NovelToon NovelToon

POCONG FAMILY

BAB 1

sebelum membaca cerita ini. perlu untuk saya beri tahukan, bahwa cerita ini hanya untuk lucu lucuan saja, hanya sekedar bacaan santai, serta tidak ada unsur untuk menyinggung siapa pun juga.

Juga diharapkan, agar tidak menggunakan logika yang rasional untuk membaca cerita ini, agar tidak menimbulkan pertanyaan pertanyaan.

®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®®

Hidup adalah sebuah misteri yang tidak bisa kita pahami, begitu juga dengan dunia ghaib. Ada yang mengatakan kalau jarak antara dunia nyata dan dunia ghaib, hanya satu kedipan mata, tabirnya setipis kulit bawang.

Hantu atau yang biasa kita sebut setan, ataupun mahluk ghaib, mereka selalu ada disekitar kita. Bahkan mereka menempati tempat tempat tertentu dan bisa jadi kita serumah dengan mereka, bahkan selalu mengikuti kemanapun kita pergi. Atau mungkin, bisa jadi mereka sedang di samping anda untuk membaca cerita ini.

Tapi yang pasti tidak semua hantu atau setan sangat menyukai tempat tempat kotor, baik itu lingkungan yang kotor ataupun hati yang kotor.

seperti di dalam cerita ini.

Dikisahkan nantinya. Di dalam rumah Pak Bodong, sosok Pocong ikut menghuni rumahnya, bahkan bukan hanya si pocong, ada juga Tuyul, Kuntilanak dan juga ada arwah dua orang gadis yang mati bunuh diri.

Sedikit gambaran cerita.

Keluarga Pak Bodong menempati rumah mereka yang baru. Rumah itu dia beli dengan sangat murah, karena sudah lama kosong dan ditinggal pemiliknya. pak Bodong  tidak pernah menyadari kalau rumahnya tersebut banyak dihuni oleh mahluk mahluk astral.

Istri pak Bodong adalah ibu rumah tangga sejati. Tetangga di tempat yang lama, mereka biasa memanggilnya dengan sebutan Bu Bod. Tingginya sekitar 165cm dengan berat badan 65kg.

Mereka mempunyai dua orang anak. Putra Bodong anak pertama, usia 21 tahun, wajah sedang sedang saja, pekerjaan ganggu bini tetangga, alias pengangguran.

Sedangkan anak yang kedua, Namanya Putri Bodong. Usia 19 tahun, rambut panjang hitam dan berkilau, sedang kuliah

Tokoh mahluk halus, ada si Tuyul, mati di aborsi 9 bulan yang lalu,

jenis kelamin laki laki, tinggal di dalam lemari pakaian Putri Bodong.

Sedangkan dua wanita hantu cantik. Mati tanpa sebab, atau bisa dibilang kematiannya tidak diketahui penulis.

sedangkan pemain utama kita. Pocong dan Kuntilanak, kematiannya masih dirahasiakan.

Dikisahkan juga.

Sekitar setahun yang lalu sebelum Pak Bodong  menempati rumah barunya. Rumah itu ditinggal penghuni lamanya begitu saja, karena si kepala keluarga pindah tugas keluar negri. 

Intinya Itu.

Maka, sejak saat itu rumah tersebut kosong, pemiliknya tidak ada niat untuk menyewakannya, mereka hanya ingin langsung menjualnya.

Dua hari setelah rumah itu di tinggal penghuninya. Dimalam harinya, seorang pemuda yang lagi mabuk berjalan melewati depan rumah itu. Dikarenakan kondisinya yang sudah mabuk parah, pria itu kehilangan keseimbangan sehingga kakinya kesandung kaki sendiri. Tubuhnya langsung jatuh ke selokan dengan posisi kepala lebih dulu membentur diding selokan, si pemuda langsung tidak sadarkan diri, dari kepalanya terlalu banyak keluar Darah. Sedangkan kondisi jalanan cukup sepi. Jadi Inalillahi pemuda tersebut karena tidak ada yang menolongnya.

Inilah salah satu mati yang mengenaskan.

ok, sekian dulu. kita mulai ceritanya.

®®®®®®®®®®®®®®®®

"Uueeeeekkkk!"

