NovelToon NovelToon

BEDA

PROLOG

Hai semua,

Perkenalkan namaku Ezra Christian Nasution, dari namaku saja sudah jelas jika aku anak keturunan Suku Batak. Suku yang terletak di Provinsi Sumatera Utara yang terkenal dengan salam Horasnya.

"HORAS!!"

Aku dibesarkan dikeluarga kristen yang taat dan penuh cinta kasih, setiap hari minggu pagi aku dan keluargaku rutin beribadah ke Gereja yang lokasinya tak jauh dari kediaman rumah kami, dan setiap harinya Papaku selalu membacakan firman-firman tuhan agar menjadi cahaya di setiap langkah kita.

Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. – Mazmur 119:105.

Papaku pernah bercerita, jika ia memiliki cita-cita menjadi seorang pendeta karena beliau ingin membalas cinta kasih Tuhan Yesus yang sudah memberi keselamatan dan hidup kekal, tentu saja kami sekeluarga sangat mendukung hal itu, namun untuk menjadi seorang pendeta papaku masih harus banyak belajar.

Hal yang menarik di kehidupan kami adalah, kami sekeluarga bersahabat dengan keluarga seorang tokoh yang sangat populer di Indonesia, aku memanggilnya "Uncle Galen".

Beliau adalah seorang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Negeri ini, beliau dan papaku bersahabat sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar dan hingga kini persabatan mereka berdua terjalin dengan baik.

Bahkan papaku menduduki posisi penting di perusahaan tambang milik Uncle Galen, papaku menempati posisi sebagai direktur, yang bertugas mengawasi situasi bisnis perusahaan uncle Galen, baik situasi internal maupun eksternal. 

Tak hanya papaku, mamaku juga bersahabat dengan Aunty Ghaizka yang tak lain merupakan istri dari Uncle Galen. Mamahku merupakan patner bisnis Aunty Ghaizka, dan mereka berdua memiliki usaha bersama di bidang kuliner makanan sehat.

Dari persahabtan kedua orang tua kamilah, akhirnya menurun pada kami anak-anaknya, kerena sejak kecil aku dan kedua adik kembarku selalu bermain bersama Gwen dan Gibran yang tak lain mereka berdua adalah anak-anak dari Uncle Galen dan Aunty Ghaizka.

Kami berlima bersekolah di satu yayasan yang sama dan kami pun memiliki hobby yang sama yaitu bermusik dan berwisata kuliner. Kami mendirikan sebuah group band yang bernama EG23 (di baca: ei ji two three) nama tersebut di ambil dari nama kita berlima (Ezra, Erich dan Ernest berjumlah 3E, Gwen dan Gibran berjumlah 2G)

Harusnya sih 32 tapi karena kami lebih senang angka 23 maka kami balik menjadi 23, memang sungguh alasan yang tak masuk akal, tapi ya beginilah kami berlima.

Aku sebagai anak yang tertua di antara mereka tentu saja aku menjabat sebagai leader mereka, aku sendiri di posisi drummer. Paling belakang, sambil menggebuk drum aku mengawasi keempat adik-adikku yang berada di depan.

Erich dan Ernest, dua adik kembarku yang tak bisa di pisahkan. Mereka berdua di posisi gitaris dan bassis. Sementara Gibran memegang piano, permainan piano Gibran tak kalah hebatnya dari Uncle Galen karena beliau sendiri yang mengajarkan Gibran bermain piano sejak Gibran berusia dua tahun.

Yang terakhir adalah Queen dalam geng persahabatan kita, wanita paling cantik yang selalu kita jaga yaitu Gwen, ia sendiri berada di posisi vocalis. Selain memiliki paras yang cantik, ia juga memiliki suara yang sangat merdu, dan aku jatuh hati padanya.

Meski memiliki keyakinan yang berbeda, kita sangat menjungjung tinggi TOLERANSI, karena kita sedari kecil sudah terbiasa hidup berdampingan dengan perbedaan.

Well, inilah perjalanan kisah cinta, persahabatan dan karirku yang sesungguhnya di mulai.

BAB 1

Ezra, Erich, Ernest, dan Gibran mulai memainkan alat musik mereka masing-masing, dari bawah panggung Galen berjalan naik ke atas panggung dan mulai menunjukan kebolehannya Nge-Rap.

