NovelToon NovelToon

Dia Bukan Janda

DBJ 1. Awalan

********

Lusiana Pov

Hai, aku Lusiana usiaku 18 tahun bulan Mei lalu. Meskipun aku masih muda, namun tidak ada satupun orang yang bisa menghalangi diriku meraih mimpiku yaitu menjadi orang kaya. Ha..ha..ha ... mimpi yang sebenarnya kebanyakan orang mau menjadi kaya. Namun alasanku lain, ada hal yang membuatku merasa harus menjadi kaya sebagai pembuktian pada mereka yang sudah memandang keluargaku dengan sebelah mata. Hanya karena kesederhanaan kami, mereka selalu mengatai kami miskin.

Meskipun usiaku baru 18 tahun jangan pernah remehkan kemampuanku dalam mencari Uang. Karena sejak usiaku 16 tahun aku terjun langsung menjadi reseller beberapa agen pakaian kekinian untuk teman-teman sekolahku. Bahkan guruku pun ikut menjadi pelanggan setiaku. Hasil dari jualan selalu aku sisihkan, setiap terkumpul dalam sebulan aku selalu memasukkannya ke bank. Selain itu aku juga seorang penulis di sebuah aplikasi novel online. Yah lumayan lah, penghasilannya bisa buat tambah-tambah uang jajan. Aku bahkan bisa membeli laptop sendiri setelah beberapa karyaku mendapat kontrak dari platform.

Aku gadis yang pandai bergaul. Namun, aku selalu menjauh terhadap teman laki-laki. Entah mengapa setiap berdekatan dengan sosok laki-laki membuatku merinding. Karena ada kisah yang belum bisa aku ungkap tentang ayahku yang menjadikanku sedikit ilfil terhadap laki-laki.

*

*

*

Delano Pov

Aku Delano Wibisana usiaku 27 tahun. Aku adalah pebisnis yang memiliki jam kerja tinggi. Aku sudah menikah dengan wanita yang selama ini aku cintai. Kebahagiaan kami bertambah saat ku tahu istriku sedang hamil, dan yang lebih membuatku tak sabar menanti kelahiran mereka karena istriku akan memiliki bayi kembar.

Ya bayi kami di ketahui kembar sejak usia kandungan istriku menginjak usia 4 bulan. Aku tak heran karena istriku memang memiliki saudari kembar yang katanya lahir terpaut 20 menit lebih dulu darinya.

Tapi aku tak menyangka, dihari yang seharusnya Aku bahagia menanti kelahiran buah hati kami. Adalah menjadi hari terakhirku melihat istriku tanpa bisa melihat anak-anakku. Saat itu aku belum tiba di rumah sakit karena harus meeting dengan beberapa klien. Dan aku mendapat kabar dari ibuku jika istriku telah melahirkan dengan selamat kedua bayi kembar kami yang berjenis kelamin laki-laki. Namun beberapa jam kemudian, ibuku kembali menelepon dan histeris karena istriku diam-diam kabur membawa cucu-cucunya pergi. Dari pantauan CCTV rumah sakit, istriku yang lemah, pergi mengendarai mobil.

Lalu tak berselang lama sore harinya aku mendapatkan kabar jika istriku ditemukan meninggal dalam kecelakaan tunggal dan anak-anakku tidak ada di dalam mobil itu. Lalu kemana mereka?

***

Lusiana sedang duduk bersandar di sebuah taman yang tak jauh dari rumah kontrakannya. Ia baru saja selesai mengantar pesanan barang. Sayup-sayup dia mendengar suara tangisan bayi dan bersahutan. Tubuh Lusi seketika merinding karena hari memang hampir gelap apalagi suasana sangat sepi saat itu karena hari akan hujan.

Namun, karena rasa penasarannya Lusiana mencari ke sumber suara tangisan bayi itu. Mata Lusiana tertuju pada kardus besar yang ada di dekat pohon. Ia lalu memberanikan diri mendekati kardus itu, karena memang suaranya berasal dari sana. Mata Lusiana membola seketika melihat ada dua bayi yang masih merah berada di dalam kardus itu.

