Warning, karya ini pasti bikin kalian kesal. “Dahlah, suka hati kalian aja mau komentar apa, begitu juga sebaliknya suka hati Author juga mau balas komentar bagaimana—aku judes banget loh.” 😂😂😂😂😂
_________________________________________
Puncak Gunung Petir merupakan puncak yang ditakuti penduduk setempat, di mana puncak ini terkenal angker dengan curahan petir yang menggelegar di setiap waktunya, binatang buas dan siluman yang mengerikan juga sangat menyukai area yang sepi ini. Sehingga masyarakat setempat enggan untuk sekedar ingin mengetahui apalagi untuk bepergian ke puncak tersebut.
Tanpa diketahui seorang pun, di area Barat puncak Gunung Petir terdapat lembah yang sangat asri, subur dan menenangkan untuk ditinggali.
Di mana di sekeliling lembah terdapat area yang ditumbuhi berbagai jenis bunga seluas seratus meter persegi, di ujung sebelah kanan lahan bunga terdapat anak sungai yang bermuara ke kolam air terjun. Seakan-akan tempat ini anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa sebagai bentuk perumpamaan Surga Kecil yang tersembunyi dari dunia ini.
Untuk mencapai lembah ini harus melalui lereng-lereng jalan setapak yang di sampingnya terdapat jurang-jurang sangat curam dengan jalan bebatuan yang berlumut dan licin, sehingga menambah kesukaran untuk mencapai tempat ini.
Di sebelah kiri taman bunga berdiri kokoh sebuah rumah sederhana yang di isi dengan perabotan berbahan kayu dengan ditumpangi oleh pilar-pilar batu kecil.
“Ciaaakkk! Haaaaaah!” Suara-suara ini terus terdengar di pagi hari itu. di halaman belakang rumah sederhana terlihat seorang anak manusia yang sedang berlatih pukulan dasar diiringi dengan hembusan nafas yang teratur. Bulir-bulir keringat terus mengalir di dahi dan seluruh dada yang hampir membentuk otot-otot kecil.
Anak itu masih sangat muda, dilihat dari perawakan dan struktur tubuh, usianya tidak lebih dari dua belas tahun. Sekilas pandang latihan pagi yang selalu rutin dilakukan anak ini hanya gerakan dan latihan dasar bukan gerakan silat ataupun latihan tenaga dalam.
Tapi di mata para ahli gerakan-gerakan ini adalah gerakan kuda-kuda dasar dan jurus tingkat tinggi, yang sangat sukar untuk dipelajari. Bagi anak itu sendiri dia tidak pernah mengetahui gerakan-gerakannya merupakan dasar jurus silat, karena menurut yang dijelaskan oleh orang tuanya, gerakan ini akan memudahkan dia ketika berburu binatang buas di hutan kelak.
Maka bocah ini dengan senang hati berlatih setiap hari. Sehingga gerakan-gerakan itu telah mendarah daging dan tersyncronisasi dengan setiap gerak tubuhnya. Ya! Walau bagaimanapun, itu masih tetap gerakan dasar yang dipelajari anak kecil.
“Gou Han! ... Kenapa tidak keluar menyambut saudara jauh yang berkunjung setelah sekian tahun tidak pernah berjumpa!” Suara yang dipancarkan dengan tenaga dalam tinggi tiba-tiba terdengar di lembah yang sepi ini, dari jarak seratus tombak sebelum rumah sederhana itu terlihat.
Kemudian tiga sosok manusia muncul berdiri dengan angkuh di halaman depan rumah sederhana itu.
Mendengar teriakan ini seorang pria paruh baya yang bermata cerah dengan setelan baju berwarna biru dari kain sederhana, membuka matanya serta berdiri dan menyongsong ke halaman depan.
Kegagahan masa muda masih tampak pada postur dan pembawaan gerak tubuh pria ini. Sejak pagi tadi, pria itu masih duduk bersila di kamarnya berlatih tenaga dalam. Walau dia telah lama mengundurkan diri dari dunia hijau, dia masih tetap berlatih.
