masuk, melewati bilah pintu kayu berukir sambil menarik koper miliknya, kemudian mengatupkan lagi daun pintu dengan tingkah lugu khas seorang gadis berusia 23 tahun.
Snow melihat sekeliling, mengagumi setiap detail didalam rumah, lebih tepatnya diruang tamu yang tidak begitu luas namun tetap mempesona bagi Snow. Pada detik lain, ekor matanya tertaut pada sosok Winter yang membanting tubuhnya diatas sofa, bersandar sembari melonggarkan dasi yang memang terlihat mencekik di leher kekarnya.
“Kau bisa memasak?!” tanya Winter tiba-tiba, yang disambut gelengan kepala oleh Snow yang terlihat di belit rasa kejut.
“Membersihkan rumah?”
Gelengan selanjutnya dari Snow menjadi jawaban, membuat Winter turut menggeleng heran dengan senyuman tajam diujung bibir.
“Mencuci baju?”
Lagi-lagi Snow menggeleng sebagai jawaban yang diberikannya untuk Winter. Sumpah demi apapun, Snow dibuat takut kala pria berstatus suaminya itu malah menatapnya tajam.
“Lalu apa yang bisa kau lakukan?”
“Aku—” Snow menarik nafas sejenak saat ucapannya terjeda, menimbang kembali apakah jawaban yang ia lontarkan akan sesuai dengan harapan Winter. “Aku...bisa menggambar!”
“Itu bukan hal yang aku perlukan!” sergah Winter cepat, lalu menaikkan satu kakinya keatas kaki lain. “Dan juga, itu bukanlah hal yang bisa kau banggakan dihadapanku!”
Snow meremat jemarinya, mengangguk kecil tanda mengerti sembari tertunduk sedih sebab ia merasa memang tak berguna. Winter bahkan berkata gamblang jika hal semacam itu memang tidaklah diperlukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Tapi tidak ada hal lain selain itu yang bisa ia lakukan, Snow adalah seorang ilustrator gambar yang bekerja kala mendapatkan comission dari beberapa penulis novel yang ia kenal melalui media sosial yang ia punya.
Winter menegakkan tubuh, menumpu tubuhnya dengan siku yang ia lipat di atas paha. “Itu bukan pekerjaan seorang istri, setauku!”
Snow mengangkat wajah, memperhatikan Winter dengan tatapan takut teramat sangat. Dia bahkan khawatir jika hari ini, hari pernikahannya, adalah hari yang sama Winter akan memutuskan ikatan pernikahan mereka. Snow takut sekali.
Winter berdiri, membuat Snow terperanjat dan tubuhnya seketika menegang. Langkah kaki Winter seolah membuat satu persatu nyali yang ia punya pupus, terbang entah kemana.
“Ayah dan ibu kita menginginkan cucu dari kita, tapi aku tidak.” bisik Winter tepat didepan wajah Ayu Snow White.
Dalam sekejap, semua harapan Indah yang sudah Snow rencanakan jauh-jauh hari sebelum menikah sirna. Winter tak memberikan cela sedikitpun untuknya masuk kedalam kehidupan pria tersebut.
“Dari ekspresi wajahmu, sepertinya kau kecewa padaku, benar?!” tutur Winter benar-benar tak memberi kesempatan bagi Snow untuk berfikir jernih.
“Kak—”
“Ah, benar! Panggil aku seperti itu saja!” ucap Winter tanpa memikirkan perasaan gadis dihadapannya yang masih menatap dengan pupil bergetar. “Perlu kau ingat!”
Snow menajamkan pendengaran, tidak ingin melewatkan barang satu kalimat pun yang akan ia dengar dari Winter. Wajah Winter mendekat, hingga Snow dapat merasakan sapuan hangat nafas mint menyapa wajahnya. “Kau itu bukan tipeku! Satu persenpun tidak! Meskipun ku akui kau memang cantik!”
Winter menyeringai Snow yang masih saja belum melepas pandangan yang ditujukan untuknya.
Bak menelan pekatnya kopi. Pahit, getir, dan mendadak membuat perut bergolak mual, Snow mengepalkan lengan yang tergantung di kedua sisi tubuh, menyaksikan Winter berbalik dan menjauhi dirinya.
Memalukan bukan? Snow pikir menerima perjodohan semacam ini akan baik-baik saja, dan dia dengan percaya diri meyakinkan dirinya sendiri bahwa Winter akan berubah, berbalik arah dan memberikan perasaan untuknya. Namun semua berbanding terbalik, jangankan masuk kedalam hidup pria tersebut, masih mengambil ancang-ancang saja sudah diberi peringatan sekeras itu. Winter menolaknya mentah-mentah.
“Tunggu!” panggil Snow setelah mengumpulkan semua sisa keberanian dan rasa percaya dirinya yang sudah pupus.
