Di satu ruangan sidang, terlihat para anggota sidang tengah menantikan keputusan akhir.
Sang Hakim agung terlihat menimbang lama berkas yang berada di hadapannya itu.
Lalu dengan nafas berat ia mulai membacakan hasil akhir sidang.
"Dengan ini, saya nyatakan.. keputusan akhir sidang bahwa Rudy Mahendra dan Alia Zatifah resmi bercerai.."
Tok..tok..tok.. suara Palu di ketuk memandangkan keputusan itu kini resmi dan sah.
Tatapan Topan pun terpaku pada lawan kliennya, Alia Zatifah. Wanita itu pun bangun dengan wajah tanpa ekspresi keluar dari ruang sidang. Wanita itu keluar dengan hanya di ikuti seorang pengacara.
Tapi berbeda dari kubu kliennya. Terlihat wajah-wajah yang berbinar bahagia ketika mendapat keputusan akhir yang sesuai dengan harapan mereka selama ini.
"Nak Topan.." panggil seorang wanita paruh baya dengan wajah gembira.
Topan menoleh.
"Terima kasih, akhir Rudy dan Alia bisa bercerai.." ujarnya dengan rasa lega. Topan hanya bisa membalas dengan senyum simpul.
Namun ia kembali mencari pada sosok wanita yang sudah meninggalkan ruangan sidang tersebut.
"Terima kasih, Topan.." ujar seorang pria dengan senyum kecil di wajahnya.
Topan kembali menoleh, pada klien juga sekaligus teman ,Rudy Mahendra yang kini resmi menceraikan wanita yang sudah tak di butuhkan lagi dalam keluarga Mahendra.
"Aku benar-benar bersyukur, karena kau menjadi pengacara ku.. maka urusan ini jadi cepat selesai.."
"Sudah seharusnya aku membantu.." jawab Topan seadanya.
"Bagaimana jika kau datang kerumah, kita akan rayakan kemenangan ini dengan makan malam bersama.." tawar ibu Rudy.
Topan terlihat ragu.
"Ayolah.. ini sebagai tanda terima kasih, datang ya mas Topan.." ujar seorang wanita muda dengan perutnya yang sedikit buncit.
"Hmm, baiklah.." jawab Topan yang akhirnya menerima tawaran itu. Tapi lagi-lagi ia tak bisa melupakan wajah wanita yang terlihat tegar meninggalkan ruangan itu.
🍃🍃🍃
5 Bulan pun berlalu setelah sidang itu.
Kini Topan berada di ruang seorang dokter spesialis.
"Ibu anda harus ada yang dampingi.. berbahaya jika beliau sendiri dirumah.."
Topan terdiam.
"Penyakit Alzaimer akan semakin parah jika anda mengacuhkan terapi ini.. dan ini akan memperparah kondisi ibu anda.." sambung dr spesialis itu sembari menuliskan resep di sebuah buku.
"Anda harus mencari seorang teman yang bisa menjadi teman terapi ibu anda.. Dan bisa menjaga ibu anda agar tidak terjadi lagi kondisi berbahaya seperti hari ini.." saran dr. Spesialis itu dengan memberikan kertas resep itu pada Topan.
Dan tak lama seorang suster masuk sembari membawa seorang wanita tua yang terlihat tangannya di perban.
Topan menoleh lalu dengan cepat menghampiri sang ibu.
Wajah wanita paruh baya itu terlihat kosong, ia bingung dengan orang yang tiba-tiba datang menghampiri dirinya.
Wajahnya berubah takut.
"Ibu.. apa tangan ibu sudah baik-baik saja??" tanya Topan lembut.
Namun wajah wanita itu masih terlihat cemas dan tak percaya sehingga ia masih memegang lengan suster dengan erat.
"Ta..takut" bisik ibu Topan dengan memegang erat lengan suster.
Topan kian mendekat.
"Takut.." ujar ibu dengan memukul Topan.
Sang suster menahan.
"Ibu.. ini anak ibu" kata Suster.
Wajah ibu masih enggan.
"Gak..gak.. bukan..sa-ya gak, anak saya" tolak ibu dengan wajah linglung.
Topan menghela nafas berat, untuk kesekian kalinya ia mendengar ucapan ibu yang melupakan anaknya sendiri.
Lalu Topan memberi kode pada sang suster untuk membiarkan sang ibu. Ia tak bisa berkeras, karena sang ibu kini sudah benar-benar hilang memori di ingatannya.
Dokter menatap lama pada Topan. Pria yang sudah merawat sang ibu lebih dari dua tahun lamanya.