"Ueekkkkkkkk!"

"lu udah mabuk berat, bro!" seorang pria kurus rambut panjang menegur temannya yang sudah mabuk berat.

"gue belum mabuk, bro. masih kuat nih!" ujar pria mabuk itu.

wajahnya hitam manis dengan gaya rambut cepak.

"lu pulang aja, bro. Gue nggak sanggup bopong lu kalau sampai pingsan."

"satu gelas ini lagi, gue pulang!" ujar pria cepak tersebut. "UUUEEEKHHHHH!"

Pria cepak berdiri dan keluar dari gedung yang penuh aroma alkohol tersebut. dia berjalan sempoyongan.

"Aku, adalah lelaki yang tak pernah bahagia... aku, adalah lelaki, yang selalu ingin bahagia... Aku, adalah lelaki yang selalu saja, hidup kesepian.

aku, adalah lelaki, lahir yatim piatu.

aku."

Pria cepak itu terus berjalan dan sambil bernyanyi tanpa irama yang jelas. Jalanan yang sepi dia telusuri, tidak ada lagi orang yang lalu lalang, udara mulai sangat dingin.

pukul tiga pagi, pria cepak itu melihat sebuah rumah kosong. Di depan rumah kosong tersebut, dia buang air kecil kedalam got.

"brrrr... gue akan beli lu rumah. Tunggu aja!" ujar pria cepak ngoceh sembarangan.

Dia menutup kembali resletingnya dan kembali melangkah. Dia tidak lagi bisa menyeimbangkan tubuhnya, sehingga kaki kanannya tersandung oleh kaki kirinya.

"Aaagghh!" Pria cepak tersebut menjerit.

Dia jatuh kedalam got, kepalanya langsung menghantam sisi got.

Di pagi hari, sekitar pukul delapan pagi. Warga sudah berkumpul di depan sebuah rumah kosong. Pria cepak itu sudah ditemukan warga dalam keadaan tidak bernyawa, dan tidak ada satupun warga yang mengenalinya, tapi dari dompetnya, para warga bisa menemukan alamat rumah pemuda tersebut, lalu mereka mengantar jenazahnya. Hari itu juga  si pemuda dimakamkan.

Namun, arwah si pemuda masih tinggal di depan rumah, tempat dia mengalami kecelakaan tadi malam. Dia sudah dalam bentuk Pocong, dan mulai malam ini, si Pocong menempati rumah kosong tersebut, tanpa dia harus membelinya.

sudah satu bulan Pocong menempati rumah tersebut. Dia selalu berdiri di sisi jendela rumah dan menatap kearah luar rumah. Kesepian hari-harinya telah membuat hatinya sedih.  Dia merasa tidak ada bedanya dengan waktu dia masih hidup dulu, setelah kematiannya dia masih merasa tetap begitu saja, kesepian dan telantar.

Tepat pukul dua belas malam. Pocong memutuskan untuk keluar rumah, dia ingin jalan-jalan malam. Mungkin dengan jalan jalan malam, suasana hatinya bisa sedikit terhibur.

Ketika melewati sebuah jalanan sepi. Pocong geleng-geleng kepala saat melihat seorang banci tengah asik bersenda gurau dengan calon pelanggannya, di balik sebuah pohon Mahoni. Tergerak hati si Pocong untuk mengerjai mereka.

"sepertinya bagus buat menghibur diri!" batinnya sambil tersenyum.

Posisi bencong dan pelanggannya, duduk saling berhadapan, mereka juga tengah berpelukan. Pocong iseng berdiri di belakang calon pasangan si Banci, kemudian membuat dirinya agar terlihat oleh si Banci.

Melihat penampakan si pocong. Si Banci hanya bisa melongo tanpa suara dan kemudian langsung pingsan. Sang pasangan yang melihat si Banci pingsan tiba-tiba tertawa.

"Hahahaha! Pingsan nggak kamu, setelah tau kalau aku mantanmu!" ujar pasangannya si Banci tersebut, yang ternyata adalah wanita tomboi, tampilannya benar-benar pas sebagai pria.

