"Rubby!" teriak seorang pemuda.
"Dimana kau Rubby?" teriak pemuda yang lainnya.
"Rubby! Apa kau dengar kami?"
Empat orang pemuda sahut menyahut memanggil nama Rubby. Seorang gadis yang dinyatakan hilang sejak sore tadi. Delapan pemuda pemudi sedang berkemah di kaki gunung Sam. Ini hari ketiga mereka di sana.
Awalnya mereka baik - baik saja, hingga mandi sore ini menjadi awal petaka. Sebenarnya sungai tempat para gadis mandi tidak terlalu jauh dari tenda mereka. Lisa, Bella dan Cindy sudah kembali lebih awal. Mereka mengajak Rubby segera naik ke daratan namun Rubby berdalih untuk membersihkan sendalnya. Rubby meminta mereka untuk ke tenda lebih dulu karena jaraknya memang dekat dari sungai tempatnya mandi. Dia tidak merasa takut di tinggal sendiri.
Malang bagi Rubby sendalnya malah hanyut terbawa air saat dia akan memakainya. Rubby berhasil mengejar dan menangkapnya dengan sebuah ranting. Namun sialnya lagi gayung berisi sabunnya malah jatuh ke dalam air. Rubby menggapainya dengan ranting yang dia bawa. Ranting itu berhasil menghambat laju gayung itu. Setelah berhasil membawanya ke tepi, Rubby menggapainya dengan tangan. "Yes. Berhasil." Rubby tersenyum senang.
Rubby berjalan meninggalkan sungai namun dia tak melihat tendanya lagi. Dia tidak tahu berapa jauh dia telah menyusuri sungai untuk mengejar sendal dan gayungnya tadi. Hari sudah mulai gelap dan dia semakin bingung tak tahu arah. Tidak ada persiapan penerangan sama sekali.
Rubby terus berjalan menyibak semak - semak yang entah jenis tanaman apa. Kulitnya sedikit merasa gatal dan tergores dimana - mana. Dia meringis perih. Sesekali dia meniup kulitnya yang terasa perih.
Hampir satu jam Rubby berjalan. Namun tenda tempatnya berkemah belum juga kelihatan hilalnya. Beruntung sekarang dia berjalan di tempat yang tidak banyak pohon besarnya sehingga sinar bulan purnama menjangkau tempatnya berjalan.
Bulu kuduk Rubby meremang ketika dia berjalan melewati dua buah pohon besar. Dia merasa seperti sedang melintasi sebuah gerbang dimensi. Dia sangat terkejut karena tiba - tiba dia berada di tempat yang terang. Tanpa sadar gayung dan peralatan mandinya terjatuh. Dia meninggalkannya begitu saja.
"Mami.. ini dimana?" Rubby terlihat ketakutan.
"Mami.. aku takut.. aku menyesal tidak mendengar apa kata mami. Aku bersalah mami." Rubby mulai terisak.
Rubby berusaha untuk kembali ke tempat dia masuk tadi tapi dia tidak bisa menemukannya. Bahkan gayung dan handuknya pun sudah tak terlihat. Dia merasa berada dalam labirin dan terjebak di jalan yang buntu.
••••
"Moza, kita hampir mendekati bukit larangan tapi Rubby juga belum kita temukan," ucap Ron salah satu teman Rubby.
"Benar, Moza. Apa pencarian kita lanjut besok saja?" Darius ikut memberi usul.
"Benar!" imbuh Sony.
Moza adalah kekasih Rubby. Dia sangat khawatir memikirkan gadis yang disayanginya sendirian di tengah hutan. Dia menyesalkan dirinya dan teman - temannya yang terlambat menyadari hilangnya Rubby.
"Baiklah." Menyadari hari sudah malam, akhirnya Moza pun menyetujui usul teman - temannya.
Mereka kembali ke tenda dengan wajah lesu. Suasana menjadi hening. Masing - masing larut dalam pikirannya sendiri.
"Moza, bersabarlah. Mari kita berdoa supaya Rubby baik - baik saja dan kembali dalam keadaan selamat," ucap Sony mencoba menenangkan Moza.
Bukannya merasa tenang, Moza malah semakin sedih mendengar ujung kalimat Sony.
Dengan kaki panjang mereka, kini mereka telah sampai di tenda. Para gadis menunggu kedatangan mereka di depan tenda. Mereka bertiga berpelukan dan menangis histeris saat melihat mereka hanya datang berempat.
