"Mau nggak om jadi daddy sugar aku?" tanya Inara pada sesosok laki-laki yang sedang duduk di meja bar dengan segelas minuman beralkohol di tangannya.
Lelaki berkemeja putih dengan lengan digulung hingga siku menatap Inara. Gadis belia dengan pakaian yang minim berdiri dihadapannya. Baju terbuka yang membuat tubuh Inara terlihat sexy dan menggoda. Bahkan Inara terlihat lebih dewasa dari usianya yang masih sangat muda yaitu 18 tahun.
Inara baru saja lulus sekolah menengah atas beberapa hari lalu. Dia ingin melanjutkan pendidikan dan memiliki gelar sarjana. Cita-citanya ingin menjadi dokter spesialis obgyn atau yang biasa kita kenal dengan dokter kandungan. Inara memiliki alasan tersendiri kenapa dia bercita-cita menjadi dokter spesialis obgyn.
Setiap tahun Inara selalu juara kelas. Dia anak yang pintar dan cantik namun sulit untuk bergaul. Satu-satunya teman yang dia miliki adalah Mila.
Mila anaknya bar-bar bahkan dia sudah melepas mahkota keperawanan sejak sekolah menengah pertama. Itupun dia lakukan dengan anak SMA yang merupakan pacar pertamanya. Sangat disayangkan hubungan keduanya kandas kala kekasihnya harus kuliah di luar negeri.
Inara tahu mengenai daddy sugar juga dari Mila karena dia sendiri juga memiliki seorang daddy sugar yang selalu memenuhi kebutuhan hidupnya. Daddy sugar yang membuat hidupnya lebih berwarna.
Mila juga menceritakan apa yang harus dilakukan baby sugar dan daddy sugar saat bersama. Hubungan yang memiliki simbiosis mutualisme. Hubungan saling menguntungkan. Bahkan Mila juga memberitahu Inara kalo dia harus siap kehilangan mahkota keperawanan demi melayani hasrat daddy sugarnya hingga puas.
Sean Pradipta seorang CEO berusia 30 tahun melihat penampilan Inara dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tubuh yang bagus dan wajah yang cantik. Dan tentu saja masih sangat muda. Tidak ada ekspresi apapun yang terlihat di wajah Sean.
Segelas wine Sean teguk hingga tandas. Lelaki muda berusia 30 tahun ini sedang kacau karena kekasih yang dia tunggu selama lima tahun telah bertunangan dengan seseorang.
Inara mendudukan diri disebelah Sean. Lelaki itu kembali meminta segelas wine pada bartender. Inara mengamati wajah Sean. Lelaki tampan yang terlihat dingin namun ada raut kesedihan yang terpancar di matanya.
"Om." Inara memegang lengan Sean membuat lelaki itu menoleh dan menatap tajam Inara karena berani menyentuh dirinya.
"Maaf." Inara melepas tangannya kemudian menunduk. Takut jika Sean memarahinya.
"Apa?" satu kata yang keluar dari mulut Sean.
Inara menggigit bibir bawahnya merasa takut dengan tatapan mata Sean yang tajam. Namun dia memberanikan diri untuk menjawab Sean. Inara mengangkat kepalanya dengan sisa keberanian yang ada.
"Om mau nggak jadi sugar daddy aku? Aku mau kok jadi sugar baby om." ucap Inara menatap manik mata Sean yang hitam. Sungguh gadis ini masih terlihat begitu polos dan lugu.
Sean bangkit mengambil jas yang sempat ia letakkan di atas meja. Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan Inara dia berlalu pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Inara masih terdiam antara malu atau sedih dia pun tidak tahu. Rasanya aneh saat lelaki itu pergi meninggalkan dirinya. Inara menatap punggung Sean yang mulai menghilang di balik pintu.
Beberapa menit berlalu Inara masih berada di dalam bar. Dia tidak tahu harus bagaimana. Mila yang mengantarnya pun sudah pergi dengan daddy sugarnya yang entah kemana.
Saat sedang menunduk tiba-tiba ada seorang lelaki paruh baya dengan pakaian serba hitam menghampiri dirinya.
"Maaf nona tuan menunggu anda di mobil." ucapnya.
