NovelToon NovelToon

Dunia Purnama Yang Kelam

1. Bima Sakti

Di sebuah aula yang sangat luas terdapat beberapa orang memakai jas berwarna hitam. Mereka tampak gagah dan juga sangar. Di tengah-tengah dari mereka tampak seorang pria sedang duduk di sebuah kursi. Dia adalah seorang pemimpin sebuah organisasi dan juga CEO dari sebuah perusahaan ternama. Wajahnya tampak sangar namun banyak yang bilang ia begitu tampan dan berkharisma.

Bruk!

Seorang gadis belia yang sangat cantik, di lemparkan kearahnya. Gadis itu sampai terlungkup dilantai. Sakti, pria yang duduk itu menatap tajam kearah Marcell yang telah melemparkan gadis itu dihadapannya.

"Siapa dia Marcell? Aku tidak menginginkan anak kecil. Kau tau itu kan?", ucap Sakti memperingatkan Marcell.

“Maaf, Tuan Sakti. Tapi, aku yakin dialah yang kau inginkan. Aku membawanya kemari. Karena aku tidak sanggup menjaganya lagi”, tutur Marcell meyakinkan Sakti.

Ama menggenggam erat tangannya. Ia sangat marah mendengar perkataan Marcell. Padahal dari awal pun dia tidak sudi tinggal di bersamanya. Ama pun berdiri serta mengibas-ngibas bajunya yang kotor dengan tangannya.

"Saya mohon tuan, terimalah saya. Saya siap membantu tuan", ucap Ama penuh harap.

Marcel tersenyum dengan perkataan Ama. Setidaknya ia tidak perlu susah payah membujuk Ama.

Ama melirik Marcell, pamannya. Sambil melirik Ama melanjutkan permohonannya pada Sakti.

"Saya mohon percayalah kepada saya Tuan. Saya akan setia kepada Tuan. Lagi pula, saya ingin terlepas dari kehidupan yang suram bersamanya. Lebih baik saya hidup bebas dari pada harus terbelenggu bersama orang jahat yang telah membunuh kedua orang tua saya".

Marcell terus memperhatikan Ama yang sedang berbicara di hadapan mereka. Entah sejak kapan Ama bisa bicara seperti itu kepada orang lain. Sedangkan setahunya Ama itu pendiam dan tidak banyak bicara setelah kepergian kedua orang tuanya.

“Pembunuh!”, tekan Ama melihat Marcell dengan tatapan tidak sukanya.

“Ama berhenti mengatakan itu padaku. Aku ini pamanmu. Jaga ucapanmu!”, tegas Marcell yang terluka mendengar ucapan Ama.

Kemarahan Ama meluap karena Marcell menyebut dirinya sebagai paman, "Paman katamu? Kamu bukan pamanku! Orang yang sudah membunuh orang tuaku dan menghancurkan kehidupanku tidak pantas di sebut sebagai paman. Aku tidak sudi!"

Sakti sangat jengah melihat mereka bertengkar. Terlebih mereka bertengkar dihadapannya dan di markas miliknya. Sakti merasa dia tidak dihargai sama sekali. Sakti marah dan berteriak menyuruh mereka berhenti bertengkar. Lalu, mereka langsung berhenti bertengkar takut dengan kemarahan Sakti. Tapi raut wajah Ama masih terlihat kesal.

Sakti kembali melihat Ama dengan seksama. Ia melihat satu persatu bagian tubuh Ama. Mata, hidung, bibir, Sakti memperhatikannya. Tiba-tiba hal itu membuat Ama merasa takut. Mungkinkah ia salah menilai orang yang ada di depannya? Ama mundur selangkah karena merasa risih di perhatikan oleh Sakti.

“Baiklah Marcell, aku percaya padamu. Mulai hari ini gadis ini milikku”, ucap Sakti sambil tersenyum.

Marcell tersenyum gembira bahwa Ama diterima oleh Sakti. Marcell menyebutkan uang senilai seratus juta rupiah serta ia ingin semua hutang-hutangnya pada Sakti semuanya lunas.

Sakti menyunggingkan senyumnya. Dia bertanya sekali lagi pada Marcell apakah ia yakin menjual gadis kecil itu dengan harga demikian? Marcell mengangguk menandakan semua itu cukup dengan harga Ama.

Sakti menyuruh Dikky untuk mengambil sebuah cek. Lalu, Sakti menuliskan nominalnya di cek tersebut dan memberikannya pada Marcell dan menyuruhnya cepat-cepat pergi keluar dari markasnya.

Marcel begitu senang dengan cek ditangannya. Ia tersenyum pada Ama yang masih berdiri. Ia merasa tidak sia-sia menahan Ama selama ini. 

