NovelToon NovelToon

Lebih Berwarna

LB - 1

Suasana kelas yang begitu riuh dihari pertama masuk sekolah setelah libur yang cukup panjang. "Yah, sial banget gue kenapa sekelas sama para bucin." keluh Defo setelah melihat teman-teman sekelasnya. "Salah sendiri jomblo dari lahir," sahut Rangga yang menimbulkan tawa. Saat para jomblo sedang mengeluh, disisi lain ada para pasangan yang bahagia karena satu kelas.

"Kita sekelas lagi?" Teriak seseorang dengan semangat dari balik pintu. Rana berlari menghampiri meja disudut belakang, tempat sahabatnya berkumpul. Ketiga sahabatnya hanya membalas pertanyaan Rana dengan anggukan dan senyuman. Latu dan Mia adalah sahabat Rana sejak ia SMP, sedangkan Ovi adalah sahabat yang ia kenal di SMA. 

Rana menoleh mendapati teman seperjailannya selama kelas 1 SMA rupanya juga satu kelas dengan dia.  "Serius ini kelas isinya kayak gini? Hancur sudah masa depan penerus bangsa, hahhaa.." celetuk Rana setelah memperhatikan teman sekelasnya. Seseorang memukul kepala Rana dengan buku diitangannya. Membuat gadis itu meringis karena terkejut.

"Sialan loe Bar, kita sekelas juga?" Tanya Rana pada Bara yang baru saja memasuki kelas dan duduk ditempat duduknya. Setika kelas menjadi riuh tak percaya dengan apa yang mereka lihat ini. Bel tanda masuk berbunyi, namun kelas masih saja riuh karena para murid masih asik berbincang. Para wali kelas memasuki kelas, memperkenalkan diri dan menyambut para siswanya dengan senyuman ramah. Begitu seharusnya para wali kelas menyambut anak didik mereka. Tetapi tidak dengan wali kelas dari kelas 2-3, ia membuka pintu kelasnya, mendapati anak didiknya yang ribut penuh gaduh didalam kelas.

"Kenapa dengan kelas ini?" Gumam wali kelas dalam hati. Ia mengenal betul murid seperti apa yang ada didalam kelasnya saat ini. Ia hanya bisa menatap dengan pasrah dan menghembuskan napas kasar. Melihat kedatangan wali kelas, Latu menggebrak meja, sontak para murid diam dan memandang kehadapan wali kelas yang sedang berdiri di depan. "Anak-anak perkenalkan nama saya Pak Dipto, dan saya wali kelas kalian." uja Pak Dipto yang mendapat tepuk tangan dan teriakan riuh dari murid kelasnya.

"Waah, kelas kita keren banget ini, dibimbing oleh wali kelas terbaik, cihuyyy." teriak Rana dengan riang. "Saya harap perkataan kamu benar," balas Pak Dipto lalu mulai mengumumkan kegiatan belajar mereka. Karena mereka sekarang sudah kelas 2 SMA, para murid harus lebih fokus lagi belajar dan menentukan tujuan mereka. Pak Dipto memulai dengan menentukan pengurus kelas. Tidak ada yang ingin menjadi ketua kelas atau semacamnya. Pak Dipto mengancam jika tidak ada yang mau mencalonkan diri, maka ia akan memilih pengurus kelas secara acak.

Tiba-tiba dari arah belakang, Bara mengangkat tangannya. Semua mata terkejut dan tertuju padanya. "Saya... mencalonkan Rana sebagai ketua kelas." ucapnya dengan senyum bangga. Pak Dipto  menulis nama Rana dipapan tulis, gadis itu menolak namun ia tidak bisa menghapus namanya kembali. Tidak ada lagi yang mencalonkan diri dan Rana ditetapkan sebagai ketua kelas secara sepihak. Kini Pak Dipto mencari wakil ketua kelas yang akan membantu Rana. Hening, tidak ada yang mencalonkan diri. Rana hendak mengangkat tangannya untuk membalas Bara, namun ia kalah cepat dengan Arko yang tiba-tiba saja mengangkat tangannya sambil berteriak.

"Baiklah, Arko jadi wakil ketua kelasnya. Sudah diputuskan." jelas Pak Dipto yang membuat mata Arko terbelalak. Arko berusaha menjelaskan bahwa Bara mencubit ketiaknya, karena itu ia mengangkat tangan. Sayangnya nasi sudah menjadi bubur, mau tidak mau ia harus menerima jabatan itu. "Sekarang ketua kelas dan wakilnya, ikut saya." ucap Pak Dipto lalu pergi meninggalkan kelas. Rana dan Arko berdiri, lalu memukul Bara bergantian dan pergi mengikuti Pak Dipto.