Bunyi petir menggelegar dan gerimis mulai turun. Tanpa berpikir panjang Lusiana mengangkat kardus itu dan membawanya pulang ke rumah kontrakannya. Beruntung dia mengontrak di ujung jalan yang sedikit jauh dari pemukiman penduduk.

Lusiana dengan tangan bergetar mengangkat bayi bayi itu dan meletakkannya Di kasur. Di dalam kardus ada diapers, beberapa potong baju, dan yang lebih mencengangkan ada amplop berwarna coklat berisi uang yang tebal.

"Bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan pada kalian?" gumam Lusiana. Saat itu juga Lusiana teringat dengan teman sekolahnya yang ibunya adalah seorang bidan. Kedua bayi itu kembali tenang saat mereka menghi_sap jari tangan mereka sendiri. Lusi mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan.

"Halo Lusi ada apa?"

("Lisa, aku butuh bantuanmu.")

"Hei, tumben banget, bantuan apa, Sayangku?"

"Bisakah kau bertanya pada ibumu, susu apa yang bagus untuk bayi baru lahir sedangkan asi dari ibunya tidak keluar sama sekali," ucap Lusi berbohong dan beruntungnya Lisa tidak curiga sama sekali.

("Kata ibuku banyak merk tapi jika kau mau yang bagus kata ibuku belikan susu merk ini L**cto****.")

"Baiklah, lalu bagaimana dengan dotnya. Apakah ada merk yang bagus?"

("Sebenarnya kau bertanya seperti itu ada apa? apa kau habis melahirkan?")

Terjadi keheningan untuk sejenak. Lusi tampak memikirkan konsekuensi yang harus dia hadapi jika ada orang yang tahu mengenai kedua bayi ini.

Lusi pun akhirnya berkata, "Lisa, bisakah kau bawa ibumu kemari. Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan pada ibumu."

("Ok .. tunggu sebentar aku akan segera kesana.") Lisa langsung menutup sambungan teleponnya.

Jantung Lusiana berdebar kencang. Ia dalam dilema sekarang. Jika ia serahkan anak-anak ini pada polisi ia khawatir jika nantinya mereka hanya akan di taruh di panti asuhan. Lusiana menatap sedih kearah dua bayi itu. Tak lama pintu kontrakan Lusiana di ketuk, Lusiana bergegas membuka pintu. Saat melihat Lisa dan ibunya Lusiana langsung menengok kiri dan kanan lalu menarik tangan mereka dan memasukkannya ke rumah kontrakannya.

Mata Lisa dan ibunya membulat saat melihat ada 2 bayi ada di atas ranjang Lusiana.

"Ini bayi-bayi siapa Lusi?" tanya ibu Lisa.

"Bu, Lusi bakalan cerita semuanya, tapi ibu harus janji tolongin Lusi." Ujar Lusi dan ibu Lisa pun mengangguk.

"Tadi Lusi nemuin mereka, Bu. Mereka diletakkan di dalam kardus di dekat taman dan ditutupi semak-semak. Lusi ga tega, Bu, jadi Lusi bawa pulang mereka. Lusi ingin melaporkan mereka tapi Lusi pikir jika Lusi bawa mereka ke kantor polisi Lusi ga tega jika mereka ditaruh di panti asuhan. Ibu bisa bantu Lusi ga?"

"Apa...? Tega banget sih yang buang mereka." Seru Lisa marah. Namun, beberapa menit kemudian gadis itu sudah asyik mengusap pipi dua bayi itu.

Ibu Lisa menatap Lusi dengan ragu. Gadis ini baru berusia 18 tahun, tetapi ingin merawat dua bayi kembar, dengan ragu ibu Lisa berkata, "Bantuan apa kamu mau, Nak? Merawat bayi itu ga gampang Lusi, apalagi ini dua bayi. Kesulitan kamu akan bertambah dua kali lipat," terang ibu Lisa.