Di belakang pria ini tampak wanita paruh baya yang masih cantik juga dengan setelan baju berwarna biru. Mereka ke halaman depan menyambut kehadiran tamu tiba-tiba ini, pasangan pria dan wanita ini dulu terkenal dengan Sepasang Walet Biru. Yang pria bernama Gou Han dan pasangannya bernama Su Lan.
Gou Han dan Su Lan terkejut melihat ketiga tamu di halaman rumah mereka. Ketiga tamu ini, bertampang bengis dengan setelan hitam. Yang memimpin berdiri di tengah dikenal dengan si Mata Picak, yang di sebelah kiri dikenal dengan si Kepala Baja, dan yang di sebelah kanan dikenal dengan si Tangan Hitam.
Tidak pernah ada yang tahu siapa nama asli mereka bertiga, sejak mereka bertiga turun ke dunia persilatan mereka telah dikenal dengan Tiga Iblis Dari Selatan.
Baik Gou Han dan Su Lan mengenal ketiganya, tiga belas tahun lalu mereka sering bentrok dengan ketiganya. Tidak dapat dipungkiri golongan silat putih dan golongan para pesilat hitam selalu bentrok dari zaman ke zaman, keterkejutan dari pasangan ini karena setelah tiga belas tahun berlalu, ternyata ada yang mencari mereka sampai ke lembah yang sepi ini.
Mencoba menutupi keterkejutannya Gou Han dengan bijaksana berkata, “Setelah sekian tahun, ada perihal apakah yang membawa langkah kaki ketiga saudara ke kediaman kami?”
“Ha ha ha!” Sambil tertawa mencemooh Iblis Mata Picak berkata, “Walet jantan! Kau jangan berpura-pura bodoh, aku tau kau masih tetap berlatih setelah tiga belas tahun mengundurkan diri dari dunia persilatan, apalagi yang kau latih Kitab Lima Yang(Lima Tenaga Panas). Serahkan Kitab Lima Yang padaku! Kau hanya membuang-buang pusaka dengan bakatmu yang biasa-biasa saja.”
Sedikit kerutan di dahi Gou Han terlihat. “Apa maksudmu?” jawabnya, dia belum tahu alur dari pembicaraan Iblis Mata Picak.
Tanpa basa basi Iblis Kepala Baja berkata, “Tidak perlu berkata-kata lagi kakak pertama, ayo langsung kita preteli ini kambrat sekeluarga.”
“Gou Han! Orang bodoh sekalipun akan mengerti di mana kejanggalannya, engkau di usia muda tiba-tiba mengundurkan diri dari dunia persilatan, kenapa kah? Tidak ada pesilat yang menyerah di usia muda, kegagahan selalu terpatri di jiwa pesilat baik dari golongan hitam atau putih, apa kau masih berpura-pura bodoh?” lanjut Iblis Mata Picak.
“Sudahlah kakak, ayo langsung kita musnahkan dia dan keluarganya, cecenguk ini tidak ada apa-apanya bagiku,” ucap Iblis Tangan Hitam seraya melepaskan tonjokan ke arah dada Gou Han.
Gou Han yang berdiri langsung merasakan panas energi pukulan itu sebelum pukulan itu sampai ke dadanya. Dia mendesak tenaga dalamnya dan menyambut pukulan itu dengan tangan kirinya. Serta membalas dengan totokan ke arah dada si Iblis Tangan Hitam.
Sebelum totokan itu sampai ke dada Iblis lengan hitam. “Booomm!” Suara benturan tenaga dalam menggetarkan halaman rumah sederhana tersebut, debu mengepul tinggi memenuhi udara, dua bayangan manusia terdorong mundur, Iblis Lengan Hitam hanya terdorong satu langkah dan Gou Han terdorong dua langkah.