Mereka bertujuh tidak ada yang masuk ke dalam tenda. Tidak ada yang makan. Dan tidak ada yang bersuara. Hanya isak tangis Bella yang sesekali masih terdengar.
Mereka duduk mengelilingi api unggun yang dibuat sore tadi. Mereka berharap Rubby akan segera kembali saat melihat api unggun itu menyala sepanjang malam.
Moza menatap langit berbintang dan bulan yang indah bercahaya. Terngiang tawa riang Rubby sehari sebelumnya. Mereka melewati malam dengan bermain gitar dan bernyanyi bersama. Setegar - tegarnya lelaki dia akan merasa lemah jika dihadapkan dengan cinta. Begitupun Moza, buliran bening mulai menetes dari sudut matanya.
Malam semakin larut dan hari sudah menjelang pagi. Namun orang yang mereka tunggu belum juga kembali. Tidak ada satu pun yang masuk ke dalam tenda. Mereka tertidur di luar dengan posisi yang tak beraturan.
••••
Rubby duduk berjongkok sambil menangis. Punggungnya bersandar pada sebuah pohon yang berdaun keemasan. Entah pohon apa itu. Dia juga baru melihatnya sekali.
Hidung Rubby tiba - tiba mengendus aroma wangi. Telinganya mendengar suara berdesis yang semakin mendekat. Ular. Apakah itu suara ular? Aroma wangi itu semakin kuat. Hingga sesosok makhluk aneh muncul dari balik sebuah batu besar yang tak jauh dari tempatnya berada.
Rubby gemetaran. Dia sangat ketakutan. Nyalinya menciut dihadapan makhluk berwujud wanita setengah ular. Lidahnya yang panjang menjulur keluar dan mengeluarkan suara berdesis.
Tuhan apa yang harus ku lakukan. Semoga dia bukan makhluk jahat yang ingin memakanku. Lindungi aku Tuhan. Rubby terus berdoa dalam hati.
"Sssshhhiiapa kamu manusia?" desis manusia ular itu mengeluarkan kata - kata.
Rubby terbelalak. Dia terkejut mendengar ular itu bicara. Bibirnya kelu tidak dapat mengeluarkan suara.
"Hhhhsssssshhh apa yang kau lakukan disini?" ular itu kembali berbicara dengan suara berat dan sedikit mendesah.
"A.. a.. a.. aku.. Rubby. A.. aku ter.. se..sat.." Rubby berusaha menjawab sepatah demi sepatah. Mulutnya gemetar seiring tubuhnya seperti yang tak mampu berdiri sempurna.
"Hhhsssshhh kau tahu ini tempat apa? Ini adalah hhhssss hutan larangan. Siapapun yang masuk kesini hhhsssshhhh akan menjadi mangsaku." siluman ular itu menggerakan lidahnya seperti tak sabar ingin memangsanya.
"Ti.. ti.. dak..tolong lepaskan aku..." Rubby menggeleng ketakutan. Keringatnya bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
Siluman itu berjalan mendekati Rubby. Ekornya meliuk - liuk panjang sekali. Tangan dengan kuku - kukunya yang tajam siap menerkam. Mulutnya yang sedikit terbuka menampakkan gigi taringnya yang runcing dan berkilau.
Rubby berjalan mundur. Setelah keberaniannya terkumpul, dia mencoba menguatkan kaki - kakinya agar bisa berlari. Ya, Rubby berlari sekencang - kencangnya meskipun tidak tahu kemana arah dan tujuannya. Dia berharap ini hanya mimpi buruknya saja. Atau setidaknya dia akan menemukan sebuah keajaiban disini.
Keadaan Rubby benar - benar terpojok saat ini. Dia terjatuh. Dia beringsut mundur dalam keadaan terduduk. Di belakangnya ada sebuah lubang mirip goa. Rubby merasa ragu untuk masuk ke dalam. Dia takut ini adalah sarang si siluman itu.
Siluman ular itu sudah sangat dekat. Dia tertawa menyeramkan saat berada dihadapan Rubby. Lidahnya yang bergerak - gerak mulai mengeluarkan tetesan liur.
"Jangan.. aku mohon.. lepaskan aku.." Rubby menangis sejadi - jadinya. Dia tidak dapat bergerak lagi. Rubby pasrah bersandar dibibir goa kecil itu.