"Lusi akan belajar Bu, yang penting ibu mau bantu Lusi. Please bu cuma ibu harapan satu-satunya Lusi," ujar gadis itu terus mengiba. Lisa tak memperdulikan percakapan ibu dan sahabatnya. Ia seolah tersihir dengan wajah tampan bayi-bayi itu.

"Apa yang harus ibu bantu, Nak?" tanya ibu Lisa pasrah, susah memang membujuk sahabat putrinya itu karena gadis itu memang sedikit keras kepala.

"Pertama bantu Lusi mengurus mereka bu, Ibu ajari Lusi pokok-pokok yang harus Lusi lakukan untuk merawat mereka." Kata Lusi.

"Baiklah, ini tadi ibu bawa sampel susu tapi ibu tidak bawa dot," kata ibu Lisa pasrah. Awalnya dia pikir Lusi tadi menanyakan hal hal itu hanya untuk menambah wawasannya, karena dia tahu, Lusi juga seorang penulis.

"Ga apa-apa bu, biar Lisa yang cari dotnya," sahut Lisa, bersemangat.

"Beli tambahan susunya satu kardus dan beli empat dot yang sama persis seperti milik Bumi, ya," kata ibu Lisa.

Lusiana segera mengambil tasnya dan menyerahkan beberapa lembar uang pada Lisa. Awalnya ia berniat menabung uang tersebut, tapi sekarang sepertinya dia mengurungkannya.

"Lusi, ini tanggung jawab yang berat. Kau harus mengurus mereka, membesarkan mereka, kau akan kehilangan separuh kebebasanmu dan lagi, kelak siapa yang akan mau menikah denganmu jika kau memiliki anak diluar nikah?" Ibu Lisa mencoba berbicara lagi pada gadis itu. Ia takut gadis itu hanya bersemangat diawal saja.

"Aku sudah punya mereka. Aku bisa cari penghasilan sendiri Bu, aku tidak butuh ada pria yang mau menikahi ku. Karena memang aku tidak ada niatan mau menikah," kata Lusi penuh keyakinan. Ibu Lisa hanya bisa menghela napas berat.

Setelah kepergian Lisa, Lusiana kembali berucap. "Bantu Lusi juga untuk membuat surat kelahiran untuk mereka, Bu!"

💫💫💫💫💫💫💫💫💫

Cerita baru semoga kalian suka ya.

jempolnya di tekan dan jangan lupa vote dan gift nya. 🥰🥰🥰

DBJ 2. Kenapa ini Terjadi

********

"Apa kau serius, ini melanggar hukum Lusi."

"Lusi mohon, Bu. Lusi terlanjur sayang sama mereka. Asal ibu dan Lisa tidak mengatakan pada orang lain tentang ini maka semuanya aman bu. Setelah ini Lusi akan pindah cari kontrakan baru," kata Lusi meyakinkan.

Wajah ibu Lisa tampak berpikir lama. Ini melanggar kode etik kebidanan. Tapi bagaimana? dia juga kasihan pada Lusi yang menatapnya penuh permohonan.

"Tapi berjanjilah, kau benar-benar akan menjaga anak-anak ini," kata Ibu Lisa akhirnya menyerah.

Dia berusaha keras melawan kata hatinya dan mencoba mempercayai sahabat dari putrinya itu. Lusiana mengangguk antusias dengan senyum lebar.

Tak lama Lisa datang dengan baju yang sedikit basah karena hujan masih turun meski berupa gerimis.

"Untung udah nyampai sini," ujar Lisa seraya mengangkat kepalanya, karena hujan tiba-tiba turun dengan lebat. Lisa membawa masuk kresek berisi susu, dan juga dot bayinya.

"Nih kembaliannya." Lisa mengulurkan lembaran pecahan kecil, Lusi melambaikan tangannya.

"Udah bawa aja," kata Lusi tak acuh, dia sekarang sedang memperhatikan ibu Lisa yang memegang dot bayinya.

