“Aku tidak mau! Aku tidak mau!” Amanda meronta ketika dua orang bertubuh tegap itu sudah membuat
Amanda jatuh terkulai ke atas lantai. Di sana ada wajah Bibi dan Pamannya yang memasang wajah garang dan menatap tajam ke arah Amanda.
“Tidak ada pilihan lain! Besok kau akan menikah!”
Amanda menggeleng-geleng keras. “Aku tidak mau menikah dengan laki-laki tua seperti itu! Dia pantas disebut sebagai kakek-kakek dibanding dengan sebutan suami!”
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Amanda saat ini. Hingga membuat Amanda menangis sejadi-jadinya tapi tetap saja ia tidak boleh kalah.
“Kenapa harus aku?! Aku masih delapan belas tahun! Kenapa tidak anak-anakmu saja?!” Amanda menoleh ke arah dua sepasang saudari kembar yang sedang berkacak pinggang di sudut sana. Sedangkan Stefa dan Stefi kini malah terlihat marah dan berjalan seirama menjambak rambut Amanda dengan kuat.
“Beraninya kau menyuruh kita untuk menjadi isteri ketiga dari laki-laki tua itu?!”
“Kalau kalian tidak mau, kenapa harus aku?!”
“Karena kau yang dipilih Amanda,” seloroh Pamannya yang kini menarik tangan Amanda dan malah menghempaskannya ke atas sofa.
“Mustahil! Dia tidak mungkin memilihku kalau kalian tidak menawariku kepadanya!”
“Ya, benar. Dia memang memilihmu,” ucap bibinya dengan seringaian yang ada di bibirnya.
“Omong kosong!”
“Karena kau masih virgin, Amanda!”
Mendengar hal itu mata Amanda membelalak sempurna. Tangannya bahkan gemetar mendengar pengakuan dari Paman dan Bibinya baru saja.
Virgin ...?! Omong kosong apa lagi ini? Jadi ini kah alasan mereka menjualku? Mereka sengaja menjadikanku alat untuk mendapatkan uang secara instan? Dan bukan kah mereka mempunyai anak? Kenapa mereka tidak menyerahkan anak mereka saja dibandingkan aku? Mereka jauh di atasnya jika bicara soal penampilan.
“Come on, kau harus berbangga hati. Kau harus senang. Kau akan hidup dengan bergelimang harta. Dan kau ... bukan kah ini keinginanmu untuk bisa hidup berpisah dengan kami?”
“Tidak! Kalian yang harusnya angkat kaki dari rumah ini. Rumah ini milik Ayahku! Kalian terlalu licik untuk merebut rumah ini dari tanganku!”
Satu tamparan lagi mendarat ke pipi Amanda saat ini. Membuat Amanda lagi-lagi jatuh tersungkur.
“Dasar anak tidak tahu diuntung! Apa kau tidak ingat kalau kami sudah susah payah untuk membesarkanmu!”
“Kalian tidak membesarkanku! Selama ini kalian memperlakukan aku sebagai pembantu di rumah ini!”
Mereka semua tidak menghiraukan Amanda yang semakin menangis dengan sangat kencang. Mereka hanya
membayangkan betapa rupiah yang akan mereka dapatkan jika mereka berhasil membuat Amanda untuk menjadi isteri ketiga dari tuan Boby yang terkenal kaya raya itu.
Amanda tahu, setelah kematian kedua orang tuanya, Amanda sudah nyaris kehilangan kebahagiaannya. Amanda
tidak habis pikir ketika ternyata selama ini keluarganya telah dimanfaatkan habis-habisan. Amanda juga tidak tahu kenapa seluruh aset milik keluarganya kini sudah berpindah tangan kepemilikan dan semuanya menjadi milik Paman dan Bibinya.
Amanda masih delapan belas tahun, dan Amanda masih tidak mengerti tentang apa-apa.
“Kalian berdua! Cepat kurung Amanda sampai tepat di hari pernikahannya!”
“Baik tuan, baik nona.”
Bahkan kedua pengawal yang dulu sering mengawal Amanda sewaktu kecil bersama dengan kedua orang
tuanya pun berkhianat. Mereka yang dulu tunduk dan patuh kepada Amanda, kini berubah kejam dan menuruti semua hal buruk yang diperintahkan oleh Paman dan Bibinya.
“Lepas! Lepaskan aku!”
