NovelToon NovelToon

Kesayangan Presdir

Awal

Di sebuah tempat yang kental dengan nuansa kuno. Di sebuah pendopo, duduklah seorang wanita cantik yang berpakaian mewah dengan beberapa pelayan di sisinya. Riasannya sangatlah indah, menambah kadar kecantikan wanita berbulu mata lentik itu. Bibir kemerahannya terbuka sedikit ekpresinya tampak tidak senang.

Plak!

Tiada angin tiada hujan tiba-tiba sebuah tamparan wanita itu layangkan pada pipi seorang pelayan. Pelayan itu tertunduk dan langsung berlutut dengan pipi yang merah juga bengkak. Itu terlihat lebih dari satu tamparan. Entah apa kesalahan pelayan itu, padahal tidak ada menghancurkan ataupun merusak apapun. Wanita itu menunjukkan wajah kecewa. Tapi, samar ia menarik senyum .

CUT!!

Sebuah teriakan nyaring menggema. Wanita itu serta seluruh pelayan menoleh sumber suara.

“Rose Liang. Tamparanmu itu terlalu keras. Ekspresimu kurang pas. Ini sudah cut kesekian. Aktingmu kalah dengan pemeran pendukung,” seru Sutradara kesal.

“Maaf sutradara. Saya janji sekali lagi pasti tepat,” jawab wanita yang berpakaian mewah itu, ia tertunduk dengan ekspresi bersalah. 

“Sudah. Istirahat lima belas menit. Kalian kompres pipi Jasmine. Cut sekali lagi harus pas.” Sutradara itu tampak frustasi, kembali duduk dengan mata menatap pemeran pendukung yang bernama Jasmine itu. 

Sayang sekali, gumamnya dalam hati.

“Nona Jasmine ... pasti sakit sekali ditampar berturut turut. Mengapa Anda tidak protes saja ke Sutradara? Jika Kak Lina di sini pasti ia sudah protes ke sutradara juga Nona Rose," ucap kesal seorang wanita yang tak lain adalah asisten Jasmine. 

“Sudahlah, Lily. Ini resiko menjadi artis. Adikku sepertinya sedang banyak pikiran hingga tak fokus  pada peran." Jasmine menatap datar wajahnya yang terpantul sempurna di cermin.

“Anda terlalu baik, Nona. Semua juga melihat bahwa Nona Rose sengaja. Seharusnya beliau tak mampu untuk menampar sekeras itu, tatapannya juga seharusnya kecewa, bukan penuh kebencian. Ia kan memerankan ratu yang lemah lembut, bijak, dan pengasih, bukan ratu yang jahat lagi licik. Menurut pandangan saya, Anda lebih cocok untuk memerankan karakter Ratu daripada menjadi seorang pelayan. Sebagai seorang kakak, Anda terlalu berkorban untuk adik yang tidak menghargai Anda," ucap Lily, mengutarakan apa yang ada di pikirannya.

“Lily, hentikan. Kamu tidak tahu apapun tentang hubunganku dan Rose. Aku harap kamu jaga bicara kamu. Ucapan kamu bisa menjadi bumerang untukku. Ku mohon jangan buat hubunganku dan Rose semakin buruk," tegas dan pinta Jasmine. 

Lily menghela nafas kasar, “baiklah, Nona. Maafkan saya.”

Beberapa saat kemudian aktris bernama Rose Liang itu menghampiri Jasmine dan Lily. 

“Kakak ... maafkan aku. Aku tidak fokus dengan peranku sampai membuatmu terluka. Aku janji akan membayar perbuatanku kali ini,” ucapnya penuh sesal.

“Lupakan saja, adik.” Entah memang terlalu baik atas malas menanggapi ucapan artis itu Jasmine tak ingin memperpanjang masalah.

“Kakak yang terbaik.” Ros tersenyum, tulus  yang mengandung sebuah kelicikan. Tentu saja di depan publik harus menampilkan hubungan saudara yang baik. Ia lantas meninggalkan Jasmine yang masih mengompres pipinya.

Huh! Dasar Nenek lampir! Itu suara hati Lily

*

*

*

Dia Jasmine Liang yang beberapa bulan kemarin masih menyandang status putri tunggal keluarga Liang. Namun, sekarang identitas berubah menjadi anak angkat keluarga Liang. Miris bukan, 22 tahun ia hidup dalam keluarga Liang sebagai putri tunggal dan sekarang menjadi putri angkat, takdir yang luar biasa!