Mungkin ini adalah ujian untuk sosok pengacara hebat seperti Topan Syahputra.
🍃🍃🍃
Di sisi lain, di satu kamar kost kecil, terlihat seorang wanita tengah menghitung jumlah uang tabungannya yang kian menipis.
Hela nafasnya terdengar berat. Sudah 5 bulan sejak ia bercerai, tapi satu pekerjaan pun belum ia dapat.
Ternyata 6 tahun menjadi nyonya dari seorang pengusaha Rudy Mahendra, sudah membuat Alia lupa menabung. Kehidupan yang bergelimang harta, justru kini berubah 180° menjadi janda miskin tanpa bisa menemukan satu pekerjaan yang bisa ia lakukan.
Alia menatap ijazahnya dengan sedih.
"Usia??" bisiknya pelan. Salah satu penghambat ia untuk mendapatkan kerja adalah usia yang sudah menginjak 28 tahun.
"Apa harus bekerja jadi pembantu saja??" tanya Alia putus asa.
Waktu pun berlalu, di satu siang, disalah satu rumah makan. Terlihat Alia tengah membereskan meja pelanggan yang terlihat baru saja di tinggalkan dengan setumpuk piring kotor.
Satu persatu Alia membereskan piring kotor itu, ia menyusun menjadi beberapa bagian sebelum akhirnya di angkat.
Karena sudah dua hari ia tak makan dengan teratur, perutnya terasa lapar. Alia hampir kehilangan tenagannya ketika mengangkat tumpukan piring itu.
Hingga tanpa sengaja ia menjatuhkan satu piring yang tak kuat ia pegang.
Prangg!!! terdengar pecahan piring mengema seisi rumah makan itu.
Bunyi nyaring itu nyatanya telah menyita perhatian para pengunjung dan juga sang pemilik warung yang terlihat mulai naik pitam.
"ALIA!!" terdengar suara hadrik seorang wanita paruh baya yang menghampiri Alia dengan wajah marah. "Kamu yaa?? ini udah piring keberapan kamu pecahin??" ucap sang pemilik dengan langsung memarahi Alia di hadapan para pelanggannya yang terusik.
"Maaf buk.. maaf.." Alia membungkuk dengan segera membereskan pecahan piring itu. Terlihat beberapa lauk sisa juga ikut berserak di lantai.
"Kamu bener-bener ya Alia!! kamu apa segitu bodohnya?? cuma bawa piring kotor aja bisa sampai pecah" cecar sang pemilik warung kian kesal melihat gerak Alia yang lamban dalam membersihkan pecahan piring.
Tiba-tiba seorang pria paruh baya menghampiri sang ibu warung dengan wajah tak enak.
"Buk..buk..udah, malu dilihat sama pelanggan" bisik suami pemilik warung yang membaca situasi.
"Wiwik!! wiwik cepet sini bantu Alia.." panggil pria paruh baya itu pada salah satu pekerja lain sembari menarik sang istri yang terlihat ingin mengigit Alia karena emosi.
Alia terus membereskan pecahan piring, tanpa ada satu orang pun yang membantu dirinya.
Para pelanggan lain hanya melihat Alia yang terus berberes tanpa mengeluarkan suara.
Hingga akhirnya semua kekacauan itu selesai di bersihkan oleh Alia, ia pun kembali bekerja membereskan tumpukan piring dan melanjutkan hingga sore hari sampai warung itu tutup.
Dan ini ibu warung memanggil Alia dan para pelayan lain untuk membagi gaji bulanan.
Setelah satu persatu mengambil amplop gaji. Tiba pada saat giliran Alia, ibu warung menahan amplopnya di meja kasir.
"Buk.."
"Apa??"
"Gaji saya, mana??" tanya Alia ragu-ragu.
Ibu warung menyeringai kesal.
"Gaji?? kamu masih tanya gaji setelah memecahkan puluhan piring saya selama 1 bulan ini???"
Alia terdiam tanpa bisa membantah. Tapi ia sangat membutuhkan gaji itu untuk membayar kamar kost.
Para pekerja lain saling berbisik satu sama lain, mereka sangat tidak menyukai Alia yang terlihat tak bisa apa-apa.
"Sa-ya minta maaf buk, lain waktu saya akan lebih hati-hati lagi.." ujar Alia memelas.
Ibu warung tertawa kecil.
"Enggak.. gak akan ada lain waktu, cukup.. kamu saya pecat!!" ujar ibu warung tanpa peduli.
Alia syok.
"Buk???"
