NovelToon NovelToon

Permainan Anak Kembar

Kembar 01.

Mahardika & Mahawira Lesmana adalah saudara kembar identik yang dilahirkan dengan rupa dan wujud fisik yang benar-benar mirip. Menurut Mawar, ibu mereka Mahardika lahir beberapa menit lebih dulu sebelum Mahawira. Semenjak kecil, Dika dan Wira memperoleh perlakuan yang sama. Mulai dari baju, mainan pun sama. Bahkan mereka masuk TK yang sama pula.

Guru mereka yang di TK, para pekerja perkebunan, bahkan tetangga pun sering kesulitan membedakan keduanya, karena kemiripan mereka yang luar biasa. Namun, si kembar tak pernah menyadari itu. Memasuki SD, Wira dan Dika masuk sekolah yang sama. Lagi-lagi, para guru dan kawan-kawan mereka kesulitan membedakan keduanya. Seiring bertambahnya usia, Dika dan wira kini tahu bahwa mereka memiliki kemiripan fisik yang luar biasa. Dari situlah, dua saudara kembar itu mulai menjalankan sebuah permainan yang menurut mereka sangat mengasikkan.

Mereka bertukar tempat. .

Pada awalnya, itu hanyalah permainan ringan. Misalnya saja, ketika mereka sedang diabsen, Dika akan mengacungkan jari saat nama Wira dipanggil. Sebaliknya Wira akan mengacungkan jari sewaktu nama Dika di sebutkan. Dan, guru mereka tidak pernah mengetahui itu semua. Akan tetapi, lama-lama permainan mereka pun mulai meningkat. Tidak hanya bertukar tempat saat di absen, tapi mereka juga bahkan nekat bertukar tempat waktu menghadapi ujian untuk pelajaran-pelajaran yang tidak mereka kuasai. Ini terjadi saat SMP.

Disekolah lanjutan ini, mereka terpisah dalam kelas berbeda. Dika di kelas A, sementara Wira di kelas B. Di sinilah tampak perbedaan mereka, khususnya dalam mata pelajaran di sekolah. Dika jago matematika dan Wira lemah di pelajaran ini. Wira sangat di sayang guru bahasanya karena hebat dalam mengarang, sementara Dika sangat kesulitan dalam pelajaran bahasa, menurutnya terlalu banyak kata-kata.

Lulus SMP, lagi-lagi mereka bersekolah di SMA yang sama. Sekali lagi, kemiripan fisik mereka membuat orang-orang sering kali terkecoh dan sulit membedakan keduanya. Teman Dika, Agung sering sekali berkata:

"Seharusnya di jidat kalian di stempel nama masing-masing, agar orang-orang bisa tahu mana Mahawira dan mana Mahardika!"

Dika dan Wira hanya tertawa mendengarnya.

Di sekolah SMA ini, lagi-lagi mereka di pisah dalam kelas berbeda dengan tujuan agar guru yang mengajar tidak bingung dalam membedakan keduanya. Permainan mereka tetap berlanjut, bahkan semakin nekat. Mereka tidak lagi bertukar tempat saat menghadapi ujian. Kini, mereka bertukar tempat saat melakukan pendekatan pada teman wanita di sekolah mereka.

Dua saudara kembar itu memiliki fisik yang sama-sama rupawan. Tinggi seratus tujuh puluh lima centimeter dengan berat badan profesional. Berkulit putih bersih. Semua pesona yang ada itu cukup membuat banyak perempuan di sekolah sering melirik dan mendekati mereka. Dalam hal mendekati dan menghadapi lawan jenis, kedua saudara kembar itu memiliki perbedaan. Dika lebih percaya diri, sementara Wira malu-malu. Dika lebih extrovert, sedangkan Wira lebih romantis. Kalau saja dua kelebihan itu bergabung, di tunjang dengan pesona fisik mereka yang rupawan. Bisa di pastikan semua perempuan akan langsung masuk dalam pelukan mereka. Tetapi alam telah membagi dua kelebihan itu secara adil. Dan, mereka pun tahu bagaimana menggunakan dua kekuatan itu.