"Kamu masak air dulu, jika sudah mendidih botol-botol ini harus disterilkan. Lalu cara membuat susu, kamu tuang air biasa dulu baru air panas setelah itu susu. Jangan terbalik-balik Lusi ingat."

"Iya, Bu." Lusi berdiri mengambil air di wastafel lalu merebusnya.

Ibu Lisa tersenyum melihat semangat Lusi, gadis belia sahabat putrinya itu sudah mandiri sejak usia dini dan tidak diragukan lagi. Hanya saja dia masih sedikit ragu, untuk mengurus dua bayi sendirian bukanlah hal yang mudah.

"Bu nanti Lisa tidur disini menemani Lusi ya," kata Lisa berinisiatif. Dia merasa enggan meninggalkan dua bayi itu.

"Ibu juga akan menginap di sini, sekalian ibu akan ajari langkah-langkah merawat bayi, biar saat Lusi pindah dia tidak kerepotan mengurus mereka."

"Kamu mau pindah Lus? kenapa?" Tanya Lisa dengan tatapan mata berubah sendu.

"Aku harus pindah, Lisa. Aku harus cari lingkungan baru, dimana ga ada orang yang kenal sama aku. Ga mungkin aku tetap disini, kan? Yang ada orang-orang bakalan bertanya-tanya tentang mereka," kata Lusi memberi penjelasan.

Ibu Lisa merasa sedikit lebih yakin jika anak ini mungkin bisa mengemban tanggungjawab membesarkan bayi-bayi itu.

"Lisa boleh ikut Lusi ya, Bu, nanti Lisa janji bakalan sering-sering tengokin ibu. Lisa mau bantu Lusi rawat si kembar," kini Lisa ikut ikutan ingin merawat si kembar.

Ibu Lisa mendesah berat. Memang susah memisahkan putrinya dengan Lusi. Karena mereka sudah bersahabat sejak pertama duduk di bangku kelas satu.

"Terserah, yang jelas pesan ibu hanya satu kalian harus serius merawat mereka berdua ini."

Percakapan mereka terhenti saat terdengar bunyi nyaring dari suara ketel yang berisi air mendidih. Lusi menuang ke sebuah wadah lalu merendam 2 dot terlebih dahulu.

"Siapa nama bayi-bayi ini? biar nanti sekalian ibu yang urus."

"Namanya Devano dan Davino." Kata Lusiana entah mendapat ide dari mana tapi hanya dua nama itu yang terlintas di pikirannya.

***

Jika di kontrakan Lusiana sedang belajar mengurus si kembar, beda halnya di mansion keluarga Alexander. Suasana duka masih tampak kental menyelimuti kediaman Delano. Setelah pemakaman istrinya, Delano tidak pernah terlihat lagi.

Pria itu mengurung dirinya di kamar tanpa ingin bertemu dengan siapapun, ia terlihat sangat mengerikan. Penampilannya yang biasanya elegan dan menawan berubah menjadi berantakan.

"Kenapa kau pergi membawa anak-anak kita, Karina, kenapa kamu harus pergi secepat ini, dimana anak-anak kita sekarang?" Pekik Delano, tak lama ia melemparkan semua barang-barang yang ada di dekatnya ke dinding hingga menimbulkan suara kegaduhan.

Pintu kamar Delano diketuk seseorang. "Delano buka pintunya. Kita semua disini juga sama-sama kehilangan, jangan mengurung diri seperti ini," ujar Karisa. Namun, tak ada sahutan dari dalam. Karisa mendesah berat ia tampak kecewa.

"Bagaimana, Sayang, apa Delano mau membuka pintu?" tanya Diana ibu dari Delano.

Karisa menggeleng, wajahnya terlihat sembab dan letih. Diana mengusap bahu kembaran menantunya itu.

"Sabar ya, Sayang, kalau ada apa-apa kamu kesini saja. Pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu." Kata Diana, Karisa mengangguk dan tersenyum samar.

"Karisa pulang dulu, Tante," kata Karisa seraya mencium punggung tangan Diana.

"Panggil mama saja, seperti Karina manggil saya," ucap mama Diana lembut.