Rose Liang adalah anak yang hilang saat berumur tiga bulan. Untuk mengobati rasa rindu dan mencegah perpecahan dalam keluarga, Tuan dan Nyonya Liang mengadopsi seorang anak yang berusia sama dengan putri mereka yang hilang dari sebuah panti asuhan dan diberi nama Jasmine Liang. 

Walaupun telah mengangkat anak, Tuan dan Nyonya Liang tetap melakukan pencarian secara diam - diam. Seiring dengan berjalannya waktu, harapan keduanya mulai sirna. Mereka sudah hampir bisa melepaskan hilangnya anak kandung mereka. Akan tetapi, suatu kejadian tak terduga yang mempertemukan anak dan orang tua yang telah berpisah selama dua puluh dua tahun. 

Awalnya Jasmine senang mempunyai adik perempuan. Akan tetapi, nyatanya adik perempuannya itu seorang yang penuh iri. 

Rose tidak rela berbagi kasih sayang dengan Jasmine. Semua milik Jasmine ingin ia kuasai. Bahkan sangking cemburunya, Rose yang tidak pernah belajar di bidang akting mendesak orang tuanya agar membolehkannya masuk dunia hiburan.

 Orang tuanya yang merasa bersalah hanya bisa menyetujui, menyuruh Jasmine yang kala itu memulai debutnya membantu sang adik agar populer dan mendapatkan proyek. 

Jasmine yang tahu ia bukan anak kandung pun hanya bisa menyetujui sebagai balas budi untuk keluarga Liang. Sebenarnya pemeran utama wanita untuk drama ini bukanlah Rose melainkan Jasmine. Jelas, Rose tidak punya latar belakang pendidikan perfilman ataupun pengalaman di bidang akting. 

Namun, lagi-lagi atas desakan Rose, peran itu jatuh pada Rose dan Jasmine hanya mendapat peran pembantu. Jasmine juga tak kuasa menolak permintaan orang tua angkatnya. Ia sungguh berhutang budi pada Tuan dan Nyonya Liang. Jasmine juga enggan dicap sebagai orang yang tak tahu balas budi dan tempat.

Selain Jasmine dan Rose, keluarga Liang masih punya satu anak lagi, seorang anak laki laki yang diberi nama Dion Liang. Putra bungsu keluarga Liang itu sangat menyayangi Jasmine dan membenci Rose. Namun, karena ia masihlah anak berusia tiga belas tahun, tidaklah banyak yang bisa Dion lakukan untuk membantu dan membela Jasmine.

Jasmine punya seorang kekasih bernama  Jordan Chin. Mereka telah berpacaran sejak masa kuliah, terhitung sudah tiga tahun mereka bersama. Jordan adalah seorang aktor  yang tengah naik daun. Popularitasnya yang tinggi berbanding terbalik dengan Jasmine. Tapi keduanya tidak ambil pusing. Jordan tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. 

Jasmine juga selalu mendukung karier Jordan. Hanya saja, Jasmine tidak tahu bahwa setelah kehadiran adiknya, Rose Liang, setitik demi setitik rasa cinta Jordan pada Jasmine berkurang dan berujung pada sebuah penghianatan. 

Rose dan Jordan menjalin hubungan terlarang di belakang Jasmine,  bahkan telah menjadi teman di ranjang. Jordan yang merasakan surga dunia dari Rose, yang tidak pernah ia dapatkan dari Jasmine, telah berpindah hati sepenuhnya. Ya lagipula kucing mana yang menolak ikan asin di depan mata. 

***

"Bagaimana? Sudah kau atur semuanya?"tanya seorang wanita yang berada dalam kungkungan seorang pria. Tubuh keduanya ditutupi oleh selimut.

"Tentu saja," jawab sang pria, tersenyum dengan tetap bergerak di atas tubuh sang wanita.

"Aku tak sabar untuk menendangnya dari keluargaku!"ucap wanita itu menggebu.

"Tenanglah, sebentar lagi kau akan menjadi satu-satunya anak dalam keluargamu!"

"Tidak. Masih ada anak itu, dia juga penghalang."

"Itu hanya masalah waktu. Setelah kakaknya baru adiknya," ucap pria itu, mendaratkan ciuman pada bibir basah sang wanita.

