"Mas, tadi mas sudah izin kan, kalau besok tidak bekerja? Soalnya aku sudah daftar ke dokter kandungan, katanya besok kita di suruh datang ke sana." jelas Rena pada suami.
"Sudah, begitu kamu kirim pesan aku minta izin. Kamu besok tidak bekerja?"
"Aku sudah minta izin sama Dona jika besok aku tidak masuk kerja."
Keesokan hari.
Pagi telah tiba. Sekarang Rena dan suaminya sedang menikmati sarapan mereka di meja makan.
Hari ini mereka akan pergi ke dokter kandungan sesuai yang sudah di jadwalkan. Rena sudah izin pada temannya jika hari ini dia tidak masuk kerja. Begitupun dengan Bagas, suami Rena. Dia juga sudah izin hari ini untuk tidak bekerja.
Setelah tiba di tempat dokter kandungan, mereka berdua di tes secara keseluruhan yang berkaitan dengan kesuburan masing-masing.
Dan hasilnya begitu mengejutkan.
' BAGUS' itulah kata dokter kandungan yang menangani mereka.
Dokter mengatakan mereka subur dan sehat.
Tapi pertanyaannya adalah, mengapa sampai sekarang mereka belum memiliki keturunan.
( hanya author yang tahu... 😊)
Selesai pemeriksaan, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Mereka pergi ke rumah orang tua Bagas.
*****
Sampai di rumah orang tua Bagas.
"Assalamu'alaikum.... " ucap Rena dan Bagas bersamaan.
"Wa'alaikum salam... " sahut pak Ramli, ayah Bagas dari dalam.
Merekapun masuk dan berbincang di ruang tamu. Hingga datanglah Bu Anis, ibunya Bagas membawa minuman dan camilan.
"Ini,, di minum dulu" kata Bu Anis.
"Iya Bu,, makasih" jawab Rena.
Merekapun menceritakan hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit.
"Lalu apa yang akan kalian lakukan...?" tanya pak Ramli.
"Kami akan terus berusaha pak,, Rena akan kembali periksa pada dokter." jawab Rena.
"Ya sudah, yang terpenting kalian sudah berusaha. Sabar saja dan percaya pada Alloh."sahut Bu Anis.
"Iya Bu..." jawab Rena dan Bagas bersamaan.
Malam ini mereka memutuskan menginap di rumah orang tua Bagas. Awalnya mereka ingin pulang ke rumah. Tetapi atas desakan ibunya Bagas akhirnya mereka menginap.
Mereka tidur di kamar Lina, adik Bagas satu-satunya. Karena kamar Bagas sedang dalam perbaikan.
Sedangkan Lina, ia tidak tidur di rumah. Dia bekerja sebagai penjaga toko dan tidur di tempat yang telah di sediakan pemilik toko.
*****
"Pak, bu kami pamit dulu. Nanti takut kesiangan."
"Iya, kalian hati-hati ya."
Setelah berpamitan pada kedua orang tuanya Bagas dan Rena pulang ke rumah.
Di rumah sudah ada mak Irah yang sedang membersihkan rumah. Sebelum pulang, Rena sudah memberi tahu mak Irah, mereka sudah sarapan. Jadi Mak Irah tidak perlu menyiapkan sarapan untuk mereka. Mak Irah bekerja di rumah Bagas mulai pukul 05.30 sampai sore. Rumah mak Irah dekat dengan rumah mereka. Jadi Bagas mengizinkannya pulang setelah semua pekerjaan selesai. Biasanya mak Irah akan pulang setelah selesai memasak untuk makan malam. Mak Irah di beri satu kunci rumah. Dia tidak perlu menunggu Bagas dan Rena pulang.
"Mak sudah datang." Rena melihat mak Irah sedang menyiram bunga di depan rumah.
"Iya mbak Rena." Mak Irah menjawab dengan sopan.
"Saya ke dalam dulu ya Mak."
"Iya mbak, silahkan."
*****
Di dalam kamar Rena membantu Bagas memakai dasi. Setelah semua selesai Rena mengantar Bagas sampai teras rumah.
"Hati-hati mas, nggak usah ngebut." Rena bersalaman dengan Bagas dan mencium punggung telapak tangan
suaminya.
"Nggak janji, soalnya waktunya mepet." Bagas mengeluarkan motor dari bagasi dan segera memakai helm.
Tiba-tiba Bagas turun lagi dari motornya dan menghampiri Rena.
Cup..
Di ciumnya kening istrinya. Setelah itu dia langsung membalikkan badan ke arah motornya.
Rena hanya bisa melongo melihat tingkah suaminya.