Tawa ular itu semakin keras. Menggema memenuhi seluruh goa. Kelelawar dan burung - burung yang bersembunyi di dalam goa itu berhambur keluar. Mungkin terganggu dengan suara tawanya.
"Hhhssss... aku akan memakanmu sekarang!"
Rubby menutup matanya saat siluman ular itu mengayunkan tangannya ke belakang untuk menerkamnya. Dia tidak dapat berbuat apa - apa. Airmatanya mengalir menganak sungai menjelang kematiannya.
"Mami, maafkan aku," gumannya lirih.
"Aaaahhhhhssss... Aaaaaaa.." terdengar suara ular itu seperti kesakitan.
Rubby memicingkan matanya. Mencoba melihat apa yang terjadi.
****
Bersambung...
Rubby ternganga melihat pertarungan di depannya. Beberapa kali dia mengucek matanya. 'Ini beneran nggak sih?' batinnya.
Seorang pemuda tampan memakai hanfu ala film kolosal China sedang bertarung sengit melawan siluman ular itu. Rambutnya yang panjang melambai - lambai ketika melakukan gerakan kungfu. Dia seperti seorang pendekar dari China.
Sejenak Rubby mencoba melupakan ketakutannya. Dia berharap pemuda itu seorang manusia. Tapi Rubby sedikit merasa aneh saat pemuda itu mengeluarkan jurusnya. Mukanya menyeringai dan terkadang juga membuka mulutnya lebar - lebar memperlihatkan giginya yang tajam. Pada dasarnya dia juga terlihat seram.
Pertarungan mulai melambat. Kelihatannya mereka sama - sama kuat. Saat ini mereka berhenti dan malah saling adu tatap. Keluar kilatan cahaya dari dua pasang mata itu. Pemuda itu mengeluarkan cahaya putih terang dan siluman ular itu mengeluarkan sinar hijau.
Pertama kali cahaya itu bertemu terdengar suara seperti ledakan. Lalu ledakan itu berubah menjadi suara seperti gangsing. Desingan itu cukup keras membuat Rubby terpaksa menutup telingannya. Kini dia kembali ketakutan.
Cahaya siluman ular itu mulai melemah. Cahaya dari mata pemuda itu terus menekannya. Berangsur - angsur tubuh siluman ular itu mengecil. Kini tubuhnya berubah menjadi seekor ular biasa berwarna hijau kebiruan.
Pemuda itu memegang pangkal kepalanya. Mulutnya komat - kamit seperti sedang merapalkan mantera.
"Bertaubatlah. Jangan pernah mengganggu manusia lagi!" ucap pemuda itu.
Setelah mengatakan itu, pemuda itu lantas melepaskan ular jelmaan tadi. Ular itu menjauh dan menghilang di balik batu besar.
Pemuda itu berjalan mendekat ke arah Rubby.
Deggg..
Jantung Rubby berdegub kencang, seakan ingin melombat dari dadanya. Antara perasaan takut dan kagum berpadu menjadi satu. 'Apa dia juga akan memakanku?' gumannya dalam hati.
"Jangan takut. Siapa namamu?" Pemuda itu seperti mengerti ketakutan Rubby.
"A.. a ku Rubby." Rubby menjawab dengan gemetar.
"Kenapa kau bisa ada disini? Ini tempat yang berbahaya." suara pemuda itu lembut.
"Aku tersesat. Aku tidak tahu jalan pulang?" Rubby sedikit tenang. Dia tidak merasa takut namun tetap waspada.
"Apa kau tinggal di sekitar sini?" tanya pemuda itu.
"Tidak. Aku sedang berkemah bersama teman - temanku. Kamu sendiri?" Rubby memberanikan diri bertanya.
"Em.. Aku.. aku memang tinggal disini." pemuda itu terlihat kebingungan menjawab.
"Apa ini bukan dunia manusia?" Rubby kembali bertanya.
Pemuda itu mengangguk.
Rubby tertunduk lemas. Dia tidak tahu caranya kembali. Apa dia akan selamanya hidup disini?
Pemuda itu melihat kegelisahan di wajah Rubby. Dia tidak tahu apakah harus menolongnya atau tidak. Jika dia pergi ke dunia manusia dia akan kehilangan kesempatan untuk menyempurnakan kekuatannya. Artinya dia harus melupakan cita - citanya untuk menjadi panglima langit.