"Apa?" Inara terkejut ada seseorang yang menunggu dirinya.
"Siapa, siapa yang sedang menungguku?" tanya Inara yang masih terlihat terkejut dengan ucapan lelaki tua dihadapan nya.
"Lebih baik nona ikut saya saja sekarang." Lelaki berusia lima puluh tahunan itu mulai melangkah mengajak Inara untuk mengikuti dirinya.
Karena penasaran Inara pun mengikuti lelaki tersebut. Hingga di tempat parkir lelaki itu membukakan pintu mobil untuk dirinya.
"Silahkan nona."
Inara mendekat dan masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil sudah ada Sean yang duduk disebelahnya sedang bermain ponsel.
Melalui cahaya ponsel yang terpancar Inara dapat melihat siapa tuan yang dimaksud pria paruh baya tadi yang sekarang duduk di depan sebagai supir.
"Om." Inara tidak tahu antara dia harus senang atau gimana tapi untuk saat ini dia senang karena dia bisa meminta tolong dengan lelaki dihadapannya ini untuk mengantar dirinya pulang.
"Bukankah kau ingin menjadi baby sugar ku?" ucap Sean tanpa beralih dari ponselnya.
"Apa? maksud om?"Inara merasa tercengang sekaligus bahagia mendengar ucapan lelaki yang duduk di sebelahnya.
"Panggil aku daddy karena sekarang aku adalah sugar daddy mu." lagi-lagi ucapan Sean membuat Inara ternganga tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Detik kemudian senyum menghiasi wajah Inara yang sempat bingung tadi
"Jalan sekarang." perintah Sean agar supir menjalankan mobil.
"Kemana kita akan pergi om?" tanya Inara yang langsung mendapat tatapan tajam dari Sean.
"Kau panggil apa?"
"Om maksudku daddy." Inara membenarkan ucapannya yang salah.
"Bagus, panggil aku daddy saat kita hanya berdua. Kau mengerti ?" ucap Sean menatap dalam kedua bola mata Inara.
Gadis itu mengangguk sebagai jawaban menuruti apapun permintaan Sean yang baru saja resmi menjadi daddy sugarnya.
"Good girl baby." Sean membelai rambut Inara untuk pertama kalinya. Menimbulkan getaran aneh pada diri Inara. Entah kenapa Sean bisa melakukan hal itu. Tanpa sadar tangannya bergerak dengan sendiri. Entahlah dia sendiri pun juga bingung.
"Kita kemana Dad?" tanya Inara melihat jalan di luar jendela yang begitu asing baginya. Jalan yang sama sekali belum pernah dia lewati.
"Apartemen."
"A-apartemen?" ulang Inara.
"Yes baby."
Hati Inara berdegup kencang saat membayangkan akan satu ruangan dengan seseorang yang baru saja dia kenal malam ini. Pikirannya membayangkan adegan seperti di video yang Mila kirim beberapa waktu lalu. Video yang berisi adegan dewasa dengan berbagai macam gaya.
"Haruskah malam ini." gumam Inara dengan perasaan yang entah bagaimana dia pun juga tidak tahu. Biarlah malam ini berjalan sebagaiman mestinya. Malam yang mungkin tidak akan dia lupakan seumur hidup.
Saat Sean keluar dari Bar dia berfikir tidak ada salahnya dia mencoba dengan gadis itu. Sudah beberapa wanita dia coba namun selalu gagal. Bahkan Wanita-wanita di bar yang sexy nya seperti apapun tidak sanggup melakukannya. Dokter juga bingung dengan apa yang terjadi pada Sean. Dokter Rio sepupu sekaligus dokter Sean saat ini menyarankan agar Sean mencari Wanita yang bisa membangunkan kelelakiannya. Secara hasil tes yang dijalani menunjukkan tidak ada masalah atau penyakit apapun semuanya normal. Dia juga bukan penyuka sesama jenis.
Dalam beberapa tahun terakhir Sean berganti-ganti Wanita hingga gelar cassanova dia dapat. Tidak ada satu wanita yang berhasil hingga dia memutuskan berhenti mengencani banyak wanita dan memutuskan untuk berpacaran dengan seorang mahasiswi kedokteran.