Sebelum menjalankan motornya Bagas menoleh pada Rena dan mengedipkan mata genitnya. Kemudian melaju mengendarai motornya menuju kantor.
"Astaga,, ada-ada saja." Rena tertawa pelan.
*****
"Mak, Rena pamit ya. Mau berangkat kerja."
"Iya mbak."
Di depan sudah ada tukang ojek langganan Rena.
Sesampai di butik Rena masuk dari pintu belakang seperti biasa. Di dalam sudah ada Intan, Wati, dan Sari.
"Kalian sudah datang, rajin sekali." Rena berjalan menuju loker menaruh tasnya.
"Mbak, lihat jam dong." Rena hanya cengengesan.
"Dona sudah datang."
"Ya elah mbak, butik sudah mau buka berarti sudah datang lah. Kalau belum datang gimana kita bisa masuk." ucap Santi
"Iya ya." Rena hanya nyengir sambil mengangguk.
Mereka sudah bersiap membuka butik. Rena di tempatkan di kasir oleh Dona, pemilik butik. Rena dan Dona berteman sudah lama.
Saat sedang merapikan uang di laci ada ibu-ibu mendekat ke kasir.
"Kamu istrinya Bagas kan? Mantunya bu Anis." tanya salah satu dari ibu-ibu tersebut.
"Iya bu." jawab Rena sopan dengan senyum di bibir.
"Kamu kok kenal jeng?"
"Itu lo, mantunya pak Ramli."
"Ooo."
"Tapi kasihan, belum punya anak. Padahal sudah menikah lama." mereka berjalan meninggalkan kasir sambil mengobrol.
"Kok bisa?"
"Nggak tahu lah. KB mungkin."
"Nggak takut apa nggak bisa punya anak. Di tinggalin suami baru tau rasa."
"Lihat saja badannya kayak gitu. Takut paling kalau hamil. Bisa rusak itu badan."
Rena merasakan sesak di dada mendengar perkataan ibu-ibu tadi. Diambilnya sebotol minuman yang dia letakkan di laci bawah. Di minumnya beberapa teguk air untuk mengurangi hawa panas yang menyebar di tubuhnya karena perkataan ibu-ibu tadi.
Waktu istirahat di butik di lakukan secara bergantian. Saat ini Rena tengah berada di belakang untuk makan siang. Makanan di sediakan oleh Dona.
Saat Rena makan Dona datang menghampirinya.
"Sudah selesai Ren." Dona duduk di kursi depan Rena.
Rena hanya menggangguk.
"Kamu nggak apa-apakan?" Rena memandang Dona.
"Aku tadi sempat denger omongan ibu-ibu rempong tadi."
"Nggak apa-apa. Lagian kan sudah biasa seperti itu."
Dona memegang tangan Rena.
"Sudah ya, aku mau ke kamar mandi. Mau wudhu dulu."
Rena meninggalkan Dona. Sementara Dona hanya bisa memandang dari belakang.
"Jika saja kamu mau berbagi, aku akan selalu siap." gumam Dona sambil bangkit dari duduknya.
*****
Di kamar mandi Rena menyalakan kran air. Di biarkan airnya terus mengalir. Dia menghadap tembok dengan air mata menetes di pipi.
"Mengapa mereka tega berkata seperti itu. Mereka pikir aku perempuan seperti apa. Sesama perempuan mengapa mereka tidak mengerti perasaanku."
Perasaan itu terus berkecamuk di pikiran Rena.
Rena terlihat begitu kuat jika dari luar. Tetapi jika sedang sendiri ia akan menjadi sangat rapuh. Bahkan orang terdekatnya pun tidak ada yang tahu betapa rapuh dan menderitanya dia. Karena Rena hanya akan diam dan menangis dalam diamnya.
Di saat Rena menangis dalam kamar mandi, gedoran pintu membuyarkan lamunannya.
tok...tok...tok....
"Mbak Rena,, lagi ngapain,, sudah apa belum,, aku kebelet pipis nih,, kamar mandi satunya di pakai."
"Iya sebentar lagi."
Rena segera mencuci wajahnya dan berwudhu.
Kreeeekkkk.... pintu pun terbuka.
"Mbak Rena habis nangis ya?"
"Nggak, cuma ngantuk. Sudah sana masuk. Nanti ngompol di sini lo.." ucap Rena sambil mendorong Intan masuk ke dalam kamar mandi.
"Iihh,,, mbak Rena..."
Intan pun masuk ke dalam kamar mandi. Intan adalah karyawan di butik Dona juga. Selain Intan ada Wati dan Sari. Mereka bertiga masih belum menikah. Mereka tinggal di kontrakan dekat butik. Padahal rumah Intan dan Sari ada di kota ini. Alasannya supaya menghemat waktu. Sementara Wati berasal dari kota sebelah.