Terlambat. Amanda sudah dikurung di ruangan paling belakang yang tidak ada satu orang pun yang dapat mendengar teriakannya.
***
Setelah seharian Amanda dikurung, akhirnya ia dipersilahkan untuk keluar dari ruangan, tapi tentu saja dengan penjagaan yang sangat ketat.
Seorang pelayan yang kini berkhianat kini menyandera Amanda. Memaksa Amanda untuk duduk di depan meja rias dan mulai mendandaninya.
"Apa yang kau lakukan?!"
Ocehan Amanda tidak digubris. Ia kini bahkan sudah dipaksa untuk melepaskan seluruh bajunya. Sedangkan di luar sana, ada Stefa dan Stefi yang cekikikan melihat Amanda yang tengah dipaksa menggunakan sebuah gaun.
"Wow aku masih tidak percaya kau akan jadi pengantin besok pagi dan satu jam lagi acara lamaranmu."
Amanda benar-benar marah. Ia dipaksa ditelanjangi dan kedua adiknya menonton bahkan tidak segan-segan memotret Amanda tanpa busana menggunakan kamera ponselnya.
"Diam kalian! Dan apa-apaan ini?! Aku tidak mau!"
Tapi kedua pelayan itu malah mengikat Amanda di sebuah tempat duduk. Mencengkeram wajah Amanda dan menoleh wajah Amanda dengan sebuah riasan agar tidak memalukan ketika nanti bertemu dengan calon suaminya.
Amanda ingin berontak, tapi sedetik kemudian terlihat Bibinya yang juga sudah bersiap datang dan sedang memeriksa kepada dua pelayannya agar tidak membuat satu kesalahan pun.
"Buat dia tampil cantik. Hari ini adalah malam di mana aku akan menyerahkan perempuan ini kepada calon suaminya."
"Baik nyonya." Kedua pelayan itu menunduk patuh, sedangkan mata Amanda membulat sempurna.
"Tidak! Apa yang kau katakan! Tidak! Aku tidak mau!"
Tapi Bibinya malah tertawa dengan terbahak-bahak. "Terlambat Amanda. Aku sudah mendapatkan uang muka dan aku tidak mau kau merusak semuanya."
"Uang?! Jadi ternyata benar kalau kau benar-benar menjualku?!"
"Ya, tentu saja. Dan ingat, jika nanti kau membuat satu kesalahan saja, aku tidak akan segan-segan untuk memberimu pelajaran."
"Aku akan kabur! Aku tidak mau dipaksa menikah seperti ini!"
Ha ha ha. Bibinya malah tertawa dengan sangat keras.
"Tidak akan pernah bisa, Amanda. Kau harus berterima kasih karena aku menjualmu dengan laki-laki tua itu, padahal aku bisa saja menjualmu dengan laki-laki hidung belang dan setiap malam digilir dengan pria yang tidak terhitung jumlahnya."
Mendengar hal itu tangan Amanda bergetar dengan sangat hebat. "K-kurang ajar kau!"
Tidak terima dengan semua perlakuan yang diperlakukan oleh bibinya ini, Amanda seperti mempunyai kekuatan untuk melayangkan satu pukulan mentah mendarat ke wajah bibinya itu.
Bug!
"Aw!"
"Dasar anak tidak tahu diri!" Teriak Bibinya keras-keras dan langsung membalas perlakuan Amanda dengan menjambak Amanda dan menghempaskan tubuhnya ke atas lantai.
***
Di tempat lain, seseorang terbangun ketika mendengar suara ponselnya berbunyi dengan nyaring. Seketika itu juga Evan segera duduk di pinggir ranjang, memeriksa isi ponselnya sambil mengacak-acak rambutnya hingga semakin berantakan.
"Sayang, kau sudah bangun?" Tiba-tiba tangan seorang perempuan menyentuh bahu Evan. Memijitnya lembut dan mulai menggerayanginya.
Evan mendengus kesal, tapi baru saja ia akan bangkit ia kemudian ditarik paksa oleh perempuan itu.
"Sayang, mau ke mana? Apa kau tidak rindu aku?"
Lagi-lagi Evan melenguh sekaligus memutarkan kedua bola matanya.
"Bisa kah kau pergi saja?"
"Apa ...? Pergi ...? Bahkan kita belum melakukannya?" Tiba-tiba kata-katanya berubah sensual. Perempuan itu kemudian bangkit, berjalan dan sengaja membuka bagian depan bajunya dan mulai menggoda Evan.