Winter menghentikan langkah, tidak berbalik, hanya benar-benar berhenti.
“Aku akan berusaha menjadi baik untuk kakak!”
Tanpa sepengetahuan Snow, Winter tersenyum remeh mendengar keinginan tulus dari seorang Snow White.
“Beri aku waktu!”
Tak bergeming, Winter tak memberikan tanggapan apapun, membuat suara Snow melemah dan bergetar. Dia bahkan sudah menyiapkan hatinya untuk kemungkinan terburuk setelah ini. Perpisahan.
“Tiga puluh hari!” lanjut Snow dengan airmata yang sudah jatuh membasahi dua sisi pipi yang kini sedikit bersemu merah. Dia benar-benar sedih. “Jika selama itu aku tidak bisa membuat kak Winter memberikan hati untukku,” Snow menjeda, mencoba menegarkan hati dan juga perasaannya yang sudah tercecer sebab hancur berkeping. “...kita akhiri!”
Suara bergetar itu mampu menarik atensi Winter yang sebelumnya acuh. Dia menoleh kesisi kanan, melihat bayangan Snow dari ekor matanya dengan perasaan yang tak terartikan. Bingung.
“Kita akhiri pernikahan ini tepat dihari ketiga puluh! Dan aku tidak akan menuntut apapun dari kakak, sebab aku memang tidak berhak atas apapun yang kakak miliki!”
Winter masih terpaku akan penuturan Snow yang kini terasa sedikit mengerikan. Winter kembali menatap lurus kedepan saat Snow kembali melanjutkan ucapannya.
“Bahkan hati kakak, aku tidak berhak sama sekali!”
Winter rasa dia salah memilih lawan kali ini, kedua telapak besarnya kini mengepal. Entah karena kecewa atau hanya sekedar kesal dengan ucapan Snow yang kali ini membuat hatinya terguncang hebat.
“Aku akan melepas kakak apapun yang terjadi! Dan tidak akan mengganggu hidup kakak lagi!”[]
Belum pernah terbesit sedikitpun bayangan seorang wanita menempati ruangan yang sama dengannya, meskipun ia dulu pernah berandai jika Amora lah yang akan berada disisinya ketika membuka mata dipagi hari. Akan tetapi itu dulu. Ya, dulu, saat Winter baru memulai hubungan menjadi sepasang kekasih dengan wanita blesteran cantik bernama Amora itu.
Namun kini pada kenyataannya, wanita yang ia lihat adalah seorang gadis yang sepuluh tahun lebih muda darinya, sedang duduk diatas ranjang luas miliknya. Winter menghentikan langkah yang hendak menapak keluar dari kamar mandi itu sejenak, memperhatikan bagaimana gadis bernama Snow White itu begitu antusias penuh konsentrasi dengan gawai diatas telapak tangannya.
Aku bisa menggambar. Kalimat itu sukses berkelebat didalam ingatan Winter, membuat dirinya harus memperhatikan wajah serius Snow yang sedang melakukan pekerjaannya.
Akan tetapi, pada detik berikutnya Winter tidak mau susah payah menahan malu jika ia terpergok memperhatikan, Winter memilih kembali berjalan sembari mengusak rambut basahnya dengan handuk kecil dan tubuh berbalut bathrobe berwarna abu-abu gelap.
Mendapati pria berstatus suaminya itu sudah selesai dengan urusan kamar mandi, Snow menekan tombol save pada layar gawai, lalu mematikan dan meletakkannya diatas nakas yang berada tak jauh dari jangkauan.
“Sudah selesai?” tanya Snow basa-basi. Dia hanya tidak ingin terjadi atmosfer canggung diantara mereka, Snow tidak menyukai situasi semacam itu.
“Eum...” jawab Winter singkat sembari berjalan menuju walk in closet yang berjarak satu meter dari kamar mandi.
Snow menilik sekilas isi ruangan temaram yang terlihat elegan itu, lalu melompat turun dan mengekor pada Winter.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Winter saat mendapati Snow berdiri diambang pintu geser yang sedikit terbuka.
Kalau ditanya mengapa mereka bisa memutuskan untuk tinggal dalam ruangan yang sama, jawabannya simple. Mereka tidak mau repot-repot memindahkan barang jika tiba-tiba orang tua mereka berkunjung. Dan ya, mereka juga sudah membicarakan tentang kesepakatan diatas ranjang.
Ah, maksudnya tentang bagaimana wilayah gerak mereka dibagi saat tidur seranjang. Winter yang mencetuskan ide itu, dan Snow hanya menyetujui usulan yang terdengar tidak akan merugikan dirinya tersebut.
Lantas Snow mengambil dua langkah lagi melewati pintu, mengamati ruangan beraroma Citrus yang segar itu dengan tatapan berbinar.
“Kakak sendiri yang mendesain ruangan ini?”