Petaka

“Mine, kau sangat cantik,” puji Jordan saat menjemput Jasmine di kediaman Liang.

Malam ini Jordan mengajak Jasmine sebagai pasangannya ke sebuah pertemuan di ballroom hotel ternama. Jasmine yang memang tampil cantik dengan balutan gaun berwarna biru tua tanpa lengan dengan belahan sebetis tersipu mendengarnya.

 Lain halnya dengan Rose yang wajahnya masam menahan cemburu. Mengapa hanya Jasmine yang dipuji?

Ia juga kekasih Jordan. Setidaknya puji ia juga sebagai saudara Jasmine, saudara? Hahaha Rose tersenyum licik kala mengingat sebuah rencana untuk menghancurkan dan menyingkirkan Jasmine dari keluarga Liang juga dunia hiburan Tiongkok. 

"Kau juga sangat tampan, Jordan," balas Jasmine. Jordan tersenyum lebar. Benar, Jordan memanglah pria tampan. Postur tubuh yang tinggi dan berisi, kulit putih dengan lesung pipi yang memikat, sukses mengantarkan Jordan ke popularitas aktor baru yang tengah naik daun.

"Kak Jordan, aku juga cantik loh," ucap Rose dengan nada manjanya, sekilas mengeluarkan lidah, membasahi bibirnya. 

Jordan terkesiap, matanya melihat jelas bagaimana Rose menggoda dirinya. 

"Jordan? Wajahmu mengapa merah? Kau demam?" Jasmine cemas dan memeriksa suhu tubuh Jordan. Walaupun ia curiga, Jasmine tak ingin berburuk sangka tentang adiknya dan Jordan. 

"Ah tidak, Mine."

"Oh kamu malu ya aku puji tampan?" Jasmine menerka.

"Ya-ya. Itu benar."

Jasmine tertawa renyah. Sementara Jordan tersenyum, terkesan canggung.

Cih tertawalah selagi kau masih bisa tertawa. Itu adalah tawa terakhirmu, Jasmine!sinis Rose dalam hati. 

"Paman, Bibi saya pamit, ya." 

"Baiklah. Jaga dengan baik anak kami ya, Jordan. Jangan biarkan Jasmine meminum alkohol!"pesan Tuan Liang.

"Tentu, Tuan." Jordan tersenyum lebar.

*

*

*

Suasana ballroom ramai dengan para tamu. Ada yang sendiri, berpasangan juga berkelompok. Jasmine bersama dengan Jordan mengobrol dengan seorang pria berbadan gendut, lagi pendek dan botak. Ia adalah seorang sutradara yang tengah Jordan dekati untuk mendapatkan peran utama. 

Mereka berbincang santai, awalnya membahas pekerjaan. Namun, lama kelamaan melenceng membahas masalah asmara. Sedari tadi, Jasmine merasa risih melihat tatapan lapar pria bernama Jerry itu. Ia mengeratkan pelukan pada lengan Jordan, memberikan arti bahwa ia adalah pasangan Jordan.

"Sungguh beruntung kamu mendapatkan kekasih cantik seperti Nona Jasmine," puji Tuan Jerry.

Jordan tertawa senang. 

"Sayalah yang beruntung mendapatkan hati Jasmine. Ia adalah bidadari yang dikirimkan Tuhan untukku," ucap Jordan.

"Benar-benar. Aku juga merasa begitu jika mendapatkan kekasih secantik Nona Jasmine." 

"Nona Jasmine, ayo bersulang untuk pertemanan kita ini," ujar Tuan Jerry, mengangkat gelas wine miliknya.

"Maaf Tuan Jerry, kekasihku tidak bisa minum alkohol, aku saja yang akan menggantikannya minum," ujar Jordan, mengangkat gelasnya yang berisi wine.

"Ah sayang sekali." Wajah Tuan Jerry tampak muram, tidak senang namun tetap tersenyum. 

Ting, bunyi gelas bersulang Tuan Jerry dan Jordan. Keduanya lantas minum. 

Tuan Jerry menatap Jordan tajam. Jordan tersentak kemudian tersenyum, sorot matanya mengatakan bersabarlah.

"Jasmine kamu minum jus saja ya," ucap Jordan.