Marcel langsung pergi dari tempat itu tanpa mengucapkan apa-apa kepada Ama. Dia sama sekali tidak perduli dengan Ama. Mau diapakan Sakti juga Marcell tidak perduli. Ya, seperti itulah kesannya yang ditangkap Ama.

Setelah Marcell keluar dari markas, Sakti menanyakan kembali alasan Ama yang sangat berminat untuk menerimanya. Dengan penuh percaya diri Ama mengatakan dirinya ingin sekali menjadi bagian dari kelompok Bima Sakti. Bahkan ia mengusul agar dirinya di jadikan mata-mata untuk kelompok tersebut. 

Sakti tertawa geli dengan permintaan Ama. Sakti melihat Ama dari atas sampai kebawah dan keatas lagi. Sakti benar-benar tidak percaya dengan Ama melihat tubuh ama yang mungil dan memakai baju yang tertutup serta memakai hijab. Sakti bertanya mungkinkah Ama berbicara seperti itu hanya untuk belajar berkelahi dan strategi agar bisa balas dendam dengan Marcell.

Ama terus meyakinkan Sakti. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak ingin mengotori tangannya dengan najis dari kulit Marcell. Ama benar-benar jijik dengannya. Ama bersungguh-sungguh mengabdi pada Sakti karena telah membantunya keluar dari penyekapan Marcell. Sakti tidak memotong pembicaraan Ama, ia terus mendengarkan gadis itu karena penasaran dengan rencananya.

Ama mengungkapkan statementnya dengan mengatakan bahwa sudah pasti Sakti punya banyak sekali musuh yang ingin menjatuhkannya. Dan sudah pasti sering sekali mereka berkelahi untuk mendapatkan kemenangan. Dalam perkelahian itu pasti ada orang-orang yang terluka parah dan dilarikan ke rumah sakit. Jika menjadi dokter ia sekalian bisa menolong dan juga bisa menguping pembicaraan apabila pasiennya adalah musuhnya. Jadi yang diinginkan Ama adalah Sakti mau menyekolahkannya sampai ia menjadi dokter tanpa semua orang tau bahwa dirinya adalah anak buah Sakti. 

Sebenarnya Sakti sangat geli mendengar ucapan Ama. Tapi, ia tidak mau mematahkan semangatnya. Padahal konsep mata-mata tidak seperti itu. Ama masih terlalu polos pikirnya. Sakti masih mendengarkan Ama.

Ama masih mengungkapkan keinginannya bahwa nanti pada saat dia menjadi mata-mata, bahwa ia punya usul agar dirinya diberi jam tangan canggih yang spesial khusus untuk berkomunikasi dengannya. Jadi, tidak membuat orang lain terutama musuhnya curiga bahwa dia adalah anak buah Sakti.

Sakti sangat keheranan dengan perkataan Ama. Dia memikirkannya sejauh itu. Sejak kapan dia merencanakan itu semua. Kemudian salah satu anggota sakti tidak bisa menahan tawanya lagi. Tapi, malah di ikuti dengan anggotanya yang lain. Markas pun jadi ricuh dengan tertawa mereka.

Sakti sangat jengkel melihat mereka tertawa padahal Sakti tidak ada tertawa sama sekali. Mereka sama sekali tidak menghargai dirinya, pikir Sakti. Sakti pun berteriak menyuruh semuanya berhenti tertawa. Dalam sekejap markas kembali hening.

Sakti tidak ada pilihan lain. Ia sudah terlanjur menerima Ama. Ia mengatakan akan memberikan Ama kesempatan karena melihat kesungguhan Ama menjadi anak buahnya. Dan Sakti juga mengatakan tentang konsekuensinya jika Ama gagal dalam misi yang diberikan padanya. Apalagi jika Ama berniat untuk mengkhianati dirinya maka, Sakti tidak akan segan menghukumnya walaupun dia seorang gadis kecil.

Ama paham dengan apa yang di jelaskan oleh Sakti. Ama berjanji akan berusaha menjadi anak buah yang mampu menyelesaikan misinya dengan baik. Dan  Sakti bisa memegang janjinya bahwa Ama akan setia sampai mati menjadi anak buah Sakti.

Sakti mengangguk dengan janji-janji yang diberikan oleh Ama. Sakti mengatakan bahwa ia ingin bukti bukan hanya janji. Dan sekali lagi Ama bisa memastikan dirinya tidak akan berkhianat. 

Sakti meminta jasnya pada Dikky. Sambil memakai jas ia mengatakan untuk hari ini Ama bisa tinggal disini. Anak buahnya yang lain harus bisa menjaga mata-mata kecilnya ini. Tidak ada satu orang pun yang boleh menyentuh Ama. Semua anak buah Sakti mengangguk paham pada perintah Sakti. Dan setelah itu Sakti pun pergi keluar dari markasnya.

