"TIDAK!" bentak Yuna tak percaya apa yang dikatakan Rino padanya.
"Aku tahu kamu memang sangat mencintai Aga, Yun. Tapi kamu harus tahu fakta yang sebenarnya bahwa selama ini Aga tidak pernah mencintaimu, dia mau menerima perjodohannya denganmu hanya karena ingin membalas budi pada mendiang mamamu."
"Cukup, Rino! Cukup!" Pekiknya menutup telinga, "ini tidak mungkin, mamaku meninggal karena murni kecelakaan bukan karena Aga."
Mendengar perkataan sahabatnya itu membuat Yuna seketika syok, Yuna tahu bahwa lelaki didepannya ini tidak mungkin berbohong padanya. Tetapi ia juga tidak bisa menerima kenyataan bahwa selama ini orang yang ia cintai tidak pernah membalas perasaannya.
Tiga belas tahun yang lalu, ketika Yuna berumur tujuh tahun. Ia dikagetkan dengan kepergian sang ibu, membuat dirinya menjadi anak yatim piatu dan dirinya dirawat oleh teman mendiang papanya bernama Norman, yang tak lain adalah ayah dari Aga.
Ia jadi teringat kembali pada saat dimana dirinya pertama kali bertemu dengan Aga yang tengah menangis sembari melontarkan kata maaf padanya saat ia tertidur.
Seketika kaki Yuna lemas ingin terjatuh ketika mengingat kejadian itu lagi, untung saja Rino dengan sigap menangkap tubuh Yuna, membuat gadis itu aman dipelukannya.
"Aku harus pergi," pamit Yuna, mencoba tegak berdiri agar bisa melangkah pergi.
"Tapi Yun_"
"Aku harus segera menemui Aga, aku harus meminta penjelasan langsung darinya," ucap Yuna, lalu kemudian ia segera berbalik pergi dengan buru-buru untuk menemui tunangannya itu.
Rino yang mengkhawatirkan kesehatan Yuna mencoba untuk menahan dan memanggil nama gadis itu berulang, tetapi Yuna tak menghiraukan dan terus memasuki mobil taxi yang terparkir di seberang jalan.
Sepanjang jalan, Yuna begitu gelisah. Ia menggigit kukunya sambil mencoba menahan tangannya yang dingin dan gemetar, takut semua yang ia dengar adalah fakta, mengingat beberapa minggu lagi ia akan menikah dengan tunangannya, yaitu Aga.
Yuna mencoba menemui Aga ke kantornya, tetapi lelaki itu tidak masuk kerja hari ini. Lalu ia mencoba menghubungi Aga berkali-kali tetapi ponselnya bahkan tidak aktif. Akhirnya Yuna langsung menuju apartemen milik Aga.
Sesampainya di gedung apartemen, Yuna buru-buru masuk kedalam untuk menemui tunangannya itu. Ketika ia ingin menekan tombol bel, ia mendapati pintu apartemen Aga sedikit terbuka jadi ia bisa langsung masuk kedalam sana.
Yuna menyelinap masuk kedalam, dan betapa kagetnya dia menemukan baju serta gaun berhamburan diluar.
"Ah, Ah, pelan pelan babe!"
Suara ******* serta erangan terdengar jelas dari dalam kamar, membuat Yuna lemas seketika.
Yuna ingin membuat semuanya jelas, terutama meyakinkan hatinya sendiri jadi ia mencoba dengan berani melangkah menuju asal suara tersebut meski dengan kaki yang bergetar.
Dan benar saja, seketika Yuna membelalak kaget dan langsung menutup mulutnya yang ingin berteriak dan menangis sekuat tenaga ketika melihat dua orang tengah asik bercumbu tanpa sehelai benang pun diatas kasur.
Fakta itu membuat Yuna langsung terpukul hancur, ia berbalik badan dan ingin berlari pergi dengan tubuhnya yang terasa lemas dan jantungnya bahkan seperti berhenti berdetak.
"Yuna."
Aga yang sekelibat melihat sosok Yuna datang, ia buru-buru menghentikan aktifitasnya dan memasang kembali bajunya.
"Berhenti Yun!" pinta Aga berlari mengejar Yuna, mencegahnya memasuki taxi seberang jalan.