"Ehhh,,, aku tadi lihat mbak Rena nangis"
"Yang benar, emang di mana?"
"Di kamar mandi."
"Memang kamu satu kamar mandi sama mbak Rena."
"Nggak sih, cuma mata nya sembab. Pas aku tanya, katanya ngantuk."
"Berarti mbak Rena ngantuk, bukan nangis."
"Mungkin iya.."
Intan bengong sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Di belakang, setelah melaksanakan sholat Rena memakai make-up untuk menutupi matanya yang sembab.
Rena bukan perempuan yang suka dandan berlebihan. Ia lebih suka make-up tipis dan natural.
Setelah semuanya selesai dan terasa pas di wajahnya ia pun kembali bekerja.
Butik tempat Rena bekerja dimulai pukul 9 pagi.
Dan tutup jam 7 malam.
Sebagai seorang kasir Rena selalu memasang senyum di bibirnya.
Walau terkadang ada pengunjung yang sangat amat menyebalkan baginya.
Seperti saat ini.
Seorang perempuan masuk ke dalam butik bersama pasangannya. Ia bergelayut manja pada lengan laki-laki di sampingnya.
Mereka langsung menuju kasir untuk bertanya.
"Selamat sore mbak, selamat datang di butik kami. Ada yang bisa saya bantu."
"Apa di sini menyediakan gaun pesta."
"Ada mbak, silahkan masuk."
Ia pun tak kunjung pergi dari kasir.
Tangannya masih setia bergelayut di lengan lelaki yang berada sampingnya.
mungkin mereka pasangan kekasih, atau suami istri.
entahlah...
"Sayang,, masuk yuk, temani aku di dalam."
"Aku menunggu di sana saja." ucap lelaki itu sambil menunjuk kursi yang tidak jauh dari kasir. Yang memang di peruntukkan bagi pengunjung.
Seketika perempuan itu menoleh pada Rena.
Memandang Rena dari atas sampai bawah, dengan pandangan meneliti.
apa sih maksudnya.
batin Rena sambil menampilkan senyum di bibirnya.
"Tapi sayang.."
"Jadi belanja apa tidak."
"Iya deh, kamu tunggu di sana. Tapi jangan genit-genit. Jaga mata."
"Heem.."
Dengan gaya manja ia pun melepas pegangan tangannya pada lelaki tersebut.
Tapi sebelum pergi, ia menatap Rena dengan tatapan yang sulit di artikan.
Di butik pukul 18.00
" Ren, nanti kamu pulang naik apa?"
"Aku di jemput mas Bagas. Memang kenapa."
"Siap-siap ya, tutup butik."
"La,, kox,,, ini masih jam 6." ucap Rena sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Aku kasih tahu yang lain dulu ya."
Dona pergi meninggalkan Rena di kasir sambil cengengesan dan melambaikan tangannya.
Aku kan belum memberitahu mas Bagas.
Kata Rena lirih sambil merapikan meja kasir.
Ia pun segera mengambil hp dan memberitahu suaminya lewat pesan wa.
Di depan butik Rena menunggu kedatangan Bagas.
"Mbak Rena, suaminya belum datang?"
" Belum, mungkin sedang di jalan."
"Sudah di hubungi mbak."
"Aku telepon gak di angkat, sudah ku wa tadi."
Jelas Rena sambil menatap layar hp.
"Kalian bertiga duluan saja. Sebentar lagi mas Bagas pasti datang."
"Ya sudah mbak, kita duluan ya."
"Ok.. kalian hati-hati ya."
Mereka bertiga pergi meninggalkan Rena.
"Bagas belum datang Ren,,?"
"Belum." jawab Rena jutek.
"Maaf, aku lupa kalau malam ini ada pertemuan keluarga."
Dona menjelaskan dengan mata mengiba sambil memegang tangan Rena.
"Iya bu Boss... sudah sana pulang. Nanti kamu telat."
"Terus kamu bagaimana, aku antar kamu pulang ya."
"Sudah, gk usah. sebentar lagi mas Bagas pasti datang."
Mereka berpelukan.
Dona pun pergi meninggalkan butik.
Sementara Rena masih menunggu suaminya.
BERSAMBUNG
"Maaf dek, mas telat."
Bagas datang untuk menjemput Rena.
"Nggak apa-apa mas, lagian bukan salah mas juga."
"Kamu pasti sudah nunggu lama ya, aku tadi solat dulu setelah baca pesan dari kamu."
"Iya,,, nggak apa-apa."
Senyum Rena mengembang di bibirnya.
"Bagaimana kalau kita cari makan dulu. Aku lapar, soalnya tadi belum makan."
