Novel ini Juara Tiga Bosque dalam lomba menulis cerita fantasi. Selamat membaca ....
Aku menjalani hari yang membosankan setiap harinya. Pagi hingga sore, Aku akan standby di SPBU kecil di dekat kawasan cagar alam Rimba Panti. Menunggu mobil yang ingin mengisi bahan bakar; itupun kalau ada. Karena Aku bekerja di dekat Pintu gerbang dunia bawah Level Maksimum, tetapi Pintu itu belum terbuka, walaupun demikian pemerintah telah mengevakuasi seluruh penduduk ke zona hijau dan menetapkan kecamatan Panti, sebagai kawasan zona merah, yang berarti dilarang memasuki kawasan itu. Makanya Aku hanya mengisi bahan bakar mobil-mobil TNI saja, yang kebetulan berpatroli di zona merah itu.
Aku membuka Layar Virtualku dan melihat-lihat berita terbaru hari ini. Walaupun Aku tak menjadi Pemburu, setidaknya Aku masih bisa memanfaatkan teknologi aneh ini, sehingga tak perlu lagi membeli TV, Radio ataupun Smartphone—karena teknologi itu semua telah ada dalam Layar Virtual.
Kalau diingat-ingat, saat itu tahun 2026; setelah Lima tahun Pintu gerbang dunia bawah terbuka. Perserikatan Bangsa-Bangsa menemukan metode peningkatan tubuh menjadi manusia super; dengan memasukan DNA monters pada manusia.
Tak semua manusia berhasil menjadi manusia super atau disebut dengan Pemburu, bagi mereka yang berhasil itu akan menjadi berkah. Karena pundi-pundi uang akan mengalir deras, dengan hanya membunuh monster dan menjual item dari tubuh monster tersebut.
Akhir Desember 2026, Aku dan Sarah, mantan pacarku disuntikkan sejenis cairan yang kata mereka adalah Vaksin, tetapi setelah itu malah muncul Layar Virtual aneh dihadapanku.
Mereka kemudian menyuruh kami untuk membacakan apa yang tertera di layar. Saat itu aku mengatakan hanya ada tulisan “Zulkarnain, Level 1 dan Sihir unknown”, dan mereka hanya mengangguk.
Sementara saat Sarah mengatakan di Layar Virtualnya ada tulisan Sihir Api, mereka langsung mengucapkan selamat dan mengatakan Sarah akan dilatih oleh TNI untuk menjadi Pemburu.
Sarah tentu saja menolak, ia tak mau meninggalkan Aku dan kami juga telah berencana untuk menikah tahun depan. Namun, Aku takut dia dijebloskan ke penjara, karena tidak mematuhi peraturan pemerintah yang mewajibkan setiap warga yang memiliki Sihir untuk ikut pelatihan militer.
Aku membujuk Sarah untuk ikut dan berjanji akan mengunjunginya ke Pusdiklat TNI AD di Batujajar.
Awalnya semua baik-baik saja, tetapi saat ia mulai terkenal sebagai Pemburu bertalenta tinggi di Pusdiklat, Sarah mengatakan Aku tidak perlu datang lagi ke Batujajar dan ia berjanji akan membawaku bersamanya saat ia mulai menjadi Pemburu di bawah naungan Guild Harimau Sumatera, salah satu Guild Pemburu terkenal di Indonesia.
Hari demi hari berlalu, dan ia menjadi Pemburu top dunia, tak sekalipun ia menghubungiku. Bahkan di media sosial telah beredar kabar ia dan Saga telah bertunangan.
Saga adalah anak CEO Guild Harimau Sumatera yang juga teman sekelasku saat di SMA, tetapi ayahnya yang merupakan Kapolres Kabupaten Pasaman kemudian dimutasi ke Jakarta. Setelah itu kami tak pernah berkomunikasi lagi, dan Aku tak menyangka, ternyata ia juga menjadi Pemburu top dunia.
Huh, memang nasib tak ada yang tahu. Walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin; pada akhirnya aku berakhir di pinggiran zona merah ini, yang sewaktu-waktu bisa di makan monster Level tinggi.
Ah, kenapa Aku malah teringat masa lalu, ya? Hehehe ... apa gara-gara berita hangat pertunangan Sarah dan Saga?—Ya, mudah-mudahan mereka bahagia.