Aga menarik lengan gadis itu, membuatnya berputar dan menoleh padanya. Ketika itu pula Yuna menepis tangan Aga agar melepaskan genggamannya.
"Yun, aku bisa jelasin semuanya."
"Jelasin apa lagi, Ga? Sudah jelas semuanya. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri," sahut Yuna dengan perasaan marah campur aduk.
"Itu tidak seperti yang kamu lihat, Yun." tangkisnya, "aku tidak sedang mengkhianati mu."
"Apa?" Yuna mengernyitkan dahinya bingung.
"Dari awal, aku memang tidak pernah mencintaimu."
Bukan sebuah permintaan maaf yang terlontar, tetapi pengakuan yang membuat dirinya tertampar.
Sekali saja! Coba sekali saja kamu merasa menyesal. Pasti aku yang gila cinta ini tanpa ragu untuk memaafkanmu, tetapi yang kamu katakan adalah hal paling menyakitiku.
"Jadi selama ini sikapmu yang baik terhadapku hanyalah palsu? Kamu menerima perjodohan karena terpaksa?" tanya Yuna meyakinkan diri.
Aga hanya menunduk tanpa mengucap satu kata patahpun membuat semua jelas bahwa apa yang dikatakan oleh Rino adalah benar.
"Kamu keterlaluan, Aga!" ucapnya dengan rasa kecewa menahan sesak didada.
Yuna berbalik untuk pergi dengan rasa patah, ia segera menyeberangi jalan dan langsung masuk kedalam mobil taxi untuk melaju pergi.
Namun, ia masih menolah pada arah Aga berniat inilah terakhir kali ia memandang wajah lelaki itu sebelum mobil melaju pergi. Tapi ternyata Yuna juga melihat ada mobil melaju kencang hingga menerobos lampu merah, dan arah mobil itu lurus pada Aga yang tengah berdiri saat ini.
Tanpa ragu, Yuna keluar dari dalam mobil taxi dan berlari untuk menyelamatkan Aga.
"Awas Aga! Awas!"
Teriak Yuna sambil berlari dengan kecepatannya, lalu mendorong tubuh Aga yang sudah syok dan kaku hingga terjatuh kepinggir.
"BUGH!"
Suara hantaman keras mengenai tubuh Yuna, membuat gadis itu tergeletak bersimba darah dan kehilangan kesadaran.
"Yuna," ucap Aga seraya memanggil, mencoba membangunkan gadis itu yang kini kehilangan kesadaran akibat menolong dirinya.
Dengan panik Aga mengambil ponsel yang berada di sakunya, berniat menelfon ambulans agar segera datang. Namun tiba-tiba Nisa datang dan merebut ponsel nya.
"Apa yang kau lakukan, Nis?" tanya Aga heran pada kekasihnya itu.
"Jangan menghubungi siapapun! Biarkan saja perempuan ini mati!" ucapnya tanpa ragu.
Aga mengernyitkan dahi. "Apa kau sudah gila? Yuna sedang sekarat karena sudah menolongku, dia terluka parah karena aku."
"Tapi Aga, dia perusak hubungan kita. Kalau dia mati, kita bisa berdua bisa bersama."
PLAK!!
Sebuah tamparan keras mendarat dipipi Nisa, membuat Nisa meringis ngeri.
"Tutup mulut mu! Dia itu calon istriku, dia yang sudah menyelamatkan hidupku. Kalau saja dia tidak menolongku, pasti akulah yang tergeletak dibawah sini."
Aga segera merampas ponselnya kembali, lalu menghubungi ambulans tanpa peduli kekasihnya yang marah terhadapnya.
"Aku benci kamu." umpat Nisa sebelum ia berlalu pergi, dan Aga tidak memperdulikannya.
Setelah menghungi ambulan Aga menggiring kepala Yuna untuk berada dipangkuannya, menangis dan menyesal atas apa yang sudah diperbuatnya.
"Maafkan aku, Yun."
Aga tidak pernah sekalipun melepas genggaman tangannya dijemari Yuna sampai gadis itu memasuki ruang gawat darurat dan ia menunggunya dengan gelisah.
Aga terus berdoa dan sesekali menjambak rambutnya sendiri dengan gusar, dia menyesal.