"Gak.. kamu gak bisa kerja lama-lama di sini, bisa habis piring saya.. lagi pula saya gak suka sama kamu.."
Alia kian gusar mendengar ucapan ibu warung. Hingga tanpa pikir panjang ia memegang lengan ibu warung seraya memohon.
"Tolong buk, jangan pecat saya.. saya.. saya janji akan bekerja lebih giat lagi dan lebih hati-hati lagi.. "
"ENGGAK!!" seru ibu warung dengan menepis tangan Alia. "Saya gak suka liat kamu, kamu terlalu centil, suami saya bisa suka sama kamu...saya gak mau!! jadi lebih baik kamu saya pecat, pergi dan jangan pernah datang kesini lagi.." usir ibu warung tanpa rasa iba.
Alia gusar, jika ia dipecat bagaimana ia akan mendapatkan uang untuk membayar kost dan makan hari-harinya.
"Tolong buk.. saya benar-benar butuh pekerjaan ini, saya harus bayar kost dan.."
Plak.. sebuah amplop di lempar begitu saja pada wajah Alia.
Alia terkaget dengan wajah kacau.
"Ambil, itu gaji terakhir kamu...pergi dan jangan pernah datang lagi...awas kalau kamu berani datang kewarung ini!!" ancam ibu warung dengan wajah kebencian pada Alia.
Tanpa sadar air mata Alia jatuh. Sebegitu hinanya perlakuan ibu warung pada dirinya.
"Ambil.. itu gaji kamu yang sudah saya potong sebagai biaya ganti rugi karena telah memecahkan puluhan piring warung saya ini.."
Terdengar tawa kecil dari par pekerja lain yang ikut melihat perlakuan buruk ibu warung pada Alia. Namun semua menonton tanpa ada rasa iba atau bersimpati pada Alia.
Dengan wajah sedih ia meriah amplop itu. Lalu tanpa sepatah kata, Alia berlalu pergi dari hadapan ibu warung dan para pekerja lain.
Dunia benar-benar kejam, tak ada lagi hati nurani pada sesama manusia. Bahkan sekarang orang-orang lebih bersimpati dan ramah pada binatang peliharaan.
Alia berjalan bak mayat hidup, hatinya benar-benar lelah. Ketika di persimpangan jalan langkahnya pun terhenti dengan tatapan kosong melihat hiruk pikuk kemacetan ibu kota.
"Aku kecewa sama kamu!! kamu gak bisa sedikit pun ngertiin aku dan ibu, Alia!!" sebuah kalimat yang kembali terlintas di benak Alia, dari seorang pria yang dulu menjadi suaminya selama 6 tahun.
Perlahan air mata Alia tumpah tanpa ia sadari.
"Kenapa semua membenci diriku?? apa salah ku??" bisik Alia dengan menyeka air matanya dan tanpa sadar ia melihat air matanya di ujung jari.
"Apa aku harus menyerah??" bisik Alia bertanya pada dirinya sendiri.
Namun seketika Alia menggeleng.
"Enggak..enggak.. aku gak boleh nyerah..pasti..pasti ada pekerja lain yang bisa menerima kamu, Alia.." ucap Alia menyemangati dirinya sendiri agar kembali bersemangat.
Ia pun mencoba menarik nafas panjang seolah mencoba melegakan hatinya lagi agar kembali kuat.
Namun ketika ia melihat sekitar itu, terlihat seorang wanita tua yang terlihat linglung.
Wanita tua itu terlihat berjalan tanpa memakai sendal dan terlihat ia bingung berjalan di pinggir jalan.
Awalnya Alia tak peduli dan hendak menyebrang. Tapi Hati nurani Alia tak bisa menyangkal jika ia peduli pada wanita tua itu.
Namun tiba-tiba wanita tua itu terlihat ingin menyebrang jalan tanpa melihat mobil dan motor yang melintas lalu lalang di hadapannya.
Alia terkaget hingga tanpa pikir panjang ia berlari cepat dan meriah tubuh wanita tua itu yang tak jauh dari mereka terlihat sebuah truk barang berjalan kearah wanita tua itu.
"IBUUU AWASSS!!" pekik Alia yang akhirnya meraih tubuh wanita tua itu hingga akhirnya keduanya bersama-sama terjatuh di ke sisi badan jalan.
Tiiiiin...Bunyi klekson mobil truk yang memberi peringatan.
Bruuukkk..
"Akh...!!" erang Alia yang akhirnya tubuhnya terhempas di atas aspal jalan.
Seketika orang-orang berkerumun menolong Alia dan wanita tua itu yang terlihat ketakutan dengan tubuh gemetar.