Raut wajah Gou Han memucat, dia tahu dengan jelas tenaga dalamnya kalah dengan Iblis Lengan Hitam. “Setan ini setelah sekian tahun bertambah kuat dan makin beringas,” ujar Gou Han dalam hati.
Kemudian dia berkata, “Saudara bertiga, aku tidak tahu apa-apa tentang Kitab Lima Yang itu, aku juga tahu bakatku biasa-biasa saja, aku tidak menyimpan apa yang kalian cari. Jadi mari akhiri sampai di sini saja.”
“Ketiga saudara gagah, betul apa yang diucapkan suamiku, aku tidak pernah melihat dia membaca, apalagi mempelajari kitab itu, berilah sedikit muka kepada kami berdua.” Su Lan ikut membela ucapan suaminya.
Mendengar jawaban pasangan itu, wajah ketiga Iblis dari Selatan semakin membesi dan memerah, sehingga menambah keseramannya. Mereka terbiasa hidup dengan kejam dan tidak ada yang berani membantah keinginan mereka, apalagi ketiganya memang tidak suka bertele-tele.
“Iblis Kepala Baja! Bereskan mereka berdua, nanti kita geledah rumah mereka,” perintah Iblis Mata Picak.
Pertarungan pun pecah antara Sepasang Walet Biru dengan Iblis Kepala Baja. Iblis Kepala Baja sangat percaya diri dengan tenaga dalam dan jurus-jurusnya, sedangkan Sepasang Walet Biru dengan lincah bergerak ke sana kemari saling melengkapi dan menghindar serta sesekali membalas dengan pukulan-pukulan yang tak kalah berbahaya.
Suara pukulan dan adu tenaga dalam di halaman depan terdengar sampai ke halaman berlatih Gou Long.
Bocah ini telah menghentikan latihannya, dia dengan tenang bersembunyi di atas atap rumah sejak tadi, dia telah melihat keributan ini dari awal sampai sekarang. Tanpa ada rasa takut sedikit pun, malahan dia terkejut, dan tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa ayah bundanya merupakan sepasang pendekar.
Dia masih berpikir, bahwa mereka hanya keluarga biasa yang bertani dan berburu di hutan ini.
_______
Penting : Sebagian teks tidak sama dengan Audio Book karena, novel ini sedang dalam tahap Revisi sedikit demi sedikit.
Pertarungan antara pasangan suami istri dengan Iblis Kepala Baja telah berlalu dua puluh jurus, yang kalah dan menang memang sudah mulai terlihat, Sepasang Walet Biru nampaknya sangat diuntungkan, apalagi tenaga dalam mereka tidak selisih jauh dengan ketiga Iblis tersebut.
Dua Iblis yang menonton menjadi tidak sabar, mereka ikut terjun dan mengeroyok suami istri itu.
Tonjokan dan tendangan dibarengi dengan pukulan tenaga dalam serta terus terjadi saling tukar-menukar dan jual beli serangan. Debu mengepul tinggi, tanah yang sebelumnya indah menjadi berantakan, kebun-bunga hanya menyisakan bunga-bunga yang patah dan porak-poranda akibat dari hantaman tenaga dalam yang menekan area pertarungan.
Pasangan suami istri ini mulai kerepotan, apalagi dengan hadirnya si Iblis Mata Picak di kancah pertempuran. Iblis ini terkenal sejak dulu dengan kelicikannya dalam bertarung, dia menyimpan berbagai senjata beracun di dalam lengan bajunya.
Serangan tersembunyi darinya selalu lebih menyulitkan dari serangan gabungan mereka bertiga. Pada jurus keseratus pukulan panas dari Iblis Lengan Hitam hampir mengenai Su Lan, beruntung gerakan Su Lan sedikit lebih lincah.