Eh, kok air mataku malah keluar? hehehe ... Aku anggap saja kelilipan.
“Tot-tot!” Bunyi Klakson mobil TNI.
“Tunggu komandan!” seruku berlari dari dalam kantor SPBU, dengan cekatan Aku langsung mengisi bahan bakar.
“Hei, Zul! Betah sekali kau di sini, apa kau tak melihat berita. Pintu dunia bawah sudah terbuka lho, di sini,” kata Praka Togar Siregar mengingatkan Aku.
“Bagaimana lagi Komandan, kalau Aku ke zona hijau, makan apa Aku di sana nanti?” Aku berkilah, agar ia tak lagi mengajakku untuk mengungsi seperti sebelum-sebelumnya.
“Yah, terserah kaulah! Mudah-mudahan kau selalu dalam lindungan Tuhan,” sahut Praka Togar Siregar menginjak pedal gas Truk pembawa Pemburu yang akan memasuki kawasan Zona merah itu.
Aku melambaikan tangan pada para Pemburu yang berisi beberapa warga asing itu. Eh, tunggu ... itu adalah Ashton dari Amerika Serikat dan Hotaru dari Jepang.
Aku sangat senang, mereka tersenyum padaku. Kalau mereka ikut, berarti?
Aku memperhatikan kembali Pemburu top dunia yang ada dalam truk itu. Ternyata dugaanku benar, ada Sarah di dalamnya, bahkan Saga yang duduk disebelahnya juga mengacungkan jari tengah padaku.
Aku hanya tersenyum masam, entah mengapa dada ini terasa sesak melihat Sarah yang abai padaku. Padahal kalau dia sekedar mengucap salam saja, Aku pasti senang. Walaupun ia telah menemukan kekasih yang selevel dengannya.
Aku hanya bisa menghela nafas dan mendoakan dia baik-baik saja di zona merah itu. Walaupun aku saja sih yang terlalu khawatir, karena ia sekarang Pemburu top dunia yang telah menutup banyak Pintu gerbang dunia bawah.
Maksud menutup Pintu gerbang dunia bawah itu adalah, mengalahkan bos monster. Setelah bos monster itu kalah, secara otomatis Pintu gerbang dunia bawah akan lenyap dan Pemburu akan menerima hadiah besar—yang lansung menjadi Koin emas dalam Layar Virtual-nya.
Koin emas itu bisa ditukarkan dengan energi sihir dan menaikkan Level. Bisa juga sebagai alat pembayaran atau transaksi jual beli.
Apalagi anak-anak pejabat atau milyader jarang yang mau terjun langsung ke Pintu gerbang dunia bawah. Namun, di sisi lain mereka juga ingin naik ke Level tinggi. Ya, satu-satunya cara adalah dengan membeli Koin emas dari para Pemburu. Makanya Aku sadar diri, tak mungkin lah Aku menikahi Sarah yang memiliki harta kekayaan 10 triliun Rupiah itu.
Dia menjadi Pemburu wanita terkaya di Indonesia dan lebih menakjubkan lagi adalah kekayaan itu ia kumpulkan hanya dalam waktu lima tahun saja.
Lah, Aku yang kini berusia 27 tahun, hanya bergaji 1.000.000 rupiah saja sebulan. Jangankan menabung, buat makan saja harus berhemat.
***
Menjelang sore suara truk yang dikemudikan oleh Praka Togar Siregar berhenti di depan SPBU, Aku langsung menghampiri mereka, mana tahu ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan.
“Hei Zul! Sombong kau, ya!—Padahal cuma petugas SPBU!” bentak Saga padaku.
“Maaf Ga, Aku kira kalian nggak mampir lagi ke sini. Sekali lagi maaf, ya,” kataku sambil memohon dengan sedikit membungkukkan badan.
“Hei, kau sombong pada tuan Saga!” Sebuah tamparan dari Pemburu Korea bernama Jimin mengenai wajahku, hingga Aku tersungkur mencium tanah dan bibirku langsung mengeluarkan darah.
“Ga! Kenapa Aku ditampar?” protesku dengan suara agak keras, sedangkan Praka Togar Siregar memberi kode, agar Aku tidak menyahut ucapan mereka. Namun, aku mengabaikannya, karena menganggap Saga masih temanku juga.
“Tuan Saga, dia masih menyebut namamu!”