Ketika Wira naksir seorang perempuan teman sekolahnya, Wira meminta Dika untuk mendekatinya. Soal pedekate Dika jagonya. Dia tahu bagaimana memperlakukan seorang perempuan dengan cara istimewa. Pendekatan itu pun selalu sukses. Setelah itu barulah Wira tinggal melanjutkannya. Di lain waktu, giliran Wira yang beraksi. Dengan senang, dia menuliskan surat untuk pacar Dika saat Valentine day atau ketika ulang tahun. Dika mati kutu kalau harus menulis kata-kata. Apalagi yang Indah. Lain dengan Wira, dia tahu bagaimana menulis surat romantis hingga perempuan yang membacanya merasa baru turun dari langit.

°°°

Meskipun kemiripan mereka berdua sanggup mengelabui semua teman, guru, tentangga, bahkan ayah mereka. Tapi Dika dan Wira tak pernah bisa mengelabui mata bundanya. Semirip apa pun mereka ketika berdandan (baca; Fashion), dan sepersis apa pun mereka bersikap. Bunda mereka tidak akan pernah bisa keliru. Dia selalu tahu mana Dika dan mana Wira.

Mawar, bunda mereka telah melihat dan menyaksikan keduanya sejak lahir sampai sebesar sekarang. Dia telah menghabiskan ratusan malam panjang yang melelahkan saat mereka masih bayi. Kedekatan yang berlangsung selama bertahun-tahun itu telah memberikan gambaran yang pasti di matanya, terlebih di hatinya. Tidak ada yang dapat mengelabui mata seorang ibu dalam memandang anak-anaknya.

Terkadang, Dika dan Wira masih mencoba mengelabui bunda mereka. Dika yang lebih sering keluar rumah kadang-kadang di tegur.

"Mau kemana lagi kamu Dik? Tadi siang sepulang sekolah kamu sudah keluar. Sekarang kok mau keluar lagi, dan Bunda tau pulangnya pasti larut malam." tegur bunda Mawar sambil sedikit ngomel tentu saja.

Dika biasanya akan menjawab.

"Loh, yang keluar tadi siang itu Wira bun. Bukan Dika."

Bunda tersenyum. "Kamu kira bisa membohongi Bunda? Bunda tahu sejak tadi Wira di rumah dan kamulah yang keluar."

Dika tersenyum kaku..

Sebagai pengelolah perkebunan yang luas. Putra lebih banyak menghabiskan waktu di perkebunan dari pada di rumah. Namun, orang-orang rumah pun sering ikut ke perkebunan, sekedar berjalan-jalan atau mengisi kulkas yang tersedia di rumah yang ada di perkebunan, dan biasanya Bunda sering meminta Dika atau Wira yang ke sana.

"Wira tolong antarkan beberapa minuman kaleng dan makan siang untuk Ayah, ke perkebunan yah." begitulah Mawar sering meminta tolong salah satu Putranya.

Jika Wira sedang malas. Sering kali dia mengucapkan.

"Giliran Dika dong Bun. Kemarin kan Wira sudah melakukannya."

"Loh yang kemarin itu kan Dika?"

Akhirnya mereka pun paham. Meskipun kadang ayah mereka bisa di kelabui, tetapi tidak dengan Bundanya. Sadar akan kenyataan itu, mereka tak pernah lagi mau mencoba mengelabui Bunda mereka lagi.

Siapa lagi yang akan membahagiakan orang tua kalau bukan kita sebagai anak-anaknya. Maka selagi Ibu dan Ayah masih ada, BERBAKTI LAH!

°°°°

Hallo teman-teman SEMUA....

Ini NOVEL kisah anak-anak Mawar dan Putra Ya.

Jangan tanya kabar Bambang dan Yuyun, yang jelas mereka sudah bahagia..

Saya di sini akan Fokus ke Cerita si kembar.. Mungkin Mawar dan Putra akan hadir sedikit. Tapi akan lebih banyak kisah kembar karena di sini lapak mereka. Hehheee...... So,,, Mari kita ikuti petualangan si kembar di sini!

Selamat membaca semuanya ☺️

Ditunggu Kritik dan saran nya ya...

jangan pedes pedes saya enggak suka makan cabe yang banyak 🤪🤣

°°°°°

Jangan lupa RATE, LIKE, COMENT, ❤️

Terimakasih semua

Salam Hangat dari saya.

MR. KEYCE 😎☕

Kembar 02

Memasuki akhir SMA, kedua saudara kembar itu semakin menunjukkan pesona fisiknya sebagai laki-laki. Keduanya semakin tampan. Juga terkesan semakin matang, tubuh mereka pun semakin berisi. Hanya saja Dika lebih ramping. Tetapi, wajah mereka tidak pernah berbeda. Bahkan keliatan semakin mirip. Setelah lulus SMA, Mahardika kuliah di sebuah perguruan tinggi yang ada di luar kota, dikampus yang telah lama diimpikannya sejak SMP. Sementara Mahawira lebih suka tetap tinggal bersama orang tuanya sendiri di kotanya. Dan tetap berkuliah di sini.