Memang pasangan suami istri ini terkenal dengan Sepasang Walet Biru karena ilmu meringankan tubuh mereka yang sangat tinggi, lebih tepat dikenal dengan Jurus Walet Menunggang Angin, jurus ini khas milik Gou Han, kemudian Gou Han mengajarkan jurus ini kepada Su Lan, sebagai bukti cintanya.
Gerakan mereka persis seperti burung walet yang terbang membelah angin. Keuntungan dari kelincahan inilah yang menyelamatkan suami istri itu dari keroyokan tiga Iblis tersebut.
Iblis Lengan Hitam yang berperangai berangasan, mengekspos tenaga dalamnya sampai penuh, kemudian melepaskan Pukulan Api Hitam beracun kepada Su Lan, Su Lan yang baru saja berhasil menghindar dari pukulan pertama dikejutkan dengan pukulan susulan tadi, sehingga dia terpaksa menangkis dengan kedua tangannya.
“Boooomm!”
Bunyi adu pukulan tadi terdengar menggelegar, baju Su Lan terbakar sampai ke siku, dan meninggalkan bekas luka yang menghitam di lengan Su Lan.
Bekas hitam ini dengan cepat menyebar di lengan Su Lan, Gou Han yang melihatnya dengan sebat bergerak ke sisi Su Lan dan menotok beberapa titik tertentu untuk mencegah penyebaran racun.
“Sepasang Walet Biru! Cepat serahkan Kitab Lima Yang, atau kalian masih mau melanjutkan pertarungan sampai kalian mampus?” perintah Iblis Kepala Baja memaksa, ia sedikit memberi muka, karena dia masih yakin mereka bisa melenyapkan pasangan suami istri ini nanti.
Raut wajah pasangan Walet Biru terlihat mulai kelelahan, nafas mereka memburu. Keroyokan dari tiga Iblis terasa berat bagi mereka, apalagi mereka tidak menggunakan senjata sejak tadi.
“Gou Long! Ambil dan lemparkan pedang yang tergantung di dinding kamar ayah kesini,” teriak Gou Han.
Semua pesilat yang bertarung di halaman depan tahu, bahwa di atas atap rumah, sejak tadi ada bocah yang bersembunyi dan menonton pertarungan mereka. Mereka tahu dari jejak nafas bocah tersebut.
Ketiga Iblis ini telah sama tahu isi hati mereka masing-masing, mereka akan ikut membinasakan bocah yang asik menonton itu juga nantinya.
“Babat rumput sampai ke akar-akarnya agar tidak tumbuh ilalang-ilalang baru.” Prinsip ini selalu diingat oleh ketiga Iblis tersebut.
Iblis Kepala Baja yang sejak awal tidak banyak bercakap-cakap langsung menyeruduk dengan kepala, setelah mendengar teriakan Gou Han tadi. Iblis ini terkenal dengan Jurus Serudukan Kerbau Gila, kepala sekeras dan sekuat baja karena dilapisi dengan tenaga dalam tinggi.
Jangankan manusia, tembok batu tebal akan hancur jadi debu bila terkena serudukan kepalanya.
“Mampus kau!” teriaknya.
Gou Han mencoba menangkis dengan tangan kirinya “Boooom!” Kembali bunyi benturan terdengar. Gou Han terlempar sampai sepuluh langkah, tangan kiri patah.
Su Lan bergerak ke arah suaminya yang terlempar lalu memapah untuk berdiri. Gou Long datang dan melemparkan pedang ke arah ayahnya seraya disambut oleh Gou Han dengan tangan kanan.
“Ha ha ha! ... Sudah sampai seperti ini apakah masih mau kalian lanjutkan?” Sambil tertawa Iblis Mata Picak berkata.
Iblis Kepala Baja dan Iblis Lengan Hitam hanya menyeringai kejam setelah keduanya berhasil melukai pasangan suami istri itu.
“Gou Han! setelah engkau mati aku akan mempermainkan istrimu. Kemudian setelah aku puas baru aku akan membunuhnya,” lanjut Iblis Mata Picak licik, sambil menjilati bibir.