Ternyata saat mereka berpelukan tadi, dan bersamaan dengan penampakan si Pocong. Si Tomboi membisikkan sesuatu ke telinga si Banci, kalau dia adalah wanita dan juga mantan si Banci waktu SMA dulu, karena itulah si Tomboi mengira, kalau si Banci pingsan karena informasi yang dibisikkannya.

Si Tomboi pun pergi dengan senyum penuh kemenangan, meninggalkan si Banci yang sedang pingsan. Dendamnya telah terbalaskan, karena dulu si Banci mencampakkan dirinya begitu saja tanpa penjelasan.

Cinta memang rumit!

Melihat kejadian tersebut, Pocong hanya melongo dalam waktu cukup lama.

Setelah lepas dari rasa takjubnya melihat keajaiban aneh itu. Pocong akhirnya meninggalkan si Banci yang sedang pingsan, dan kembali meneruskan  lompat-lompatnya membelah kesunyian malam, untuk mecari setitik kebahagiaan.

®®®®®®®®®®®®®®®®®®®.

BAB 2

Di depan sebuah klinik, Pocong menghentikan lompatannya, dia melihat di atas atap klinik ada sosok Kuntilanak sedang duduk menangis tersedu-sedu

.

"Hikkshhhh ... Hikkkshhhh...!"

" Clinggg...!"

Hanya sekali loncatan, Pocong sudah berada di samping Kuntilanak.

"Eh, Pocong buset!" Kuntilanak kaget dan langsung berhenti menangis.

"Lu, kenapa bersedih?" tanya Pocong tanpa menghiraukan Kuntilanak yang kaget.

Kuntilanak tidak menjawab, dia melanjutkan tangisannya yang sempat terhenti.

"Hei. Gue tuh laki-laki baik, tau! Jadi, lu kagak usah takut," ucap Pocong memuji dirinya, karena merasa Kuntilanak mengabaikannya.

"Aku baru mati semalam lusa, setelah melahirkan, hiickkkss ... hisckkk ... Aku disini lagi nungguin anakku yang baru mati juga, entah kemana dia pergi." Kuntilanak menghapus ingus yang meleleh dari lubang hidungnya, dengan ujung daster putihnya.

"Uda berapa lama?" tanya Pocong seraya membuang muka, karena merasa jijik dengan tingkah si Kuntilanak.

"Apanya?" tanya Kuntilanak balik, karena tidak loading dengan pertanyaan Pocong.

"Matinya! Uda berapa lama lu mati?"

Kuntilanak menatap Pocong sejenak, kemudian ia menangis semakin kencang. Pocong menjadi merasa bersalah.

"eh ... eh ... Kenapa lu makin kencang nangisnya. Ntar ada hantu lain yang liat, bisa hancur harga diri gue.!"

"kau nanya nggak pakai otak, ya! Padahal udah aku bilang tadi, kalau aku mati semalam lusa!" Kuntilanak nyolot dengan wajah terlihat tidak bersahabat.

Pocong diam dan berpikir sejenak. "Oh, iya. aku lupa. maaf!"

Tidak terasa obrolan Pocong dan Kuntilanak, sudah memakan waktu hingga menjelang pagi. Sang Ayam jantan sudah berkokok berkali kali, bahkan adzan Subuh sudah berkumandang.

"Udah mau pagi nih! Bentar lagi matahari nongol." Kuntilanak kemudian berdiri dari duduknya.

"Iya jua, ya. Nggak terasa uda pagi." Pocong juga ikutan berdiri. "Lu mau kemana?" tanya Pocong kemudian.

"Mau pergi lah!"

"Bukannya lu tinggal di Klinik ini?" tanya Pocong lagi.

"Iya, aku tinggal di sini, tapi sekarang aku sudah nggak mau tinggal disini lagi, mahluk di sini semuanya jahat-jahat, mereka sering nakalin aku. Jadi aku mau nyari rumah yang baru saja," ujar Kuntilanak dengan nada sedih dan mulai menangis lagi.

"Mereka...!" Pocong manggut-manggut, "emangnya siapa-siapa aja yang tinggal di sini?"

"Banyak. Ada Gondoruwo, Kolor ijo, Buto Ijo dan Begu Ganjang!" kuntilanak menyebut nama-nama mahluk yang yang tinggal di dalam klinik.

