NovelToon NovelToon

Bidadari Tanpa Surga

Perempuan Unik

Perempuan unik

Joseph

Genap satu bulan sudah, aku berada di Indonesia, tempat kelahiranku, yang entah mengapa begitu asing bagiku. Yah, mungkin karena aku lebih lama tinggal di Amerika bersama kakekku. Ah, andai saja, kakek tidak meninggalkan aku secepat ini, mungkin aku masih akan tinggal di negeri paman Sam itu, dan tidak perlu menuruti ide konyol mama untuk tinggal di sini.

Lihatlah bagaimana diriku di tempat baru ini, bahkan dengan mamaku sendiri aku lerasa asing. Dia begitu sibuk dengan bisnisnya. Bahkan, untuk makan satu meja di pagi haripun kami tak sempat. Mama berangkat kerja sebelum aku bangun dan kembali pulang nanti saat aku sudah larut dalam mimpi di malam hari.

Kali ini pun masih sama, aku duduk di kursi ruang makan. Menatap piringku sendiri, meski makanan kesukaanku sudah tersaji di atas meja, rasanya aku malas sekali menyantapnya.

"ada apa, mister? Kurang suka dengan menunya? "

Perempuan ini, dia selalu memanggilku mister, padahal sudah kujelaskan, aku lebih suka dipanggil Joseph. Itu namaku. Tapi dasar perempuan berbaju lebar yang selalu aneh. Kemanamana selalu mengenakan penutup kepala, mama menyebutnya kerudung, ah, entah apa istilah populernya, bukan urusanku.

"masakanmu terlalu sayang kalau di makan sendirian. Sini, temani aku makan! " perempuan itu nampak terkejut mendengar perintahku.

" maaf, mister, tidak bisa. " Sebenarnya aku sudah menduga dia akan menolak.

" kenapa tidak bisa? Aku tidak keberatan kau makan bersamaku meskipun kau hanya seorang pembantu. Aku tahu kau belum makan. "

Aku mulai mengisi piring dengan nasi, lalu menambahkan sayur sop dan ayam goreng di atasnya. Masakan sederhana ini, berhasil memikatku setiap kali aku di Indonesia.

" hm, maaf, mister. Tapi mister bukan mahromku, jadi aku tidak bisa makan satu meja dengan Mister. Sudah, Mister makan saja, aku akan menyelesaikan pekerjaan di dapur. "

Perempuan aneh! Aku tidak tahu apa itu mahrom, dan alasannya mengapa tak mau ku ajak makan bersama. Apa dia pikir aku akan tertarik dengan dia yang hanya seorang pembantu unik berbaju lebar dan berkerudung panjang. Jika tak mau makan bersamaku, biar kunikmati sendiri saja makanan ini. Tapi sikapnya yang aneh itu cukup membuatku tersinggung. Selama ini, para wanita yang berusaha keras untuk sekedar minum di bar bersamaku. Tapi perempuan ini, selalu tampak menghindariku, putra tunggal majikannya.

"lagi ngapain kamu,?" suaraku mengagetkan perempuan itu. Cepat - cepat dia menghapus sesuatu di pipinya. Oh, apa mungkin dia nangis lagi? Perempuan yang selalu menundukkan kepala saat berbicara dengan ku ini memang sering menangis. Meskipun dia berusaha menyembunyikan, tapi aku bisa memperhatikan gerak geriknya selama ini. Kadang dia menangis saat mencuci piring atau menjemur pakaian. Tangisnya terdengar jelas saat dia melakukan ritual keagamaannya yang biasa disebut salat. Pernah aku melihat dia menangis sambil berceloteh lirih, mungkin dia sedang mengadu pada tuhannya. Terkadang, aku merasa iba. Entah beban apa yang sebenarnya ia tanggung.

"oh, ada apa, mister? Sedang membutuhkan sesuatu? " Dia sedikit gugup. Mengambil lap dan membersihkan meja dapur yang sebenarnya sudah bersih.

" Aku bosan ada di rumah terus. Tapi aku kurang tahu daerah ini. Kau mau, kan, menemaniku keluar. " Dia nampak kebingungan dengan ajakanku

" tapi, mister, pekerjaan rumahku masih banyak, sore ini saya harus pulang lebih cepat karena anak saya sedang kurang sehat. "

" oh, jadi anakmu sakit? Sakit apa? "

" hanya demam, mister. Insyaallah besok sudah sembuh. Aamiin. "

" yasudah lah, kalau hari ini tidak bisa, kapan-kapan temani aku keluar, ya. Kau tahu, kan, aku belum mengenal banyak orang sini, baru kamu, paman Budi si tukang kebun dan om zaki supir mama. "

" hmm, Insyaallah, mister. "

Amirah berlalu meninggalkan aku. Perempuan ini jual mahal sekali. Dia selalu menjaga jarak denganku. Bahkan tidak pernah melihat wajahku saat berbicara. Kadang aku merasa tersinggung. Tapi mama menjelaskan, bahwa memang itu adalah aturan dalam agamanya, kalau tidak diperkenankan untuk terlalu dekat dengan laki-laki selain suami, ayah dan saudara - saudaranya.

***

Sore ini Amirah ternyata memang benar-benar pulang lebih cepat. Biasanya dia akan selalu menunggu mama menelepon untuk memastikan pekerjaan rumah sudah beres atau belum., atau sekedar untuk menitipkan atau menambah pekerjaan kecil pada Amirah. Aku sempat mendengar Amirah menelepon mama saat mengambil minum di dapur tadi, dia pamit untuk pulang lebih awal. Padahal ada aku di rumah ini, mengapa harus repot menelepon mama hanya untuk sekedar pamit pulang. Perempuan unik ini terkadang membuat aku bingung. Tapi sikapnya justru membuat aku lebih menghormati dia. Hal yang tak pernah ku lakukan pada perempuan manapun selama ini.

Aku berjalan gontai menaiki tangga. Mataku tiba-tiba menangkap sebuah dompet lusuh di meja dapur. Aku pernah melihat Amirah menggamit dompet itu. Berarti mungkin dompet itu milik Amirah yang tertinggal karena terburu-buru pulang tadi. Aku urung menaiki tangga, memilih untuk memutar balik berjalan ke dapur. Ku ambil dompet itu. Pelan - pelan ku buka. Hanya ada ktp, foto anak kecil yang ku tahu adalah anaknya, dan uang 200 ribu.

'mama pernah bilang rumah Amirah tidak dekat dari sini. Walaupun tidak jauh, tapi dia yang biasanya hanya jalan kaki butuh waktu 25 menit untuk sampai ke sini. Kalau dia harus kembali ke sini lagi hanya untuk mengambil dompet ini, pasti dia akan kelelahan. Kalau tidak dia ambil.. Dia pasti nantinya butuh uang ini. Aku antar saja dompet ini ke rumahnya '

Entah mengapa hatiku bergumam seperti itu. Aku tak pernah seperduli ini pada seseorang. Apalagi wanita. Bagiku selama ini, wanita hanya teman tidur dan pemuas gairah. Dua wanita yang sangat aku sayangi hanya mendiang nenek dan mama.