Dua tahun berpacaran membuat cinta keduanya semakin tumbuh dan begitu dalam. Hingga suatu hari Sean membawa wanita Bernama Sandra ke apartemen mewahnya.
Hanyut dengan alunan music dan suasana yang romantis dengan lilin dan lampu-lampu yang tamaram membuat mereka terbuai hingga melakukan hubungan yang tidak halal malam itu.
Namun sayang setelah pemanasan beberapa menit senjata Sean tetap tidak mau berdiri hingga membuat Sandra kesal dan meninggalkan Sean yang masih dalam keadaan telanjang. Sejak saat itu Sandra memutuskan segala bentuk komunikasi dengan Sean.
……..
Apartemen mewah di pusat kota menjadi pemberhentian terakhir Sean malam ini. Pintu terbuka sepasang kaki dengan sepatu pantofel berwarna hitam turun menapaki lantai parkir apartemen. Inara masih terdiam melihat tempat yang begitu asing baginya.
“Ayo turun.” Suara bariton menyadarkan Inara.
“Pak Bimo pulanglah.” Perintah Sean.
“Baik Tuan.”
Inara mengikuti langkah Sean berjalan satu meter dibelakang lelaki itu. Menaiki lift keduanya menuju lantai dimana unit Sean berada. Setelah sampai Sean menekan beberapa digit angka hingga pintu terbuka.
“Dimana dapurnya?” tanya Inara dia begitu haus dan ingin minum segera.
Sean menunjuk dengan dagu dimana ruangan itu berada. Inara mengikuti petunjuk Sean hingga dia berdiri di depan lemari pendingin yang besar dengan dua pintu kanan dan kiri. Membuka salah satu pintu Inara segera mengambil botol berisi air putih dengan merek ternama dan menuangnya ke dalam gelas.
“Setelah minum masuklah ke kamar.” Perintah Sean membuat Inara terbatuk karena mendengar kata kamar.
Haruskah malam ini dia melakukan itu. Dengan pria yang tidak ia kenal dan tidak ia cintai. Rasa cemas bercampur takut menyelimuti hati Inara. Hingga membuat tubuhnya sedikit bergetar hingga minuman yang Inara pegang tumpah tepat dibawah dagu hingga kemeja putih tanpa lengan itu basah hingga ke bagian dada.
Inara menaruh gelas dan berusaha mengeringkan bajunya dengan tangan namun hal itu justru membuat dalaman Inara yang membungkus aset berharga miliknya terlihat jelas. Dada Inara berukuran cukup besar meski selalu tertutup.
Karena merasa tidak nyaman Inara pergi ke kamar Sean. Mengetuk pintu beberapa kali tidak ada jawaban dari dalam Inara memberanikan diri untuk memutar handle pintu hingga terbuka. Melihat sekeliling ruangan tidak ada Sean disana padahal jelas-jelas Inara melihat Sean masuk ke dalam kamar.
Saat semakin masuk ke dalam Inara mendengar suara gemericik air. Ternyata Sean sedang mandi membuat Inara sedikit bernafas lega. Inara berjalan menuju lemari pakaian yang berada diujung ruangan. Mengambil sebuah kemeja untuk dia pakai. Membuka kancing baju satu per satu hingga terbuka semua Inara segera melepas bajunya yang basah dan ingin menggantinya dengan kemeja milik Sean.
Belum sempat terpakai pintu kamar mandi telah terbuka menampakkan sesosok lelaki tampan dengan tubuh tinggi yang maskulin dengan perut kotak-kotak yang rata membuat Inara terpaku. Ini kali pertama Inara melihat pemandangan seperti itu. Ia tidak sadar jika kemeja yang dia ambil belum terpakai dan menampakkan tubuhnya hanya terbalut oleh bra berwarna merah dengan renda di pinggirnya.
Berbeda dengan Inara, Sean sudah sering melihat hal seperti ini. Sean duduk di sofa yang berada di dalam kamar. Kemudian memanggil Inara untuk mendekat.
“Kemarilah.” Sean menepuk salah satu pahanya.