"Terima kasih, Mah." Karisa pergi dari kediaman Delano, senyum tipis tersungging dibibirnya.

Sementara itu Lusi dan Lisa terlihat menikmati peran mereka. Apalagi pelajaran yang ibu Lisa berikan kepadanya membuat Lusi merasa bersemangat mengurus bayi-bayi itu.

"Kalian sudah mengerti kan ..?" tanya ibu Lisa, dia dikenal di kampung itu dengan nama bidan Yuyun. Padahal nama asli ibu Lisa adalah Wahyuni.

"Mengerti, Bu." Lusi dan Lisa menjawab secara bersamaan.

"Baiklah, besok ibu akan mengurus surat lahir dan akte mereka. Semoga urusannya di lancarkan besok," ujar ibu Lisa sedikit ragu. Dia berharap tidak akan ada halangan apapun.

"Kamu bakalan kasih tahu ibumu soal mereka?" tanya Lisa, Lusi menggeleng. Ia tak ingin memberitahu ibunya saat ini. Bahkan dia juga tidak memberitahu ibunya soal dia melakukan banyak pekerjaan untuk mengumpulkan uang.

"Ya sudah, kalian sekarang istirahat saja dulu, biar ibu yang jaga mereka," Kata bu Yuyun pada kedua gadis belia itu.

Namun, tak lama salah satu bayi menangis, Lusi dengan semangat mendekat dan dengan hati-hati mengangkat tubuh bayi mungil itu.

"Aduh, anak emak bangun," ujar Lusi yang langsung mendapat toyoran dari Lisa.

"Bisa ga sih udiknya di tinggal aja. Jangan dibawa sampai sini. Geli tau masak mahmud (mamah muda) minta di panggil emak.

"Mommy, mami, umi, bunda, kan banyak, tuh. Masak iya emak, ga kelas banget," gerutu Lisa.

"Ya sudah panggilnya bunda aja, ya, Sayang Devan, Devin dan itu onty Lisa yang bawel," kata Lusi seraya menggoyangkan tubuh Devan.

"Trus cara bedain mereka dari mana?" tanya Lisa penasaran.

"Lihat ini, ga?" Lusiana menunjukkan telinga kiri Devan ada semacam tanda lahir sedangkan Davin tidak.

"Ok deh, berati yang ada tanda lahirnya Devan yang ga ada tanda lahirnya Davin." Tanya Lisa untuk memastikan dan Lusiana mengangguk.

Delano melaju dengan kecepatan diatas rata-rata dijalanan dimana sang istri ditemukan meninggal. Rasanya saat ini dia ingin menyusul belahan jiwanya dan anak-anaknya.

Namun sekelebat bayangan Karina berdiri di pembatas jalan membuat Delano menghentikan laju mobilnya.

"Karina ...." Delano membuka pintu mobilnya ia mendekat ke arah Karina.

"Karina ...." Delano menatap wajah pucat dan sendu itu. "Katakan dimana kamu meninggalkan anak-anak kita Karina?" Saat Delano akan meraih tubuh Karina tubuh itu menghilang bagai asap. Delano berlutut disana dan menangis sejadi-jadinya.

"Karina, kenapa kamu tinggalin aku," teriak Delano histeris pria itu sudah seperti orang gila. Seorang pria menghampirinya dan membantunya berdiri. Pria itu sejak tadi mengikuti kemanapun tuannya pergi.

"Tuan ... " Pria itu mendekati Delano dengan tatapan iba.

"Kenapa dia tega meninggalkanku seperti ini, Regan? Dimana dia menyembunyikan anak-anakku?" tanya Delano sambil menangis. Baru kali ini Regan melihat atasannya sehancur ini.

"Tuan, selagi jasad kedua putra anda belum ditemukan, percayalah mereka berati masih hidup, Tuan." Ujar Regan berusaha menguatkan atasannya itu.