Galen berserta band anak-anaknya membawakan lagu Hidup Berawal Dari Mimpi, yang di populerkan oleh Bondan Prakoso. Mereka tampil sebagai band pembuka diacara pentas seni sekolah mereka, yang kebetulan Galen datang untuk memenuhi undangan acara pentas seni tersebut.

Yo, 'ku jelang matahari dengan segelas teh panas

Di pagi ini 'ku bebas, karena nggak ada kelas

Di ruang mata ini, kamar ini serasa luas

Letih dan lelah juga lambat-lambat terkuras

Teh sudah habis, kerongkongan 'ku pun puas

Mulai 'ku tulis semua kehidupan di kertas

Hari-hari yang keras, kisah cinta yang pedas

Perasaan yang was-was dan gerakku yang terbatas

Tinta yang keluar dari dalam pena

Berirama dengan apa yang 'ku rasa

Dalam hati ini ingin 'ku rubah semua

Kehidupan monoton penuh luka putus asa.

Diatas panggung Galen berdiri disamping putri sulungnya, sambil Nge-Rap ia merangkul pundak Gwen. Setelah daddynya selesai Nge-Rap, kini giliran Gwen menunjukan kebolehan dalam bernyanyi.

Tinggalkanlah gengsi, hidup berawal dari mimpi

Gantungkan yang tinggi agar semua terjadi

Rasakan semua, peduli 'tuk ironi tragedi

Senang, bahagia, hingga kelak kau mati

"Daddy" Gwen mempersilhkan daddynya untuk kembali Nge-Rap.

Yo, yo, dunia memang 'tak selebar daun kelor

Akal dan pikiranku pun 'tak selamanya kotor

Membuka mata hati demi sebuah cita-cita

Melangkah pasti, pena dan tinta berbicara

Tetapkan pilihan 'tuk satu kemungkinan

Sebagai bintang hiburan dan terus melayang

'Tak heran ragaku terbalut label mewah

Cerminan seorang raja dalam cerita Cinderella

Ini bukan mimpi atau halusinasi

Sebuah anugerah yang 'kan 'ku nikmati nanti

Hasil kerja kerasku terbayar lunas, tuntas

Melakoni jati diri sampai puas

Selelah daddynya selesai Nge-Rap, Gwen menyelesikan bait terakhir dari lagu tersebut.

Tinggalkanlah gengsi, hidup berawal dari mimpi

Gantungkan yang tinggi agar semua terjadi

Rasakan semua, peduli 'tuk ironi tragedi

Senang, bahagia, hingga kelak kau mati

Hingga kelak kau mati

Hingga kelak kau mati....

Galen dan band anak-anaknya mendapatkan standing applause dari para guru, siswa-siswi, hingga para undangan yang turut hadir dalam acara tersebut.

Begitu turun dari atas panggung, Galen mengenakan kembali blazernya kemudian duduk di samping istri dan sahabatnya Rey serta Felly sebagai tamu undangan.

Sedangkan Gwen dan yang lainnya ke belakang panggung bersama teman-temannya, salah seorang teman kelas gwen menghampirinya.

"Gila, bokap loe keren banget Gwen" ucap Nathalie, takjub dengan gaya Rap Galen, ayahanda Gwen.

"Iya dong, bokap gue" Gwen membusungkan dadanya, ia sangat bangga terhadap kedua orang tuanya terlebih pada daddynya.

"Minum dulu, Queen" Ezra membukakan air mineral, kemudian memberiknnya kepada Gwen, tanpa menunggu waktu lama Gwen pun langsung menghabiskan satu botol air mineral yang di berikan oleh Ezra kepadanya.

"Ke sana yuk." Ezra menggandeng tangan Gwen, ia mengajak Gwen duduk sambil menikmati acara pentas seni disekolahnya.

"Bye Nathalie" Gwen melambikan tangan kirinya ke arah temannya, sedangkan tangan kanannya di genggam oleh Ezra.

Acara tersebut berlangsung sangat ramai, sampai-sampai Ezra tak menemukan tempat duduk kosong.

"Minggir, gue mau duduk" ucap Ezra kepada salah satu adik kelasnya, karena tak berani dengan Ezra, adik kelas Ezra pun merelakan bangkunya untuk di tempati oleh Ezra.

"Duduk sini queen" Ezra mempersilahkan Gwen untuk duduk.

"Terus Bang Ezra duduk di mana?" tanya Ewen.