“Hah, iya.” Inara sadar dia belum memakai kemeja dan dia pun berbalik untuk memakai kemeja milik Sean. Tiba-tiba sebuah tangan merebut kemeja itu dan membuangnya ke sembarang arah.
“Tidak usah dipakai jika pada akhirnya akan dibuka juga.” Bisik Sean di dekat daun telinga Inara. Bisikan Sean membuat bulu-bulu halus Inara berdiri. Tubuh Inara menegang saat wajah Sean semakin mendekat dan hanya menyisakan beberapa senti dari wajahnya.
“Siap baby?”
“Si-ap a-pa?” ucap Inara terbata karena merasa gugup sekaligus takut.
“Bukankah kau memintaku untuk menjadi daddy sugarmu?” Sean menurunkan sedikit tali bra milik Inara membuat gadis itu memundurkan langkahnya ke belakang. Sean mengikuti Langkah Inara yang terhenti karena adanya almari.
“Ehm..” Inara menggigit bibir bawahnya untuk mengurangai rasa gugup dan takutnya
.
“Masih ada waktu untuk membatalkannya.” Sean tidak ingin merusak masa depan gadis di hadapannya.
“Tunggu.” Inara memegang kedua lengan Sean yang hendak pergi.
“Asal om berjanji membiayai kuliahku hingga lulus.” Inara mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh terlihat jelas dari pancaran matanya. Sean yang melihat itu pun menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan.
Setelah itu Inara memberanikan diri melingkarkan tangannya di leher Sean kemudian mencium bibir lelaki yang baru dia kenal malam ini sesuai dengan yang Mila ajarkan. Inara menghentikan aksinya saat tidak mendapat balasan dari Sean. Gadis itu merasa malu karena bertidak semurah itu.
Inara berbalik meninggalkan Sean yang masih terdiam di tempat. Langkah Inara terhenti saat Sebuah tangan menariknya dan bibirnya bertemu dengan bibir Sean. Lelaki itu membenamkan ciuman secara tiba-tiba membuat Inara membelalakkan matanya tidak percaya.
Sean menggigit kecil bibir Inara agar terbuka hingga ia bisa menjelajah lebih dalam. Inara perlahan membalas ciuman yang Sean berikan. Meskipun ini kali pertama Inara ciuman namun rasanya tidak terlalu buruk untuk pemula.
Tangan Sean tidak tinggal diam jari-jarinya menjelajah tubuh kecil dengan kulit yang mulus mencari tempat yang bisa dia naiki. Dua buah bukit yang selalu menjadi tempat favorit untuk membuat wanita terbang melayang.
Aksi yang dilakukan Sean membuat lenguhan kecil keluar dari bibir Inara. Mendengar suara indah itu Sean merasakan ada gairah yang mulai mengalir di dalam tubuhnya. Sentuhan lembut Inara mampu menciptakan sengatan listrik yang mampu membangunkan sesuatu yang tertidur cukup lama.
Sean menghentikan aktifitasnya dia melihat sesuatu yang menonjol di balik balutan handuk yang dia kenakan. Inara mengikuti arah pandang Sean entah setan dari mana yang merasuki gadis itu tiba-tiba dia memegang sesuatu yang telah terbangun dari tidurnya membuat Sean membelalak tidak percaya.
“Berani sekali gadis ini.”
Inara memegang benda tumpul yang telah menegang dan mengeras.Menggesek-gesekan tangan dengan permukaan benda itu secara maju mundur. Sean begitu tidak percaya dengan apa yang dia rasakan. Bangun!!! Senjatanya bisa bangun. Ajaib ini seperti mimpi seolah tidak percaya akan hal yang dia dia rasa saat ini. Berarti dia tidak impotent ataupun lemah syahwat.
Gerakan Inara yang semakin cepat memberikan rasa nikmat yang tiada taranya. Sean tidak tinggal diam tangannya mulai bergerilya mencari sesuatu di belakang tubuh Inara. Melepaskan pengait Bra yang membungkus benda di dalamnya.
“Sungguh pemandangan yang indah baby.”
Bibir Sean mulai menjelajahi daerah itu. Mencium,menyesap hingga meninggalkan tanda disana. Tidak hanya satu tetapi banyak.