Gou Han yang mendengar ucapan ini, menggenggam erat pedang di tangan kanan, pembawaan tubuhnya bergetar hebat menahan amarah.
“Iblis keji! ... Kalian sungguh keji,” ucap Gou Han.
“Ha ha ha! ... Jalan ke Surga mudah, kalian malah mencari jalan ke Neraka,” jawab Iblis Lengan Hitam.
Mereka tertawa dan mengolok-olok Gou Han dan Su Lan, seraya dibarengi dengan serangan Api Racun Hitam ke arah Gou Han.
Gou Han dengan pedang di tangan kanan, menghirup nafas dalam-dalam dan melesat ke depan, dicobanya membelah pukulan Api Racun Hitam. Pukulan Api Racun Hitam Berhasil dipatahkan, tapi Gou Han sendiri ikut terluka, sejak awal memang tenaga dalam mereka selisih sedikit.
Hanya kecepatan ilmu meringankan tubuh Gou Han yang lebih unggul. Apalah arti sebuah kelincahan ketika diadu dengan tenaga dalam, hanya tinggal menunggu waktu sebelum kekalahan benar-benar terjadi.
Di sebelah sana, Iblis Mata Picak tidak tinggal diam, dia yang sudah mulai terangsang akan kecantikan Nyonya Gou, melancarkan serangan-serangan licik pada Su Lan. Dia ingin segera melaksanakan apa yang pernah disampaikan.
Serangan-serangan itu sangat kurang ajar, sesekali diikuti dengan towelan-towelan ke arah dada Su Lan. “Bajingan!” teriak Su Lan, mukanya memerah karena marah, sehingga menampilkan sisa-sisa kecantikan masa muda.
“Kepala Baja! Lengan Hitam! Segera bereskan si Walet Jantan,” teriak Iblis Mata Picak pada kambratnya.
Segera saja pertarungan pecah kembali dengan lebih sengit, pertarungan antara Gou Han dengan Iblis Lengan Hitam sudah sangat berat bagi Gou Han, ditambah dengan masuknya Iblis Kepala Baja ini menjadi lebih berat. Nafas Gou Han sejak tadi sudah ngos-ngosan, tenaga dalamnya hampir tidak bersisa, hanya tinggal menunggu waktu sampai kejatuhannya.
Su Lan yang sesekali melirik ke arah suaminya, menangkis dan mengelak serangan dari Iblis Mata Picak sambil sedikit-sedikit bergerak dan bergeser ke arah sang suami bertarung.
Seakan-akan mereka telah sehati sampai menjelang ajal pun, mereka tidak mau dipisahkan. Dengan gerakan Su Lan ini, pertarungan pun kembali menjadi seperti semula tiga melawan dua. Su Lan dan Gou Han saling bantu bertahan, tidak ada serangan balasan dari mereka berdua.
Mereka sadar kali ini mereka pasti akan mati.
“Bajingan! Aku akan membawa kalian ikut mati bersamaku,” teriak Gou Han.
Luka lebam dan biru hampir memenuhi seluruh tubuhnya, darah menetes di sudut bibir Gou Han. Kondisi Su Lan tidak jauh berbeda, pakaian mereka berdua robek di mana-mana.
Di satu kesempatan mereka berhasil menjauhkan diri dari area pertempuran dengan memanfaatkan angin pukulan dari Iblis Lengan Hitam, lalu mereka melesat sepuluh langkah ke belakang.
“Gou Long! ... Dengarkan ucapan ayahmu baik-baik. Menjauh lah dari tempat ini sejauh-jauhnya, hiduplah yang baik, berlatih yang keras, kelak balas dendam ayah bundamu,” ucap Gou Han lembut.
Ketiga Iblis itu terlihat sedikit kebingungan mendengar ucapan dari Gou Han, sehingga mereka melirik ke arah Gou Long berdiri.