***

"paman Budi, paman tahu rumahnya Amirah, kan?" aku mendekati paman Budi yang baru saja selesai menyiram tanaman depan rumah.

"iyya, mas Joseph. Ada apa, mas? "

" dompet Amirah tertinggal di dapur, aku akan mengantarkan ini. Paman antar aku ke rumahnya, ya. "

" oh, biar saya yang antar, mas. Mas joseph tidak perlu merepotkan diri. "

" tidak apa-apa, paman. Sekalian aku mau jenguk anaknya yang katanya sakit. "

" oh, begitu. Iyya, mas. Lalu kita ke sana naik apa, mas? Motor saya, atau mobil mas joseph? " paman Budi terkekeh menawarkan jasa motornya. Aku tahu dia mungkin mengira aku malu mengendarai motornya.

" boncengan pake motor paman juga asyik, tuh. Ayo, paman! "

Paman Budi terheran karena aku justru memilih motornya. Segera dia mengambil motor dan memboncengku. Mungkin paman Budi sedikit gugup, aku berusaha mencairkan kegugupannya. Bersiul-siul dan menyanyikan lagu kesukaanku.

" paman pernah ke rumah Amirah? " tanyaku pada Paman yang fokus pada jalan.

" pernah, saat disuruh mama Meri mengantarkan makanan untuk nak Amirah yang sedang sakit waktu itu. " aku mengangguk-angguk. Aku tahu, mama memang sangat perduli dan sayang pada Amirah. Mungkin karena mama masih merasa kehilangan dengan adik perempuanku yang meninggal di usia 15 tahun. Mungkin jika adikku masih hidup, dia akan seusia Amirah saat ini.

" apa masih jauh, paman? "

" itu tinggal masuk gang saja, mas."

Ternyata benar, jarak rumah Amirah tidak jauh tapi juga tidak dekat. Setiap hari ke rumah mama jalan kaki pasti cukup melelahkan. Tapi aku bisa melihat, Amirah memang seorang perempuan yang tangguh.

Paman Budi menghentikan motornya tepat di depan sebuah rumah sederhana dengan cat warna hijau yang sudah luntur.

"nah, sudah sampai, mas. Itu rumah Amira. " paman Budi menunjuk pada rumah di hadapan kami dengan dagunya. Aku berjalan mendekati pintu lalu mengetuknya pelan. Tak lama seorang lelaki berjenggot tipis membuka pintu.

" siapa? Ada keperluan? " Laki-laki itu tampak sedikit kebingungan Melihat ku. Tentu saja karena kami belum pernah kenal dan bertemu sebelumnya.

" aku Joseph. Anak dari majikannya Amirah. Tadi Amirah meninggalkan dompetnya. Aku ke sini untuk mengantarkan ini. " ku sodorkan dompet Amirah pada laki-laki yang ku tebak sebagai suaminya.

" oh, iyya. " Laki-laki itu mengambil dompet dari tanganku.

" terimakasih. Mari silakan masuk. Akan kupanggilkan Amirah. " Laki-laki itu masuk ke dalama rumah. Aku masuk dan duduk di atas sofa lusuh yang sudah pudar warnanya dan sobek kainnya.

" Amirah.. Amirah ada tamu. " Laki-laki itu berteriak memanggil Amirah yang entah sedang apa.

Tak lama Amirah muncul. Kali ini dia matanya melihatku. Dan tanpa sengaja mata kami bertemu. Entah mengapa tiba-tiba ada desiran halus dalam hatiku.

" Mister joseph? Ya Allah, tak perlu repot seperti ini, diantar siapa, mister? " Amirah kembali menundukkan pandangannya kala berbicara

" sama paman Budi. Tak masalah, lagi pula aku ingin tahu rumahmu. " Entah mengapa aku malah menjawab seperti itu, 'ingin tahu rumahnya, rumah seorang pembantu?,' aku merasa aneh. Tapi aku memang tidak terbiasa menganggap seseorang sebagai bawahanku. Karena selama ini, walaupun aku hidup di Amerika, tapi kakek selalu mengajarkan aku untuk hidup mandiri. Bahkan kami tidak memiliki asisten rumah tangga. Dulu nenek yang mengerjakan semua pekerjaan rumah, kakek berkerja dan sesekali merawat pertaniannya. Yah, walau Amerika, kami tinggal di sebuah desa, namun sangat nyaman dan canggih. Setelah nenek meninggal, kakek menggantikan peran nenek. Berkerja sambil mengurus rumah, tentu saja aku selalu membantunya.

"Oh, lalu mana paman Budi? Mengapa dia tak diajak masuk?" Amirah duduk di pojok sofa. Sepertinya dia kurang nyaman dengan kehadiranku.

"hmm, paman menolak kuajak masuk tadi. Bagaimana keadaan anakmu, apakah dia sudah lebih baik? " tanyaku padanya

" sudah kuberi obat, semoga dia segera pulih. "

Suami Amirah muncul dari dalam. Dia duduk di samping Amirah.

" ohy, mister, ini suamiku. " Amirah tersenyum pada suaminya. Kenapa pada suaminya? Bukan padaku? Bukankah dia memperkenalkannya padaku. Tapi aku jarang melihat senyumnya. Manis sekali. Suaminya hanya diam dan dingin.

" ok. Baik, aku permisi pulang saja, semoga anakmu segera sehat. "

" iya. Terimakasih. "

Aku berdiri dan berlalu meninggalkan mereka berdua. Amirah tidak menyuguhiku senyum sedikitpun. Walau dia bersikap ramah dan baik. Tapi aku merasa iri dengan senyum yang dia berikan pada suaminya.

Aku naik di boncengan paman Budi. Dia kemudian membawaku pergi dari tempat ini.

\*\*\*

\[12/7 00.14\] Masruroh: Tiba di rumah mama yang ukurannya 2 kali lebih besar dari rumah kakek di Amerika. Juga 3 kali lebih besar dari rumah Amirah. Aku menaiki anak tangga menuju kamarku. Kulihat sekilas mama sudah pulang dan sedang di dapur. Mungkin karena Amirah pulang cepat tak sempat membuat menu makan malam nanti, jadi mama menyiapkannya. Baguslah, setidaknya karena Amirah pulang lebih cepat, mama jadi ikut pulang lebih cepat. Paman Budi sekarang mungkin juga sudah sampai di rumahnya karena tidak terlalu jauh dari sini. Tidak lebih jauh dari rumah Amirah.

"Ma, aku datang, tapi langsung ke kamar, ya, mau mandi, " ucapku pada mama yang sepertinya belum menyadari kedatanganku.

" Hei, dari mana, sayang, "

" Dari rumah Amirah. "jawabku singkat sambil terus menaiki tangga.

" ha? Ngapain ke sana? "sudah ku duga, mama pasti kebingungan.

" nanti saja, aku mandi dulu, " jawabku tanpa menoleh ke bawah dan masuk ke dalam kamar.