Alia bangun dengan bantuan beberapa pejalan kaki yang bersimpati.
"Mbak gak papa??" tanya seorang Pria.
"Ah, enggak pak...terima kasih" sahut Alia dengan menatap raut sang wanita tua yang terlihat syok.
"Buk..ibu gak papa??"
Namun tanpa di sangka, wanita tua itu malah menangis bak anak kecil.
Sontak Alia dan beberapa pejalan kaki yang menolong mereka pun bingung.
"Buk, kenapa buk? apa ada yang terluka? dimana?? apa mau kerumah sakit?"
Wanita tua itu terus menangis tanpa menjawab tiap pertanyaan.
Alia kian gusar dan bingung dengan tingkah wanita tua ini yang tidak normal.
"Bawa kerumah sakit aja mbak" saran salah seorang mbak perjalan kaki.
Alia menimbang dengan ragu.
"Ibunya pasti syok mbak" ujar seorang lainnya.
"Pulang...pulang" ujar wanita itu dengan terus menangis.
"Ibu?? ibu pulang kemana??"
Wanita tua itu tak menjawab namun terus menangis.
***
Di sisi lain, Topan tengah mencari-cari sang ibu dengan wajah gusar.
Ia hanya meninggalkan sebentar sang ibu di meja reseptionis kantornya. Namun ketika ia kembali dari toilet ibunya malah hilang tanpa jejak.
Topan sudah mengutus beberapa satpam kantornya untuk mencari sosok sang wanita tua.
Sudah hampir 1 jam ia mengitari jalan itu. Topan takut dan cemas jika sesuatu terjadi pada sang ibu di tengah jalan raya.
Topan terus berjalan cepat dengan membawa selembar foto wanita tua itu di tangannya dan bertanya pada setiap penjalan kaki.
Dan ketika ia bertanya pada seorang bapak-bapak, Topan menemukan petunjuk.
"Ooih, ini ibu yang hampir ketabrak tadi.."
"Apa??" Topan kaget. "Hampir ketabrak???" ulangnya bertanya.
"Iya mas, tapi untuk ada mbak-mbak yang nolongi.. " jelasnya singkat.
"Trus dimana mbak itu sekarang?"
"Ini.. ibu makan ini, rasa es cremnya sangat enak.." ujar Alia sembari memberikan satu cron kecil es crim pinggir jalan untuk ibu tua.
Keduanya duduk di batu-batu yang sedikit bersih.
Wanita tua itu mengambil dengan ragu. Namun Alia langsung meraih tangan wanita tua itu dan memberikan langsung cron kecil itu.
Wanita tua itu melihat dengan wajah berbinar, lalu perlahan ia pun menyicipi es crem tersebut.
Alia tersenyum kecil melihat tingkah wanita tua itu lalu ia menghela nafas panjang. Sesaat ia merasakan jika kakinya sedikit sakit dan Alia memeriksa bagian mata kaki kanannya yang ternyata terluka.
"Aaah, pantas saja sakit.." seru Alia melihat pada lukanya yang ternyata berdarah.
Namun tak lama terdengar suara pria seperti memanggil.
"Ibu???" seru pria itu dari kejauhan.
Alia menoleh pada asal suara.
"Ibu???" panggil pria itu yang akhirnya tiba di hadapan Alia dengan nafas terengah.
"Ibu kemana saja??" seru pria itu dengan memeluk wanita tua itu yang terlihat tak peduli.
Alia relfek berdiri karena kaget.
"Ma-maaf.." sela Alia memotong keharuan pria itu.
"Ta-di.. tadi Ibu anda hampir tertabrak.."
Pria itu langsung bangun dan menghadap Alia.
Dan seketika wajah Topan terperajah ketika melihat sosok di hadapannya kini, Alia Zatifah.
"Nyonya Alia??" seru Topan tanpa ragu.
Alia mematung ketika pria di hadapannya ini mengenali dirinya.
Alia terlihat bingung dan tak bisa mengingat sosok pria di hadapannya ini.
"Anda tidak mengingat saya??? saya Topan, pengacara keluarga Mahendra.." jelas Topan.
Deg.. Alia membeku ketika mendengar nama keluarga yang telah mencampakkan dirinya.
***
"Terima kasih, Nyonya Alia, anda sudah menyelamatkan Ibu saya.." ujar Topan bersyukur.
Alia hanya tersenyum tipis.
"Saya bukan Nyonya lagi.. dan saya hanya spontan menyelamatkan Ibu anda Pak Topan, dan syukurnya Ibu anda tidak apa-apa" ucap Alia sungkan.