Nama-nama yang telah disebutkan Kuntilanak tersebut, semuanya adalah penghuni lama, sedangkan Kuntilanak adalah penghuni baru. Kuntilanak tidaka tau kalau dia lagi di ospek sebagai penghuni baru di Klinik tersebut, sehingga membuat Kuntilanak tidak kerasan lagi tinggal disana.

"Jadi, klinik ini dihuni sama setan laki-laki semua?" tanya Pocong dengan wajah antusias.

"Iya." Singkat kuntilanak menjawab.

"Dasar memang setan, beraninya hanya sama wanita. Kurang ajar! " umpat Pocong dengan kesal. Dia mencoba menunjukkan dirinya dihadapan si Kuntilanak, bahwa dia adalah lelaki sejati, walau hanya dengan sebuah umpatan.

"Iya. Sama seperti kita, sama-sama setan !"

Walau suara kuntilanak terdengar sedikit menggumam, tapi Pocong masih bisa mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kuntilanak. Pocong pura-pura tidak mendengarnya, walau sebenarnya hatinya ke sentil oleh kalimat yang diucapkan oleh Kuntilanak..

"Begini saja. Kalau lu mau, tinggal aja sama gue. Gue kebetulan tinggal sendirian aja di sebuah rumah kosong. Gue jamin deh, lu bakalan betah tinggal di sana.

Kuntilanak menatap Pocong, mencoba mencari kejujuran sang Pocong, apakah benar dia berkata jujur, atau jangan-jangan hanya sekedar modus.

"Nggak usah khawatir, gue tau apa yang lu pikirin. Lu lihat wajah gue, apa terlihat seperti maniak atau setan nakal. Kagak, kan?"

"Nggak sih," jawab Kuntilanak datar.

"Ya sudah, lu ikut gue!" Pocong langsung menarik tangan Kuntilanak untuk melompat kebawah.

"Tunggu! Aku tidak berani melompat" sela Kuntilanak saat melihat Pocong yang sudah mendarat dengan mudahnya

Sebagai hantu baru, yang kematiannya belum genap 40 hari. Kuntilanak tentu saja belum memiliki kekuatan apapun sebagai mahluk halus, selain dari tidak terlihat oleh mata manusia, bahkan hukum gravitasi masih berlaku baginya, karena itu Kuntilanak tidak berani melompat, apalagi dari atap bangunan yang berlantai dua. Berbeda dengan Pocong yang telah melewati hampir setahun kematiannya.

"Eh Maaf ! Gue lupa kalau lu itu hantu magang," ujar Pocong bercanda.

"Aku turun lewat tangga saja," elak Kuntilanak sewot karena candaan Pocong.

Pocong merasa menyesal dengan ucapannya, tapi dia tersenyum karena Kuntilanak masih mau ikut dengannya.

"Sudah ... Sudah! Nggak usah sewot, lu. Lompat aja, ntar gue bakalan nangkap lu." Pocong mencoba membujuk Kuntilanak.

"Hihihihihihi!" kuntilanak tertawa renyah, "tangan kau saja terikat, bagaimana mau menangkap aku. Hihihihihihi," ujar kuntilanak, dan terus tertawa karena merasa geli mendengar ucapan pocong yang mau menangkapnya. 

Karena Pocong adalah hantu atau setan, maka wajah Pocong pun memutih akibat menahan rasa malu dengan kebodohannya. 

Kuntilanak pun berjalan menuju tangga yang ada dibagian samping klinik. Tangga itu memang sudah ada semenjak Kuntilanak belum naik ke atas atap. Mungkin ada orang yang meletakkkannya di situ, untuk memperbaiki sesuatu di atap dan lupa untuk mengambilnya.

"Kenapa wajahmu jadi putih?" tnya Kuntilanak heran ketika sudah berada di samping Pocong, karena setau Kuntilanak, wajah Pocong sedikit gelap dan sekarang sudah berubah jadi putih.

"Aku ngantuk, soalnya sudah pagi," jawab Pocong asal. "Ayo pulang, nanti kita kesiangan," ujar Pocong lagi mencoba mengalihkan Kuntilanak yang masih memperhatikan wajahnya.