Kali ini Hotaru dan Ashton yang berjalan mendekatiku, mereka bersiap-siap dengan kepalan tinju mereka.
Aku menutup mataku, karena akan menjadi samsak tinju mereka.
“Sudah mati saja kau manusia rendahan!” umpat Saga senang aku digebukin oleh dua orang asing itu.
“Pemburu Saga, apa Anda tak menghargaiku di sini,” kata Praka Togar Siregar mendekatinya, ia keluar dari dalam truk. Karena tak tega melihatku digebukin.
“Kami itu teman SMA komandan, dia tak akan mati digebukin begini,” sahut Saga tersenyum lebar. “Hotaru, Ashton! Sudah hentikan, nanti kita bisa dihukumi kalau terlalu keras padanya,” ejek Saga pura-pura kasihan padaku yang tak sanggup berdiri lagi. Rasanya semua badanku remuk dan darah mengalir deras dari mulut dan hidungku yang patah di tinju oleh mereka.
Mereka kembali menaiki truk dan meninggalkan Aku tak berdaya. Bahkan Sarah tak melihatku atau berusaha menghentikan Saga, sehingga darahku mendidih.
Aku ingin membunuh mereka!—Mengapa ini tak adil! Kenapa mereka kuat dan Aku lemah!—Apa yang salah padaku! Di mana keadilan itu!
Aku berteriak histeris, bahkan Aku tak bisa lagi menyeret tubuhku ke dalam kantor SPBU. Sebentar lagi akan malam, banyak binatang buas yang keluar mencari makan dari kawasan cagar alam Rimba Panti.
Ah, habislah sudah ... kenapa malaikat maut lama sekali datang menjemputku? Apa ia ingin bermain-main dulu padaku?
“Selamat datang di Sistem Dukun!”
Suara aneh apa itu? Apa Aku telah berhalusinasi?
“Apakah Anda ingin Sistem Dukun mengobati luka Anda?—Namun, Anda akan berhutang 100 Koin emas dan harus dibayar dalam waktu 40 hari kedepan, dan bila tidak berhasil melakukan pembayaran hutang; maka nyawa Anda sebagai bayarannya.”
“Sekali lagi!—Apakah anda bersedia menjadi Pemain Sistem Dukun?” suara aneh itu muncul di kepalaku.
Apakah Aku sudah menjadi gila? atau ini memang nyata?—Ah, aku iyakan sajalah.
“Selamat kepada Pemain Zulkarnain telah menjadi Pemburu. Nikmatilah layanan memuaskan dari kami, yang akan membawa Anda ke puncak kejayaan!”
Luka di tubuhku menghilang dan Aku merasakan energi besar dalam tubuhku. Jangan-jangan Aku menjadi Penyihir yang memiliki semua jenis sihir.
Bisanya kan, dalam komik atau anime; tokoh utama akan lemah lebih dulu dan balas dendam kemudian. Aku langsung berpikir jauh ke sana. Eh, lihat dululah profilku dalam Layar Virtual.
Nama Pemburu : Zulkarnain
Level : 1
Sihir : Unknown
Koin emas : —100
Apa-apaan ini! tetap juga Aku Pemburu tak berguna!
Aaaaaaaaaaa!
Aku berteriak sekuat-kuatnya, bukannya kuat malah mendapat hutang dan bila tak terbayar dalam 40 hari, Aku akan mati. Pikiranku menjadi kacau, apa yang harus kulakukan. Apa aku memasuki Zona merah, mencari sisa monster yang melarikan diri dari Pintu gerbang dunia bawah sebelumnya?
...~Bersambung~...
Aku mondar-mandir di area SPBU kecil itu, memikirkan bagaimana caranya berburu monster untuk membayar hutang koin emas di Sistem Dukun.
Bayangkan kalau aku tak mendapat emas selama 40 hari, maka hidupku yang menyedihkan ini akan berakhir. Padahal, aku belum pernah mencium wanita.
“Tidakkkkk!” Aku berteriak histeris.
Tenang kawan, masih ada waktu untuk bergabung dengan Guild Pemburu. Namun, apakah ada yang mau menerima Pemburu Level satu sepertiku ini?
“Grrrrr!”
Suara aneh itu, seperti suara monters yang kutonton di video streaming para Pemburu.
Tenang! tenang!
Aku tak boleh panik. Ada korek api di laci meja itu. Aku akan menyemprotkan bensin ke monster itu dan membakarnya.