Inara seperti tersengat aliran listrik yang membuat tubuhnya bergetar hebat. Sentuhan lembut Sean turun ke bawah.Menyentuh area milik Inara yang masih terhalang oleh kain tipis berwarna merah dengan renda di pinggirnya.
“Auhh.” Lenguhan keluar dari bibir Inara merasakan nikmat yang begitu memabukan.
Ingin rasanya wanita itu meminta lebih namun dia merasa malu takut jika Sean menganggapnya terlalu murahan. Sean menggiring tubuh Inara hingga terlentang diatas ranjang dengan sprei berwarna putih. Kemudian mencium bibir pink Inara yang menggoda saat sedang seperti sekarang. Cukup lama dalam pagutan bibir yang saling bertukar saliva Sean melepas ciuman tersebut dan menatap Inara. Sebelum semuanya berlanjut dia ingin memastikan kembali pada Inara.
“Masih ada waktu untuk membatalkannya jika kau…” belum selesai dengan kalimatnya lnara sudah lebih dulu menarik lengan Sean hingga tubuh lelaki itu menindih tubuh Inara kembali membuat dada keduanya saling bersentuhan mengalirkan sengatan-sengatan listrik yang menggairahkan. Hasrat Inara sudah tidak tertahan persetan dengan rasa malu.
Sean memundurkan wajahnya menatap dalam netra mata Inara. Menghentikan aktifitas sejenak meskipun dia sudah sangat bernafsu. Inara terdiam memandang balik manik lelaki yang akan menikmati tubuhnya malam ini.
Entah kenapa tubuh Inara sangat menginginkan lebih. Seperti ada sesuatu yang harus segera dia salurkan. Tetapi lelaki yang menjadi daddy sugarnya justru malah menghentikan aktifitas panas mereka. Membuat Inara sedikit kesal.
Sejujurnya Sean juga sama dengan Inara ***** dan gairah untuk bercinta sudah sampai ubun-ubun. Namun dia ingin menanyakan sekali lagi kepada baby sugarnya untuk memastikan tidak ada penyesalan di masa depan setelah melakukan penyatuan tubuh malam ini.
“Apakah boleh…” Inara memejamkan mata dan menganggukkan kepala sebagai persetujuan.
Mendapat ijin dari Inara dengan cepat Sean membuka kain penutup area yang akan menjadi sarangnya segera. Dia tidak langsung memasuki sarang berhutan hitam itu melainkan bermain-main disana dengan jarinya. Menimbulkan sensasi yang berbeda untuk Inara dan menyenangkan bagi Sean.
“Basah baby.” Wajah Inara merona merah perkataan Sean membuat dirinya malu.
Inara memeluk tubuh Sean yang terlihat sedikit basah oleh keringat. Meskipun ruangan berAC namun rasa dingin tidak dapat mengalahkan rasa panas yang membakar gairah tubuh mereka. Inara mendekatkan bibirnya mengecup ****** telinga Sean dan membisikkan satu kalimat yang membuat Sean langsung membuang handuk yang sebelumnya sempat melilit pinggangnya.
“Aku milikmu daddy.”
Malam ini Inara telah berhasil membangunkan macan yang bertahun-tahun telah tidur. Terakhir bangun kejantanan Sean adalah saat masih kelas tiga SMA. Sejak saat itu entah kenapa milik Sean tidak dapat berdiri lagi layaknya lelaki normal lainnya. Berbagai pemeriksaaan dia jalani namun hasil menunjukkan semua normal.
“Aku akan melakukannya dengan lembut.” Inara mengangguk dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini.
Sean mulai membuka kedua kaki Inara berusaha memasuki sarangnya. Perlahan dia mulai masuk rasanya begitu sempit namun tidak ada sebuah penghalang disana. Inara merasa kesakitan milik Sean cukup besar untuk memasuki miliknya. Saat sudah sampai di dalam lagi-lagi Sean berhenti membuat Inara semakin kesal.
“Dad.” Panggil Inara saat melihat Sean terdiam.
Tiba-tiba Sean mencabut miliknya dan turun dari ranjang membuka laci mencari sesuatu disana. Saat sudah ketemu dengan segera Sean memakai alat tersebut dan kembali menindih tubuh Inara.