"Baiklah." Jordan memanggil waiters dan mengambil segelas jus jeruk untuk Jasmine. Mereka bersulang. Jordan dan Tuan Jerry saling lirik dengan senyum licik. Mereka menyesap wine di gelas dengan penuh kemenangan.

"Jordan, kepalaku pusing," aduh Jasmine memegang kepalanya yang terasa pusing. Pandangannya juga mulai kabur dengan tubuh yang terasa panas.

"Mine, kamu sakit?" Jordan menunjukkan wajah khawatir.

"Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing," jawab Jasmine.

"Baiklah, aku akan pesan kamar untukmu istirahat," ujar Jordan, segera izin pada Tuan Jerry. 

Tuan Jerry tidak diam di tempat melainkan mengikuti Jasmine dan Jordan. Memasuki salah satu kamar yang nyatanya adalah kamar yang telah dipesan lebih dulu oleh Jordan. Jordan membaringkan Jasmine di ranjang. 

Sesungguhnya Jordan sangat tergoda melihat Jasmine yang seperti cacing kepanasan. Wajahnya merah, tubuhnya menggeliat, dan racauan kata panas membuat tonggak Jordan berdiri.

"Apa yang kau lakukan, Jordan? Kau lupa kesepakatan kita hah?"teriak Tuan Jerry marah melihat Jordan yang hendak mencium Jasmine.

"Ah tidak. Maafkan aku Tuan Jerry. Aku terpancing," kilah Jordan, buru-buru bangkit dan berdiri dengan kepala menunduk.

"Huh sudah sana kami keluar. Jangan ganggu kesenanganku!"usir Tuan Jerry.

"Baiklah."

Dengan langkah tidak rela Jordan meninggalkan Jasmine yang tengah kepanasan dengan Tuan Jerry yang memandangnya penuh *****. Jordan menggertakkan bibirnya kala mengingat bahwa bukan ia yang akan menggauli Jasmine untuk pertama kalinya, melainkan pria tua nan botak lagi pendek itu.

Sialan!umpatnya.

*

*

*

"Ahh tidak lepaskan! Lepas kan aku!"

Jasmine meronta saat Tuan Jerry mulai menyentuh tubuhnya. Akal sehatnya masih bekerja walaupun tubuhnya merasa nyaman sentuhan Tuan Jerry.

"Gadis Cantik, jadilah milikku."

Tuan Jerry sudah menanggalkan pakaiannya dan hanya menyisakan boxer. Pria botak itu tersenyum mesum melihat Jasmine yang meronta.

"Enyah! Pergi! Menjauh dariku!"teriak Jasmine. Kedua tangannya dicekal oleh Tuan Gerry.

"Hehehe."

Tuan Jerry tertawa. Kepalanya mulai menunduk untuk mencium bibir Jasmine. Jasmine menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri, menghindari bibir tua itu. Tuan Jerry geram melihat Jasmine yang terus meronta. 

Plak!

Tamparan keras itu tak membuat Jasmine berhenti meronta. Ia semakin gencar dan bugh!

Sebuah tendangan mendarat di antara dua paha Tuan Jerry. Pria itu langsung berlutut memegang asetnya. Dengan sisa tenaga di tengah rasa panas yang terus mendera, Jasmine segera keluar dari kamar itu. Ia berjalan dengan lemas dengan tangan berpegangan pada dinding. Nafasnya terengah. Matanya mulai meredup, rasa panas tiada habis malah semakin menjadi. 

Bugh.

Jasmine menabrak sesuatu. Sesuatu yang keras seperti dinding sukses membuatnya terduduk di lantai.

"Apa kau baik-baik saja, Nona?"tanyanya seraya mengulurkan tangan pada Jasmine.

"Hm?" Jasmine mendongak. Pria tampan! Jasmine terpukau sesaat sebelum akhirnya menerima uluran tangan itu.

"Anda sakit, Nona?" Pria itu menjadi bertanya.

"Panas."

"Panas?" Dahi Pria itu mengerut.

"Tolong aku. Panas, tidak nyaman. Tanganmu terasa sangat nyaman, dingin."

Pria itu membeku saat Jasmine memeluk erat dirinya. 

"Lepaskan, Nona!"

"Tidak. Ini nyaman. Tolong aku, rasanya masih panas."