Di kota seberang sana, Dika kuliah dan mengontrak sebuah rumah sederhana yang dia tempati bersama beberapa teman kampusnya. Pembawaannya yang selalu riang membuat teman-teman menyukainya. Dika pun dekat dengan cukup banyak perempuan di kampus nya. Dan, semenjak dia ada di kota besar, kehidupan Mahardika terasa berbeda. Sekarang dia lebih sering berpesta-pesta, dugem, atau bahkan tidur dengan beberapa teman wanitanya.

Brak..

"Kepalaku pusing banget." keluh Dika, sambil menduduki dirinya di sofa.

"Nginep di mana lagi kamu?" tanya teman Dika, melihat Dika pulang dengan baju acak-acakan, sudah bukan hal yang aneh lagi bagi mereka.

"Rumah Nina, eh Lala... Eh.. Taulah siapa." jawab Dika sembari memijat pelipisnya.

"Ckckck.. Sisain aku satu kali dik. Kamu maruk amat semua di embat. Nggak lama habis gadis perawan di kampus."

"Ambil saja kalau mereka mau. Aku juga enggak mau kok, mereka saja yang suka rela aku goyang."

"Ogah aku bekas kamu."

"Dan lagi, aku belum pernah dapet yang masih segel."

"Serius kamu?"

"Iya. Aku malah enggak percaya masih ada yang virgin jaman sekarang."

"Jangan ngomong gitu, kena yang virgin Pusing sendiri nanti kamu."

"Catet nih. kalau aku dapat yang virgin langsung aku nikahi di tempat. CATET!" ujar Dika asal sambil memejamkan matanya.

………………

Ercilia hanya butuh waktu lima hari di rumah sakit sebelum akhirnya diizinkan pulang. Setelah dua hari lagi beristirahat di rumah, Ercilia mulai masuk kuliah kembali. Kali ini, Mahawira akan lebih memperhatikannya. Dia tidak pernah lupa bertanya apakah Ercilia sudah sarapan atau belum, sudah makan siang atau belum, dan juga berpesan agar tidak lupa makan malam. Ercilia hanya tersenyum setiap kali Wira mengulang-ulang pertanyaan itu seperti kaset rusak. Tapi, dia juga senang dengan sikap Wira yang amat memperhatikannya.

Hari ini pertama kali nya Ercilia masuk ke kampus lagi. Mereka tengah menikmati soto ayam di kantin kampus.

"Kudengar, kamu dikerubuti cewek-cewek waktu menungguku di rumah sakit?" tanya Ercilia sambil tersenyum.

Wira tertawa. "Kamu dengar dari siapa?"

"Perawat yang biasa ke kamarku menceritakannya."

"Biasalah para wanita jika melihat lelaki tampan." goda Wira.

Lalu dia menceritakan tentang seorang gadis yang sangat memaksa ingin berkenalan dengannya dan meminta nomernya.

"Untung wanita itu tidak pernah menelpon."

"Untung apa rugi?" pancing Cilia.

"Dia bukan typeku." Wira menjawab jujur.

"Oh ya? Sayang sekali aku melewatkan moment itu."

"Kau tidak perlu melihatnya." jawab Wira santai.

Mahawira memang hanya menyukai Ercilia. Hanya mencintai dirinya. Ercilia berwajah lembut dengan rambut lurus sebahu dan sepasang mata yang teduh. Lebih dari itu, dia mencintai kekasihnya itu karena Ercilia sangat bersahaja.

Ercilia lahir dan tumbuh besar dalam keluarga yang sederhana. Ayahnya bekerja di perkebunan milik orang tuanya si kembar. Untuk membantu orang tuanya, Ercilia bekerja paruh waktu di sebuah toko baju yang dekat dengan kampusnya. Penghasilannya tentu saja tidaklah terlalu besar, namun setidaknya Ercilia merasa cukup bisa meringankan beban orang tua dan bisa membiayai kuliahnya sendiri.