"Gampanglah." Ezra berdiri dibelakang Gwen sambil memegang pundak Gwen.

Pukul 12.00 siang acara diistirahatkan, handphone Gwen bergetar ada satu panggilan masuk dari daddynya.

"Daddy dan Mommy pulang duluan ya, jam satu siang Daddy ada meeting" ucap Galen dari seberang telephone.

"Ok, Dad. Terima kasih ya tadi Daddy sudah hadir dan ikut mengisi acara pensi bersama kami"

"Sama-sama sayang. Bye sweety, love you."

"Love you too." Gwen menutup telephonenya kemudian ia beranjak dari tempat duduknya.

Adzan dzuhur berkumandang, Ezra mengingatkan Gwen untuk melaksanakan shalat dzuhur.

"Yuk aku temani" Ezra menggandeng tangan Gwen menuju mushola sekolahnya.

"Aku shalat dulu ya Bang Ezra" ucap Gwen sebelum ia masuk ke dalam mushola, Ezra menganggukan kepalanya, dengan sabar Ezra menunggu Gwen didepan mushola.

Tak lama kemudian Gibran pun datang untuk melaksanakan shalat dzuhur "Hai Bang Ezra, kakakku di dalam ya?" sapa Gibran.

"Iya, nanti kumpul di kantin ya dek"

"Siap Bang Ezra" Gibran pun berlalu meninggalkan Ezra yang sedang menunggu kakaknya beribadah.

Dua puluh menit kemudian Gwen keluar dan menghampiri Ezra yang menunggunya sambil bermain games di handphonenya.

"Lama ya, maaf ya tadi ramai sekali" ucap Gwen.

"No problem" Ezra memasukan handphoneny ke dalam sakunya.

"Yuk kantin, aku lapar" Gwen menggandeng tangan Ezra mengajaknya ke kantin, namun Ezra menahannya.

"Ikat dulu yang benar tali sepatunya, nanti jatuh." Ezra berjongkok mengikatkan tali sepatu Gwen, ia tak merasa malu mengikatkan tali sepatu Gwen meski banyak teman-temannya yang melihatnya.

"Thank you Abang" ucap Gwen sambil tersenyum kepada Ezra.

"Sama-sama, ya sudah yuk" Ezra mengelus kepala Gwen kemudian menggandeng tangan Gwen menuju kantin bergabung bersama Erich dan Ernest yang sudah datang terlebih dahulu, selang sepuluh menit kemudian Gibran datang bergabung.

Hingga pukul 16.00 sore acara baru selesai, mereka pun kembali pulang kerumah masing-masing.

Pukul 17.00 Galen dan Ghaizka sudah kembali ke rumahnya, mereka sengaja pulang lebih awal kerena mereka berdua ingin makan malam dan ngobrol santai bersama kedua anak-anak mereka.

"Mom, Dad. Malam ini kita berdua izin ke rumah Bang Ezra ya, kita mau memberikan surprise diulang tahunnya" ucap Gibran.

"Boleh, tapi jam satu sudah kembali pulang ya. Besok kalian kan sekolah" ucap Galen.

"Siap Dad" Gibran menganggukan kepalanya.

Sudah menjadi sebuah kebiasaan setiap salah satu dari mereka ada yang berulang tahun, maka tepat pukul 00.00 akan diberikan kejutan.

Pukul 23.00 dengan di antar oleh supir pribadi keluarga, Gwen dan Gibran bersiap kerumah Ezra dengan membawa kue serta hadiah yang telah mereka siapkan, Galen mengantar kedua anaknya hingga masuk ke dalam mobil.

"Ingat ya jam satu harus sudah pulang" Galen kembali mengingatkan kedua anak-anaknya.

"Tenang Daddy, kita berdua tidak akan berubah menjadi upik abu jika kita lewat tengah malam" ucap Gwen sambil tertawa.

"Kamu ini ada-ada saja" Galen menutup pintu mobil anaknya kemudian melambaikan tangannya, setelah mobil anak-anaknya tak terlihat Galen pun masuk ke dalam rumahnya.

Tiba dikediaman Ezra, rupanya kedua orang tua Ezra dan juga si kembar telah menunggu kedatangan Gwen dan Gibran.

Tepat pukul 00.00 mereka semua mengendap-endap masuk ke kamar Ezra, secara perlahan mereka mendekati tempat tidur Ezra, namun tiba-tiba dari belakang Ezra menyalakan lampu kamarnya.