Sesampainya diruang guru, Pak Dipto memberikan setumpuk kertas soal ulangan matematika. "Kerjakan, yang mendapat nilai paling jelek dia yang akan jadi ketua kelas dan wakil selanjutnya." jelas Pak Dipto yang membuat kedua muridnya itu ternganga. "Kumpulkan sebelum jam 9, sebelum istirahat kita bahas. Yang tidak mengumpulkan otomatis menjadi ketua kelas." sambung Pak Dipto lalu menyuruh kedua muridnya kembali ke kelas.

Rana dan Arko berlari menuju kelasnya di lantai dua. Setelah sampai dikelas, mereka mengumumkan dan membagikan soal yang diberikan oleh Pak Dipto. Para murid tidak terima dan hanya mengeluh, namun sebagian dari mereka sudah berusaha mengerjakan soal yang mereka bisa. "Aduh rese' banget sih Pak Dipto ini, pakai acara ulangan dihari pertama sekolah lagi." gerutu Ovi seraya memperhatikan soal yang ada diatas mejanya itu. Mau tidak mau, para murid melakukan berbagai cara agar ia tidak berada diperingkat paling akhir.

Diruang guru, Pak Dipto sedang membaca satu persatu profil anak didiknya itu. Hingga tak sadar bila sedari tadi wakil kepala sekolah berdiri disampingnnya. "Pak Dipto tidak mengajar dikelas?" Tanya Bapak wakil kepala sekolah dengan heran. Pak Dipto yang terkejut menoleh dan tersenyum tipis, "Anak-anak sedang serius belajar mandiri." Bapak wakil kepala sekolah itu hanya tersenyum dan mengangguk lalu pergi meninggalkan ruang guru. Tentu saja ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Pak Dipto, ini adalah hari pertama sekolah, bagaimana bisa mereka serius belajar mandiri.

Alangkah terkejutnya, Bapak wakil melihat kelas 2-3 yang hening dan sunyi, melihat para murid sedang sibuk mengerjakan sesuatu dengan lembaran kertas dihadapan mereka. "Memang hebat anak didik Pak Dipto ini," puji Bapak wakil. Bapak wakil tersenyum bangga, ia pikir bahwa murid sekolahnya ini sudah mulai berubah seiring berjalannya waktu. Pak wakil hanya tidak tau, dibalik kesunyian ada amarah yang terbendung. Para murid masih kesal dengan tugas yang diberikan oleh Pak Dipto.

Jam sudah menunjukan pukul 9, Pak Dipto memasuki kelas. Beberapa murid sudah pasrah dengan hasil yang mereka dapatkan. Dan beberapa lagi mengeluh karena soal matematika itu begitu susah. Pak Dipto mengumpulkan semua lembar soal dan jawaban. Ia memuji para muridnya dan berkata, "Ini soal ulangan kelas 3 tahun kemarin." Para murid terkejut bukan main, kini kelas menjadi semakin riuh. Mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya Pak Dipto coba lakukan. Belum sempat mereka protes, bel istirahat berbunyi. "Ketua kelas dan wakilnya masih sama ya. Selamat istirahat.." ujar Pak Dipto dengan senyum lebar lalu keluar kelas tanpa merasa bersalah.

Kini hanya tertinggal kelas yang gaduh.........

LB - 2

Masih di hari pertama sekolah, panggilan untuk para ketua kelas yang harus berkumpul di ruang guru setelah jam istirahat berakhir. "Ko, loe ya yang pergi. Gue ada urusan nih," ucap Rana seraya mengusap perutnya. Arko menoleh dengan mata terbelalak, dengan cepat ia menggeleng dan mengatakan, "Itu panggilan buat ketua kelas, bukan wakil ketua kelas."

Rana hanya memanyunkan bibirnya, lalu pergi keluar kelas karena bel istirahat telah usai. Rana berjalan dengan malas menuju ruang guru, seraya memegangi perutnya yang sakit. Dean memukul kepala Rana dengan buku dari belakang, "Hai anak SD."

Gadis itu menoleh dengan malas, ia tau betul suara siapa yang ia dengar. Dean adalah teman masa kecil Rana, mereka selalu satu sekolah, dan mereka juga bertetangga. Kalau kalian pikir Dean memiliki perasaan kepada Rana, kalian salah. Rana memiliki perasaan kepada Dean? Mungkin. Atau sebaliknya? hehehe... 