Merekapun pergi meninggalkan klinik tersebut menuju rumah pocong. Terlihat jelas di wajah pocong raut kebahagiaan, sekarang dia tidak lagi kesepian, sudah ada seorang wanita dengan punggung bolong, dengan gaun putih yang akan menemani hari-harinya.

Sudah hampir tiga bulan, Pocong dan Kuntilanak tinggal bersama, dan selama hampir tiga bulan itu, pocong selalu menghibur Kuntilanak agar tidak terlalu sedih atas hilangnya anaknya, bahkan pocong juga selalu mencari informasi tentang keberadaan anak Kuntilanak.

Bukan itu saja, bahkan ada sebuah kemajuan tentang sikap Pocong pada Kuntilanak. Dia tidaka menggunakan kata gue dan lu lagi. sekarang sudah berubah menjadi aku, kamu

"Kenapa kamu duduk disini?" tanya Pocong, saat melihat Kuntilanak duduk diatas kloset jongkong, dengan kaki bersila dan tangan menopang dagu.

"Aku rindu anakku" ujarnya dengan nada sedih.

Pocong merasa Iba melihat Kuntilanak yang masih bersedih karena kehilangan anaknya, dan Pocong selalu sabar untuk menghibur Kuntilanak.

"Yang sabar ya, Lanak. Nanti anakmu bakalan ketemu kok! Aku juga sudah mencari informasi, tentang keberadaan anak kamu, tapi sayang, aku masih belum dapat kabar," kata Pocong sambil jongkok dihadapan Kuntilanak, dan memberikan senyum terbaiknya.

Hanya itu yang bisa dilakukan Pocong. Padahal dia sangat ingin membelai rambut Kunti dengan penuh kasih sayang, tapi apalah daya tangan terikat.

"Gini Aja...! Bagaimana kalau kita kerumah sebelah gangguin penghuninya," ajak Pocong.

" hiiickkhhhhh ... hicchhhhhkkk. Ayo!" sahut Kuntilanak dengan tertawa bahagia.

Pocong sekarang sangat paham betul, jika Kuntilanak sedang bersedih, hanya dengan menggangu manusia saja satu-satunya obat, yang mampu menghilangkan kesedihan Kuntilanak.

 

Merekapun akhirnya pergi kerumah sebelah. Dimana penghuninya adalah sepasang suami istri, yang baru saja menikah satu bulan yang lalu.

BAB-3

Di depan sebuah rumah bergaya minimalis dengan cat warna abu-abu. Pocong dan Kuntilanak berdiri saling menatap, mereka berdua juga saling tersenyum.

"Bagaimana , Lanak? Apakah kamu sudah siap untuk party?" Pocong bertanya sambil mengerlingkan matanya.

"Pastinya dong!" jawab Kuntilanak penuh dengan semangat. Dia sudah tidak sabar lagi melihat wajah ketakutan dari tetangga manusianya

Mereka berdua kemudian masuk kedalam rumah tersebut.

"Kok sepi ya, Cong? Lampunya juga mati?" tanya Kuntilanak, saat mereka sudah  berada diruang tamu.

Pocong hanya diam, dia tidak menggubris apa yang dikatakan Kuntilanak.

"Cong! Kok kamu diam aja sih!" tegur Kuntilanak kepada Pocong yang hanya diam disampingnya, dengan tangan menepuk bahu Pocong.

"Aku ngambek...!" ucap Pocong dengan ketus

"Aku salah apaan sih? Kok, kamu jadi ngambek gitu?" tanya Kuntilanak dengan sewot.

Kuntilanak tidak terima dengan sikap Pocong yang tiba-tiba ngambek padanya

"Iya, aku ngambek! Kamu manggil aku, Cong. Kamu tau, kalau itu sangat tidak sedap didengar telingaku, nanti kalau ada yang dengar gimana? Dikirain hantu-hantu lain aku itu bencong beneran. Aku kan Pocong bukan Bencong...!" Pocong begitu sewot.

"Lah, aku kan nggak pernah bilang kamu itu bencong, aku hanya bilang Cong, sedangkan kamu aja tadi manggil aku Lanak, aku nggak marah dan protes! Kenapa kamu dipanggil Cong aja, jadi ngambek? Hiiiiiiiiiiiiii ... hiiiiiiii ... hiiiiiiiiii...! Kuntilanak membela diri sambil tetap tertawa  kencang.