Winter menoleh sekilas, lalu mengambil setelan pakaian tidur dari gantungan yang berjejer rapi di depannya.
“Tentu saja, memangnya kenapa?”
Snow berjalan lagi, kali ini langkahnya lebih banyak hingga mencapai sebuah laci berisi koleksi jam tangan Winter. Dari pengamatannya, harga jam tangan tersebut rata-rata diatas harga satu buah motor sport keluaran terbaru.
“Tidak, aku hanya bertanya!”
Winter meloloskan bathrobe nya tanpa ragu,sebab Snow sedang memunggunginya saat ini. Dia bergerak sedikit cepat, dengan tujuan agar gadis tersebut tidak memergokinya bertelanjang dada. Snow belum pantas dihadapkan dengan pemandangan Shirtless—menurutnya.
Snow berbalik dengan pandangan sedikit terkejut, dia bahkan tidak tau kapan Winter mengganti pakaiannya.
“Kak,” panggilnya pelan, menurunkan pandangan.
“Apa?” sahut Winter sedikit ketus. Winter tidak suka cara Snow memanggilnya. Menurutnya, Snow terlalu manja dan Winter benar-benar tidak suka gadis yang manja.
“Kenapa kakak mau menikah denganku?”
Pilihan topik yang tidak tepat, Winter mengerutkan dahinya saat melihat kearah Snow yang kini berjalan mendekati laci berisi koleksi dasi berbagai motif miliknya.
“Lalu, jawaban apa yang kau harapkan keluar dari mulutku?” jawab Winter dengan sarkastik yang begitu jelas. Dari awal dia memang tidak mau beramah-tamah dengan Snow.
Snow menarik kembali telapak tangannya yang hampir menyentuh kaca penutup laci kotak yang terbuat dari kayu tebal nan elegan berwarna coklat tua itu, mengepalkan telapaknya perlahan saat mendengar jawaban yang diberikan Winter untuknya. Lalu tersenyum lebar ketika mendapati Winter menatapnya nyalang.
“Aku hanya bertanya, Kak Winter tidak menjawab juga tidak apa-apa.”
Winter mengambil bathrobe nya yang teronggok dilantai, lalu menyampirkan diantara lengan dan siku.
“Jangan mengharapkan apapun dari hubungan ini!” tegas Winter, menarik perhatian Snow yang tiba-tiba saja menemukan sepasang sepatu wanita turut berjejer diantara koleksi sepatu mengkilat milik Winter.
“Kakak punya kekasih?”
Winter terpaku. Langkahnya yang hampir menjauh dari ruangan itu terpaksa berhenti saat mendengar pertanyaan Snow yang tiba-tiba menyapa rungunya. Dia menoleh dan mendapati Snow masih memandang kearah rak sepatu yang letaknya dibawah gantungan jas-jas mahal miliknya.
Tak ada pilihan lain, menutupi pun juga percuma, suatu saat Snow pasti akan tau dan mempertanyakan hal tersebut kepadanya.
“Ya!” jawabnya singkat, dengan senyuman diujung bibir yang tercetak getir, membuat Snow seketika menoleh kearah Winter dan memperhatikannya lamat. “Dan kami masih berhubungan hingga saat ini!”
Snow sukses membeku, bibirnya kelu, dan tenggorokan nya tercekat sebab dia merasa jika ia benar-benar tidak seharusnya menerima tawaran perjodohan sebulan yang lalu. Dia sedikit menyesali keputusannya, dia merasa dirinya sekarang menjadi seorang wanita jahat yang tega merebut seorang pria dari kekasihnya.
“Maaf, tidak seharusnya aku menerima tawaran pernikahan ini.”
Syaraf pada tubuh Winter seolah menegang, rahangnya mengerat mengingat pertengkaran hebat yang terjadi antara dirinya dengan Amora saat dirinya memberitahu keputusan konyol untuk meninggalkan wanita yang sangat dicintainya itu demi sebuah ikatan yang tentu saja sama sekali tidak ia inginkan.
“Ya, seharusnya kau tidak mengambil keputusan bodoh yang membuat hati seorang wanita hancur! Kau gadis yang jahat, Snow!”
Entah mengapa, Snow merasa hatinya tercabik. Harga dirinya seolah terjerembab dan terinjak dalam satu waktu bersamaan saat mendengar penuturan Winter. Akan tetapi, Snow ingin tetap menyuguhkan senyum. Dia tak mau terlihat menyedihkan. Dan dia akan selalu begitu, mengenakan kembali topeng yang selama ini membuat dirinya nyaman dalam kebohongan untuk dirinya sendiri. Benar, Snow yang lugu dan penurut adalah dirinya, dan akan selalu seperti itu.
“Maaf...Jika aku membuat kak Winter harus terjebak hidup bersama denganku dalam ikatan pernikahan yang sama sekali tidak kakak inginkan!”[]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!