"Aku akan memberimu servis terbaik. Apa kau benar-benar tidak menginginkanku, honey ...?"
Sial!
Lagi-lagi Evan bertemu dengan perempuan gampangan dan rendahan seperti perempuan ini. Evan bahkan sudah terlalu jengah dengan perempuan yang seperti ini. Yang secara terang-terangan menggoda dirinya dan rela merendahkan harga dirinya.
"Ayo sayang ...? Apa kau tidak mau?"
Evan memutar kedua bola matanya lagi dan lagi. Sungguh. Perempuan yang ada di depannya terlalu menjijikkan. Bahkan, Evan lupa siapa namanya. Yang ia ingat, tadi malam ia mengabari Beryl untuk membawakannya wanita untuk menemaninya saat ia berkunjung ke tempat hiburan. Seorang perempuan yang dapat menemaninya duduk, menuangkan minuman dan memijat bahunya.
Tapi entah lah ... perempuan ini mungkin berpikir lebih. Tapi bagi Evan, itu semua hanya lah permainannya belaka. Tidak sekali pun ia berpikir akan mengencaninya. Terlebih dengan perempuan menjijikkan seperti ini.
"Evan! Apa kau ingin mati?!" Tiba-tiba terdengar pintu dibuka dengan paksa. Beryl sudah berada di dalam dan berkacak pinggang.
"Hey! Kenapa kau bisa membuka pintunya?!"
"Astaga!" Mata Beryl melotot tajam saat melihat Sandra berada di dalam bersama dengan Evan. "Kau ...? Apa kau benar-benar ingin Ayahmu membunuhku?! Bagaimana kalau wartawan tahu? Bagaimana nanti aku bertanggung jawab atas dirimu di depan Ayahmu!"
Sandra malah memanyunkan mulutnya dan melingkarkan tubuhnya dengan Evan. "Sayang ... ayo lah. Apa kau tidak mau menikmati tubuhku?"
Beryl semakin melotot tajam, begitu pun dengan Evan yang langsung mendorong tubuh Sandra dengan paksa.
"Ada meeting di hotel ini dan kau masih ...?" Beryl semakin geram dengan Evan yang malah menjatuhkan diringa ke atas ranjang.
"Aku mengantuk. Aku ingin tidur ... kalian semua pergi lah."
"Evan!" Teriak Beryl.
***
"Evan! Kau sudah gila!" Setelah Beryl memaksa Sandra untuk segera pergi dari kamar ini, ia sudah mengomeli Evan tiada henti. Matanya melotot tajam, ia mencak-mencak.
"Apa kau tidak takut dengan para wartawan?! Mereka bisa saja memberitakan hal yang tidak-tidak. Kau tahu kan kalau Ayahmu menyuruhku untuk menjagamu agar tidak berbuat hal aneh-aneh lagi? Dan perempuan itu ...! Astaga! Bagaimana kalau para wartawan mengejarmu dan mengetahui kau bersama dengan perempuan di kamar hotel! Namamu, nama ayahmu, nama perusahaan bisa tercemar sekali kau melakukan sebuah kesalahan!"
"Jangan berlebihan ... lagi pula perempuan itu kau sendiri yang membawanya untuk menemaniku tadi malam."
"Ya, memang. Tapi bukan berarti kau seenaknya sendiri membawanya sampai ke kamar hotel."
Evan hanya mengacak-acak rambutnya. Tapi sepertinya Evan tidak mendengarkan perkataan Beryl, ia masih menguap panjang dan membenamkan wajahnya ke atas ranjang. Menutupi telinganya pada bantal agar tidak mau mendengarkan ocehan Beryl lagi.
"Beryl, pergi lah."
"Hey! Kau gila! Jangan tidur lagi! Ada meeting penting. Bisa-bisa aku dibunuh oleh Ayahmu jika masih membiarkanmu berada di sini."
"Aku suka jika dia membunuhmu."
Plak!
"Aw."
"Cepat bangun!"
"Sudah aku katakan kalau aku tidak pernah berniat untuk meneruskan perusahaan. Aku tidak pernah menyukai mengenakan pakaian dengan jas seperti itu! Itu membuatku sangat gerah!"
"Evan! Get up!"
"Sudah aku bilang aku tidak mau!"
"Evan!"
"Tidur lah di sini. Sini temani aku." Evan malah tersenyum menggoda, menepuk-nepuk sebelah ranjangnya dan merayu Beryl agar tidur sebelahnya. Dan sekarang, ia malah menatap Beryl dengan tatapan menjijikkan.