"Loe, jadi ketua kelas lagi?" Tanya Rana seraya mendorong Dean menjauh dari dirinya. Dean mengangguk dan tersenyum bangga, lalu ia bertanya kenapa Rana menuju ke ruang guru juga. "Oh tunggu, jangan bilang loe ketua kelas, itu gak mungkin kan?" Tukas Dean sebelum Rana menjawab pertanyaanya.

Gadis itu menatap Dean dengan wajah kesal, "Perut gue sakit banget, nanti gue ke kelas loe ya buat tanya pengumumannya." ucap Rana lalu berlari menuju kamar mandi. Dean hanya menggeleng melihat Rana yang pergi menjauh darinya. Dean dan ketua kelas lainnya sudah berkumpul di ruang guru. Ketua kelas dari kelas 1 hingga kelas 3 telah berkumpul. Bu Yayuk mulai mengabsen, memastikan bahwa semua ketua kelas telah hadir, karena pengumuman ini sangat penting.

"Siapa ketua kelas, kelas 2-3 ? Kenapa tidak hadir?" Tanya Bu Yayuk setelah selesai mengabsen. Dean yang mendengar mencoba menjelaskan situasinya kepada Bu Yayuk. Bu Yayuk mencoba memahami penjelasan Dean, dan menyuruh Dean untuk menceritakan detailnya pada ketua kelas, kelas 2-3. Pak Dipto dan guru lain yang mendengar penjelasan Dean hanya bisa memaklumi. 

"Pak Dipto wali kelas, kelas 2-3 kan? Memang ketua kelasnya siapa Pak?" Tanya seorang guru yang penasaran. "Rana" jawab Pak Dipto dengan cepat dan singkat. Mendengar jawaban Pak Dipto, para guru terkejut, bagaimana bisa Rana menjadi ketua kelas. Beberapa guru tidak percaya jika Rana secara sukarela akan mau menjadi ketua kelas, karena ia adalah murid yang paling sering menentang perintah ketua kelas. 

Bu Yayuk menjelaskan setiap rinci pengumuman yang berisikan tentang wajibnya ekskul yang harus diikuti oleh setiap murid kelas 1 dan 2. Bu Yayuk membagikan lembaran yang berisi rincian ekskul dan juga ketua yang bertanggung jawab atas itu. Kelas 3 tidak diwajibkan mengikuti ekskul, namun mereka masih boleh mengikutinya jika mereka ingin. "Setelah ini akan ada pengumuman lagi, seluruh kelas 1 dan 2, juga kelas 3 yang mengikuti ekskul harus berkumpul diaula sekolah. Sekarang kalian boleh kembali ke kelas." kata Bu Yayuk mengakhiri pertemuan singkat itu.

Semua ketua kelas kembali ke kelas mereka masing-masing. Dean masuk ke kelasnya dan hendak memulai mengumumkan pada murid dikelas. Braakkk... Suara pintu dibuka, membuat hening dan mengalihkan semua pandangan pada arah pintu masuk. Rana yang membuka pintu sekaligus menjadi pusat perhatian pun terkejut. "Sialan loe Ran, gue kira guru." celetuk Fikri seraya melempar tempat pensil kepada Rana. Gadis itu hanya cengengesan dan mengucapkan terimakasih karena telah diberikan tempat pensil.

"Ngapain loe kesini?" Tanya Riri yang penasaran dengan kehadiran Rana. "Mau nemuin pacarnya lah,, uhuk uhuk.." jawab Tito yang mengundang riuh. Rana hanya tertawa, lalu melempar tempat pensil ditangannya pada Tito. Rana duduk dikursi Dean, lalu menyalakan perekam suara dihpnya dan mulai mendengarkan apa yang Dean katakan. Dean menyampaikan pengumuman dengan rinci dan tegas, hingga tidak ada murid yang berani mengeluh setelah mendengar pengumuman itu.

Rana hendak menulis perkataan yang ia anggap penting, namun ia lupa membawa buku dan pulpen. "Gue minta kertas sama pinjem pulpennya ya," pinta Rana mengambilnya begitu saja tanpa menoleh pada sang pemilik. Gadis itu mulai mencatat perkataan Dean. "Jadi kalian wajib ikut ekskul, sekarang kalian pikirin mau ikut ekskul apa karena sebentar lagi semua siswa bakalan dikumpulin di aula." jelas Dean dengan penuh penekanan. 