Dengan perlahan aku melangkah, dan monters laba-laba Level 80 itu hanya menatapku saja.
Apakah ia berpikir manusia Level satu rasanya asin atau membuat perutnya mual?—Aku malah bergumam aneh-aneh.
Tangan kananku berhasil meraih nozzle pengisian bahan bakar SPBU dan tangan kiriku segera meraba laci meja, mengambil korek api.
Ah, sial!—korek apinya ke mana? Padahal aku menaruhnya di sini, biasanya.
Aku makin panik dan tiba-tiba sesuatu berwarna putih dan lengket melumuri tubuhku. Itu adalah benang sutera monters laba-laba yang mulai menyulamku, seperti mumi.
Aku kesulitan bernafas!
Bagaimana ini? Sudah berakhir kah?—Ah, sial!
“Ke mana kau Sistem Dukun, cepat tolong Aku sialan!” umpatku pada sistem sialan yang tidak membantu sama sekali itu. “Apa kau akan membiarkan Pemburu yang berhutang 100 koin emas padamu mati tanpa membayar hutang?” Aku terus mengoceh, seolah-olah Sistem Dukun itu adalah makhluk hidup juga.
“Selamat datang di menu Sistem Dukun!”
Akhirnya sistem sialan itu merespon juga. Apakah ia akan muncul, kalau user-nya di prank malaikat mau dulu? Itu adalah tanda tanya besar dalam benakku. Untuk saat ini yang penting keselamatan dulu, masalah kebobrokan sistem ini, nanti saja dipikirkan.
“Kami akan memberikan penjelasan singkat.”
“Astaga, apalagi ini?—nyawa orang hampir putus ini, woi!” Aku menyela ucapan Sistem Dukun yang tak peduli dengan ucapanku, ia tetap berbicara dengan bahasa google.
“Pemain akan mendapatkan Skill dengan membayar tumbal berupa koin emas. Semakin kuat Skill yang dipakai, semakin besar tumbal yang dibutuhkan.”
“Aku paham, cepat rekomendasikan; skill yang cocok untuk melawan monster Laba-laba Level 80 ini,” aku berteriak padanya—Pandanganku sudah mulai kabur dan kepalaku rasanya mau pecah.
“Karena Pemain Sistem Dukun saat ini masih Level satu, hanya Skill santet yang cocok dalam situasi ini. Namun, Anda harus membayar tumbal sebesar 100.000 koin emas.”
“Apaaaa!” Aku terkejut, “itu sama saja dengan Rp.10.000.000.000 (Sepuluh Milyar).” Aku tak mengerti kenapa bisa tumbal sebesar itu, karena satu koin emas itu sama dengan 100.000 Rupiah, belum lagi aku sudah berhutang 100 koin emas sebelumnya untuk penyembuhan.
“Tenang saja Pemain Zulkarnain, Sistem Dukun akan memberikan toleransi dengan memotong 50% pendapatan Anda setiap selesai berburu monster.”
“Sekarang tentukan pilihan Anda: Ya/ Tidak.”
“Dari pada mati, Aku pilih Ya!” sahutku dengan suara lemah, jantungku mulai melambat memompa darah.
Tiba-tiba benang sutera monters laba-laba melonggar, sehingga aku bisa bernafas kembali. Sungguh lega dan aku langsung membukanya perlahan-lahan, karena benang sutera monters laba-laba ini dapat dijual ke Guild atau pasar gelap.
Item-item monters laba-laba ini harus di pisah-pisah lebih dulu, karena harganya berbeda-beda. Kalau menjual utuh, Guild akan mengenakan biaya tambahan yang kadang bisa mencapai 25%. Untuk Pemburu yang memiliki banyak hutang sepertiku, itu sangat merugikan. Kecuali seperti Sarah, Pemburu Level 90.
Ah, sialan! Kenapa Aku bisa mengingat wanita murahan itu.
“Hahahaha ....” Aku tertawa, mengutuk mantan kekasihku. Padahal sebenarnya ia tak salah, sudah sewajarnya ia memilih laki-laki yang terbaik menurutnya.
Bayangkan saja, bila Sarah menolak ikut pelatihan militer sebelumnya. Mungkin ia akan menjadi pegawai SPBU bersamaku di sini, hidup dengan kesusahan.