Gou Long sendiri menyadari akan situasinya, dia tidak mau menjadi anak yang tidak berbakti, dia sangat sadar dengan kekuatannya kalau ikut bertarung hanya akan mengantar nyawa secara cuma-cuma. Sehingga dia hanya menjawab ringan
“Baik ayah!” Tapi dia belum bergerak, dia masih kebingungan dengan ucapan ayahnya.
Iblis Mata Picak yang masih menerka-reka ucapan Gou Han bergerak ke arah Gou Long. Gou Han dan Su Lan yang melihat ini, tidak membiarkan begitu saja, mereka lalu menghadang gerakan itu.
“Apalagi yang kau tunggu! Segera lari!” teriak Gou Han.
Gou Long segara berlari menjauh.
Melihat putra mereka mulai menjauh, sepasang walet biru memforsir tenaga dalam mereka dan mengumpulkan pada satu titik dantian di perut. Raut wajah mereka terlihat memerah.
“Kami akan membawa kalian juga ke Neraka,” ucap pasangan itu seiring sehati.
Ketiga Iblis Dari Selatan belum menyadari apa yang akan dilakukan kedua suami istri ini.
Iblis Mata Picak yang duluan menyadari apa yang akan dilakukan pasangan itu berteriak, “Menjauh! Mereka akan meledakkan diri sendiri.” Menyadari itu, kedua kambratnya segera menjauh.
“Boooomm!”
Tapi terlambat ledakan dari penghancuran diri Gou Han dan Su Lan menggelegar dan menggetarkan seluruh Lembah Gunung Petir.
Area ledakan mencapai tiga ratus tombak. Debu mengepul di mana-mana, pepohonan patah, rumah yang berdiri kokoh rata dengan tanah, hanya menyisakan puing-puing bekas ledakan. Ketiga Iblis yang terkena ledakan, berhasil melapisi dan melindungi badan mereka dengan tenaga dalam.
Walau bagaimanapun, efek tenaga ledakan itu tetap membuat mereka terlempar jauh dan terjatuh pontang-panting. Wajah mereka memucat, terasa jeroan dan organ dalam tubuh mereka terbalik bagai air yang diaduk-aduk dengan keras. Darah mereka naik dari dada ke mulut, masing-masing memuntahkan darah sekepal tangan, mereka menyadari telah terluka dalam.
Gou Long yang berlari menjauhi tempat itu juga terkena dampak dari ledakan tenaga dalam kedua orang tuanya, dia tidak sempat berpikir. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya tidak dapat dikontrol lalu terlempar ke jurang yang curam di samping jalan yang dilaluinya.
Suara hembusan angin kencang terdengar di kedua sisi telinganya.
“Selesai sudah, hidupku hanya berakhir sampai di sini.” Itulah kata-kata yang terngiang-giang di hati Gou Long.
Tepat ketika dia masih membayangkan akan akhir dari hidupnya, tubuh Gou Long yang meluncur deras tiba-tiba tersentak.
Tubuhnya yang jatuh tersangkut di antara ranting dan tali-tali pohon rambatan yang tumbuh di sisi tebing curam itu. Rasa sakit akibat hentakan tadi mengernyitkan raut wajahnya, dan membuat Gou Long tersadar.
Dengan menahan rasa sakit dia memperhatikan area di sekitarnya, seratus tombak ke atas baru bisa naik dari jurang ini. Sedangkan penglihatan ke bawah jurang belum terlihat dasar sama sekali.
Rasa sakit kembali melanda tubuh Gou Long, efek dari ledakan tenaga dalam kedua orang tuanya juga membuat Gou Long terluka dalam.
Organ-organ dalam terasa hancur dan bergejolak, hentakan jatuh dari ketinggian membuat seluruh tubuh Gou Long kaku tidak bisa bergerak. Rasa sakit yang melanda membuat Gou Long tidak sanggup bertahan. Pingsan, ya Gou Long pingsan karena rasa sakitnya.