Setelah selesai mengumumkan, Dean berjalan kembali ke tempat duduknya. Memberikan selembar kertas kepada Rana, "Nih rincian ekskulnya." Rana berterimakasih lalu bergegas pergi meninggalkan kelas Dean. Berbeda dengan kelas Dean yang tenang, kelas Rana sangat ramai dan riuh. Gadis itu membutuhkan banyak tenaga untuk menarik perhatian murid dikelasnya itu. "Oke, sekarang kalian diem dulu dengerin pengumuman ini kalau nggak mau dihukum." jelasnya dengan suara yang keras. Rana memutar rekaman suara Dean, hal itu saja bisa membuat murid dikelasnya ribut. Namun gadis itu memelototkan matanya dan menyuruh murid dikelasnya untuk diam sejenak.

Rekaman telah selesai diputar, kini kelas kembali ricuh, Rana hanya diam saja memandangi teman-teman sekelasnya yang sedang sibuk mengoceh. Hingga tiba-tiba wali kelas mereka memasuki kelas, namun kegaduhan masih tetap terjadi. Rana mengangkat tangannya memberi isyarat pada Latu. Brak.. Brrakk... Latu menggebrak meja, membuat seluruh murid diam dan memandang kedepan.

"Bapak sudah menentukan kalian akan ikut ekskul apa, jadi kalian tidak usah susah-susah berpikir. Rana, ini kamu yang atur semuanya ya." ucap Pak Dipto memberikan selembar kertas kepada Rana. Ucapan Pak Dipto tentu membut kelas tiba-tiba heboh, melihat itu Pak Dipto segera keluar kelas dan kembali menuju keruang guru. "Kalau nggak gini, kalian pasti bikin ulah," gumam Pak Dipto.

Kini Rana yang harus menghadapi para murid yang marah dan kesal. Gadis itu mencoba menenangkan teman-temannya yang marah. "Gue tau kalian pasti berpikir ini nggak adil, tapi Pak Dipto udah susah payah bikin daftar ini, mending kita turutin aja." kata Rana berusaha meyakinkan teman-temannya.

"Ini namanya pemaksaan"

 "Kalau gue nggak suka kegiatannya gimana?"

"Emangnya enak diatur kayak gini? Nggak banget deh"

"Ngapain sih tuh guru ikut campur" 

"Males gue sekolah"

"Sekolah macam apa ini"

Penolakan demi peolakan terlontar, membuat Rana semakin kesal. Gadis itu menggebrak meja guru, menatap teman-temannya dengan tatapan dingin. Hening... Kini mereka semua hanya bungkam melihat Rana yang sedang diselimuti emosi. "Kalau ada satu aja dari kelas kita yang gak ikut ekskul, kelas kita bakal dapat giliran buat bersihin kamar mandi setiap hari sampai kita naik ke kelas 3." jelas Rana dengan senyum dipaksakan dan terkesan seperti ingin membunuh. "Jadi, siapa yang gak mau ikut?" Sambung Rana seraya memutar kepalanya seakan sedang pemanasan untuk latihan tinju.

"Se..setuju gue..hahahah"

"Iya, gue ikut kok"

"Makhluk macam apa ini yang gak mau ikut, kita gebukin aja"

"Gue semangat banget ikut ekskul"

"Asik nih bisa ngisi waktu luang hehehe.."

Mereka setuju karena hukuman yang tidak menyenangkan dan tatapan Rana yang terkesan ingin membunuh. Rana memfoto lembaran yang diberikan Pak Dipto dan membagikannya digrup kelas, lalu menempelkannya dimading kelas agar yang lain bisa melihat. Gadis itu berjalan kebangkunya, ia lelah menghadapi teman sekelanya yang begitu berisik. Rana pun melihat ekskul apa yang sudah direkomendasikan oleh Pak Dipto untuknya. "Jurnalis?" Gumam Rana dengan heran.

Pasalnya ekskul jurnalis baru saja dibentuk, dan saat kelas satu Rana sangat aktif mengikuti ekskul melukis. Gadis itu tak ambil pusing, ia mengisi formulir dan menuliskan ekskul jurnalis, melukis, dan membaca sebagai ekskul yang akan ia ikuti. Tidak ada batasan berapa banyak ekskul yang ingin diikuti, namun harus menyesuaikan jadwalnya agar tidak bentrok dengan kegiatan lain. 