"Apa aku bisa kembali ke alam manusia, Tuan?" tanya Rubby. Dia menatap mata teduh pemuda itu.
"Panggil aku Wu Jin Ming." pemuda itu memperkenalkan diri.
"Kak Wu. Bolehkah aku memanggilmu begitu?" tanya Rubby ragu - ragu.
"Terserah. Padamu. Rubby." Wu Jin Ming memenggal setiap kata yang di ucapkannya.
"Kalau Kak Wu bukan manusia lalu Kak Wu ini apa? Maaf. Nggak papa jika nggak mau jawab." Rubby menggigit bibirnya takut jika pertanyaannya menyinggung pria tampan itu.
"Aku adalah siluman harimau yang diberkati oleh para dewa. Untuk mencapai wujud manusiaku ini aku aku telah bertapa selama 3 ribu tahun."
"Jadi kau sudah sangat tua ya. Maaf kalau aku tidak sopan tadi."
"Hahaha. Kau tak perlu sungkan. Anggap saja kita seumuran. Kau sangat manis. Kau membuatku teringat pada adikku Wu Chin Ping."
"Dimana dia?" Entah kenapa Rubby kini merasa lebih akrab.
"Sudah pergi untuk selamanya." Wu Jin Ming menunduk. Wajahnya terlihat sangat sedih.
"Maaf. Dia pasti sudah bahagia di alam sana. Dia pasti tidak akan suka melihatmu bersedih. Kak Wu.. Bukankah di dunia manusia sekarang malam hari. Kenapa di sini terang sekali?" tanya Rubby yang bangkit melihat sekeliling. Dia meringis kesakitan ketika lututnya yang berdarah di pakai untuk berdiri.
Wu Jin Ming mengangkat wajahnya lalu tersenyum.
"Ini bukan alam dunia. Disini tidak ada siang atau malam. Ini adalah sebuah dimensi. Kau tidak akan berubah menjadi tua meskipun kau tinggal di sini selamanya."
"Benarkah?" Mata Rubby berbinar senang. Namun tiba - tiba dia kembali bersedih.
"Tapi disini sangat menakutkan. Tadi saja aku hampir mati di makan ular jadi - jadian. Aku belum tahu apa lagi yang nanti akan ku temui di sini."
"Tenang ada aku," ucap Wu Jin Ming mencoba menghapus kegelisahan Rubby.
"Tapi aku rindu mamiku. Dia pasti sangat khawatir jika aku tidak segera pulang." Rubby mulai terisak.
"Kau sangat menyayanginnya ya?"
Rubby mengangguk.
"Kakimu terluka. Sini aku obati. Duduklah!" Wu Jin Ming melirik tangan dan kaki Rubby.
Rubby menurut saja. Dia juga tidak mau lukanya terinfeksi kuman dan semakin parah.
Wu Jin Ming meluruskan kedua kaki Rubby dan sesikit menyibak celana Rubby yang menutupinya. Tangan Wu Jin Ming berputar - putar di atas luka Rubby. Tercipta hawa dingin yang keluar dari telapak tangan Wu Jin Ming. Ajaibnya, luka itu tidak terlihat lagi. Kulit Rubby kembali mulus seperti sedia kala. Rubby tersenyum takjub. Wu Jin Ming mengobati seluruh luka di tubuh Rubby hingga tak tersisa lagi sedikit pun.
"Terima kasih Kak Wu," ucap Rubby. Lukanya sudah sembuh tapi bukannya tersenyum dia malah kembali terisak.
"Kenapa kau menangis? Apa masih ada yang sakit?"
Rubby menggeleng.
"Lalu?" Wu Jin Ming mengernyit heran
"Aku lapar." Rubby masih terus menangis.
"Hmm. Kau sangat merepotkan," ucap Wu Jin Ming kesal.
"Huaaa.. huaa.." Rubby menangis histeris. Dia seperti anak kecil yang tidak di kasih uang untuk jajan es krim. Dia tidak peduli. Dia tidak bisa menutupi sifatnya yang sebenarnya. Yaitu manja.
"Hei, kau diamlah. Kita cari sesuatu yang bisa di makan. Ayo!" Wu Jin Ming berdiri. Dia sudah berjalan beberapa langkah namun kembali berhenti. Wu Jin Ming menoleh ke arah Rubby yang masih tak bergeming.