“Aku lupa memakai alat pengaman.”
Malam yang panjang bagi keduanya telah dimulai. Nyanyian merdu di dalam kamar membuat hasrat keduanya semakin membuncah hingga ingin melakukannya lebih dan berkali-kali. Berbagai gaya mereka lakukan hingga menguras tenaga. Inara tidak tahu kenapa dia menjadi semurahan ini. Pikirannya ingin menolak tapi tubuhnya meminta lebih.
Pergulatan tubuh dua manusia yang menguras keringat itu berhenti saat fajar menjelang. Inara merasakan tubuhnya lemas tak bertenaga.Tulang-tulangnya terasa remuk redam. Sungguh tenaga Sean tiada habisnya.
Setelah penyatuan terakhir Inara tertidur pulas tanpa memakai baju dan hanya tertutup oleh selimut yang berwarna senada dengan sprei. Pun dengan Sean yang ikut tidur di samping Inara.
……..
Cahaya matahari mulai meninggi dan masuk ke dalam celah-celah gorden yang menghalanginya. Terlihat dua manusia yang masih tertidur dibalik selimut sambil berpelukan. Merasa terganggu dengan cahaya matahari yang menerpa wajahnya Inara pun membuka mata.
“Jam berapa ini?” ucap Inara kemudian mencari ponsel miliknya. Inara ingin ke kamar mandi membersihkan diri namun gerakannya membuat Sean terbangun.
“Kau mau kemana?” tanya Sean semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Inara.
“Aku ingin ke kamar mandi bisakah kau melepaskan pelukanmu?” pinta Inara berusaha menyingkirkan tangan kekar Sean dari tubuhnya.
Sean membuka mata menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang. Menatap gadis yang telah membuat dirinya menikmati surga dunia yang memabukkan yang tidak bisa dilakukan oleh wanita manapun.
Merasa aneh dengan tatapan Sean Inara segera turun dari ranjang dengan berbalut selimut . Membuat Sean mengerutkan keningnya melihat apa yang dilakukan oleh Inara.
“Kenapa ditutupi aku sudah melihat semuanya bahkan berkali-kali menikmatinya.” Ucap Sean secara vulgar membuat semburat merah dipipi Inara karena malu. Ia pun segera berlari ke kamar mandi. Saat Inara sudah tak terlihat Sean menatap Sprei tidak ada noda darah disana.
“Tidak ada noda darah,apakah ini bukan pertama baginya? Tapi rasanya masih sempit dan begitu sulit untuk dimasuki namun tidak ada penghalang disana.” gumam Sean
Lima belas menit kemudian…
Inara keluar memakai kemeja kebesaran milik Sean. Membuatnya terlihat begitu sexy dimata Sean. Entah kenapa senjata Sean kembali bangkit dan menegang. Sungguh aneh dia sering melihat wanita sexy namun tidak membangkitkan senjatanya dan saat melihat gadis dihadapannya ini hasratnya bangkit begitu saja dengan penuh gairah. Padahal ini kali pertama dia bertemu dengan Inara.
“Aku lapar.” Ucap Inara dengan lemas. Bagaimana tidak Sean tidak memberinya istirahat. Dia seperti singa yang kelaparan. Tidak akan berhenti makan sebelum kenyang.
“Aku akan memesankan makanan.” Inara segera keluar mencari minum di dapur dan membawa beberapa cemilan untuk mengganjal perutnya yang kosong.
Saat sampai di depan televisi Inara teringat dengan ponselnya dan segera mencari benda itu. Terlihat sebuah notifikasi email yang berasal dari universitas ternama di kota ini yang Inara impikan. Senyum terukir manis di bibir Inara saat membaca surat elektronik tersebut. Sebuah pemberitahuan yang menyatakan bahwa dia diterima di universitas itu sesuai dengan jurusan yang dia inginkan.
Senyumnya menyurut saat melihat besarnya rincian biaya kuliah selama satu tahun. Tanpa Inara sadari Sean sudah sejak tadi berdiri di belakang Inara. Membaca email yang terbuka di ponsel Inara. Perlahan Sean mundur berjalan menuju balkon dan menghubungi seseorang.
“Urus semuanya.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!