Cahaya terang bulan yang menyinari wajah Gou Long, membuat ia tersadar dari pingsan. Hari telah beranjak malam, sangat jarang di puncak Gunung Petir sinar bulan malam seterang ini. Biasanya, cuaca di sini selalu gelap serta petir yang menyambar tiada henti di setiap saat.
Seperti ada makhluk tertentu yang memanggil petir-petir itu. Tersadar lalu kembali ke kenyataan, Gou Long bangkit kemudian duduk, dia menghirup nafas dengan dalam. Ada sedikit kesegaran juga kelegaan dari tarikan nafas udara gunung yang dihirup ini. Diperhatikannya sekitar dinding jurang itu. Gelap, hanya kegelapan yang nampak.
Rasa sakit kembali melanda Gou Long, perut yang keroncongan minta di isi juga membuat Gou Long sedikit tertekan. Dicobanya untuk mengumpulkan tenaga dalam dengan duduk bersila di atas ranting dan rambatan pohon yang menahannya jatuh.
Gou Long ingat penjelasan ayahnya kalau terluka ketika berburu cobalah untuk duduk bersila kemudian hirup udara dalam-dalam, hirup sampai sepuluh kali putaran, tekan udara ini di bawah perut sampai terasa sedikit panas, kemudian sebarkan hawa panas ini ke seluruh tubuh, lalu ulangi lagi hingga berkali-kali.
Seperempat jam kemudian kondisi Gou Long sudah lebih membaik, dia sudah sanggup untuk berdiri dan berjalan. Gou Long kembali memikirkan jalan hidupnya sejak awal. Pertarungan kedua orang tuanya kembali terbayang di benaknya. “Aku akan menjadi kuat, aku bukan pemburu, aku anak pasangan pendekar dunia persilatan,” ujarnya dalam hati.
Kegelapan malam serta gelapnya jurang ini semakin pekat, hawa dingin malam yang menusuk pori-pori juga merangsang kengerian di tempat itu. Gou Long memutuskan untuk terus melanjutkan duduk bersila dan mengatur nafas guna menguatkan tubuh.
Sinar matahari pagi yang malu-malu mengintip di sela-sela daun, mulai menampakkan jati dirinya. Suara burung-burung yang bercicit dimana-mana terdengar mengalun indah di lereng jurang curam itu.
Gou Long membuka kedua matanya, badannya sudah lebih segar. Dengan hati-hati Gou Long beranjak pergi. Diperhatikannya Ranting pohon yang menyelamatkan hidupnya, ranting ini hanya sebesar paha manusia dewasa dengan cabang-cabang yang banyak dan ditutupi dengan tali-tali rambatan pohon seakan-akan membentuk jaring secara alami.
Dia berjalan dengan hati-hati, mengatur keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh. Di dinding tebing itu diperhatikannya terdapat lubang besar yang membentuk gua, Gou Long berjalan ke arah gua itu tujuannya hanya mencari cara agar bisa naik ke atas, dia harus berlatih untuk memperdalam ilmu kanuragannya.
Gou Long telah memasuki gua itu dan terus menelusurinya yang tanpa disadari Gou Long, gua ini merupakan jalan yang membawanya ke dasar jurang.
Pemandangan di dasar jurang membuat Gou Long sangat terkejut. Di situ terdapat sebuah Array besar dengan garis-garis segi delapan yang sangat rumit, di tengah-tengah Array terdapat batu magnet yang bercahaya keperakan.
Batu magnet ini dikelilingi dengan pilar-pilar tiang dari magnet lain. Petir-petir menyambar tiada hentinya di dalam Array besar itu. lima puluh tombak di sisi kanan Array besar itu terdapat lubang gua yang seakan menembus pusat gunung.
Gou Long bukanlah bocah yang bodoh, sejak kecil dia memang terlahir dengan kecerdasan di atas rata-rata, struktur tulangnya juga bagus untuk menjadi ahli bela diri. Apa saja yang diajarkan ayah bundanya sangat cepat dipelajarinya.