"Bagaimana keadaan Yuna sekarang, dok?" tanya Aga ketika dokter keluar dari ruangan.
"Mari ikut saya!" pinta dokter, menuntun Aga memasuki kedalam ruangannya.
Disana Aga diperlihatkan hasil rontgen milik Yuna. Dokter menjelaskan bahwa kecelakaan yang dialami Yuna tidak begitu berakibat fatal karena Yuna cepat mendapatkan penanganan.
Penjelasan itu membuat Aga sedikit lega mendengarnya, tetapi ia kembali kaget ketika mendengar bahwa ada keretakan pada bagian tulang bahu Yuna sehingga gadis itu harus menjalani perawatan dengan serius.
"Tapi dok, Yuna adalah seorang atlet renang. Apa Yuna bisa segera sembuh dan beraktifitas seperti biasa?"
Dokter menggelengkan kepalanya, "Dengan menyesal saya katakan bahwa Nona Yuna tidak bisa lagi berenang karena ada cidera serius pada bagian tulang belikat, penghubung antara otot antendon pada bagian lengan dan punggung. Sehingga Nona Yuna tidak bisa bergerak bebas kembali. Jika Nona Yuna memaksa melakukan aktifitasnya, ini akan berakibat fatal pada kesehatannya."
Mendengar pernyataan itu membuat Aga pias seketika. Aga sudah menghancurkan impian serta masadepannya.
Aga kini dapat masuk kedalam ruang inap. Melihat Yuna yang masih terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit, disertai dengan selang oksigen dan infus yang terpasang. Ia duduk di kursi sebelah ranjang Yuna dengan perasaan menyesal.
Dengan gemetar Aga menggerakkan jemarinya, memegang jemari Yuna yang tampak putih pucat, lalu menundukkan kepalanya sambil menangis.
"Maafkan aku, Yun." ucapnya serak dengan bibir gemetar. "Maafin aku yang brengsek ini! Gara-gara aku mamamu meninggal, dan gara-gara aku juga kamu jadi begini. Bahkan, aku sudah merusak impianmu Yun. Kamu tidak bisa berenang lagi karena aku."
Yuna yang lemah tak bisa membuka mata tapi mendengar itupun meneteskan air matanya, tapi Aga yang larut dalam penyesalannya tak mengetahui hal itu. Aga menunduk sambil menangis, menggenggam jemari Yuna sembari memohon.
"Seharusnya kamu biarkan si brengsek ini saja yang tertabrak, Yun!" ucapnya menyalahkan dirinya sendiri. "Maafkan aku."
Setelah semalaman Aga menjaga Yuna dan larut dalam penyesalan, ia akhirnya tertidur tanpa sadar dengan posisi jemari masih menggenggam jemari Yuna, serta kepalanya bersandar ditepi ranjang.
Sinar matahari yang masuk menyeruak membuat mata Yuna silau dan perlahan membuka matanya. Betapa kaget dan tak menyangka bahwa Aga masih ada menemaninya.
Dengan lemah Yuna menggerakkan jemarinya, berharap Aga terbangun dari tidurnya. Aga yang merasakan jemari yang digenggamnya bergerak membuatnya terbangun dari tidurnya.
"Yuna, kamu sudah sadar." ucap Aga dengan gembira. "Apa kamu haus? Mau ku ambilkan minum?"
Yuna hanya mengedipkan mata dan sedikit mengangguk, yang menandakan bahwa ia sedang kehausan.
Dengan cekatan Aga mengambil air yg telah disediakan, lalu membantu Yuna setengah terduduk agar ia bisa meneguk air itu dengan mudah.
Aga tahu bahwa ketika Yuna tersadar ia akan memaki dan marah besar kepada dirinya, tapi tanpa sangka yang ia dapati bahwa Yuna kini mengulas senyum padanya.
"Terimakasih Ga."
Ucap Yuna membuat Aga membelalak kaget, tak percaya apa yang terjadi.
"Aku kenapa bisa ada dirumah sakit?" tanya Yuna sembari melebarkan pandangannya.
"Kamu baru saja mengalami kecelakaan Yun," jawab Aga menjelaskan. "Apa kamu tidak ingat semuanya?"