LB - 3

Rana berlari sekuat tenaga, dengan sebuah lukisan yang lumayan cukup besar berada ditangannya. Dengan perasaan gemetar dan sedikit terharu, ia berlari melewati lorong-lorong sekolah yang sepi karena masih dalam jam belajar. Hampir saja Rana terjatuh ditangga karena terburu-buru menuruni tangga itu. 

"Uh, untung lukisan gue gak apa-apa." ucapnya lirih.

"Diri loe lebih penting dari lukisan itu," sahut seseorang dihadapan Rana.

Gadis itu mendongakkan kepalanya ke asal suara. Seorang siswa yang berdiri sembari memegangi tangan Rana yang hampir terjatuh saat menuruni tangga. Rana tertegun dalam diamnya, sesekali ia memandang lukisan lalu melihat siswa itu lagi. Belum sempat Rana mengucapkan sesuatu, siswa itu pergi begitu saja dari hadapannya.

Rana kembali teringat, ia harus segera pergi ke ruang ekskul melukis. "Pak, Kak, saya menang?" ucap Rana seketika setelah ia memasuki ruangan. Dengan nafas yang terengah-engah, Rana mencoba memandangi semua orang yang ada disana. Pak Sani mendekati Rana dengan raut wajah yang datar, ia mencoba menenangkan Rana dengan menepuk pelan kepalanya. Seketika raut wajah Rana berubah enjadi lesuh dan sedih, dan semua orang pun tertawa melihatnya. "Iya Ran, loe menang. Juara satu tingkat nasional. Keren loe Ran," kata Lufias dengan semangat. 

"Aaahh, Pak Sani mah, berjandanya gak lucu.." ucap Rana dengan memanyunkan bibirnya. Semua orang tertawa, meliat Pak Sani berasil mengerjai anak didiknya itu. "Berjanda kepalamu. Selamat ya, hebat kamu nak" jawab Pak Sani seraya mengulurkan tangannya kepada Rana. tentu saja Rana menyambut jabatan tangan itu dengan riang gembira. Semua orang disana memberikan selamat kepada Rana dan memujinya.

Ketika jam istirahat....

Dean sedang makan bersama teman-temannya. Rana mengampirinya dan langsung meminum minuman yang ada dihadapan Dean. "Loe tau nggak, gue menang juara 1 loh." kata Rana seraya tersenyum lebar menatap Dean. Dean hanya berdaham mendengar perkataan Rana. "Unch unch, lagi tengkar ya klean" sahut Tito dengan bahasa alaynya. Rana langsung menatap tajam ke asal suara itu. Tanpa sengaja, matanya juga menatap seseorang yang sedang duduk disamping Tito. Sedetik kemudian, siwa disamping Tito pun juga menatap Rana. Siswa itu mengangkat alisnya seakan bertanya kenapa Rana memandangnya.

"A..aa..nu, anunya eh anu bukan" ucap Rana terbata-bata. Semuanya menjadi bingung dengan sikap aneh Rana, tak terkecuali dengan Dean. Dengan inisiatif yang tinggi, Dean memegang kening Rana yang langsung dibalas kernyitan dahi oleh si pemilik kening. "Kayaknya yang sakit jiwanya deh, Yan." celetuk Bayu seenaknya. Rana segera berdiri dan pergi meninggalkan Dean dan teman-temannya tanpa menggubris panggilan Dean.

Dean merasa ada yang aneh dengan Rana, ia pun memutuskan menyusul Rana untuk sekedar meminta maaf.

Terlihat Rana yang sedang berjalan dengan lesuh. Tak sedikit siswa yang berpapasan dengan Rana menanyakan hal yang sama padanya, "Ran, loe lagi sakit? Kok kelihatan lesuh gitu."

Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya kepada setiap murid yang bertanya. Dean masih dengan setia mengikuti langkah Rana. Hingga gadis itu memutuskan masuk kesebuah ruangan kelas.

"Kalian lagi berantem?" Tanya seorang siswi yang sedari tadi memperhatikan Dean.

"Lagi PMS kayaknya, sensitif." jawab Dean seenaknya.

"Loe tau gak? ibarat nih ya sebuah hubungan, kalian itu couple goals. Gemes tau gak kalau nyatanya kalian cuma temenan." ucap Siswi yang lainnya.

Dean hanya tertawa garing menanggapi perkataan para siswi itu. Setelah kedua siswi itu pergi, Dean bergegas memasuki ruangan untuk berbicara dengan Rana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!