Topan lega, lalu ia menoleh pada sang ibu yang masih menikmati es crem kecil yang sudah habis sedari tadi.
"Ibu.. sudahlah.. itu sudah habis, nanti Topan beli yang lain jika ibu mau.." seru Topan pada sang ibu dan meriah cron yang sudah berantakan di tangan sang ibu.
Namun ibu Topan mengelak, ia tak ingin cron itu di ambil.
Alia hanya tersenyum kecil, lalu dengan reflek ia menyentuh jemari ibu Topan.
"Ibu?? es cremnya enak yaa???"
Ibu Topan mengangguk cepat.
Alia tersenyum.
"Tapi ini sudah habis, nanti pak Topan akan memberikannya lagi pada ibu..ya??" ujar Alia lembut sembari meraih sisa cron yang telah hancur di tangan ibu Topan.
Wajah wanita tua itu bersedih, namun akhirnya menurut.
Topan terpanah dengan ucapan Alia yang lembut.
"Sekali lagi terima kasih, Nyonya.." ucap Topan yang masih saja sopan dan menghormati mantan Nyonya kliennya itu.
Alia hanya tersenyum.
"Kalau begitu saya permisi pak Topan.. ibu saya pergi dulu yaa, dan lain kali hati-hati.." ujar Alia akhirnya pergi begitu saja dari hadapan Topan dan ibunya.
Alia melangkah pergi. Namun Topan terus menatap punggung wanita yang ternyata kini berpakaian lusuh dengan tas ransel usang.
Tanpa sengaja Topan lihat pada kaki Alia yang ternyata berdarah.
"Nyonya??" seru Topan memanggil dan merasa bersalah tak memperhatikan detail.
Namun Alia kian berlalu pergi dengan menyebrang jalan raya itu.
"Sukma?? kemana Sukma??" tanya ibu Topan yang seketika mencari sosok dari nama "Sukma" .
Topan menoleh dengan heran.
"Ibu?? Siapa sukma??" tanya Topan.
"Sukma??? Sukma???" panggil ibu Topan tanpa peduli pada pertanyaan sang anak.
Topan pun menghela nafas putus asa, sungguh merawat ibu yang lupa benar-benar menjadi ujian besar untuk dirinya.
Lalu tak lama, Topan meraih jemari sang ibu.
"Ayo, kita pulang buk.. ibu harus mandi dan ganti baju " ujar Topan.
Wanita tua diam dengan menatap wajah Topan.
Dan Topan menarik wanita tua itu untuk mengikuti langkahnya.
***
Di malam harinya, Alia Zatifah tengah merebahkan tubuhnya diatas kasur yang sangat lusuh.
Ia baru merasakan tubuhnya sedikit sakit karena terhempas di atas aspal.
Bahkan kaki bekas luka pun terlihat sedikit bengkak.
"Anda tidak mengingat saya??? saya Topan, pengacara keluarga Mahendra.." sekilas Alia mengingat wajah pengacara yang telah berhasil mewujudkan permintaan perceraian dari Rudy mantan suaminya dulu.
"Aaah, apa dunia terlalu sempit sampai bisa bertemu dengan kaki tangan keluarga itu.." gumam Alia yang merasa tidak suka harus bertemu dengan bagian keluarga Mahendra.
Perlahan Alia berbalik menghadap dinding kamar yang terlihat sudah tak rapi karena cat temboknya terkelupas bahkan sudah rontok.
Namun jauh yang terpenting di pikir Alia saat ini adalah bagaimana cara ia mencari kerja besok harinya.
Ini sudah kali kesekian ia di pecat. Sesaat hatinya sedih, berapa buruknya kehidupan yang ia jalani.
Hingga tanpa sadar ia menitikkan air mata.
"Kuat Alia.. kamu harus kuat, pasti.. pasti ada pekerjaan yang bisa kamu lakukan" bisik Alia memberi semangat pada dirinya sendiri.
Namun rasa pilu dan lelah sudah merajai fisik dan pikirannya.
Menjadi janda miskin adalah pilihannya. Ia tak meminta apa pun bahkan meninggalkan semua barang mewah yang pernah menjadi hadiah terindah yang di berikan Rudy Mahendra pada dirinya.
Isak tangis dalam diam telah menjadi teman tidurnya selama ini. Menumpahkan semua air mata adalah jalan terbaik agar beban hatinya keluar dan esok hari dapat menyambut hari dengan lebih kuat lagi.
Hingga akhirnya Alia tertidur lelap di heningnya malam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!