Ku rebahkan tubuh di atas kasur. Mencoba memejamkan mata. Bayangan Amirah muncul di sana. Aku kembali membuka mata. 'kenapa dia tiba-tiba muncul di mataku? Dan senyum pada suaminya, kenapa terlihat anggun dan indah, padahal itu bukan senyumku' batinku bergumam. Ini memang aneh.

Aku menarik tubuhku untuk berdiri dan pergi mandi. Mungkin guyuran air segar bisa merilekskan otakku agar tidak kepikiran perempuan itu.

Rupanya mama pandai memasak juga. Menu lezat sudah rersaji di atas meja meski bukan Amirah yang menyiapkan semuanya. Mama mengajakku makan malam. Kebetulan perutku juga sudah bergoyang. Kali ini aku lebih semangat makan karena dibarengi mama. Wanita yang melahirkan aku 33 tahun yang lalu ini juga tampak senang bisa menikmati makan malam bersamaku. Aku tahu mama sangat menyayangiku walau tak pernah dia ungkapkan atau kadang sikapnya cuek. Kadang aku menghargai itu, bagaimanapun, mamaku sudah berjuang keras untuk ku. Setelah papa meninggal 5 tahun yang lalu, mama melanjutkan bisnis papa, dan aku tahu itu tidak mudah, karena mama tidak berpengalaman sebelumnya. Bisnis papa justru semakin maju setelah dikelolah mama. Mama bisa mengirimi aku uang untuk hidup dan sekolah di Amerika, hingga mama tidak pernah merepotkan kakek untuk masalah biaya hidupku. Begitulah mamaku, perempuan tangguh yang selalu bisa menyembunyikan dukanya dan selalu energik meski diusia yang tak lagi muda.

"Ngapain tadi kamu ke rumah Amirah? " Mama membuka obrolan di sela makan.

" Tadi dompetnya ketinggalan, jadi aku mengatarkan dompet itu ke rumahnya. Dia pasti memerlukan isinya, kan. "

" Peduli juga ya kau sama Amirah. " Mama tersemyum aneh.

" Yaa aku menganggapnya teman. Bukan pembantu, jadi ya tak masalah, kan, "jawabku sekenanya.

" iyya, lalu, gimana? Apa tadi kau juga melihat keadaan anaknya yang dia bilang sedang sakit? "

" Tak sempat, karena aku cuma sebentar di sana. Aku cuma bertemu suaminya yang dingin itu. "

" suami Amirah memang seperti itu. Dingin. Juga kasar pada Amirah. Mama heran bagaimana Amirah bisa bertahan dengan lelaki seperti itu. Padahal tidak sekali dua kali Amirah dipukul dan dicaci karena kesalahan yang sepeleh atau kadang karena kesalah pahaman. " Mama bercerita. Aku mendengar dengan antusias.

" what? Memukul? Wah, kasihan sekali Amirah. Pantas dia sering diam-diam nangis di sela pekerjaannya, " aku urung menyantap makanan. Kini aku tahu apa alasan Amirah menangis selama ini. Suaminya.

" iya, mama sering menasehati juga mengusulkan untuk bercerai saja. Tapi Amirah bilang, itu adalah hal yang dibenci tuhannya dan beban nya itu adalah ladang ibadahnya. Kalau dia sabar akan masuk surga, seperti itulah kurang lebih prinsipnya, " mama kembali menjelaskan. Aku berusaha memahami, terdiam beberapa detik.

" Sudah! Nikmati makananmu, son, " mama membuyarkan bayangan wajah Amirah yang menyembunyikan dukanya.

Segera kusantap makananku hingga habis. Namun pikiranku terus tertuju pada Amirah. Wanita yang terluka tapi menutupi lukanya. Dia selalu tampak tegar selama ini walau aku tahu, air matanya tak bisa disembunyikan didepan tuhannya.

Pengetuk Pintu Hati

Bab 2.

2 hari ini Amirah tidak datang ke rumah. Mama tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya terlihat lebih sibuk dan kuwalahan mengerjakan pekerjaan rumah di sela-sela bisnisnya. Aku ingin bertanya tapi takut akan dikira apa sama mama. Selama ini aku tidak pernah peduli pada orang lain, apalagi wanita. Mama akan mencium kepedulianku yang tak biasa jika aku bertanya tentang Amirah. Tapi, aku juga tidak tahu, mengapa aku merasa gelisah dan tak nyaman karena tidak bertemu dengan Amirah dua hari ini.

"Ma, sepertinya mama kerepotan, ya, harus mengerjakan pekerjaan rumah juga bisnis nya mama, apa perlu aku bantu? " tanyaku pada mama di sela sarapan kali ini. Memang sudah satu bulan aku di aini, tapi mama belum mengizinkan aku untuk ikut mengelola bisnisnya.

" tidak usah, mama masih sanggup. Belum ada pekerjaan yang cocok buat kamu. Pada saatnya nanti pasti mama akan memerlukanmu. Tapi belum sekarang, ya, sayang. " Aku tidak tahu apa yang diinginkan mama. Aku ikuti saja keinginannya, walau aku justru terkesan seperti anak kecil yang manja.

" oh, terus? Kenapa Amirah belum juga kembali bekerja? Apa anaknya masih sakit? " akhirnya pertanyaan itu meluncur dari mulutku

" Amirah? Mungkin. Dia tidak mengatakan dengan jelas alasannya dia libur. Kenapa? Kamu kangen, ya? Ingaat, dia itu sudah bersuami. " tuh, kan. Mama meledekku. Tapi kali ini kata-kata mama memperingatkan hatiku. Bahwa Amirah sudah bersuami. Dan aku tak pantas merindukannya

" Mama ini apaan, sih. Ya, kan, aku lihat mama kerepotan ngurus pekerjaan rumah. Butuh Amirah yang sdh biasa membantu kita. Makanya aku tanya, Lagipula libur tanpa alasan yang jelas kan seharusnya tak boleh, ma. Ya pastikan, dong, sama dia, niat kerja apa enggak, " aku berkilah.

" yah, aku kasihan saja sama Amirah, hidupnya kurang beruntung karena memiliki suami seperti itu. Padahal dia orang baik. Ya, nanti aku tanyakan lagi, kapan dia bisa masuk kembali. "

Mama buru-buru menghabiskan makannnya. Kemudian dia berangkat ke kantor setelah mencium pipiku. Ah, seperti anak kecil saja.

Pikiran ku beralih pada Amirah. Wajah polosnya. Ah, bagaimana perempuan sebaik dia harus mengalami ketidakbaikan. Dia begitu menjaga kemurnian dirinya hanya untuk sang suami. Tapi suaminya, justru bersikap kasar padanya. Tega sekali.

Aku menghabiskan makananku, lalu mzmbereskan meja makan. Ku bawa piring-piring kotor ke dapur, kemudian ku cuci. Yah, setidaknya aku bisa membantu mama dengan pekerjaan ringan ini.