Orang tua Ercilia maupun orang tua Mahawira telah mengetahui anak-anak mereka saling berhubungan dan saling mencintai. Mereka tidak pernah mempersoalkan hubungan itu meski latar belakang keluarga mereka berbeda. Orang tua Wira selalu menyambut Ercilia dengan baik setiap kali Ercilia datang ke rumah mereka.

Bahkan pernah Bunda Mawar berkata.

"Bunda yakin Ercilia perempuan istimewa. Kamu harus bersyukur memiliki pacar seperti dirinya Wir."

Begitu pun orang tua Ercilia, mereka juga selalu menyambut Wira dengan ramah ketika Wira mengunjungi ataupun sekedar menjemput Ercilia. Mahawira sangat menunjukkan keseriusannya pada Ercilia, dan orang tuanya pun menghargai itu. Mereka bahkan tersentuh ketika mereka mengetahui besarnya perhatian Wira pada Ercilia ketika anak mereka beberapa kali tiba-tiba saja pingsan di kampus.

"Wir," kata Cilia lembut sambil menyentuh tangan Wira. "Kau melamun?"

Mahawira tersentak dan mencoba tersenyum.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Cilia lagi dan terus menatap Wira.

"Tidak ada."

Mereka menikmati minuman di gelas masing-masing. Wajah mereka di penuhi keringat setelah menikmati soto ayam dan teh hangat.

"Dika belum ada pulang lagi?" tanya Cilia lagi yang memang mengetahui pacarnya memiliki saudara kembar, walaupun belum bertemu secara langsung.

"Belum." jawab Wira sambil menyeka keringatnya dengan tissu.

"Tapi kemungkinan tidak akan lama lagi, kemarin dia bilang akan pulang saat liburan semester."

"Apa aku bisa membedakan kalian?" tanya Cilia ragu.

Ercilia sudah sering mendengar cerita Wira tentang dia dan saudara kembarnya yang sering membuat orang bingung membedakannya.

"Hahahahaaa... Kamu jangan sampai salah peluk orang ya." ujar Wira dengan mimik lucu.

Ercilia tertawa melihat expresi Mahawira.

………………………

Di siang yang sama, Mahardika tengah terlelap di dalam kamarnya dengan nyaman. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi, membangunkan kenikmatan tidurnya. Sia-sia kenyamanan yang dia rasakan tadi. Di ambilnya ponsel itu di meja dekat ranjangnya, ada nama Dodi Dugem di layar ponselnya. . .

"Hallo.....," sapa Dika dengan suara serak menahan kantuk menyapa Dodi di seberang sana.

"Hallo Dik. Sorry masih tidur ya?" suara Dodi terdengar tanpa rasa bersalah pun.

"Hmmmm.. Ada apa?" tanya Dika.

"Kamu ada acara apa nanti?"

"Tidak ada."

"Bagus! Nanti malam Rebecca mau bikin pesta di....... "

"Sorry Dod, sepertinya aku tidak bisa." potong Dika.

"Kamu ada acara?"

"Tidak. Tapi aku capek sekali."

"Hei.... Acaranya nanti malam, bukan sekarang. Kamu masih bisa istirahat sampai sore hari, daaaann......."

"Oke. Oke!" Dika kembali memotong dengan tak sabar.

"Nanti aku hubungi lagi. Aku mau tidur, masih ngantuk sekali nih."

Dodi pun mematikan ponselnya.

Dika menggeliat. Merenggangkan tubuhnya yang masih terasa lelah. Kemudian, dia bangkit dari tempat tidur. Matanya masih sangat ngantuk tapi dia haus. Sebenarnya tadi dia menolak ajakan Dodi bukan karena tubuhnya lelah. Tapi, dia sudah jenuh dengan segala macam pesta yang sering dia ikuti. Pesta semalaman suntuk, mabuk, dansa, dan berakhir menghabiskan malam. Pada awalnya Mahardika sangat menikmati segala rutinitasnya semacam itu, tapi lama-lama acara itu membosankan! Kecuali bagian kenikmatan nya tentu saja.

…………………

Jangan lupa RATE, LIKE, COMENT, ❤️

Terimakasih semua ☕😎

Kembar 03

Dodi Dugem yang tadi menelpon juga salah satu Pria beken di kampus, tapi tentu saja masih kalah Hitz dan KECE dari Dika. Mengapa aku memanggilnya Dodi Dugem? Ya, karena apa lagi kalau bukan karena dia seorang pecandu dugem nomer wahid di lingkungan pergaulannya. Dodi selalu tahu siapa saja yang akan mengadakan pesta dan dia tidak pernah absen disana. Dodi hafal nama nama Club malam yang dapat memuaskan kesenangannya. Dia bersama kawan-kawannya pun sering menghabiskan malam di sana. Karena Dodi lah aku tenggelam di gelombang pesta yang tak pernah berakhir. Aku sendiri pun heran melihatnya.