“Hah ....” Aku menghela nafas dalam-dalam, Aku harus move on darinya dan menjadi Pemburu handal.
Pertama, aku lihat dulu Layar Virtualku dan menyimpan benang sutera monters laba-laba ke inventory.
...
Nama Pemburu: Zulkarnain
Level : 25 [1+24]
Sihir : Unknown
Misi : Membunuh Monster Laba-laba Level 80.
Hadiah : 800 Koin Emas.
Pemasukan: 400 Koin Emas (400 Koin Emas dipotong membayar tumbal)
Sisa Hutang : 99.700
Total Pemasukan: 400 Koin Emas
...
Tak kusangka akan kaya mendadak begini. 400 Koin Emas itu setara dengan Rp 40.000.000, belum lagi hasil menjual item ini. Monster Level 80, pasti harganya mahal, terutama sisiknya ini cocok untuk dijadikan armor baju dan dagingnya juga bisa dijual ke asosiasi jual-beli daging monster Indonesia.
Sejak Pintu dunia bawah terbuka, sudah jarang orang beternak, karena akan memancing para monster ke sana. Bahkan pertanian saja dilakukan di Zona hijau dengan pengawasan para Pemburu yang dibayar oleh pemerintah.
Saat monster keluar dari Pintu dunia bawah Desember 2021, hampir dua ratus juta penduduk Indonesia yang tewas dalam malam mengerikan itu. Untung saja Pintu dunia bawah di kecamatan Panti, tempatku tinggal tak terbuka dan baru hari ini terbuka—Dan Pemburu top dunia langsung menutupnya, dengan demikian; penduduk yang mengungsi ke zona hijau sudah boleh kembali beberapa hari lagi, setelah TNI melakukan penyisiran untuk memastikan wilayah kecamatan Panti sebagai kawasan zona hijau.
Aku memasukkan monster laba-laba ke inventory, setelah beberapa bagian aku penggal dengan kapak. Namun, bagian yang terkerasnya harus menggunakan gergaji mesin dan aku tak memilikinya.
Aku akan membelinya nanti di Kota Lubuk Sikaping, kota kecil paling dekat dari sini. Aku tak perlu buru-buru sekali membedah monters ini, karena mengambil Kristal monters-nya harus dengan hati-hati agar tak rusak.
Kristal monster adalah item paling mahal dalam tubuh monster. Kristal monster itu dapat digunakan untuk mengolah senjata untuk para penyihir.
Pemburu dengan sihir api misalnya, saat ia menggunakan senjata jenis Pedang. Maka, Pedang itu harus ditanam dengan Kristal monster, agar dapat menyerap sihir api dan mengalirkannya pada Pedang tersebut. Makin tinggi Level Kristal monters-nya, maka makin besar sihir yang keluar nantinya.
Ah, sudah malam. Saatnya Aku tidur, besok Aku akan menumpang pada truk militer ke zona hijau menemui ayah dan emak. Bagaimana keadaan mereka di sana, ya?—Sudah dua tahun aku tak mengunjungi mereka, apalagi terakhir kali mendapatkan kabar, mereka ingin meminjam uang untuk biaya kuliah adikku, Siti Maimunah dan Iskandar yang dirawat di RSUD Lubuk Sikaping, karena koma setelah pulang dari misi ke Pintu dunia bawah Level Menengah. Entah apa yang terjadi saat itu, seluruh tim-nya dibantai dan Iskandar berhasil keluar dengan luka-luka para, sehingga koma sampai saat ini. Kami tak mampu membayar pengobatannya atau menyewa Heler (Sihir Air Level tinggi biasanya bisa menggunakan sihir penyembuhan).
Ayah, Emak, Siti Maimunah dan Iskandar, Aku akan datang membawa keluarga kita menuju kebahagiaan lagi.
...~Bersambung~...
“Zul!”
Aku mendengar suara Praka Abdul Aziz menanggiku dari luar SPBU, karena aku tak membuka pagar halaman SPBU pagi ini. Aku sudah bertekad berhenti dari pekerjaan yang hanya menguras sisa masa mudaku itu.
“Bang Aziz, Aku datang,” sahutku berlari kecil dengan pakaian bagus milikku satu-satunya yang aku simpan—hanya dipakai saat akan bepergian saja, sedangkan pakaian lainnya aku buang saja. Toh, kini aku adalah orang kaya baru. Hehehe ... sedikit sombong boleh juga, kan.