***

Satu hari ini terlewat dengan pikiran kacau. Entah mengapa aku terus memikirkan perempuan berbaju lebar dan berkerudung itu. Sikap dingin dan jual mahalnya justru membuat alu penasaran. Tapi keramah tamahannya membuat aku menghabiskan perempuan itu. tidak! Aku tak bisa membiarkan kelacauan ini terus menggangguku. Ku putuskan untuk jalan-jalan di sekitar rumah. Mama pernah bilang ada tukang bubur yang enak di sekitar sini. Aku bergegas mencarinya. Tak jauh memang ku temukan gerobak tukang bubur kacang hijau yang sedang di kerumuni banyak pembeli. Aku ikut mengantri, walau sebenarnya agak malas dengan situasi seperti ini. Tapi setidaknya aku bisa melihat pemandangan lain dengan duduk di kursi antri ini. Beberapa orang termasuk para wanita melihatku. Mungkin karena belum pernah melihatku sebelumnya. Ah, para wanita yang selalu ingin diperhatikan. Hanya Amirah yang menurutku berbeda. Kenapa muncul nama Amirah lagi. Tak bisakah aku terbebas darinya walau sebentar saja.

Di tengah kebosananku karena antrian yang ternyata cukup panjang, mataku menangkap sosok laki-laki yang pernah ku temui sebelumnya. Zaki! Suami Amirah. Tapi, dia sedang berjalan dan menggandeng siapa? Itu jelas bukan Amirah. Aku mencoba mengejar laki-laki itu. Dan berhasil menyusulnya.

"hai, zaki? Kau, suaminya Amirah, kan? " zaki tampak terkejut melihatku. Dia melepas gandengan tangan perempuan nya.

" hai... Mister joseph, sedang apa di sini? "dia menjabat tanganku. Aku tersenyum padanya juga pada perempuan di sebelahnya.

" sedang membeli bubur kacang hijau. Karena Amirah tidak bekerja, jadinya aku yang harus membeli sendiri ke sini. Ohy, ini siapa? Dia... " aku mencoba menebak perempuan bertubuh tinggi, dan cantik di sebelah Zaki. Aku laki-laki, sudah kupastikan wanita ini adalah selingkuhan Zaki. Aku bisa melihatnya.

" oh, ini Santi. Gimana? Cantikkan? "Zaki membisikkan Pertanyaan itu di telingaku. Ku lirik perempuan yang juga berkerudung tapi lebih pendek dari yang biasa dikenakan Amirah.

" hhhmm, seleramu bagus. " jawabku pada Zaki yang juga tepat di dekat telinganya. Kini aku tahu, laki laki seperti apa suami Amirah.

" ok. Aku pergi dulu, ya, mister. "

" ok. Kalau bisa, besok suruh Amirah untuk masuk, ya. Mama sudah kerepotan harus ngurus rumah. Kalau tidak, mungkin mama akan mencari pengganti Amirah. "

" ooh. Siap, mister. "

Mereka berlalu. Aku memandangi mereka sampai tak terlihat di belokan. Perempuan yang digandeng Zaki memang lebih cantik dari Amirah. Tapi, tak seharusnya Zaki bersikap seperti itu. Amirah wanita yang baik dan selalu menjaga kesucian diri. Zaki tak sadar telah memiliki permata keberuntungan.

Aku kembali pada tukang bubur. Antrian sudah sepi. Ku pesan 3 bubur kacang hijau. Untuk ku dan paman Budi.

Aku memberikan bubur yang kubeli pada paman Budi, dia nampak senang dengan pemberianku yang sangat sederhana. Kami memakan bubur itu bersama. Paman Budi sedikit canggung awalnya. Tapi aku bisa mencairkan suasana. Kami menikmati bubur itu bersama layaknya teman.

"paman tahu kenapa Amirah tidak bekerja dua hari ini? " aku memberanikan diri menanyakan tentang Amirah pada Paman Budi, walau mungkin kesannya aneh. Ah, biarlah.

" aku tidak tahu, mas. Tapi biasanya dia tudak masuk jika anak atau dia sendiri sedang sakit. " jawab paman di sela makannya.

" oh, kasihan sekali, anak dan istrinya sedang sakit, suaminya malah enak-enakkan pacaran sama cewek lain. " kataku sambil menyantap bubur enak itu.

" ha? Mas joseph tahu? "paman Budi sedikit terkejut.

" yah, tadi aku melihat suami Amirah bergandengan dengan perempuan lain. Bahkan kami bertegur sama tadi. "

" suami nak Amirah memang bukan laki-laki yang baik. Selain pemabuk dan penjudi, suaminya juga kerap memukul nak Amirah juga tukang selingkuh, aku heran dengan kesabaran wanita itu," terang paman Budi

"wah, separah itu, ya. Bagaimana Amirah bisa bertahan dengan suami model begitu. "

" ketidakberuntungan nak Amirah adalah akibat dari orangtuanya sendiri, nak Amirah ibarat penebus hutang ayahnya pada ayah Zaki. "

" oh, jadi begitu ceritanya? Kok bisa, paman? " aku antusias dengan cerita paman, begitu semangat ingin tahu banyak tentang Amirah.

" dulu ayah Zaki adalah orang yang sangat kaya. Ayah Amirah yang miskin memiliki banyak hutang padanya. Karena tidak bisa membayar, ayah Zaki meminta Amirah untuk menjadi menantunya. Ayah Zaki yakin bahwa kesholehaan Amirah mampu merubah kebrutalan anaknya. Dan terjadilah pernikahan itu. "

" lalu kenapa sekarang Zaki menjadi orang miskin? "

" satu tahun penikahan, Zaki kalah taruhan, Zaki kalah di meja judi, semua kekayaannya ludes. Ayahnya syok dan mengalami serangan jantung. Meninggal setelah koma selama satu minggu. "

" oh, betapa brengseknya laki-laki itu. "

" yah, seharusnya nak Amirah pergi meninggalkan laki-laki itu, ada banyak laki-laki baik yang akan sangat menyayanginya. "

Bayangan Amirah berkelebat di mataku, wanita anggun itu. Aku harus membantunya keluar dari neraka yang dia tempati.

" yasudah, paman. Aku masuk dulu, buburnya memang enak, ya. Lahap sekali aku makan tadi, sisa satu bungkus bisa paman makan nanti. "

" wah, terimakasih, mas joseph. "

Kali ini hatiku benar-benar bertekad untuk membebaskan Amirah dari deritanya. Dia adalah perempuan istimewa. Seharusnya dia diperlakukan dengan istimewa pula. Ah, tapi, aku dan dia berbeda agama. Apakah mungkin aku bisa meraihnya. Sedang jalan kami berbeda.