Akal sehat Jasmine sudah hilang. Kini ***** menguasai dirinya. Wajah pria itu memerah kala Jasmine meniup mesra telinganya dengan tangan mulai meraba sana-sini dan berhenti saat pria itu mencekal tangannya yang hampir menyentuh bagian intimnya.

"Tolong bantu aku …." Jasmine tetap melanjutkan aksinya. Kini bibir Jasmine dan pria itu menyatu. Pria itu yang awalnya terjaga kini mulai terpancing. Perlahan ia mulai membalas ciuman itu. Tadinya ia berpikir untuk memanggil dokter sayangnya melihat Jasmine yang diracuni obat perangsang serta sentuhan Jasmine yang membuat gairahnya naik, membuatnya takluk. 

Tanpa melepas ciuman, Pria itu menggendong Jasmine dan membawanya masuk ke sebuah kamar president suite.

Diusir

Ergghhh!!

Jasmine yang baru saja bangun mengerang sakit. Disentuh kepalanya yang sangat pusing. Ingatan Jasmine samar. 

Jasmine terbelalak saat mengingat ia hampir dilecehkan oleh Tuan Jerry. Jasmine menoleh ke samping, seorang pria yang tidur membelakangi dirinya, terlihat begitu nyenyak. 

Dengan rasa takut yang membuncah, Jasmine melihat dirinya sendiri. Ia berteriak tanpa suara. Menutup mulutnya dengan wajah tidak percaya. Ia menghabiskan malam dengan pria tidak dikenal? Dan sekarang  dia sudah …?

Bercak merah di sprei menjawab ketidak percayaannya. Dan sekali lagi Jasmine memberanikan diri untuk melihat pria itu lagi. 

Astaga, God!

Apakah ia begitu ganas tadi malam? Lihatlah punggung pria yang tergores yang menyisakan darah menggumpal, bekas cakaran.

Jasmine berkeringat dingin. Kini yang ada di pikirannya adalah bagaimana menjelaskan semua ini pada Jordan, juga keluarganya. Jasmine segera turun ranjang, menarik selimut menutupi tubuh polosnya, dan seketika membuat tubuh pria polos. 

Mata Jasmine mencari, pakaiannya robek. Tapi, pakaian pria itu masih utuh. Dengan cepat, sembari menahan perih Jasmine berpakaian lalu keluar dari kamar yang merupakan titik awal hidupnya berubah. Tapi sebelumnya, Jasmine kembali menutupi tubuh pria itu dengan selimut. 

Untuk apa membayarnya? Lagipula aku yang paling banyak dirugikan!

Dan jika disuruh membayar pun Jasmine pun tak punya uang. Dompetnya entah pergi kemana. Untung saja dompet pria itu ada di saku celana. Jasmine hanya mengambil beberapa lembar untuk ongkos taksinya.

*

*

*

Lima belas menit setelah kepergian Jasmine, pria itu terbangun. Sembari memegangi kepalanya, ia bersandar pada kepala ranjang. Mata dan telinga ia tajamkan menilik sekitar.

Kemana wanita itu?batinnya bertanya-tanya. 

Pria itu masih sibuk menerka siapa dan di mana Jasmine sekarang. Tiba-tiba pintu kamar terbuka, seorang pria tinggi dengan tubuh ideal dan wajah yang tampan tapi masih di bawah pria itu melangkah masuk.

"Tuan," sapanya penuh hormat seraya membungkukkan tubuhnya.

"Hans," panggil pria itu datar.

"Saya, Tuan."

"Kemana saja kau semalaman? Lihat akibat ulahmu, aku tidur dengan wanita asing!"ketusnya, menatap dingin Hans yang tak berani mengangkat wajah.

Tapi, dahinya mengernyit seketika mendengar kata tidur dengan wanita asing. Rasa penasaran yang lebih tinggi dari rasa takut, membuat Hans berani mengangkat kepala dan matanya langsung terbelalak melihat bercak darah. Belum lagi pakaian wanita yang berserakan di samping ranjang.

"Luar biasa, Tuan! Anda akan menyelesaikan rumor yang beredar di publik dan pertentangan di keluarga Anda!"seru Hans berseri-seri. 

Pria yang dipanggil Tuan itu mengerutkan dahinya melihat bercak darah itu, sesaat kemudian ia tersenyum lega, "ya."