Bagaimana bisa dia tidak pernah bosan dengan kehidupan semacam itu?

Dodi seperti kuda liar yang tak pernah letih. Dari pagi sampe siang di kampus, bahkan bisa sampai sore. Lalu dari sore sampai pagi lagi ada di pesta atau di Club malam.

Kapan dia tidur?

°°°

Mahardika sedang di kamar mandi ketika ponselnya kembali berbunyi. Kali ini dari Dimas sahabatnya.

"Hallo, Dim?" sapa Dika.

"Woi Dik, barusan anak-anak kabarin. Tugas yang kemarin harus dikumpulkan sore ini."

Oh, si Alan! batin Dika. Padahal dia ingin beristirahat sampai nanti malam.

"Dim, tidak bisakah kamu membuat suatu keajaiban." tanya Dika putus asa.

"Kamu pikir aku Bapak Peri? Kalau kamu tidak datang dan mengumpulkan tugasnya. Kamu akan dianggap pembangkang dan tidak dapat diampuni. Kamu tau kan dosen kita yang ini sudah seperti yang maha kuasa."

Dika tertawa mendengar istilah Dimas.

"Baiklah aku akan mengerjakannya dan akan datang." ujar Dika akhirnya.

Lebih baik ke kampus dari pada berpesta.

"Bagus." kata Dimas, sebelum memutuskan telepon.

Dua jam kemudian, saat Dika baru saja menyelesaikan tugasnya dan sedang menikmati makan siangnya. Dodi Dugem kembali menelepon.

"Hallo." sapa Dika.

"Bagaimana Dik? Bisa kan kamu ikut nanti malam?"

Dika memaki dalam hati.

Ampun dah nih orang. Apa isi kepalanya hanya pesta saja!

"Enggak bisa Dod. Tiba-tiba tugas dari Dosen killer untuk lusa malah harus hari ini di kumpulkan."

"Yaelah.... Titip sajalah, sekali-kali absen kan tidak apa-apa." kata Dodi sedikit kecewa.

"Itu sama saja menyerahkan leherku untuk di potong dosen itu!"

Dodi tertawa. "Dika, pasti ada yang salah dengan dosen killer itu. Dia....dia seperti yang maha kuasa!"

"Hahhahahhaaaa....!" Dika tidak bisa menahan tawanya mendengar Dodi menyebut istilah yang sama dengan Dimas untuk dosen mereka.

"Dia itu orang yang sangat disiplin Dod." lanjut Dika.

"Juga mengerikan!" sahut Dodi yang juga pernah beberapa kali masuk kelasnya.

"Tapi aku suka kelasnya." kata Dika lagi.

"Otakmu memang pinter.. Tapi semoga kamu panjang umur." jawab Dodi sambil tertawa kecil.

"Jadi kamu beneran tidak bisa ikut nanti malam?"

"Sorry deh. Lebih baik aku menentang ajakanmu. Dari pada perintah kehendak yang maha kuasa kan?"

"Hahhahaa... Baiklah kalau begitu."

"Sampaikan salam ku untuk teman-teman." kata Dika sebelum mematikan ponselnya.

………………

Sore hari, saat keluar dari mobil dan menuju kelas. Mahardika mendengar pak dosen sedang marah-marah pada seseorang. Dika sudah tidak asing lagi dengan pemandangan seperti itu.

Dosen itu memang selalu marah.

Tapi, yang sekarang sedang di bentaknya sepertinya seorang wanita. Semakin dekat, semakin terdengar pula suara bentakannya.

"Siapa?" bisik Dika pada salah satu mahasiswa.

Orang itu hanya mengangkat bahu. Dika beranjak melangkah ke arah kelasnya

Kau bukan bicara dengan hantu, Nak. Kau bicara dengan sesamamu. Bicaralah dengan wajar!. Teriak Pak dosen pada perempuan itu.

Indra sampai depan pintu kelasnya. Memang hanya beberapa langkah dari kelas sebelahnya.

"Siapa itu Dim?" tanya Dika pada Dimas.