***

Malam ini aku tidak bisa tidur dengan tenang, entah mengapa, aku semakin kepikiran Amirah. Wanita itu, tak pantas mendapatkan suami seperti Zaki. Aku bangun dalam keadaan lesu sekali. Mungkin karena tidurku yang tak nyaman. Aku menuruni anak tangga, mencari-cari mama. Tapi tak juga menemukannya. Mama sudah jelas telah berangkat di jam 8 begini. Aku melihat makanan yang tersaji di meja makan. Sudah dingin. Tapi perutku yang bergoyang meminta untuk segera melahapnya. Pelan ku dengar pintu diketuk. Entah siapa yang datang. Mengganggu orang makan saja. Aku berjalan malas menuju pintu dan membukanya. My God, mataku terpana melihat sosok yang berdiri di depanku. Amirah! Hatiku sontak berbunga. Aku seperti menemukan berlian yang selama ini hilang. Ah, betapa anehnya aku. Tak pernah aku merasakan hal seperti ini sebelumnya. Kali ini, Amirah datang bersama anaknya. Laki-laki yang lucu dan tampan. Matanya mirip sekali dengan Amirah.

"wow, Amirah? Apa kabar? Kalian sudah sehat? " Amirah tersenyum dan mengangguk pelan. Tapi aku melihat sebuah luka memar di ujung bibir Amirah. Aku menduga apa yang telah terjadi, mungkin suaminya kembali bersikap kasar, dasar brengsek.

Aku menggendong pria kecil itu. Amirah sedikit terkejut. Tetapi anaknya justru kegirangan. Dia tertawa-tawa

"hai, jagoan, siapa namamu. " aku membawanya masuk.

" aku Akmal, " jawabnya singkat sambil tersenyum. Amirah mengikuti kami dua langkah dibelakang.

" wow, Akmal. Kau sudah makan? Lihat ada banyak makanan di meja, kau mau makan? " Akmal mengangguk cepat. Amirah terlihat canggung.

" tadi, kan, Akmal sudah makan? Apa tidak kenyang? " Amirah merasa sungkan.

" tapi Akmal mau itu.. " Akmal menunjuk pada ayam bakar dan steak. Aku senang dengan sikap terbukanya yang lucu. Khas anak kecil.

" ah, sudah lah, Amirah, Akmal kan ingin makan, biarkan saja. Kau juga bisa makan, kalau tidak suka aku di sini, aku bisa pergi dulu. Kalian makanlah. "

" oh, tidak usah, mister. Biar kami bawa makanannya ke dapur, mister lanjutkan makannya. "

" ha? Kalian akan makan di dapur. Sedangkan di sini masih ada tempat untuk kalian. Sudah makan saja. Aku gampang, nanti saja. "

Aku pergi, memberi kesempatan pada mereka untuk menikmati makanan yang ada. Aku tidak tahu, perasaan apa ini namanya. Melihat Amirah, aku begitu bahagia. Ada semangat baru. Dan hatiku berbunga-bunga. Apakah aku telah jatuh cinta? Pada Amirah, seorang muslim yang sudah bersuami.oh,apa apaan ini.

Aku memperhatikan ibu dan anak itu dari atas. Amirah begitu telaten pada putranya. Wanita seperti itu harus mengalami beban mental dari suaminya. Ah, kehidupan kadang tak adil.

Aku menuruni tangga setelah memastikan mereka telah selesai makan.

"hai jagoan, sekarang kau mau main denganku, kan? Sementara itu, biar ibumu mencuci piring lalu mengerjakan tugas lain. " aku berjongkok mensejajari tubuh kecil Akmal. Anak kecil itu mengangguk. Aku menggandeng tangannya dan keluar rumah menuju halaman. Kulirik Amirah yang memperhatikan kami. Dia tidak mengatakan apa-apa, tapi aku tahu dia menyukai keakrabanku dengan anaknya.

Di halaman kami bermain sepak bola. Cukup seru walau aku lebih banyak mengalah pada anak kecil ini. Membuat seorang anak kecil bahagia ternyata sangat menyenangkan.

Seorang penjual es krim keliling melintas. Aku memanggilnya. Kupesan 3 es krim rasa durian

"Akmal! Kau suka? " dia mengangguk cepat, lalu berlari mendekatiku. Kuberikan satu es krim padanya.

" ibumu juga suka tidak? Kuberikan ini padanya, ya. Ayo masuk dulu. " Akmal mengekori langkahku memasuki rumah. Mataku menangkap sosok Amirah yang sedang membersihkan lantai. Aku mendekatinya lalu menyodorkan es krim di tanganku padanya. Amirah sedikit terkejut.

" eh, mister.. " dia menerima ed krim pemberianku.

" kau mau jadi temanku? " tawarku pada Amirah.

" mmm.., kenapa tidak. Mister itu majikan yang baik. "

" jika kita teman, panggil aku joseph. Jangan mister! "

" tapi.. "

" sudah. Gak perlu nawar. Aku joseph, bukan begitu jagoan kecil? " aku tersenyum ke arah Akmal yang menikmati es krimnya. Akmal mengangguk cepat.

" aku panggil om joseph. " suara Akmal yang lucu keluar. Aku tersenyum lalu mencubit gemas pipinya. Amirah pun tersenyum. Aku senang melihat senyumnya

" baiklah, seperti yang kau minta, joseph. " kali ini dia memberikan senyum padaku. Indah sekali. Aku merasa bahwa ini adalah awal yang indah. Setidaknya aku menjadi kawan baiknya. Aku mengajak mereka duduk. Kali ini Amirah tidak menolakku seperti biasanya, walau dia tetap memilih diduk lebih jauh dariku. Meski begitu, Akmal justru duduk sangat dekat dan menyandarkan kepalanya di pundakku. Mungkin, anak kecil ini merasa nyaman bersamaku.

Setelah es krim habis, Amirah melanjutkan pekerjaannya. Aku mengajak Akmal nonton kartun di kamarku. Dia sangat senang, aku tidak tahu bagaimana kondisi televisi di rumahnya, tapi melihat Akmal yang sangat antusias bisa kupastikan, selama ini dia tidak pernah menikmati kelayakan di rumahnya. Yah, aku tahu hal itu.

Beberapa menit, Akmal sudah tertidur, dia tampak sangat pulas walau hanya tidur di atas kasur lantai. Aku mengambil selimut, dan menyelimuti tubuh mungil Akmal. Ku rasakan tenggorokan ku kering, aku turun mengambil minum. Ku lihat Amirah sedang sibuk di dapur.

"Akmal sudah tidur di kamarku," kataku pada Amirah sambil mengambil minum di lemari es.

"oh, ku harap dia tidak merepotkan mu. " jawabnya. Dia masih fokus pada sayuran di hadapannya. Berkata tanpa menoleh padaku.

"tentu saja tidak. Aku malah senang punya teman." Amirah tersenyum walau dia masih tidak menoleh padaku.

"ohy, boleh aku tanya? " tanyaku pada Amirah

" ada apa? "

" apa lebam di ujung bibirmu adalah akibat dari pukulan suamimu? " Amirah terdiam. Dia menyentuh bibirkan.

" kenapa kau harus memperhatikan ku sampai sedetail itu? "Amirah nampak kurang suka.