Hanya karena kehidupannya di gunung yang membuatnya tidak mengerti akan kehidupan di dunia ini. Dalam keterkejutannya dia menyadari sumber petir yang tiada habis di gunung ini dari Array besar inilah pusatnya.
Array besar ini mengundang petir ke dalamnya dengan bantuan batu dan pilar-pilar tiang magnet. Array ini dipasang khusus sebagai area berlatih, entah siapa yang mengaturnya. Dilihat dari bentuk batu dan area sekitaran itu, Array besar ini telah diatur ribuan tahun lalu.
Perhatian Gou Long dialihkan ke arah gua di dalam jurang itu, dia berjalan ke arah gua dan memasukinya. Gua yang diperkirakannya gelap gulita malah sangat terang di dalam gua itu, di langit-langit gua tertempel mutiara sebesar telur ayam.
Dari mutiara inilah mengeluarkan cahaya yang menerangi gua, lorong gua ini tidak terlalu luas, berkisar dua kali tiga tombak, di samping kiri dan kanan lorong ada kamar-kamar batu. Di ujung lorong terdapat kamar batu lainnya, terdapat tiga kamar batu di dalam gua ini.
Gou Long mendorong pintu batu kamar di ujung lorong gua, pemandangan di dalamnya membuat Gou Long bodoh, dia belum pernah melihat pot-pot di dalam kamar itu. Lantai kamar penuh dengan lingkaran-lingkaran array, kamar itu sendiri beraroma obat-obatan yang sangat pekat.
Orang yang tidak mengerti sekalipun akan tahu itu adalah aroma obat, rasa sakit di sekujur tubuh Gou Long telah menghilang dengan sendirinya di setiap tarikan nafas aroma obat ini.
Efek dari aroma obat ini sungguh menakjubkan seakan menambah vitalitas dan daya hidup bagi yang menghirupnya, Gou Long kembali menelusuri kamar yang lainnya, kamar di sebelah kiri lorong.
Di dalam kamar ini tidak ada keanehannya, hanya saja di ujung pojok kanan kamar ada tiga peti yang tersusun dengan rapi. Peti-peti itu tidak lapuk dimakan waktu, yang membuktikan bahwa, bahan yang digunakan untuk pembuatannya dari bahan yang kuat.
Tidak ada penghalang untuk memasuki gua ini, juga tidak ada gembok dan pengamanan dari peti-peti ini, yang membuktikan pemilik gua ini sebelumnya sangat yakin bahwa tidak ada manusia yang berani masuk ke jurang ini. Dia yakin dengan petir-petir yang menyambar-nyambar seperti di lembah ini, manusia mana yang berani menjual nyawa kesini.
Perkiraan pemilik gua ini pun terbukti benar, setelah ribuan tahun baru sekarang Gou Long secara tidak sengaja sampai ke tempat ini.
Gou Long membuka peti-peti di pojok kanan kamar, peti pertama berisi kitab lusuh dari kulit binatang, di samping kitab ada cincin perak. Di sampul kitab itu tertulis dengan tulisan halus. “Kitab Dewa Obat Tangan Petir.”
Peti kedua berisi botol-botol giok, yang di dalamnya ada berbagai jenis pil untuk berlatih. Pil ini belum pernah diketahui Gou Long. Sementara itu di dalam peti ketiga terdapat dua kantung kulit.
Kantung kulit yang pertama, berisi koin-koin perak yang sangat banyak sekitar seribu keping perak. Kantung kulit kedua lebih dahsyat, kantung ini berisi koin-koin emas yang jumlahnya lebih banyak dari koin perak, lebih tepatnya tiga ribu keping emas.
Pemandangan ini membuat Gou Long lupa diri, Gou Long bukan anak yang kemaruk akan harta. Tapi melihat emas dan perak sebanyak itu dia ikut terbengong-bengong sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!