"Tuan di mana wanita itu sekarang? Anda harus bertanggung jawab padanya. Darah itu membuktikan bahwa ia masih suci. Anda bisa membawanya ke Tuan Tua untuk membuktikan kebenaran malam tadi."

Hans tampak sangat gembira.

Jelas!

Setelah sekian lama, akhirnya Tuannya menunjukkan bahwa seksualitasnya masihlah normal bukan jeruk makan jeruk. 

Dengan ini, Tuannya akan terbebas dari gosip miring yang mengatakan tuannya adalah seorang gay. Gosip itu bukan muncul tanpa sebab, karena sejauh ini, sebelum malam ini, Tuannya ini dikenal sebagai sosok yang anti wanita.

Walaupun di sekitarnya banyak wanita cantik, mulai dari model, artis, hingga putri-putri keluarga besar lainnya, sama sekali tidak ada yang dilirik. Tuannya ini bersikap dingin kepada wanita, kecuali ibunya sendiri yang sudah meninggal saat usianya masih 10 tahun. 

"Tuan, apa Anda masih mengingat wajah wanita itu?"tanya Hans, meragu dengan tahapan berharap dan seketika menghela nafas kasar. Pria itu menggeleng.

"Sudah kuduga," gumam Hans.

"Tapi, aku ingat wanita itu punya tanda lahir lotus di dada kanannya lalu bekas luka di paha kirinya. Aku hanya ingat hal itu."

Hans terkesiap. Dua tempat yang ditujukan tuannya adalah tempat yang sensitif. Apakah ia harus memeriksa dada dan paha setiap wanita di kota ini? 

"Hah sudahlah, Hans. Tempel saja iklan aku mencari wanita itu," titah Pria itu datar.

"Baik, Tuan."

"Dan ambil sampel darah itu." Hans paham maksud tuannya itu. Pria itu turun dari ranjang dengan selimut sebagai ranjang. Hans tanpa menunggu perintah langsung menyuruh bawahannya yang berada di luar kamar membeli pakaian untuk tuannya.

Wanita oh wanita. Kau datang padaku dan sekarang kau meninggalkanku. Aku memang tak ingat wajahmu tapi aku ingat aroma dan suaramu. Cepat atau lambat kita akan bertemu lagi, kucing liar.

Pria itu menarik senyum sembari menyentuh bekas cakaran di punggungnya.

Kamar pria ini dan kamar Tuan Jerry terletak di lantai khusus president suite. Demi kenyamanan penghuninya, CCTV tidak dipasang di sini karena pada umumnya penghuni kamar-kamar di lantai ini adalah orang berpengaruh yang mempunyai keamanannya sendiri.

*

*

*

PLAK!

Tamparan keras menyambut kepulangan Jasmine. Jasmine menunduk merasakan pipinya yang panas dan sakit, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Bayangkan betapa kerasnya tamparan itu. 

"Dasar anak tak tahu malu!"hardik orang yang menamparnya yang tak lain adalah Tuan Liang.

"Betapa hinanya dirimu! Lihat dirimu yang kotor ini!"maki Tuan Liang lagi, sekali lagi melayangkan tamparan pada Jasmine. 

Tambah lebamlah pipi itu.

"A-Ayah …." Dengan susah payah dan penuh rasa takut, Jasmine memberanikan diri menatap sang Ayah. Wajahnya merah padam, urat lehernya menonjol, terlihat jelas amanah dan kekecewaan di mata Tuan Liang.

Di belakang Tuan Liang, terlihat Nyonya Liang yang duduk dengan mata sembab. Di sebelah Nyonya Liang, adiknya Rose Liang tampak puas. 

"Jasmine!" Jasmine tercekat mendengar teriakan itu, Jordan!

Pria itu datang, melempar sesuatu dan langsung mencengkram kedua bahu Jasmine. Jasmine meringis, matanya menatap mata nyalang Jordan.

"Kurang apa aku? Kurang apa?! Mengapa kau hinakan dirimu tidur dengan sutradara itu demi peran, hah? Jawab Jasmine! Jika tahu begini aku tidak akan mengajakmu kesana. Tak ku sangka kau berpikiran sempit seperti ini." 

"Aku tahu kau bosan menjadi peran pendukung tapi cara rendahan ini bukan jalan keluar. Aku tidak masalah jika kau bukan artis terkenal, bahkan aku tidak masalah jika kau tidak menjadi artis. Jasmine tindakanmu ini bukan hanya menyakiti diriku, mengotori hubungan kita tapi juga nama baikmu dan keluargamu."