Ezra tertawa karena justru yang terkejut bukanlah dirinya, melainkan sahabat dan keluarganya yang datang memberikan kejutan untuknya, ia sudah hafal betul dengan kebiasaan seperti ini di setiap tahunnya.

"Abang, berpura-pura sedikitlah. Bukan malah balik mengerjai kami" ucap Felly dengan kesal.

"Iya mah, tahun depan Abang akan berpura-pura terkejut" ucap Ezra kemudian ia menutup matanya dan berdoa, dalam doanya ia berharap bisa selalu merayakan ulang tahun bersama Gwen seumur hidupnya.

Selesai berdoa Ezra meniup lilin pada kue ulang tahun yang di bawa oleh Gwen dan juga mamahnya, kwmudian Ezra mencium kedua pipi mama dan papanya secara bergantian.

"Sudah 17 tahun berarti Abang sudah boleh bawa mobil dan punya pacar dong" ucap Ezra sambil tersenyum.

"Bikin SIM dulu, baru bawa mobil" ucap Rey.

"Baru beberapa menit nambah umur sudah minta di bolehin pacaran. Memangnya kamu lagi naksir siapa sih?" tanya Felly penasaran.

Mata Ezra langsung beralih menatap Gwen.

"Do you want to be my girlfriend?" tanya Ezra kepada Gwen.

Pertanyaan tersebut benar-benar membuat, Gwen dan kedua orang tua Ezra terkejut. Pasalnya baik Rey maupun Felly selama ini menganggap mereka hanya bersahabat tak lebih dari itu.

"Aku tahu pasti ditolak, karena kamu belum 17 tahun." Ezra mencolek kue yang tangan Gwen kemudian menempelkannya di hidung Gwen "Tapi aku akan menunggumu sampai kamu 17 tahun" sambung Ezra.

Mendengar ucapan putra sulungnya, Rey dan Felly saling menatap satu sama lain. Namun suasana kembali mencair ketika Ernest meminta abangnya untuk membuka hadiah yang mereka berikan, di temani teh hangat dan sepotong kue mereka semua berbincang hangat sambil menemani Ezra membuka satu persatu hadiah yang di berikan padanya.

Dengan penuh semangat Ezra membuka hadiah pemberian dari Gwen, Gwen menghadiahi Ezra sepasang sepatu, sepatu yang sama dengan yang ia sering pakai.

"Agar kita selalu melangkah bersama, terima kasih ya." Ezra menatap mata Gwen.

BAB 2

"Kamu masih mikirin soal ucapan Ezra tadi ya?" Felly membelai lembut kepala suaminya yang sedang memainkan kedua puncak payu*aranya.

"Bukan hanya ucapan Ezra tapi tadi kamu lihat sendirikan sorot mata Ezra kepada Gwen? ia benar-benar sedang jatuh hati pada Gwen. Aku tidak ingin Ezra memilik perasaan yang terlalu dalam kepada Gwen" ucap Rey, kemudian ia ******* kedua puncak dada istrinya secara bergantian.

"Kamu kalau mikir kejauhan, dua jam yang lalu anak kita baru saja 17 tahun. Setelah lulus nanti dia akan kuliah di luar negeri atau di luar kota, lingkup pertemanannya akan bertambah luas, ia akan bertemu dan kenal dengan banyak orang. Begitu pula dengan Gwen, dia juga akan bertemu dengan orang-orang baru. Jadi kamu tidak perlu khawatir sayang, ini kan hanya cinta monyet, akan ada saatnya mereka berlima memiliki kehidupan masing-masing." ujar Felly, ia membiarkan suaminya mengeksplor tubuhnya hingga puas.

"Aku juga berharap seperti itu" Rey merubah posisinya, ia merebahkan kepalanya di atas bantal karena ia sudah puas memainkan puncak dada istrinya.

"Pasti akan seperti itu sayang, percayalah." Felly tertidur dalam dekapan hangat suaminya.

Keesokan paginya sebelum anak-anaknya berangkat ke sekolah, Rey memberikan hadiah kejutan untuk putra sulungnya berupa mobil BMW X7 seharga 2.2 miliar.

Rey sengaja membelikan mobil yang lebih lapang karena ia yakin jika Ezra pasti akan mengajak adik kembarnya dan juga dua sahabatnya (Gwen dan Gibran) untuk jalan-jalan bersamanya.