Praka Abdul Aziz dan Praka Indra Chaniago bingung melihat penampilanku.
“Kau tak bekerja hari ini?” tanya Praka Indra Chaniago.
“Bukannya kau dihajar habis-habisan oleh Pemburu top dunia dari Guild Harimau Andalas, kata Praka Togar?”
Praka Abdul Aziz tampak penasaran, ia melihatku malah segar bugar, tak sesuai informasi dari rekannya itu.
“Wah, pertanyaan lansung dua,” aku tersenyum lebar. “Baiklah pertama telah menjadi Pemburu Level 25,” kataku sembari memperlihatkan Layar Virtualku, “aku juga berhenti menjadi babu di sini hahaha ....”
“Wah, hebat kau, ya. Lansung Level 25 lagi. Sudah adakah rencana mau bergabung dengan guild mana?—Aku sarankan gabung guild Harimau Andalas atau Siliwangi Fighter Indonesia, mungkin Asosiasi Pemburu Mahakam.”
“Divisi Celebes, Cendrawasih Papua Fighter, Javanese Soldier dan One Bali juga tak kalah bagus Praka Aziz,” sela Praka Indra Chaniago.
Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal, abang-abang TNI ini terlalu semangat, padahal aku tak akan bisa memasuki Guild Pemburu terkenal.
“Maaf bang Aziz dan bang Indra, aku sebenarnya tak memiliki sihir. Jadi, mungkin aku bergabung dengan Guild kecil saja nantinya.”
“Betulkah?—Padahal levelmu sudah tinggi. Sayang sekali Zul. Namun, tak apa; kau bisa membeli senjata, yang penting kau mendaftar menjadi Pemburu ke Asosiasi Pemburu. Kalau sudah dapat lisensi, gampang saja itu mencari Guild Pemburu, bahkan beberapa Guild memberikan kredit untuk pembelian senjata,” kata Praka Abdul Aziz menghiburku.
“Ayo, naik! Kita berkeliling sebentar ke kecamatan Panti, setelah itu barulah tancap gas ke Lubuk Sikaping,” kata Praka Indra Chaniago juga.
Aku langsung melompat ke belakang mobil bak terbuka itu.
Sepanjang perjalanan keliling kecamatan Panti, Aku hanya melihat rumah-rumah penduduk yang telah tenggelam oleh tanaman liar, karena ditinggal selama sepuluh tahun. Pintu dunia bawah sudah tak ada lagi di kecamatan Panti ini, tetapi penduduk tak akan langsung kembali ke sini. Mereka masih menunggu TNI AD melakukan penyisiran seluruh area, apakah sudah aman dari monster atau belum.
Di saat pemerintah mengumumkan wilayah itu zona hijau, barulah para penduduk kembali ke rumah masing-masing.
Praka Abdul Aziz yang mengemudikan mobil bak terbuka itu mempercepat patroli mereka untuk hari ini. Karena mereka sudah sangat akrab denganku, katanya mereka akan membantuku mendaftar ke Asosiasi Pemburu cabang Lubuk Sikaping untuk mendapatkan lisensi. Dengan bantuan mereka, Aku berharap tak disulitkan nantinya.
Pukul 13.30, mobil bak terbuka yang dikendarai oleh Praka Abdul Aziz berhenti di halaman depan kantor Assosiasi Pemburu.
“Ayo Zul, buruan. Biasanya Pukul 14.00 mereka sudah tutup,” kata Praka Indra Chaniago keluar dari mobil, sedangkan Praka Abdul Aziz tetap di dalam mobil menunggu kami.
Gedung Asosiasi Pemburu cabang Lubuk Sikaping itu hanyalah sebuah ruko berlantai dua. Di dalam juga lengang, hanya ada dua pegawai wanita dan seorang Satpam yang berjaga di pintu masuk.
Melihat Praka Indra Chaniago mendekat, Satpam itu lansung menyambut kami dengan ramah.
Setelah mengetahui tujuan kami, ia lansung mengarahkan kami ke meja bagian pendaftaran Pemburu.
Aku menjadi gugup takut tak diterima, karena tidak memiliki Sihir, seperti Pemburu lainnya.
“Silahkan duduk!”
Wanita cantik menyambut kedatangan kami, ia tersenyum ramah dan menyerahkan selembar kertas yang harus kuisi.