"Evan! Kau menjijikkan!"
Bug!
"Aku masih normal asal kau tahu!"
Ha ha ha. Evan tidak bisa berhenti untuk tertawa ketika berhasil menggoda Beryl.
***
Suasana terasa mencekam ketika pada akhirnya Amanda sampai di sebuah ruangan khusus. Bersama dengan Paman dan Bibinya dan di depannya ada seorang laki-laki yang sedari tadi menatap ke arah Amanda dengan tatapan ... kelaparan ...!
"Kau cantik sekali calon isteriku ..." Begitu ucap seseorang yang bertubuh gempal. Orang yang diketahui bernama Boby itu sedari tadi meneguk air liurnya sendiri. Apa lagi saat melihat belahan dada Amanda yang terlalu terbuka hingga membuatnya benar-benar tidak sabar.
"Bagaimana tuan ...? Apa anda menyukai perempuan yang saya bawa?"
"Tentu. Tentu saja. Aku sampai tidak sabar menanti hari esok tiba."
Boby mengeluarkan kotakan cincin dan langsung memaksa mengambil tangan Amanda untuk menyelipkan cincin itu di jari manisnya.
"Malam ini kau tunanganku, dan besok pagi kau adalah pengantinku."
Ha ha ha. Terdengar tawa pecah dari paman dan bibinya tapi entah kenapa tawa itu malah terdengar mengerikan di telinga Amanda. Buru-buru ia menarik tangannya, ia berusaha melepaskan cincin itu tapi segera ditahan oleh bibinya.
"Senyum lah, sayang ... besok hari pernikahan kalian," ucap Bibinya di telinga Amanda tapi Amanda dengan keras menggeleng.
"Aku tidak ..."
"Aw." Bibinya sudah menyubit pinggang Amanda dengan keras ketika Amanda berusaha untuk memberontak lagi.
"Turuti ucapanku atau kau akan benar-benar kujual di tempat lain dan berakhir menjadi pelacur mengerikan!" Bisik Bibinya tepat di telinga Amanda.
Amanda semakin tidak bisa berkutik. Ancaman dan ancaman selalu dilayangkan oleh bibinya hingga ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sedangkan di seluruh sudut tempat ini ada begitu banyak bodyguard yang laki-laki itu bawa hingga semakin membuat Amanda tidak bisa berkutik sama sekali.
"Mulai sekarang kau akan menjadi nyonya Boby Farans. Ha ha ha." Gelak tawa semakin mencekam, dan Amanda semakin menangis mendengar takdirnya.
"Ini." Tiba-tiba seseorang dari belakang tuan Boby memberikan bingkisan hitam yang mungkin berisikan uang kepada paman dan bibinya.
"Ini adalah bonus dari tuan Boby untuk kalian, nyonya ... karena sudah membawa nona Amanda dengan begitu cantik ke tempat ini."
"Wah, terima kasih sekali ..." Melihat ada uang tentu saja paman dan bibinya langsung sumringah seketika, melupakan Amanda yang sudah hampir menangis mendengarkan ini semua.
"Kalau begitu, kami permisi dulu. Anda sudah bisa membawa Amanda mulai malam ini."
Mata Amanda melotot tajam.
Apa?!
"Tidak. Aku tidak mau ..." air mata Amanda tumpah ruah, apa lagi ketika paman dan bibinya sudah pergi menghilang dari balik pintu.
"Paman, bibi ... bawa aku pulang. Paman ...!"
Ha ha ha. Tiba-tiba terdengar tawa yang sangat keras. Suara laki-laki bertubuh gempal itu akhirnya berdiri dan menarik tangan Amanda.
"Mulai sekarang, kau adalah perempuanku!" Ucapnya sambil hendak mencium bibir Amanda.
"Dalam mimpimu!"
Plak! Teriak Amanda dan langsung menampar pipi laki-laki tua itu.
"Aku ingin pergi! Lepaskan!" Tapi pertahanan laki-laki itu sangat kuat, ia malah menjambak rambut Amanda dan menghempaskannya ke atas lantai.
"Aw!"
"Hey! Kalian berdua! Sebaiknya kalian pesankan aku kamar sekarang juga! Aku tidak sabar menanti besok pagi, aku akan menikmati perempuanku malam ini juga!"
"Apa?! Tidak! Jangan!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!