Jasmine mengerjap mendengar semua ucapan Jordan. Sekarang ia ingat apa yang terjadi padanya. Bukankah kemarin Jordan yang meninggalkan dirinya berdua bersama dengan Tuan Jerry? Tubuhnya terasa panas dan Jasmine tahu bahwa ia sudah dijebak, lantas mengapa ia yang disalahkan?

 Jasmine menatap Jordan dengan mata berkaca-kaca, mencari cinta yang selama ini mereka bina. Jasmine tidak percaya bahwa Jordan sudah berubah. Jordan memalingkan wajahnya, ia melepaskan cengkraman pada bahu Jasmine kemudian berpaling. 

"Jasmine mulai sekarang kita tidak ada hubungan apapun!"

"J-Jordan ... kau tidak percaya padaku? Aku dijebak," ucap Jasmine susah payah.

"Dijebak? Aku selalu berada di sampingmu, Jasmine. Hanya saja aku kehilangan dirimu saat kau izin ke toilet. Karena lama tak kembali, aku mencarimu ke setiap sudut. Karena pesan yang kau kirimlah aku lega. Tapi ... tapi aku tidak menduga paginya adalah berita miring tentangmu di internet." Jordan berkata tanpa berbalik.

"B-berita?" 

Rose mendekati Jasmine dan menunjukkan video dan foto. Terlihat jelas di sana bahwa wanita yang tengah digerai itu adalah dirinya dan pria yang tak lain Tuan Jerry sengaja disamarkan. Lidah Jasmine keluh. Ia ingin menjelaskan tapi api amarah, kekecewaan, kepuasan, dan sebuah senyum licik mengurungkan niatnya. Siapa yang akan percaya padanya. Mengatakan bahwa Jordan yang menjebaknya? Tiada bukti yang ia miliki. 

Keluarganya juga terlanjur menanggung malu melihat berita di internet. Belum lagi komentar buruk yang berisi makian dan hujatan, menuntut dirinya agar keluar dari industri hiburan.

Jasmine serba salah. Ia merosot lunglai.

"Kotor sekali dirimu, Kak. Lihatlah banyak kissmark di tubuhmu, bahkan wangi pria itu kau bawa kemari," bisik Rose di telinga Jasmine.

Tuan dan Nyonya Liang tidak menyadari hal itu karena mereka berpaling ke arah lain. Jordan juga telah pergi. 

"T-tidak. Aku tidak sehina itu! Aku dijebak. Ayah, Ibu percaya padaku. Aku tidak seperti itu." Jasmine memeluk kaki Tuan Liang namun dengan kasarnya Tuan Liang menghempaskan pelukan itu dan melangkah menjauh.

"Rose kemasi semua barang milik Jasmine. Mulai saat ini dia bukan bagian dari keluarga Liang! Aku tak mau melihatnya di rumah ini lagi!"ucap Tuan Liang saat berada di anak tangga pertama.

Jasmine terbelalak, begitu juga dengan Nyonya Liang yang segera berdiri dan mengejar langkah Tuan Liang.

Sedangkan Rose, tersenyum lebar dan langsung melakukan apa yang disuruh oleh ayahnya.

Jasmine menangis pilu, terlebih saat Rose melemparkan kasar kopernya. 

"Silahkan pergi, Kakak!"ucap sinis Rose.

"A-aku ingin pamit pada Ayah dan Ibu," ucap Jasmine berdiri dan berniat ke kamar ayah dan ibunya.

Bruk.

Rose mencegahnya, mendorongnya jatuh. 

"Kakak apa kau tidak mendengar kata ayah tadi? Kakak bukan bagian dari keluarga Liang dan selamanya tidak akan menjadi bagian dari kami. Ayah dan Ibu bukan Ayah dan Ibumu, kau ini hanya anak angkat! Tidak berhak bertemu dengan mereka. Silahkan angkat kaki dari rumah ini!"

Rose mencengkeram dagu Jasmine. Jasmine meringis sakit.

Ya benar ... apapun alasannya, aku sudah mempermalukan mereka. Ayah, Ibu maaf … suatu hari nanti aku pasti akan membuktikan ketidakbersalahanku!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!