"Anak kelas sebelah sepertinya. Denger-denger namanya Mita."

"Ada apa? Kenapa sampai pak dosen meledak seperti itu?"

"Ya, biasalah. Tugas itu harga mati menurut dia.. Dia tidak akan Mentolerir itu."

Dika hanya tersenyum. Memang setiap dosen memiliki caranya sendiri. Sambil duduk santai, Dika memandang ke arah sebelah. Terlihat perempuan itu semakin gugup dan salah tingkah.

Tak lama. Perempuan itu pun menangis..

……………

Ercilia melangkah seorang diri memasuki gedung rektorat kampus. Dalam hati, dia berharap langkahnya tak kepergok Wira. Apa yang dilakukannya ini benar-benar berat. Tapi Ercilia harus melakukannya. Dia tahu, kalau Wira sampai mengetahui ini, dia pasti akan mencegahnya. Dan ini sebenarnya bukan kali pertamanya, ini adalah kali kedua Ercilia merasa berdebar-debar saat akan memasuki ruangan ini. Ruangan yang bertugas mengurusi masalah kemahasiswaan. Untuk kembali mengajukan pinjaman beasiswa karena tak punya uang lagi untuk membayar biaya semester.

Beasiswa pinjaman adalah istilah untuk sejumlah uang yang dipinjamkan kepada mahasiswa-mahasiswa tertentu yang kesulitan membayar Spp dalam satu semester. Suatu pinjaman tanpa bunga, dan pinjaman itu sudah harus dikembalikan dalam waktu maksimal dua semester mendatang.

Semester yang lalu, saat Ercilia memasuki semester ke enam, Dia sudah mengajukan pinjaman untuk membayar Spp karena uang tabungannya habis untuk membantu ibunya yang sakit. Pinjaman itu pun belum dia kembalikan karena lagi-lagi jumlah uangnya tidak cukup untuk membayarnya. Gajinya bulan ini pun sudah habis untuk menebus obat ibunya.

Ercilia menaiki anak tangga gedung rektorat. Perasaannya semakin berdebar kencang.

Selalu saja begini.

Tidak ada orang yang bisa merasa santai ketika akan berhutang. Apalagi hutang sebelumnya belum dibayar.

"Hei Cil." seseorang menyapanya di ujung tangga dari arah berlawanan.

Ercilia tersenyum. "Dari mana?" tanyanya basa basi.

"Tuh. Dari purek tiga. Biasalah." kata orang itu sambil mengedipkan mata. "Kau?"

"Aku juga mau kesana. Bagaimana berhasil?"

"Berhasil sih. Tapi harus ribut dulu sama pak Yahya. Sepertinya dia sedang PMS."

Ercilia tertawa. Ada-ada saja pikirnya. Tapi itu cukup membuat keresahan di hatinya sedikit berkurang. Pak Yahya adalah pejabat Purek tiga. Sosok paling dibenci sekaligus paling dibutuhkan oleh para mahasiswa. Dibenci karena pak Yahya selalu punya sejuta alasan untuk menolak permintaan mahasiswa apalagi menyangkut soal dana. Tetapi, sosok itu juga dibutuhkan karena seluruh kegiatan kemahasiswaan harus melalui orang ini. Dan kepada orang ini pula lah Ercilia ada di sini untuk mengajukan permohonan hutangnya yang kedua.

"Duluan ya Cil. Semoga kamu juga berhasil." pamitnya meninggalkan Ercilia.

Ercilia melambaikan tangan dan terus melangkah ke ruangan purek tiga.

°°°°Sementara itu di sudut lain kampus.

Mahawira mondar-mandir gelisah. Tak lama Bayu temannya menghampiri.

"Mencari siapa Wir?" tanya Bayu.

"Kok gelisah sekali."

"Cari Ercilia." jawab Wira.

"Kamu melihatnya?"

Bayu angkat bahu.

"Tadi itu kita di sini janjian untuk sama-sama ke Bank membayar uang semester." ujar Wira menjelaskan.

"Tapi sekarang dia malah menghilang."

"Coba telpon saja ponselnya."

"Sudah, tapi tidak aktif."

"Jangan-jangan dia pingsan lagi Wir."

"Itulah yang sedang aku khawatirkan."

Wajah Wira terlihat semakin panik.

………………

Padahal Cilia lagi pusing mau kasbon 😜✌️

Jangan lupa RATE, LIKE, COMENT, ❤️

Terimakasih semua ☕😎

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!