"Ingat harus punya SIM dulu baru kuncinya papa berikan padamu" ucap Rey.

"Dan ingat, jangan nembak ya Bang." Felly tak ingin putra sulungnya mengambil jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu.

"Iya Mah, tenang saja Abang sudah jago mengemudi. Terima kasih banyak ya Mah atas hadiahnya, Abang suka sekali dengan mobilnya" Ezra mencium dan memeluk mamanya.

"Hei, yang memberikanmu hadiah itu papa bukan mamamu. Kenapa kau hanya berterima kasih pada mamamu?" Protes Rey, ia selalu perhatikan setiap kali dirinya memberikan sesuatu kepada anak-anaknya, mereka hanya berterima kasih kepada istrinya saja.

"Sudah sana kalian semua berangkat ke sekolah nanti terlambat" Felly tak ingin meladeni protes suaminya, sehingga ia menyuruh ketiga anak-anaknya untuk segera berangkat ke sekolah.

Tak butuh waktu lama untuk Ezra mendapatkan surat izin mengemudi, beberapa hari kemudian, ia telah mendapatkan SIM tersebut. Sore itu ia sudah tidak sabar untuk mengendarai mobil barunya, maka setelah pulang sekolah Ezra langsung mengajak kedua adik kembarnya untuk menjajal mobil tersebut, Ezra mengajak kedua adik kembarnya melihat cafe yang mereka dirikan bersama, tak lupa ia juga mengajak Gibran dan Gwen.

Tin..tin.. tin...

Ezra memencet klakson mobilnya didepan kediaman rumah Gwen, tak lama kemudian Gibran keluar dari rumahnya.

"Wih.. Bang Ezra sudah punya SIM, kita jadi bisa keluar tanpa supir lagi sekarang." ucap Gibran sambil masuk ke dalam mobil baru Ezra.

"Queen mana Dek?" tnya Ezra.

"Biasalah cewek dandan du....." Belum sempat Gibran melanjutkan kata-katanya Gwen sudah datang.

"Ngomong apa kamu?" Gwen bersiap untuk marah kepada adiknya.

"Nest duduk dibelakang sana" Ezra menyuruh adiknya untuk duduk dibelakang bersama Gibran dan Erich, Ernest pun menuruti perintah kakaknya, ia pindah dikursi belakang.

"Queen sini!!!" Ezra menepuk kursi disampingnya, meminta Gwen untuk duduk di sebelahnya.

Setelah Gwen masuk ke dalam mobil baru Ezra, Ezra langsung mengemudikan mobilnya menuju cafe milik mereka.

Ide awal pembuatan cafe bermula dari Erich yang ingin belajar mandiri, ia ingin memiliki uang saku sendiri dari hasil kerja kerasnya tanpa meminta dari orang tua dan juga ia ingin memiliki tempat tongkrongan yang asik.

Walaupun modal awal dan perijinan pendirian cafe tersebut masih dibantu orang tua mereka, namun untuk konsep cafe yang mereka namai "Berlima Cafe" sepenuhnya ide mereka berlima.

Dicafe tersebut terdapat panggung kecil untuk mereka menyalurkan hobby bermain musik, rencannya setiap malam minggu akan ada live music dimana mereka sendirilah yang akan perform di cafe mereka sendiri.

Tiba di cafe suasana masih nampak sepi, wajar saja karena cafe tersebut memang belum beroperasi, mereka berlima masih menyiapkan segala sesuatunya termasuk karyawan yang akan bekerja di cafe mereka.

Ezra membuka pintu depan cafe, mempersilahkan gwen untuk masuk ke dalam terlebih dahulu kemudian dirinya yang diikuti oleh adik-adiknya di belakangnya.

"Jadi peresmiannya tangga lima Mei ini?" tanya Gwen kepada Ezra.

"Jadi dong, mamaku dan mommymu sedang mencari karyawan untuk bekerja di cafe ini." ucap Ezra, ia mengajak Gwen untuk duduk di sudut cafe, sementara yang lainnya sedang mengecek kondisi dapur, panggung dan ruangan lainnya.

"Queen, aku tahu kamu belum mendapatkan izin dari orang tuamu untuk berpacaran. Tapi maukah kamu memberikan hatimu dan menjaganya hanya untukku? aku benar-benar sangat menyukaimu, Queen." Ezra menatap mata Gwen dalam-dalam.