“Dia Level 25 lho, Mer,” kata Praka Indra Chaniago pada pegawai wanita bernama Mery itu. “Padahal kemarin ia dihajar habis-habisan oleh Pemburu Saga—Itu Pemburu yang menjadi Pemburu top dunia.” Praka Indra Chaniago malah menceritakan kejadian naas kemarin.
“Hebat juga kau, ya. Nggak terluka sama sekali,” sahut Mery tampak tak yakin dengan ucapan Praka Indra Chaniago.
“Mungkin gara-gara ia tiba-tiba naik Level dari Level satu ke Level dua puluh lima,” kata Praka Indra Chaniago meyakinkan Mery ucapannya itu.
“Sudah kak, Mer.” Aku menyerahkan kertas pendaftaran itu.
Dia tak membacanya dan menanyakan nama asliku saja, kemudian dicocokkan dengan NIK KTP milikku dari database dukcapil dan mencetak sebuah kartu, seukuran kartu E-KTP yang berlaku seumur hidup.
Indra Chaniago tersenyum padaku, karena Mery malah tak membaca dokumen pendaftaran yang kutulis, ia lansung menyimpannya. Kami pun kembali ke mobil bak terbuka.
“Kamu, mau ke mana lagi Zul?—Biar kami antar saja sekalian,” kata Praka Abdul Aziz dari dalam mobil.
“Ke rusunawa saja bang Aziz,” sahutku lansung melompat ke belakang mobil bak terbuka.
Orang tuaku saat ini tinggal di rusunawa yang dibuat oleh pemerintah untuk menampung pengungsi dari kecamatan Panti. Walaupun gratis, tetapi biaya hidup tetap ditanggung sendiri, belum lagi ayah cuma buruh tani saja dan ibu ikut bekerja menjadi pekerjaan harian dinas kebersihan Kabupaten Pasaman, menyapu jalanan.
Untuk biaya kuliah adikku dan pengobatan Iskandar tentu saja itu sangat kurang. Untung saja, Siti Maimunah bekerja paruh waktu di toko bunga dekat Universitas Andalas, tempatnya kuliah.
Aku yang cuma bergaji sejuta saja terpaksa mengirim setengah gajiku pada mereka. Makanya aku kadang makan tak pakai lauk pauk, demi meringankan beban keluargaku.
Hah, masa lalu itu akan kubuang jauh-jauh dan aku akan menjadi Pemburu top dunia juga, agar terkenal. Mungkin aku nanti bisa menikahi salah satu personil Girlband JjK yang sangat cantik-cantik itu.
Eh, kok wajah Sarah kampret itu yang muncul di benakku. Ah, sial!—Salah satu personil Girlband JjK memang mirip dirinya.
Cih, Aku tak Sudi mengingat dia. Lagian dia sudah bertunangan dengan orang yang ingin kuhancurkan nanti. Mungkin di masa depan, Aku dan Sarah akan bermusuhan, kalau dia menghalangiku menghancurkan Saga dan ketiga orang asing lainnya. Eh, Aku hampir melupakan Nathan juga hampir menghajarku, untung saja Praka Togar Siregar melerai mereka.
Kebencian ini akan terus kubawa, hingga aku bisa melampiaskannya pada mereka. Ya, mereka harus menerima dua kali lipat lebih sakit dari yang kuderita.
***
Mobil yang dikemudikan oleh Praka Abdul Aziz akhirnya berhenti di halaman depan rusunawa.
“Terimakasih Bang Aziz dan Bang Indra atas tumpangannya. Sebagai rasa terimakasihku tolong lihat nanti Layar Virtual abang-abang. Eits jangan sekarang, tunggu aku pergi dulu,” kataku sembari berlari ke dalam rusunawa. Karena mereka tak akan mendengarkan apa yang kukatakan, mereka malah lansung melihat Layar Virtual masing-masing.
“Zul!”
“Zul! Berikan pada Paman saja!”
“Zul! Tunggu!”
Aku pura-pura tak mendengar panggilan mereka, karena aku telah mentransfer 30 Koin Emas untuk masing-masing mereka, tak hanya mereka sih, anggota TNI yang sering mampir ke SPBU juga telah kukurim Koin Emas juga. Mereka pasti kebingungan nantinya itu, karena tiba-tiba Layar Virtual mereka kedatangan Koin Emas.
...~Bersambung~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!