"Katanya lapar. Kenapa masih diam disitu?"
"Aku tidak punya tenaga lagi untuk berjalan." Rubby mencembikkan bibirnya.
"Haiss." Wu Jin Ming mendengus kesal.
Dalam sekejap Wu Jin Ming merubah tubuhnya menjadi seekor harimau putih yang sangat besar.
Rubby membelalak ketakutan. 'Mati aku. Pasti dia akan memakanku.' Rubby berbicara dalam hati. Wajahnya terlihat pucat pasi.
Harimau jelmaan Wu Jin Ming berjalan mendekati Rubby. Rubby semakin ketakutan. Saat Rubby akan bergerak mundur, tiba - tiba harimau itu berbicara.
"Naiklah ke punggungku." harimau itu menundukkan tubuhnya di hadapan Rubby.
Rubby memegang dadanya yang masih berdetak kencang. Untung dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Dia pasti sudah sekarat sekarang jika itu terjadi.
"Cepatlah! Kalau tidak mau ya sudah." harimau itu berdiri.
"Tunggu! Baiklah aku naik sekarang." Rubby mengusap bulu halus harimau Wu Jin Ming. Harimau itu kembali menunduk. Rubby naik ke punggungnya hati - hati. Dia sedikit takut dan memeluk tubuh harimau itu kuat - kuat.
"Hei, kau pegang saja buluku. Kau akan terjatuh jika seperti itu ketika aku berlari."
"Baiklah!" Rubby kembali menyetabilkan duduknya dan berpegangan pada bulu di leher harimau itu. Bulu bagian lehernya lebih tebal dan panjang daripada bulu bagian punggung.
"Di ujung bukit itu sepertinya ada buah - buahan. Aku akan berlari ke sana. Kau siap!" harimau itu memberi aba - aba.
"Hmm. Siap!" Rubby berpegangan erat.
Harimau Wu membawa Rubby berlari. Mereka melewati jalan bebatuan yang terjal dan rerumputan. Di kanan kiri mereka terdapat pohon kerdil yang rindang. Ada tumbuhan yang sama dan juga berbeda dengan yang ada di alam manusia.
Mata Rubby terlihat takjub ketika melewati bukit dengan hamparan bunga - bunga. Dia berpegangan dengan satu tangan, tangan yang lainnya dia bentangkan menyentuh bunga di sepanjang jalan yang di laluinya.
Melihat Rubby menyukainya, harimau Wu memelankan langkah kakinya.
"Kau suka?" tanyanya pada Rubby.
"Sangat sangat sangat suka. Bunganya indah sekali. Heiii! Lihat itu. Kupu - kupunya sangat cantik." Menyadari harimau Wu berhenti, Rubby melompat turun. Dia berlari dan berputar - putar lalu setelah itu dia berguling - guling di tengah hamparan bunga seperti anak kecil.
Wu Jin Ming tersenyum melihat tingkah lucu gadis itu. Dia merubah dirinya ke dalam bentuk manusia dan berjalan mendekatinya.
****
Bersambung...
Lelah berguling Rubby berbaring terlentang sambil menghirup aroma wangi bunga di sekelilingnya. Napas Rubby masih terengah - engah akibat ulahnya sendiri. Wu Jin Ming duduk di sebelahnya. Tangan Wu Jin Ming menjulur hendak memetik bunga cantik berwarna merah cerah. Belum juga kesampaian Rubby sudah berteriak.
"Eh, jangan.. jangan!" Rubby menghentikan Wu Jin Ming untuk memetik bunga itu.
"Kenapa? Dia sangat cantik. Aku menyukainya." tanyanya heran.
"Kak Wu jangan sembarangan. Gimana kalau dia peliharaan siluman lain? Bisa ngamuk dia kalau tau bunganya di petik," terang Rubby.
"Wah, rupanya kau pintar juga, ya." untuk pertama kalinya Wu Jin Ming memuji Rubby.
"Hmm. Tidak juga. Aku hanya berhati - hati Kak Tiger Wu."
"Kau juga pandai sekali mengganti namaku." muka Wu Jin Ming terlihat kesal.
"Tiger itu artinya harimau. Kan bagus, kedengaran sangat keren." Rubby mengacungkan jempolnya.