"Kenapa ini harus terjadi padaku? Baru saja aku akan merasakan kebahagiaan bersama mereka. Kenapa takdir begitu kejam padaku? aku tidak pernah menyakiti siapapun, Regan. Kenapa ini harus terjadi padaku, katakan apa salahku?" Delano kalap ia mencengkeram kerah baju Regan asisten setianya.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

jangan lupa like komen dan gift buat othor Ya. Vote juga setiap senin biar othor semangat menghibur kalian.. 😘😘😘😘😘

DBJ 3. Bertemu Delano dan Regan

*********

Delano bangun dari tidurnya saat sayup-sayup ia mendengar suara tangisan bayi. Dia terjaga sepenuhnya dan menoleh ke kiri dan kanan. Ia lalu mengusap wajahnya kasar.

"Dimana pun kalian berada semoga kalian selalu sehat dan baik-baik saja. Papa menyayangi kalian," gumam Delano. Hari ini adalah babak baru bagi dirinya dengan status duda yang disandangnya. Delano yang hangat dan penuh kasih kini telah menjelma menjadi sosok yang begitu dingin dan tak tersentuh.

Seminggu sudah sejak kepergian sang istri dan menghilangnya anak-anak membuat emosi Delano menjadi mudah tersulut. Salah sedikit saja di hadapan dirinya akan langsung mendapatkan hukuman.

Delano menuruni tangga saat Diana ibunya memanggilnya.

"Delano kemarilah, Nak, ada Karisa disini," kata mama Diana sembari memasang senyum lembut di bibirnya.

"Aku ada meeting penting, Mah. Mama saja yang temani dia. Aku tidak punya waktu," ujar Delano datar, dia yang semula ingin berbicara dengan mamanya, akhirnya urung dan memilih pergi. Diana hanya mendesah lelah menghadapi sikap putranya yang semakin lama semakin dingin.

Diana menoleh ke arah Karisa dengan wajah canggung, "Maaf ya Karisa, Delano sangat sibuk," ujar Diana tak enak hati pada saudara kembar almarhum menantunya itu.

"Ga apa-apa, Ma, aku bisa maklum, kok. Mungkin Delano juga butuh waktu," ujar Karisa memaksakan senyumnya, padahal dalam hati ia begitu kesal lagi-lagi pria itu menolak kehadirannya.

Di perjalanan menuju ke kantor Delano tampak melamun. Regan sang asisten hanya mampu mencuri pandang sesekali menatap sang majikan yang tampak menyedihkan. Sangking asyiknya memperhatikan tuannya Regan tak sadar jika lampu lalu lintas berubah merah. Namun, ia tetap melaju.

Braaak!!

Delano terkejut begitupun Regan yang seketika itu menginjak remnya. Delano menatap tajam kearah Regan. Pria itu tampak tegang. Namun, ia memilih bergegas keluar untuk melihat kondisi korbannya.

Banyak Warga mendekat dan berkerumun. Regan keluar untuk memastikan kondisi korbannya. Melihat korbannya baik-baik saja, Dengan sigap Regan membantu gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu itu berdiri.

"Anda baik-baik saja, kan, Mbak?" Gadis itu menatap tajam kearah Regan.

"Kau melihatnya sendiri bagaimana? Lihatlah motorku rusak," kata Lusi sambil menunjuk motornya yang masih tergeletak.

Dia bahkan lupa jika lututnya terluka dan berdarah. Dalam pikirannya dia harus pergi ke sekolah sekarang.

Lusiana berdiri dengan kaki pincang, lututnya berdarah. Bahkan rok yang putih terlihat kotor terkena darah. Ya, gadis yang secara kebetulan di tabrak oleh Regan adalah Lusiana.

"Silahkan ikut saya, Mbak. Saya akan mengantar anda. Nanti motornya biar di urus oleh orangku," kata Regan, setelah berpikir panjang, akhirnya Lusiana menuruti ucapan Regan.