" siapapun yang melihatmu pasti tahu. Bekas lebam itu sangat jelas. Sudah pasti rasanya pun sakit. Brengsek sekali suamimu itu! "

" jangan katakan itu! Kau tidak punya hak. Dia suamiku, dia bebas melakukan apapun padaku. Lagipula aku memang salah. "

" kesalahanmu adalah menikah dengannya. Kau bisa memperbaiki kesalahanmu itu dengan berpisah dengannya. "

" diamlah, jangan katakan apapun. Aku sedang tidak ingin membahas ini. Aku sedang sibuk memasak, tolong, pergilah! " aku menuruti perintahnya. Mungkin kali ini dia tidak mendengarkan aku, tapi aku yakin, suatu hari nanti, aku akan membebaskan dia dari neraka dan bajingan itu. Aku pergi, sebelumnya kulirik Amirah yang mulai menitikan air mata. Oh, Amirah, bidadari yang terluka. Dia berhasil mengetuk hatiku.

Perempuan Membuka Duka

Bab 3

Perempuan membuka duka.

Pagi-pagi sekali aku memutuskan untuk joging. Hal yang biasa ku lakukan saat di Amerika. Tapi sejak datang ke Indonesia aku belum pernah melakukan nya walau sekali saja. Kali ini aku bertekad untuk joging, sebelum mama bangun, aku sudah bersiap di luar rumah.

Udara pagi sangat sejuk. Nikmat sekali. Memang Indonesia adalah tempat yang ramah, bukan cuma orangnya, pemandangan dan suasananya pun seperti itu. Aku berlari-lari kecil menyusuri trotoar. Beberapa orang juga sedang menikmati joging mereka. Ada juga yang sekedar berjalan-jalan saja. Peluhku bercampur dengan udara dingin. Aku mengusapnya dengan handuk. Kulihat sebuah bangku di bawah pohon mangga yang tidak terlalu besar. Aku duduk di sana, meneguk air putih dalam botol yang sudah ku siapkan. Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku. Aku menoleh dan melihat siapakaj dia. Zaki, suami Amirah. Kebetulan macam apa ini. Aku tersenyum padanya, dia membalas senyumku.

"wah, aku belum pernah melihatmu joging, mister. Baru kali ini, ya. " Dia duduk di sampinhku tanpa ku suruh. Tangannya bersedekap melawan hawa dingin.

" iya, memang baru ku lakukan kali ini. Kau dari mana? " tanyaku padanya.

" sekedar jalan-jalan saja," jawabnya singkat. Suasana menjadi hening. Melihat laki-laki ini aku teringat akan Amirah dan Akmal. Tetapi menanyakan mereka padanya, mungkin hanya akan membuat dia curiga.

"boleh aku mengatakan sesuatu, mister? " dia membuka suara setelah suasana hening sesaat tadi.

" tentu boleh. " aku memandang wajahnya. Dia lelaki yang tampan. Hidungnya mancung dan kulitnyapun bersih.

" aku tahu, kau.. Menyukai istriku Amirah. Bukan begitu? " aku terkejut dengan pertanyaan nya. Tak menyangka dia se terua terang itu pada ku

" what? Bagaimana kau bisa berpikir begitu? " aku mengelak. Tentu saja, walau tuduhannya itu benar. Tak mungkin aku mengakuinya. Zaki tertawa. Aku merasa risih dengan tawanya.

" sudahlah, mister. Aku tahu, kau menyukai Amirah. Dan tenang saja, aku tidak akan marah untuk hal itu, aku justru memberimu tawaran. " aku bingung dengan laki-laki ini. Jika dia yakin aku menyukai istrinya, kenapa justru dia tak marah.

" tawaran? Tawaran apa? Lagi pula jangan salah sangka. Amirah adalah asisten rumah ku, masa iya, aku menyukainya. " aku masih mengelak. Bukan karena takut dia marah padaku. Aku justru takut dia marah pada Amirah.

" mister Joseph, siapapun pria yang melihat Amirah pasti akan tertarik. Aku tahu istriku itu cantik dan mempesona. Tapi sebagai suami, aku tidak hanya butuh kecantikannya. Aku butuh lebih dari itu, dan jika kecantikan nya bermanfaat untukku, kenapa tidak ku manfaatkan? " sejujurnya aku tidak paham arah pembicaraannya. Aku hanya memandangnya, menunggu apa yang ingin dia katakan selanjutnya.

" mister Joseph, aku bisa membebaskan istriku untukmu selama 3 hari untukmu, asal kau mauemberiku sejumlah uang. " Aku terperanjat.

" kau mau jual istrimu? " kataku dengan nada keras. Tak percaya.

" yaa, jika ada pembeli kaya sepertimu kenapa tidak. " Aku terdiam. Berpikir apa yang seharusnya ku lakukan. Bukan karena aku tergiur membeli tubuh Amirah, tapi aku ingin membuktikan pada Amirah betapa bejatnya suaminya ini. Aku mengeluarkan ponsel, mengaktifkan rekaman, lalu kupancing Zaki untuk menunjukkan siapa dirinya sebenarnya.

"kenapa kau mau menjual istrimu? Dan kenapa kau pilih aku sebagai pembeli. "

" aku butuh uang. Aku kalah judi. Dan kekasihku shafi juga minta uang. Akuvtak punya uang. Aku bisa saja menjual istriku pada orang lain yang juga kaya. Tapi.. Aku lebih memilihmu. Gimana? Kau mau? Bukankah membeli perempuan sudah biasa bagimu di Amerika." aku ingin memukul wajah lelaki ini. Tapi ku tahan. Akubmemang sering membeli wanita, tapi, seorang perempuan seperti Amirah pantaskah disamakan dengan perempuan bayaran?

"lalu? Apa Amirah akan mau melayaniku? "

" yah, dia tidak akan mau. Kau bisa sedikit memaksanya. Akan ada sensasi nikmat di bagian ini. "

" lalu, di mana aku bisa menikmati tubuh Amirah? "

" kau bisa membawa dia ke hotel. Atau kemanapun yang kau mau." Dasar laki-laki bodoh. Kalau aku mau, sejak dulu bisa ku sentuh Amirah di rumahku sendiri saat tak ada orang.

"memang, kau butuh uang berapa? "

" yaah, tak banyak, 20 juta saja. Amirah itu cantik dan seksi. Hanya saja, tubuhnya tertutup gaun kunonya. "

" kau yakin? Rela untuk ini? "

" kenapa tidak? Aku sangat yakin. Demi uang. "

" baiklah, ku transfer uangnya sekarang juga. Aku bisa memberimu lebih asal kau mau menceraikannya. " tawarku. Seperti menawar barang dagangan. Zaki berpikir sebentar.

" aku tak bisa menceraikannya. "

" kenapa? "

" tak bisa lah, tak bisa ku ceritakan padamu, ku kirim no rekeningku. Nanti transfer seperti nominal yang ku minta tadi. Dan kau bisa nikmati tubuh istriku sepuasnya. "

" untuk ini aku butuh bantuanmu. "

" bantuan, apa? "

" antarkan Amirah menemuiku nanti malam, carikan tempat penginapan yang nyaman. " Deal. Kami sepakat. Aku berdiri dan melanjutkan joging, sebelumnya kututup pemutar rekamanku. Akan ku buat Amirah mengerti bahwa suaminya tak pantas dia pertahankan.