***

2. Mulut Sampah

Ama turun dari taksi, di hadapannya adalah sebuah super mall. Ia berniat membeli buku-buku pelajarannya. Dua hari lagi dirinya akan masuk ke sekolah yang baru. Saat ini yang membuatnya khawatir adalah belum menemukan tempat yang cocok untuk dia tinggali.

Ama berjalan masuk ke dalam mall tersebut. Ia memakai kemeja, rok panjang, hijab, dan tas serba marun, namun sepatu pansus berwarna hitam. Ia tidak begitu suka warna sepatu yang mencolok.

Banyak pria yang melirik dan terpesona melihatnya. Itu karena wajahnya yang cantik serta kulitnya yang putih. Tapi Ama tidak terlalu perduli dengan orang-orang disekelilingnya.

Tiba-tiba seseorang menarik tangan kanannya dari belakang. Membuat dirinya memutar balik badannya. Mata Ama terbelalak melihat orang yang menarik tangannya yang tak lain adalah Jimmy.

Jimmy tersenyum sinis, ia memanggil Ama dengan sebutan adik kecil. Ia pun berpura-pura menanyakan kabar Ama. Ama sangat tidak suka dengan tingkah sepupunya itu. Ia melihat Jimmy seperti melihat Marcel. Ama menghempaskan tangannya membuat Jimmy melepaskan genggamannya.

Jimmy datang dengan dua orang temannya. Dan salah satunya menanyakan siapa gadis yang ada di hadapan mereka ini kepada Jimmy. Rando mengatakan bahwa gadis yang ada di hadapannya itu sangat cantik.

Namun, Jimmy menatap Ama sinis. Ia mengatakan bahwa Ama bukanlah siapa-siapa dan hanya seorang anak kecil yang selalu membuat onar dirumahnya. Beni menanyakan keseriusan Jimmy menjawab pertanyaan Rando. Karena ia mendengarnya tadi bahwa Jimmy menyebutnya dengan adik kecil.

Jimmy tersenyum kecil dan mengatakan jika Ama adalah keluarga yang telah dibuang. Dia telah dijual pada seorang pria sudah pasti Ama sekarang sudah menjadi seorang pelacur menurut Jimmy. Jimmy sengaja meninggikan suaranya agar orang-orang mendengarnya dan membuat Ama malu.

Dan benar saja, semua yang berada di sekitar mereka terkejut mendengar kata yang di ucapkan Jimmy. Mereka menjadi memandang sinis ke arah Ama. Tapi, Ama bisa menahan emosinya. Ia tidak mau gegabah dalam mengambil tindakan.

Ama hanya menatap tajam ke arah Jimmy. Lalu ia berbalik badan untuk menghindar dari Jimmy. Tapi tidak di sangka Jimmy malah menarik jilbab Ama dari belakang dan membuat Ama terduduk di lantai.

Ama melihat ada pergerakan dari beberapa anggota bosnya tapi, ia memberikan kode agar mereka tetap diam. Dalam hati Ama ingin membuktikan dirinya kuat. Bukan gadis kecil yang selalu di tolong.

"Hei Ama, kau tidak pantas memakai jilbab ini pelacur! hahaha", Jimmy tertawa geli sambil menarik jilbab dari belakang Ama serta membuat kedua teman Jimmy ikut tertawa.

"Siapa kau menilai ku pantas atau tidak memakai jilbab! Kau ini hanya manusia bermulut sampah!" balas Ama dengan senyuman kecilnya

"Kau!" Jimmy merasa terhina ia semakin kuat menarik jilbab Ama, membuat ama sedikit sulit bernapas.

Tidak lama dua sekuriti datang meleraikan pertengkaran meraka. Ama dan Jimmy kembali berdiri sambil merapikan pakaian mereka. Setelah itu Jimmy malah memerintah sekuriti itu untuk mengusir Ama karena ia tidak pantas berada di tempat itu dan semua kekacauan ini berawal dari dirinya.

"Sudah diam! Bukan hak kalian menilai orang layak di sini atau tidak. Memangnya kalian yang punya tempat ini?" ucap sekuriti satunya lagi.

Ama tersenyum geli. Sedangkan Jimmy lagi-lagi merasa terhina karena kata-kata sekuriti itu yang hampir sama dengan perkataan Ama sebelumnya. Ama pun berterima kasih kepada mereka karena telah membatunya. Ama pergi meninggalkan Jimmy yang masih berdiri di tempatnya melihat ke arah Ama dengan tatap benci. Tapi, Ama tidak memperdulikannya.

***

Ama sudah selesai membeli buku-buku yang ia perlukan. Tidak lupa juga buku resep masakan karena ia sangat suka memasak apalagi bakal tinggal sendiri.Ia berjalan keluar mall dan mulai memesan taksi online.