"Kenapa kau lama sekali?" tanya Delano dengan mata terpejam. Saat dia tak mendapat jawaban dari Regan, ia memicingkan sebelah matanya. Namun, ia terkejut ternyata bukan Regan yang masuk ke mobilnya melainkan gadis SMA yang terlihat sangat manis dan cantik. Tak lama Regan masuk ke dalam mobil dan melaporkan kejadian tadi pada Delano.

Suasana di dalam mobil terasa hening, Delano tanpa sadar melirik ke arah Lusiana. Gadis itu pura-pura tak melihatnya. Tak lama ponsel Lusiana berdering nama Lisa tercantum di ponselnya. Lusiana langsung menggeser ikon berwarna hijau

"Sebentar lagi aku sampai Lisa sabar."

" ..... "

"Iya bawel, lagipula besok aku pindah. Kata ibu akte si kembar sudah keluar. Pokoknya kalo kamu mau ikut pindah aku, kamu juga kudu semangat cari duitnya. Jangan cuma karena Devan dan Davin kamu jadi males-malesan. Jangan jadikan anak-anakku sebagai alasan." Lusi mengakhiri percakapannya dengan Lisa. Namun, ia tak menyadari jika mata Delano dan Regan sempat melotot tak percaya.

Gadis ini memiliki anak? Pergaulan anak jaman sekarang benar-benar mengerikan. Bahkan mereka tidak malu mengatakan di depan orang lain.

Tak lama ponsel Lusi kembali berdering dia buru-buru mengangkatnya.

"Halo Assalamu'alaikum, Bu."

"....... "

"Maaf Bu, Lusi belum bisa pulang."

"...... "

"Ibu terlalu banyak berpikir. Lusi tidak mungkin berbuat macam-macam di sini. Orang itu udah membuatku menutup mata pada kaumnya."

"....... "

"Terserah ibu, yang jelas Lusi sampai kapanpun tidak akan menikah. Lusi tidak perlu pria dalam hidup Lusi. Berhentilah untuk terus menceramahiku, Ibu. Berkacalah pada hidupmu sendiri. Sekarang kau sukses tanpa pria itu dan Lusi juga bisa sukses tanpa pria di hidup Lusi."

"....... "

"Ibu tenang aja, aku akan berikan ibu cucu tanpa harus berdekatan dengan pria."

Lusi menutup teleponnya dan menghela nafas kasar. Ia seakan lupa jika saat ini dirinya berada di dalam mobil bersama dua orang pria. Dan keduanya tampak terkejut mendengar apa yang Lusi katakan. Gadis ini terdengar sangat aneh.

"Mbak, kita sudah sampai," ujar Regan datar.

"Oh terima kasih, Tuan. Bisakah aku meminta nomor ponselmu?" tanya Lusi.

"Bukankah kamu tidak ingin berhubungan dengan pria. Kenapa meminta nomorku?" tanya Regan dengan wajah meremehkan. Sebagai kaum laki-laki, entah mengapa dia bisa merasa kebencian Lusi pada mereka. Lusi terkekeh. Dia baru sadar tadi saat bertelepon, orang-orang ini mendengarkan ucapannya.

"Tuan, aku hanya meminta nomormu untuk menanyakan perihal motorku. Bagaimana aku bisa tahu kapan motorku selesai diperbaiki sehingga aku bisa mengambilnya?" ujar Lusi, kini dia menatap Regan datar. Baru kali ini ada gadis yang menatap Regan dengan tatapan seperti itu.

"Baiklah, ini kartu namaku. Kirimkan nomormu nanti aku akan menghubungi anda." Kata Regan.

"Regan Sailendra .. Asisten CEO PT Zenon." Lusi mengeja nama Regan seakan sengaja. Lusi lalu mengetik nomor Regan di ponselnya setelah itu Lusi melakukan panggilan.

"Itu nomorku, Tuan. Dan ini kartu namamu. Aku tidak memerlukannya," ujar Lusi tetap dengan ekspresi datarnya. Tanpa berniat mengatakan apa-apa lagi pada Regan, Lusi menutup pintu mobil mewah itu dengan kencang.

Delano menatap bayangan Lusi dengan senyum samar. "Gadis yang menarik," gumam Delano.