"Terserah kau saja Rubby. Sepertinya kau sudah kenyang melihat bunga - bunga. Mungkin kau juga tak ingin pulang." Wu Jin Ming menaruh dua tangannya di belakang untuk menopang tubuhnya yang menengadah ke langit.
"Siapa bilang? Hiks.. hiks.. aku lapar.. aku mau pulang. Mami, aku kangen sama mami." airmata Rubby kembali mengalir dia terduduk tegak sekarang.
"Rubby, aku punya satu rahasia yang hanya ingin ku katakan sekali saja padamu." Wu Jin Ming mendekat ke arah Rubby.
Rubby menyeka airmatanya.
"Kalau rahasiamu membuatku merasa buruk, aku nggak mau dengar," sergah Rubby.
"Hmm. Ini hanya sedikit berhubungan denganmu. Tidak banyak."
"Maksudnya?" Rubby masih terus terisak.
"Aku bisa saja mengantarmu pulang. Tapi aku tidak bisa tinggal di dunia manusia terlalu lama." Wu Jin Ming menghela napas. Dia mencoba menimbang jalan yang akan dia tempuh.
"Kenapa bisa begitu? Apa kau akan terbakar jika berada di dunia?" tanya Rubby penasaran.
"Tidak Rubby. Aku tidak akan terpengaruh dengan alam dunia. Tapi aku lambat laun akan berubah menjadi manusia dan kehilangan kekuatanku jika aku tinggal di alam manusia."
"Apa kau tidak akan suka bila menjadi manusia? Ayolah... Aku akan menjadi temanmu di dunia manusia." Rubby berharap Tiger Wu mau mengantarkannya pulang.
"Aku sudah terbiasa begini, Rubby. Kehidupan manusia itu sangat pelik. Mereka terus memikirkan harta dan kesenangan semata setiap harinya. Bahkan mereka akan bertengkar satu sama lain untuk berebut kekuasaan."
"Hmm. Jadi aku tidak akan pernah pulang. Huaaaa.. huaa..." tangis Rubby semakin menjadi.
"Tenanglah, Rubby. Aku belum selesai bicara." Wu Jin Ming mencoba menjelaskan.
"Aku nggak mau dengar. Bilang saja kau tak mau mengantarku pulang." Rubby melengos melihat ke arah lain.
"Hmm. Aku bisa pergi ke dunia manusia dan tidak menjadi manusia jika aku membawa alam serta dimensiku," jelas Wu Jin Ming.
Rubby menoleh seketika. Tangannya dengan cepat mengusap airmatanya.
"Kak Tiger, kau sungguh - sungguh?" Rubby terlihat bersemangat kembali.
Wu Jin Ming mengeluarkan sebuah kalung yang memiliki sebuah liontin giok berwarna hijau dari kantong penyimpanannya. Liontin giok itu berbentuk seperti sebuah siung panjang. Dia menjelaskan pada Rubby jika dia dan siapa pun pemilik kalung itu, bisa masuk ke dalam dimensi yang berbeda dengan kalung itu.
Rubby mendengarkan dengan seksama. Mencoba mencerna maksud perkataan Tiger Wu. Dia berpikir apakah ini artinya Tiger Wu memberikannya penawaran.
"Kak Tiger. Apa aku bisa pulang jika aku membawa kalungmu itu? Dan apakah itu juga berarti kau akan ikut bersamaku dan tinggal di dalam kalung itu?" pertanyaan cerdas Rubby tiba - tiba muncul begitu saja.
"Kira - kira begitu. Tapi sebelumnya kau harus membuat perjanjian dengan kalung ini," ucap Wu Jin Ming terlihat serius.
"Perjanjian?" Rubby mengernyit heran.
"Hmm," jawab Wu Jin Ming singkat.
"Caranya?"
'semoga perjanjiannya tidak memberatkanku. Bagaimanapun juga aku harus segera kembali.' Rubby berucap dalam hati.
"Kau harus masuk ke dalam kalung dimensi pada waktu - waktu tertentu untuk berlatih kultivasi. Jika tidak..." Wu Jin Ming menggantung kalimatnya, dia terlihat sangat sedih.
"Jika tidak kenapa Kak Tiger?"
"Jika tidak kalung ini akan hancur dan aku tidak akan bisa kembali ke dimensiku lagi." Wu Jin Ming menerawang jauh. Entah apa yang di lihatnya saat ini. Dia teringat sebuah peristiwa di masa lalunya.