"Kok, malah ketawa sih?" Pocong makin sewot, raut wajahnya semakin ruwet.

"Iya ... Iya sayangku!" Kuntilanak malah menggoda Pocong dengan panggilan sayang.

Mendengar kata-kata sayang, Pocong langsung menatap Kuntilanak dengan tatapan ingin menerkam.

"Beneran, kamu sayang aku?" Pocong bertanya sambil tersenyum lebar, walaupun pocong tau, kalau Kuntilanak hanya menggodanya saja, tapi tidak ada salahnya mencari harapan.

"NGGAK!" Jawab Kuntilanak dengan tersenyum.

Pocong menghela napas dengan pelan.

"Ya udah gini aja, biar kita nggak ribut. Aku panggil kamu dengan Kunti aja, dan kamu panggil aku dengan sebutan lengkap, Pocong. Ingat, jangan sekali-kali dipotong-potong, karena kalau panggilan aku dipotong-potong, bagaimanapun hasilnya tetap saja kagak enak untuk didengar. Mau itu, Poc, Oco, Poco, apalagi kalau Cong dan Ocong. Semua jelas kagak enak didengar," tutur Pocong panjang lebar, mengingatkan Kuntilanak tentang panggilannya.

"Hihihihihihihi ... hiiiii ... Hiiiiiiii ... iya!" jawab Kuntilanak lembu, seraya tertawa kecil melihat Pocong yang ceramah panjang lebar dengan wajah yang sewot.

Tiba-tiba Kuntilanak meletakkan jari telunjuknya di bibir Pocong. Sungguh sayang, jantung pocong sudah tidak berdetak lagi. kalau tidak, pasti pocong tidak akan sanggup menahan detak jantungnya, akibat sikap Kuntilanak. Sebab, bukan hanya karena jari Kuntilanak yang menempel di bibir Pocong, melainkan tatapan Kuntilanak yang seakan ingin mengatakan, kalau dia sungguh menyukai Pocong.

Ahhh... ******! Bisa-bisanya setelah kematian ada cinta yang tumbuh.

"Sstttttt! Jangan bersisik. Coba dengerin, Cong. Suara apaan tuh!" ucap Kuntilanak berbisik. Ada ******* didalam suaranya.

Walaupun ada nada godaan di balik suara bisikan Kuntilanak. Pocong merasa kesal dan langsung melompat kehadapan Kuntilanak, sehingga mereka berdua saling berhadapan. Beberapa detik kemudian, Pocong menjedotkan kepalanya ke kepala Kuntilanak, sehingga Kuntilanak menjerit kesakitan.

"Aduhhhhh ... sakit ah, Cong!" Kuntilanak membentak kesal.

"Makanya, jangan panggil aku Cong lagi!" bentak Pocong dengan raut wajah jutek.

"Aku nggak bisa, karena itu adalah panggilan sayangku, gimana dong?" ujar Kuntilanak sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Terserah pantat mu, lah!"

Pocong pun akhirnya pasrah dan mengalah. Dengan hati lapang pocong membiarkan Kuntilanak memanggil dirinya,  senyaman lidah si Kuntilanak, walaupun Kuntilanak mengatakan kalau itu adalah panggilan sayangnya, pocong tetap saja merasa itu hanya akal-akalannya saja.

Kuntilanak hanya tersenyum.

"Auuu...!Pelan pelan kenapa sih, Mas!" Suara jeritan kecil terdengar oleh Kuntilanak

"kau dengar nggak tuh, Cong. Sepertinya suara itu berasal dari dalam kamar deh!" bisik kuntilanak ketelinga Pocong

"Iya, aku dengar. Kalau gitu yuk kita ngamar!" bisik Pocong dengan tekanan intonasi yang tidak biasa.

PLAKKK! 

Kuntilanak langsung menjitak kepala Pocong.

"Ngamar ... ngamar ... emang aku cewek apaan diajak ngamar!" ketus Kuntilanak marah.

"Sensi amat sih! Sakit tau! Kalau kamu masih hidup, udah aku bunuh kau. Main jitak kepala orang aja," bentak Pocong tak mau kalah. 