Yuna mengernyitkan dahi, lalu dia tertawa, "Ha ha ha. Ingat apa sih? kamu bercanda, ya? Aku Yuna dan Kamu Aga anak paman yang aku sayang."
Aga lalu menunjukkan jemarinya yang terdapat cincin melingkar sama seperti kepunyaannya. "Apa kamu tahu ini apa? Apa kamu ingat?"
Yuna kemudian melihat cincin yang melingkar dijemarinya juga. "Wah, kita punya cincin yang sama." sahutnya dengan gembira membuat Aga kaget karenanya.
Seketika Aga menyadari semuanya bahwa Yuna telah kehilangan ingatannya, ia kemudian segera menekan tombol darurat dan menemui dokter yang menangani Yuna.
"Dia ingat saya tapi tidak ingat tentang pertunangan kita, bahkan kecelakaan ini dok." tutur Aga dengan panik.
"Kecelakaan ini membuat dirinya mengalami syok serta dan traumatik, sehingga mengakibatkan dirinya hilang ingatan jangka pendek. Nona Yuna tidak bisa mengingat apapun kejadian setahun terakhir."
"Tapi dok, apakah ingatan Yuna bisa pulih kembali?"
Dokter itupun menunduk pasrah, "Kita lihat saja nanti hasilnya Tuan. Lambat laun Nona Yuna akan sembuh dari sakitnya, begitupun dengan ingatannya."
Lemas sudah tubuh Aga, dia juga tidak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya rasa bersalah yang tiada hentinya. Ia sendiri bertekad untuk menjaga Yuna sebaik mungkin hingga Yuna sembuh total dan dirinya bisa pergi jauh dari kehidupan Yuna.
"Aku bakal jagain kamu, Yun!"
Rino melangkah cepat melewati koridor rumah sakit. Setelah mendengar kabar bahwa sahabatnya yaitu Yuna masuk rumah sakit, ia langsung meninggalkan pekerjaannya yang genting demi memastikan keadaan Yuna baik-baik saja. Ah tidak, mungkin lebih tepatnya semoga tidak terjadi apa-apa.
Ia pergi menuju kamar rawat inap dengan perasaan cemas, namun ia sedikit lega ketika mendapati sosok Yuna yang tengah menatap sambil mengulas senyum pada Aga yang sedang menyuapinya.
Rino senang ketika tahu bahwa Yuna kini baik baik saja, namun ia pun kecewa karena senyum itu tidak tertuju pada dirinya.
Karena ia tidak ingin menggangu keakraban Yuna dan Aga, ia memutuskan menunggu Aga sampai keluar kamar.
"Ikut aku!" pinta Rino langsung mencengkram kerah milik Aga, ketika lelaki itu baru saja keluar dari kamar inap Yuna.
Mereka berdua berjalan menuju tangga alternatif ketika lift ada kendala, dan disana sepi sehingga mereka berdua bebas berbicara.
"BUGH!"
Rino langsung meninju perut Aga, membuat Aga memekik kesakitan dibuatnya. Namun, Aga tak membalas perlakuan Rino karena ia pantas pendapatkan itu semua.
"Hey brengsek! Belum cukup semua penderitaan yang kamu berikan ke Yuna? Sekarang kamu malah menghancurkan impiannya. Gara-gara kamu Yuna seperti ini, dan gara-gara kamu juga dia harus kehilangan orangtuanya." ucapnya dengan kasar membuat Aga terpukul.
Aga hanya menunduk, sadar apa yang telah dia perbuat selama ini salah, ia pasrah.
Melihat Aga hanya terdiam menunduk pasrah tanpa perlawanan membuat Rino semakin geram dan mencengkram kembali kerah milik Aga dan membanting tubuh Aga ketembok.
"Jawab brengsek! Jawab!" teriaknya. "Apa belum cukup semua penderitaan yang kamu berikan, hah? Seharusnya kau saja yang mati!" serapahnya.
Dengan emosi meluap Aga menepis kedua tangan Rino yang mencengangkan kerahnya. "Aku memang brengsek, dan seharusnya memang aku saja yang mati."
Aga berteriak frustasi membuat Rino jadi terdiam, ia sadar bahwa Aga pun merasa bersalah saat ini.