"Apa yang akan terjadi jika dimensimu hancur?" tanya Rubby.
"Aku harus kembali bertapa lagi untuk waktu yang lama atau harus hidup sebagai manusia biasa."
"Pilihan yang sulit. Jika demi diriku kau rela mempertaruhkan hidupmu ke depan, apa yang bisa ku lakukan untukmu membalas ini semua?" Rubby menunduk.
"Berkultivasilah dengan baik hingga kita setara." Wu Jin Ming sengaja merahasiakan kalimat selanjutnya, dimana Rubby akan dia jadikan permaisurinya di istana langit jika kultivasinya sempurna. Setelah beribu tahun berlalu, Wu Jin Ming kembali mengalami takdir yang sama yaitu jatuh cinta dengan manusia. Tapi kali ini Wu Jin Ming berharap memiliki akhir kisah yang berbeda dengan sebelumnya.
Dahulu kala, Wu Jin Ming memiliki kekasih manusia. Mereka saling mencintai meski dari dunia yang berbeda. Sampai suatu ketika, sang gadis tak kuat lagi berkultivasi dan kalung dimensi milik Wu Jin Ming hancur berkeping - keping. Inilah awal mula dia harus bertapa di sini. Tempat yang jauh dari negara gadis itu tinggal bersama Wu Jin Ming.
Kemampuan Wu Jin Ming telah banyak meningkat dari sebelumnya. Dia berharap pilihannya kali ini tidak salah pada Rubby. Mungkin dia adalah takdirnya. Wu Jin Ming akan membantunya untuk berkultivasi setelah ini. Dia tidak ingin kejadian yang menimpa kekasihnya di masa lalu terulang lagi.
"Kak Tiger! Kenapa kau melamun? Apa berkultivasi itu sulit? Sepertinya aku pernah mendengar ini di film - film action fantasy yang aku tonton." Rubby mulai mereda. Dia tidak menangis lagi.
"Aku akan mengajarkanmu nanti jika kau setuju terikat perjanjian."
"Aku setuju," jawab Rubby mantap. Apapun yang terjadi nanti, dia rela menjalani. Ketimbang harus terdampar di sini selamanya.
Wu Jin Ming tersenyum. Ada sesuatu yang mulai bersemi di dalam sana saat melihat gadis di depannya itu begitu bersemangat dan yakin. Keadaan jaman sepertinya telah berubah. Gadis di jaman ini tampak lebih cerdas dan percaya diri. Wu Jin Ming percaya, Rubby mampu mengubah hidupnya kelak.
Dari lokasi tak jauh dari mereka terdengar suara gaduh. Sepertinya ada sepasang siluman yang sedang bertarung. Rubby bergidik ngeri mendengar teriakan dan tawa seram mereka. Bising deru kekuatan yang beradu terdengar bergemuruh. Rubby mendekatkan tubuhnya ke arah Wu Jin Ming ketakutan.
"Kau takut?" tanya Wu Jin Ming.
Rubby mengangguk.
"Baiklah kita kembali saja ke duniamu sekarang. Aku akan menuliskan manteranya." Wu Jin Ming berdiri. Tangannya melakukan gerakan seperti sedang menulis di udara. Terpampang sebuah simbol berbentuk lingkaran dengan cahaya keemasan di udara. Lalu Wu Jin Ming kembali menuliskan sesuatu di tempat kakinya berpijak. Muncul lagi simbol yang bentuknya sedikit berbeda.
"Kemarilah!" panggil Wu Jin Ming pada Rubby.
Rubby berjalan mendekat. Dia lalu berdiri di atas simbol yang di buat Wu Jin Ming. Entah itu simbol apa. Pikiran Rubby saat ini cuma satu, segera keluar dari tempat menyeramkan ini secepatnya.
Wu Jin Ming memakaikan kalung dimensi ke leher Rubby. Mulutnya komat kamit membaca mantera. Simbol yang tertera di udara bersinar putih terang yang sangat menyilaukan. Sepertinya simbol itu kini berubah menjadi gerbang gaib untuk mereka keluar. Benar saja, saat Wu Jin Ming menggandeng tangan Rubby melewatinya, mereka tiba - tiba sudah berada di tempat yang berbeda. Di tengah hutan sunyi dunia manusia. Rubby tersenyum tatkala mendapati gayung dan peralatan mandinya berceceran di depannya.
****
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!