***

Aku menyibukkan diri di kamar. Tidak keluar walau aku tahu Amirah sudah datang. Aku ingin langsung menceritakan apa yang terjadi pagi tadi. Tapi, aku tahu sifat Amirah, dia tidak akan percaya begitu saja, dan membela suami bejatnya. Lagipula aku ingin tahu kebenaran dari mulut Zaki. Apa dia memang benar-benar mengirimkan Amirah untukku. Zaki mengirim alamat lokasi penginapan. Tapi aku menolak untuk mentrasfer uang sebelum semuanya selesai, dan aku bisa benar-benar menikmati tubuh Amirah. Dia setuju.

Tepat pukul 4 sore aku baru keluar dari kamar, Amirah mencoba untuk menawariku makan siang yang sudah terlambat. Aku menolaknya. Amirah nampak bingung, tapi ku biarkan saja. Aku pun pergi ke alamat penginapan yang dikirim Zaki. Melajukan mobil dengan santai ke sana. Sebelumnya aku berpamitan pada mama lewat chat wa, bahwa aku akan menginap di tempat lain bersama temanku. Mama terheran karena tiba-tiba aku memiliki teman bahkan berencana menginap dengannya. Tapi, untunglah aku berhasil meyakinkan mama. Dia memberi izin dengan 10 syarat yang sangat kekanakan, salah satunya harus memberikan mama kabar secara berkala. Konyol. Padahal di Amerika, aku biasa menginap di rumah teman dan bersenang-senang seminggu lamanya.

Mobilku sampai di alamat yang dikirim Zaki, ku telfon dia. Dan memang benar ini tempatnya. Indah dan sejuk. Rumahnya berada lebih tinggi. Di sekelilingnya banyak taman bunga. Rumah itu tidak begitu luas, tapi terlihat nyaman. Aku mendekati satpam dan memperkenalkan diri. Setelah tahu namaku, satpam itu pun membukakan pintu gerbang. Aku masuk dan memarkir mobil. Ternyata Zaki berpengalaman menyewa penginapan seperti ini. Yah, mungkin ini salah satu keahliannya.

Hari mulai gelap. Senja merah berangsur memudar. Malam mengulumnya dalam kegelapan. Aku duduk menikmati acara televisi sendiri di rumah itu. Mencoba merilekskan pikiran. Tak tahu mengapa, hatiku justru berdegub kencang. Suara pintu terbuka dan aku tahu seseorang sudah memasuki rumah. Aku memang menyuruh Zaki agar langsung membawa Amirah masuk jika sudah sampai di sini. Aku duduk membelakangi pintu. Televisi kubiarkan menyala walau sebenarnya aku tidak sedang menontonnya.

"Assalamu'alaikum, tuan. Hm.. " aku mendengar suara itu. Alu sangat hafal. Suara Amirah. Dia tidak tahu aku joseph, karena ia tidak akan memberikan salamnya untukku. Aku memutar kursiku. Mata kami bertemu. Dia syok dan terkejut.

" Joseph? Kau? "

“iya Amirah, aku."

"sebenarnya ada apa ini? Mas Zaki membawaku ke sini, dia bilang ada yang membutuhkan babby sitter, dan akan menggaji dengan gaji yang lumayan besar. "

" dan kau mau. " dia terdiam.

" sebenarnya aku tidak tertarik, tapi mas Zaki memaksaku mencoba melakukan pekerjaan ini. "

" duduklah di kasur! "

" apa? Tidak, aku akan keluar. " aku menarik tangannya. Mendekatkan bibirku di telinganya.

" dengar, kali ini jangan bersikap dingin atau jual mahal. Kau adalah milikku. " Amirah mendorong tubuhku menjauh darinya.

" bukankah kita berteman, Joseph. Kau kenapa? "

" malam ini kita harus tidur di sini. Bersama, Amirah. "

" gila! Kau gila! " Dia memutar badannya, lalu melangkah keluar. Aku mecegahnya. Aku menarik tangannya. Lalu menyibak kerudung yang menutupi kepala dan rambutnya. Kerudung itu jatuh. Dia syok. Melotot padaku. Tetapi aku justru terpana dengannya. Wanita ini memang cantik. Rambut hitamnya terurai panjang. Anggun sekali.

"ya Allah.., joseph. Ada apa denganmu? "dia berusaha mengabil kerudungnya yang jatuh di lanti. Tapi aku lebih dulu mengambil kerudung itu, kemudian membuangnya. Aku mendekat pada tubuhnya. Kini jarak kami hanya sebatas nafas. Dekat sekali. Jantungku berdegub kencang aku tak pernah merasakan ini.

"Amirah, suamimu sudah menjualmu padaku. Dan aku bebas menikmati tubuhmu selama 3 hari ini. " dia mendorongku. Tapi aku justru menarik tubuhnya ke dalam pelukanku. Amirah mulai menangis. Dia meronta.

" katakan padaku, apa yang harus aku lakukan? Aku sudah membelimu, Amirah. Kali ini, diamlah dan jangan berontak." aku berhasil mendekapnya. Walau dia berusaha meronta. Bahkan kini aku berhasil menyentuh pipinya yang basah karena air mata.

"tolong jangan, joseph. Kita teman, bukan. " Amirah menangis. Aku merasa iba. Ku pandang wajahnya. Ku beranikan diri mencium pipi, dan keningnya. Amirah menutup mata. Dia terus menangis. Aku tak bermaksud ingin menyakitinya. Aku hanya ingin sedikit menyentuhnya.

Ku pegang bibirnya yang basah, lalu ku kulum. Dia meronta dan mendorongku sekuat tenaga. Nafasnya memburu.

"Joseph, aku mohon. Jangan lakukan ini. Aku mohon. " dia melipat tangannya di dada.

" baiklah. Kita.. Bicara di kasur. Jangan menolak, karena jika kau menolak, aku justru melakukan hal yang lebih. "

Rupanya dia menurut. Amirah duduk di ujung kasur. Dia sangat ketakutan. Air matanya terus mengalir. Tidak, aku tidak menginginkan ini. Aku mengeluarkan ponsel lalu memutar rekaman pembicaraan ku dengan Zaki pagi tadi. Amirah tergugu.

" maafkan aku, Mir. " ucapku sambil mengelus rambutnya. Dia merasa risih.

" lalu, apa yang akan kau lakukan padaku, Joseph? Apa kau akan... " Amirah mentapaku. Seolah memohon agar aku tidak melakukan itu padanya.

" Amirah, aku akan katakan padamu, aku memang telah jatuh cinta padamu. Aku belum pernah merasakan hal seperti ini pada wanita manapun. Jika aku ingin menidurimu, sudah ku lakukan sejak kemarin di rumah saat sepi. Tak perlu seperti ini. Tak perlu pula mengeluarkan uang sebanyak itu. Aku lakukan ini agar kau sadar. Dia bukan suami yang pantas untuk mu. " Amirah terisak. Tangisnya pecah. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tergugu dalam tangis pilu.