"Boleh, aku juga lapar mas."
Mereka menaiki sepeda motor meninggalkan butik.
Mencari tempat makan yang nyaman menurut mereka.
"Mas berhenti."
Bagas menghentikan laju sepeda motornya.
"Kita makan di sana ya mas."
Rena menunjuk warung makan di seberang jalan.
Walau di pinggir jalan, warung itu nampak bersih dan ramai pembeli.
Mereka menuju warung yang Rena tunjukkan.
Rena memesan makanan. Sementara Bagas mencari tempat duduk.
Mereka berbincang sambil menunggu makanan datang.
"Ren,, aku pengen beli mobil."
"Haa,,, apa mas."
"Mobil, aku pengen beli mobil. Tapi mobil bekas. Jadi harganya nggak mahal."
Rena hanya diam memandang meja tanpa menjawab perkataan Bagas.
"Sebentar lagi musim hujan, tempat aku kerja lumayan jauh."
"Tapi kan kita mau program kehamilan mas."
"Iya, aku tahu. Kita tetap program kehamilan. Tapi juga beli mobil. Aku akan mengajukan pembelian dari kantor. Jadi nanti gaji ku di potong setiap bulan. Lagi pula bukannya tabungan kita masih ada."
"Memang boleh mas, mobil kan harganya mahal. Apa kantor mau menanggung dulu."
"Coba tanya dulu saja."
"Terserah mas saja." ucap Rena tersenyum.
"Makasih ya.."
Bagas tersenyum sambil mengelus tangan Rena.
Makanan yang mereka pesan akhirnya datang.
Dengan nikmat mereka menyantap makanan yang tersaji di meja depan mereka.
(lapar apa doyan sih... lahap benar makannya 😀😀)
Setelah makan selesai mereka memutuskan untuk pergi ke taman terdekat.
Mereka duduk di sebuah kursi sambil melihat-lihat sekitar mereka.
Seketika pandangan Rena tertuju pada seorang wanita hamil yang sedang duduk sendiri di kursi taman sambil mengelus perutnya.Tidak lama kemudian datang seorang lelaki menghampirinya dengan membawa kantong kresek di tangannya. Senyum wanita itu mengembang, tangannya terulur mengambil kantong kresek yang disodorkan padanya. Terlihat begitu bahagia. Sang pria mengelus perut wanita di sampingnya dengan lembut.
B**etapa bahagianya mereka. Andai saja wanita itu adalah aku. Pasti mas Bagas juga sama seperti pria itu, begitu perhatian, bahkan mungkin lebih.
Kapan aku akan merasakan hal seperti itu.
Ya Alloh anugerah kan nikmat Mu itu pada kami. Jangan biarkan hati hamba terus seperti ini.
Air mata Rena menetes di pipi. Segera ia mengusapnya. Ia menengok kan kepala memandang suaminya. Entah apa yang ada di benak Rena saat ini.
takut di tinggalkan Bagas atau takut kecewa pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba Rena memeluk suaminya. Bagas pun kaget.
"Ada apa?" tanya Bagas sambil mengelus rambut Rena.
"Biarkan seperti ini mas, sebentar saja."
"Lama juga tidak apa-apa. Kita pulang saja. Di lanjut di rumah." canda Bagas
"Mas,,,," rengek Rena sambil mencubit pinggang Bagas.
Yang di cubit hanya tertawa pelan.
Sebenarnya Bagas tahu apa yang Rena rasakan.
Dia juga menyadari saat Rena terus memandang salah satu kursi di taman. Tapi Bagas hanya diam. Berpura- pura memainkan ponselnya.
Dia tidak ingin menambah rasa sakit di hati istrinya.
Bagas membiarkan Rena memeluknya. Dia mengusap lembut rambut Rena.
Bagas juga merasakan hal yang sama dengan Rena.
Tapi dia sadar. Sebagai seorang lelaki dia harus lebih kuat.
Dia tahu Rena sering menangis sendiri dan berpura-pura menjadi wanita kuat di depan banyak orang. Dan Bagas hanya diam.
Diam bukan berarti tidak peduli.
Diam bukan berarti tidak merasakan sakit hati ketika melihat wanita yang di cintai olehnya menangis dalam diamnya.
Dia hanya tidak ingin Rena semakin masuk dalam perasaan bersalahnya.
"Kita pulang Ren.. besok kita bekerja, jika terlalu malam takutnya nanti kamu capek."
"Iya mas,,"
Rena melepas pelukan suaminya.
Mereka menuju tempat parkir sepeda motor.
Dalam perjalanan pulang tidak ada perbincangan di antara mereka. Rena memeluk pinggang suaminya dari belakang. Sampai akhirnya mereka sampai rumah.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!