"Ya, Tuan?" Regan seakan mendengar suara Delano.

"Pesonamu sebagai Casanova ternyata sudah luntur, Regan. Gadis itu sama sekali tidak tertarik denganmu," Kata Delano tersenyum tipis. Kali ini Regan dapat menangkap senyum tuannya yang sudah seminggu ini menghilang.

"Mungkin saja, Tuan. Tapi gadis itu sama sekali bukan selera saya," kata Regan membela harga dirinya.

Delano lalu membuang pandangannya. Regan kembali melaju membelah keramaian ibu kota.

Setelah selesai mengurus cap tiga jari untuk ijazahnya, Lusi pergi ke UKS untuk mengobati luka di lututnya yang sobek dan ada memar di betisnya. Ia terus menggerutu selama mengobati lukanya.

"Hai, Lusi," Sapa seorang pemuda yang seumuran dengan Lusi. Dia merupakan teman sekelas Lusi.

"Lusi, sebentar lagi kita semua akan terpisah, tidak bisakah sekarang kita berteman?"

"Tidak. Maaf aku tidak berminat berteman dengan lawan jenis," kata Lusi dengan angkuh. Dia turun dari bed, dan melewati pemuda itu, "Permisi." Lusiana meninggalkan laki-laki itu. Ia lantas menghubungi Regan.

"Bagaimana motorku?" tanya Lusi tanpa basa basi.

"Aku tidak menyangka seorang pelajar sepertimu tidak memiliki sopan santun." Ujar Regan dingin.

"Karena aku memang tidak mau berbasa-basi dengan anda, Tuan Regan. Jadi katakan apa motorku sudah selesai diperbaiki?"

"Sudah, tapi aku terlalu sibuk jadi kau datanglah ke gedung Zenon sekarang," ujar Regan setengah memerintah.

"Dasar si_alan jika kau di hadapanku sudah ku remukkan gigimu itu. Sudah salah, tapi masih aja sombong," desis Lusi, kesal. Namun, ia tetap datang ke perusahaan milik Delano.

Lusiana memesan ojek online, sesampainya di gedung megah dan tinggi itu, Lusiana celingukan. Ia melihat ke sekeliling dan benar saja motornya ada di dekat pos satpam. Lusiana mendekat ke pos satpam lalu membungkukkan badannya sejenak tanda hormat.

"Maaf, Pak, saya Lusi. Saya pemilik motor ini bolehkan saya meminta kuncinya?" tanya Lusiana dengan nada dibuat sehalus mungkin. Namun tatapan matanya tak bisa menyembunyikan ketidaksukaannya pada makhluk bernama laki-laki.

"Maaf nona, jika anda benar pemiliknya silahkan hubungi tuan Regan karena kuncinya dibawa oleh beliau," kata salah seorang satpam menatap Lusiana dengan tatapan penuh selidik.

"Dasar pria si_alan," gumam Lusiana terus memaki Regan dalam hatinya.

Lusiana merogoh ponselnya dan menekan nomor Regan. Dan baru sekali dering panggilannya langsung diangkat oleh pria itu.

"Bisakah kau segera turun? Aku sudah di bawah, tapi kata satpam kunci motorku kau yang membawanya," kata Lusi.

"Tunggu sebentar!" Jawab Regan langsung mematikan ponselnya. Lusi kesal bukan main. Dari kejauhan Delano dapat melihat Lusi menghentakkan kakinya lalu ia meloncat-loncat kesakitan.

Senyumnya tak dapat ditahan melihat hal itu, ia terkekeh seraya menggelengkan kepalanya.

"Ajak dia makan siang dulu. Setelah itu baru kembalikan kuncinya." Kata Delano memberi perintah Regan. Regan terdiam mencerna perkataan Delano. Apakah tuannya tertarik dengan gadis kasar itu? batin Regan.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Semoga kalian suka karya baruku

jangan lupa acungkan jempol kalian, komen, gift dan please rate novel ini 🥰🥰🥰🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!