" Joseph, dalam agamaku, berdua saja dlm ruangan seperti ini adalah dosa, apalagi sampai berzina. Aku tidak mau melakukan itu. Tilong jagalah aku. " permintaannya membuat ku luluh. Aku sadar, bukan tubuhnya yang kuinginkan. Tapi hatinya.

" aku tidak akan menyentuhmu, asal kau janji kau akan bercerai dengan Zaki, dan menikah denganku. " tawarku padanya.

" Joseph, aku tahu, suamiku bukan orang yang baik. Aku tahu dia orang yang kejam. Tapi, aku telah berjanji pada ayah mertuaku, aku tidak akan meninggalkannya sebelum dia benar-benar bertobat dan menjadi laki-laki yang baik. Ayah mertuaku adalah orang yang sangat baik dan berjasa padaku. Aku berjanji akan menepati permintaan terakhirnya. " Aku mendengar ceritanya. Mataku memandang wajah cantiknya yang basah oleh air mata.

" lagipula, " lanjutnya," kita berbeda agama, tak akan bisa bersama. Aku tidak akan menikah dengan orang non muslim. Maafkan, aku. Kau adalah majikanku, juga sahabatku. " hatiku seperti dipukul oleh benda keras. Akubtak bisa memiliki Amirah bukan hanya karena dia bersuami, tapi juga karena beda keyakinan. Yah, kenapa aku tak memahaminya. Jiwaku tersinggung. Aku merasa tak terima. Apakah mungkin aku tak bisa memilikinya? Belum pernah aku merasakan perasaan seperri ini. Aku berdiri dan entah mengapa aku merasa marah, aku tak terima jika tak mungkin bisa memilikinya.

"jadi, aku tak mungkin memilikimu, Amirah? Padahal aku benar-benar telah jatuh cinta, dan aku bisa menjadi suami yang lzbih baik daripada Zaki. Baiklah, maafkan aku! "aku menarik dagunya. Ku kulum bibirnya. Amirah berontak. Tapi aku lebih kuat. Kutarik pakaiannya hingga sobek.Amirah meronta dan menangis. Dia memohon-mohon pilu. Tapi akuvterlalu marah. Aku sudah menghormatinya. Tapi dia menyatakan ketidakmungkinannya untuk menikah denganku. Jiwa dan hatiku terluka. Sebagian pakaiannya sudah terlepas. Aku melempar tubuhnya di atas ranjang lalu menindihnya. Ku ciumi pipi, kening, dan bibirnya. Amirah meronta. Tapi perempuan itu kehabisan tenaga, dia pasrah ketika aku berhasil menjamah miliknya yang paling berharga. Hanya air matanya yang meleleh. Tubuhnya pasrah. Aku berhasil menyetubuhinya.

***

Aku membuka mata. Pagi sudah menyapa. Ku lihat Amirah masih tertidur di sampingku. Tubuhnya masih tanpa sehelai pakaian, hanya terbungkus selimut. Pergulatan kami semalam telah memberi bekas cinta yang luar biasa di hatiku. Kini aku benar-benar telah jatuh cibta pada perempuan ini. Ku pandangi wajahnya yang semakin cantik. Kali ini aku akan membebaskan dia dari Zaki, dan berjanji menghujaninya dengan cinta. Perlahan ku cium keningnya. Amirah menggeliat, hasratku kembali membuncah melihat dia tanpa pakaian. Tapi aku tak mau lagi memaksanya. Aku hanya akan bercinta jika dia pun rela.

Mata bulatnya terbuka. Dia sedikit terkejut mendapati dirinya yangvtak berpakaian terbaring tidur di sampingku. Aku tersenyum padanya. Mungkin dia lupa apa yang telah terjadi semalam. Dia memejamkan mata dan tampak ketakutak. Ku genggam tangannya yang hangat.

"Maafkan aku, Amirah. Sebenarnya aku tidak berniat melakukan ini, tapi.. Hatiku tersulut emosi saat kau mengatakan tak akan pernah mungkin menjadi milikku. " Amirah menarik tangannya.

" apa aku bisa memaafkan lelaki yang sudah melakukan ini padaku? Rasanya tubuhku ini sudah penuh dengan kotiran. Joseph, kenapa kau melakukannya. "

" aku mencintaimu Amirah. Aku sangat mencintaimu. Aku benar-benar jatuh cinta. " ku dekatkan bibirku pada pipinya. Lalu kucium. Amirah memejamkan mata. Rupanya dia lebih tenang sekarang.

" Amirah, aku akan melakukan apapun untuk mendapatkanmu. Aku janji akan membuatmu lebih bahagia. Aku tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Aku memang sudah terbiasa tidur dengan wanita bayaran, tapi rasanya tidak seperti ini. Setiap yang kulakukan adalah karena aku mencintaimu. " ku pandang wajah Amirah yang menunduk. Air matanya tidak lagi menetes. Tapi ada luka di matanya. Aku memeluk tubuh Amirah. Dia tidak menolak. Walaupun dia tidak membalas pelukanku. Aku tidak tahu apa yang ada dalam hati wanita ini sekarang. Ku tatap matanya. Tiba-tiba aku teringat kenikmatan yang ku renggut secara paksa dari tubuhnya. Aku akan menebus semua itu. Aku akan berjuang mendapatkan wanita ini.

"Amirah, katakanlah sesuatu. "

" apa yang bisa ku katakan? Sekarang aku hanya bisa pasrah. Joseph, tolong setelah ini antarkan aku pulang. Aku hawatir pada Akmal. Aku tidak tahu, apakah Zaki merawatnya dengan baik atau tidak. Tapi anak kecil itu, pasti mencari-cari aku, ibunya. " aku memaklumi kehawatiran Amirah. Ku ciumi kening, pipi dan bibirnya. Amirah bahkan tidak meronta.

" Zaki memberiku waktu 3 hari bersamamu, tapi aku tahu kehawatiran mu pada Akmal. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Setelah ini, kita mandi dan kuantar kau pulang, ya. " Amirah terdiam. Dia hendak beranjak dari tempat tidur. Menarik selimutnya untuk menutupi tubuh telanjangnya. Ku tarik tangannya, dia terjatuh ke dalam pelukanku. Hasratku kembali membuncah, melihat wajah polosnya. Ku belai wajah dan tubuhnya.

" Joseph, kita bukan suami istri. Ini haram. " dia mencoba menjelaskan. Tapi ku tutup mulutnya dengan mulutku. Dia tidak memberontak. Perlahan aku sudah berjongkok di atas tubuh telanjangnya. Aku tak bisa menahan gejolak hasrat ku. Amirah begitu pasrah saat aku kembali menyentuh dan menjamahnya. Walau tak ada *******, tapi aku bisa merasakan kali ini dia menikmati sentuhan ku. Amirah, perempuan ini lebih tenang, tapi aku tak tahu apa yang ada dalam hatinya sekarang. Entah dia suka atau tidak. Entah dia terluka atau tidak. Yang jelas, kali ini ku lakukan semua dengan perasaan cinta. Amirah tidak menangis, juga tidak memberontak. Dia juga tidak mengatakan apa-apa. Sedangkan aku, menuntaskan gairahku padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!