"Kamu pikir aku senang? Aku juga tidak mau semua ini terjadi pada Yuna." paraunya.
"Katakan semua kebohongan mu pada Yuna dan lepaskan dia! Dia tidak pantas denganmu." pinta Rino.
Aga menunduk, "Dia sudah tahu semuanya." sahutnya membuat Rino membelalak kaget. "Dia sudah tahu tentang Nisa, tapi_"
Rino semakin emosi mendengar itu, "Tapi kenapa,hah?" bentaknya, mendesak Aga segera menjawab.
"Tapi, Yuna hilang ingatan sehingga dia lupa apa yang sudah terjadi setahun belakangan ini."
Rino memutar otaknya untuk berfikir, pantas saja tadi dia mendapati Yuna tersenyum pada Aga yang jelas-jelas sudah mempermainkannya.
"Aku akan menceritakan semuanya." ucap Rino, kemudian ia berbalik ingin pergi.
"Jangan, Rin!" cegahnya. "Ini semua demi kebaikan Yuna. Dokter mengatakan bahwa Yuna harus pelan-pelan mendapati ingatannya kembali, kalau tidak akan menganggu sistem saraf yang ada di otaknya."
"Lalu apa yang akan kamu lakukan, hah?! Apa kamu akan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan kamu bisa leluasa menyakitinya kembali?"
Aga menggelengkan kepala dengan cepat. "Aku akan menjaga Yuna sampai ia sembuh, dan aku akan pergi jauh dari kehidupannya."
Mendengar perkataan itu membuat Rino ragu sekaligus setuju, dia juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk sahabatnya itu.
"Baiklah, jaga ucapanmu! Kalau sampai kamu melanggarnya, aku sendiri yang akan menghabisi mu!" ancamnya, sebelum kemudian ia berbalik pergi menuju kamar inap Yuna.
****
"Hai Tuan Rino." sapa Yuna dengan tengil ketika lelaki itu memasuki kamar rawatnya.
Rino tersenyum. "Bagaimana kedaanmu sekarang, Yun? Apakah masih ada yang sakit?"
"Sudah enggak kok, cuma bahuku masih terasa kaku." sahutnya, khas dengan senyumannya yang ceria. "Besok aku sudah boleh pulang dan rawat jalan."
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja." sahutnya lemas, duduk di kursi sebelah ranjang Yuna.
"Kamu kenapa, Rin? Kamu lagi tidak enak badan?" Yuna menempelkan punggung tangannya di dahi sahabatnya untuk mengecek suhu tubuhnya.
Rino jadi tersenyum, mengambil jemari ramping yang menempel di dahinya untuk digenggam. "Jangan mengkhawatirkan ku! Aku hanya lelah bekerja seharian."
"Ah pak bos, bisa-bisa kamu menggilai pekerjaan. Makanya sekali-kali liburan dan cari udara segar! Libur sehari dua hari tidak akan membuat perusahaan mu bangkrut."
Rino jadi tertawa mendengar penuturan gadis polos penuh perhatian itu. "Ah, iya aku lelah, sepertinya aku harus libur."
"Ide bagus." sahut Yuna antusias.
"Oke, besok aku akan menemanimu seharian. Menjemputmu dan mengantarmu pulang kerumah."
"Tidak mau!" sahut Yuna cemberut, menggelitik perut Rino dan tertawa.
"Mau ya? Boleh ya?!" rayunya.
"Enggak, aku kan mau berduaan sama Aga. Kalau ada kamu, kamu ganggu dong." perkataan itu sontak membuat Rino yang semula tertawa jadi terdiam seketika.
"Baiklah." Rino tersenyum pasi. "Besok aku akan berlibur dengan para gadis-gadis, siapa juga yang akan menolak pesonaku."
"Iya dong! Siapa yang tidak kenal dengan pak bos Rino salah satu pengusaha muda kaya raya di negara ini. Tidak ada satu gadispun yang mampu menolak ketampanan dan kekayaannya." puji Yuna khas dengan gaya tengilnya.
Mendengar pujian itu membuat Rino berlagak penuh besar kepala untuk menyombongkan dirinya, tapi jauh didalam hatinya ia merasa kecewa.
Kamu Yun, gadis itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!