"Kamu aja tadi juga ngejitak kepalaku kok!" Kuntilanak mecoba membela diri.

"Jitak itu pake tangan. Kalau aku pake kepala tadi, jadi namanya berubah. Bukan jitak lagi, tapi Tos." Pocong mencoba membela diri dengan alasan yang sangat waw.

"Udah, udah! Sekarang jadi nggak, kita gangguin yang punya rumah ini?" tanya Kuntilanak mengalihkan suasana.

"Jadilah!" Jawab Pocong tersenyum menahan tawa. Pocong masih merasa geli dengan argumennya sendiri tentang jitak-ngejitak.

Kuntilanak kemudian menggandeng leher Pocong dengan mesra, walaupun sebenarnya kuntilanak sangat ingin menggandeng tangan si Pocong, tapi apa daya, tangan si Pocong terikat kain kafan. 

Mereka akhirnya bergerak memasuki kamar.

Saat berada didalam kamar tersebut, mereka melihat sepasang suami istri yang baru menikah, tengah menunaikan ibadah pernikahan mereka, sebagai pasangan yang syah dunia dan akhirat.

Wajah Kuntilanak langsung memerah, karena melihat sesuatu yang pernah dia alami sewaktu hidup dulu. Risih menyaksikan adegan tersebut, Kuntilanak langsung menutup mata dengan kedua tangannya.

Lain halnya Pocong. Ia terpaku diam dan Refleks ingin menutup matanya dengan tangan, tapi lagi-lagi kafan sialan menghalangi gerakan refleksnya. Pocong kemudian memejamkan matanya.

Sesaat kemudian, pocong kembali membuka matanya. Dia penasaran dengan kejadian yang ada didepan matanya tersebut. Sebuah kejadian yang belum pernah dia lihat dan dia alami sewaktu masa hidupnya.

Kuntilanak kemudian tersadar saat melihat Pocong sedang terpukau dengan pemandangan tersebut, dia langsung menarik Pocong dengan kuat, agar keluar dari kamar tersebut..

"Sial! Pelan-pelan kenapa," ucap Pocong kaget, saat mereka berada diluar kamar.

Kuntilanak hanya diam sambil melotot kearah Pocong. Melihat tatapan Kuntilanak yang begitu tajam, Pocong pun diam. Suasana diantara mereka berdua menjadi canggung dam hening, hanya suara dari dalam kamar yang lumayan berisik.

Setelah beberapa saat mereka terdiam, Pocong melirik kearah Kuntilanak, dimana saat itu Kuntilanak sedang menjilati bibirnya, Pocong terpana melihat bibir Kuntilanak yang basah.

"Mata, mata dijaga. Belum muhrim tau!" bentak Kuntilanak saat melihat mata Pocong mengarah ke bibirnya.

"Jiah! Udah matipun masih bahas-bahas muhrim!" ejek Pocong.

"Kamu aja uda mati masih punya na*su!" balas Kuntilanak memojokkan Pocong.

"Siapa bilang aku nafsu. Cuman lihat bibir aja dibilang nafsu, sadis kali kau Kunti!" ujar Pocong membela diri.

"Beneran, kamu nggak nafsu?"

Kuntilanak menantang Pocong dengan sedikit membungkuk, sehingga atasan daster putih yang dikenakan oleh Kuntilanak melor, dan memperlihatkan buah-buahannya yang sangat matang.

Pocong membuang muka kearah lain, dia mencoba menjaga agar tetap konsisten atas ucapannya sendiri.

Wessssss! 

Tiba-tiba Kuntilanak melihat sosok mahluk kecil lewat dihadapan mereka dengan sangat cepat. Refleks Kuntilanak langsung melompat dan mengejar mahluk tersebut.

"Tunggu! Kau mau kemana? Pasangan yang didalam sudah nungguin kita buat diganggu," teriak Pocong yang langsung melompat-lompat mengejar Kuntilanak.

"Sepertinya aku melihat anakku," teriak Kuntilanak yang terus melayang.

"Bagaimana kau tau kalau itu adalah anakmu?" Tanya Pocong.

"Hati seorang Ibu tidak pernah salah!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!