"Maksud Bang Ezra?" Gwen masih belum mengerti dengan arah pembiaraan Ezra.

"Kita tetap berteman seperti ini, tapi kamu punya aku dan aku juga punya kamu." Ezra mengeluarkan dua buah gelang tali berwarna hitam dari dalam sakunya.

"Kamu maukan?" tanya Ezra kembali.

Gwen tersenyum sambil menganggukan kepalanya karena sebenarnya ia pun memiliki rasa yang sama kepada Ezra.

Ezra memakaikan gelang hitam tersebut ditangan Gwen, kemudian ia meminta Gwen untuk memasangkan dipergelangan tangannya.

Saat Gwen hendak memasukan gelang di tangan Ezra, ia melihat gelang salib melingkar di pergelangan tangan Ezra, Gwen menjadi sedikit ragu untuk memakaikan gelang tersebut ditangan Ezra.

"Kenapa Queen?" tanya Ezra, ia melihat Gwen napak ragu memansangkan gelang tersebut di pergelangan tangannya.

"Tidak apa-apa" Gwen tersenyum kemudian memakaikan gelangnya di pergelangan tangan Ezra.

Ezra tersenyum bahagia melihat Gwen memakaikan gelang di tangannya, kemudian ia mengajak Gwen untuk bergabung dengan adik-adiknya.

Usai mengecek persiapan cafe, Ezra mengajak adik-adiknya makan malam di sebuah restoran.

Ezra menepikan mobilnya didepan sebuah masjid dipinggir jalan ketika ia mendengar adzan maghrib berkumandang.

"Shalat gih sono" ucap Ernest kepada Gibran yang berada di sebelahnya.

"Gue Shalat di rumah aja deh, gue lupa bawa sarung" ucap Gibran.

Gwen mengambil bawahan mukenanya dari dalam tasnya "Tidak usah banyak alasan, cepat sana Shalat!!!" ia memberikan bawahan mukenanya kepada adiknya.

"Enggak mau ah, masa pakai mukena sih." Gibran menolaknya.

"Pakai ini atau aku aduin ke Daddy?" ancam Gwen.

"Tapi..." Gibran nampak berfikir sejenak di satu sisi ia enggan mengenakan mukena kakaknya namun di satu sisi ia sangat takut dengan Daddynya, untuk urusan ibadah Galen sangat tegas kepada istri dan anaknya, Galen tidak segan-segan memarahi jika ada salah satu keluarganya yang tak melaksanakan ibadah wajib.

"Udah pakai saja, sana" Ernest mengambil mukena Gwen dari tangan Gwen kemudian memberikan kepada Gibran.

"Dah gih sana, ketinggalan tuh." Ernest menyuruh Gibran untuk cepat masuk masjid karena adzan hampir selesai.

"Buruan dek, aku aduin ke daddy nih." ancam Gwen sekali lagi.

"Ia ia, pada bawel banget sih semuanya." Dengan muka cemberut ia keluar dari mobil Ezra.

Keempatnya tertawa ketika melihat gibran memakai mukena sambil berjalan masuk ke dalam masjid.

"Queen mukena loe enggak ada motif bunga-bunganya kan?" tanya Erich, Gwen menggelengkan kepalanya.

"Untung saja warnanya coklat, jadi tidak terlihat seperti mukena" ucap Ernest.

"Kamu sendiri tidak shalat?" tanya Ezra kepada Gwen

"Tidak, aku lagi dapet" jawab Gwen.

Ditengah obrolan mereka sambil menunggu Gibran, Ezra terus memandangi wajah cantik Gwen yang sedang tertawa mendengar lelucon Ernest.

Tak lama kemudian gibran kembali kedalam mobil Ezra setelah ia selesai menunaikan ibadah shalat maghribnya.

"Bagaimana tadi? tidak ada yang tahu kan jika kau memakai mukena?" tanya Ernest, Gibran tak menanggapi pertanyaan ledekan Ernest, ia mengembalikan mukena yang ia pakai ke kakaknya.

"Besok kalian taruh saja perlengkapan shalat kalian di dalam mobil Abang" ucap Ezra kepada Gwen kemudian Ezra menyalakan mesin mobilnya, dan melanjutkan kembali perjalanannya menuju sebuah restoran tempat mereka biasa makan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!