Dari kejauhan ternyata Jimmy melihat Ama lagi. Ia meneriaki Ama dengan sebutan pelacur. Jimmy belum puas menyiksa dan mempermalukan Ama. Jimmy dan ke dua temannya langsung berlari mengejar Ama.

Ama berlari sekuat tenaganya agar terhindar dari kejaran Jimmy dan kedua temannya. Ia asal lari saja tidak tahu tujuannya. Sesekali ia melihat kebelakang.

Bruk! Ama menabrak pedagang gulali. Ama cepat-cepat meminta maaf pada abang penjual gulali. Ia masih panik dan mencoba lari lagi karena Jimmy dan temannya masih terlihat mengejarnya.

Bruk! Lagi-lagi Ama menabrak. Kali ini ia menabrak orang yang sedang berjalan. Ama segera meminta maaf lagi pada wanita yang ditabraknya.

"Hati-hati dong mbak. Sakit tau!", teriak mbak yang di tabrak Ama. "Tadi hati aku yang sakit eh malah sekarang lengan aku yang sakit. Hiks.."

Ama melihat kebelakang lagi. Tapi, Jimmy belum nampak. Ama berfikir Jimmy masih jauh. Ama terus berlari sampai Jimmy benar-benar tidak mengikutinya lagi.

Nisa anak pemilik warung mie ayam sedang asik meracik mie ayam. Lalu ia melihat seorang gadis sedang berlari dan menabrak orang. Gadis itu mulai dekat dengan steling mie ayamnya. Ia berinisiatif menghadang gadis itu dengan berdiri di samping steling dan merentangkan kedua tangannya.

Bruk! Benar saja gadis itu hampir menabrak steling mie ayamnya kalau saja Nisa tidak menghadangnya.

"Maaf mbak saya tidak sengaja. Saya buru-buru", ucap Ama dan mau lagi lagi.

Nisa langsung menarik tangan Ama, " Kamu ini kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?"

Ama melihat kebelakang lagi, wajahnya sangat terlihat cemas.

"Kamu lagi di kejar-kejar orang ya?"

Ama menganggukkan kepalanya.

"Sini deh, aku punya ide".

Nisa menarik Ama masuk kedalam warungnya. Ia menghampiri seorang pria yang memakai seragam karyawan mie ayam.

" Sstt.. bang Tono", panggil Nisa.

"Apaan?" jawab Tono.

"Pinjam almamater bg!"

"Almamater? Kau kira di kampus?"

"Cepetan buka! urgent nih! Sekalian topinya, " Paksa nisa sambil melototi Tono.

"Iya ah, bawel banget!" ucap Tono sambil melepaskan kancing bajunya satu persatu. "Nih!" Tono memberikan seragamnya sekaligus topinya.

Tono pun pergi naik tangga dengan memakai kaos putih.

"Nih pake", Nisa memberikan seragam pada Ama.

Ama langsung mengerti apa yang di maksud gadis yang baru ia kenal itu. Ama memakai seragam itu tanpa mengganti bajunya.

" Nih pakai sendalku dan tasmu biar aku simpan", ucap gadis itu lagi.

Tanpa membantah Ama menuruti perintah gadis itu.

"Nih, kain lap. Kamu pura-pura ngelap meja yang di ujung sana ya."

Ama menuruti saja. Ia bergegas mengelap meja yang di maksud. Sedangkan Nisa menyimpan sepatu dan tas milik Ama di laci bawah stelingnya. Dan mengambil sendal yang lainnya di laci yang sama untuk di pakainya.

"Untung aku selalu bawa dua sendal", gumam Nisa.

Tiba-tiba tiga orang pria berhenti di depan warung mie ayamnya. Mereka terlihat terengah-engah sambil melihat ke sekeliling.

"Pasti itu mereka", gumam Nisa.

3. Berteman dengan Nisa

Jimmy berjalan ke arah warung mie ayam. Dia melihat ke dalam, memperhatikan orang-orang yang berada di sana.

"Emm, mas mau pesan mie ayam?" ucap Nisa pada Jimmy.

"Enggak!" jawab Jimmy

"Gimana Jim?" tanya Rando menghampiri Jimmy

"Sial, hilang kemana tuh pelacur? Yuk kita cari lagi".

Akhirnya mereka pun pergi menjauh dari area warung mie ayam tersebut.

Nisa selesai meracik mie ayam. Ia membawa dua mangkuk mie ayam dan membawa ke meja yang di lap Ama.

" Nih makan dulu mie ayamnya", kata Nisa sambil meletakan mangkuknya di meja.

Ama melihat kebelakang memperhatikan sekitar.

"Tenang aja mereka udah pergi kok".

Ama terduduk lemas di bangku. Nisa ikut duduk dan bersiap menyantap mie ayamnya.

" Ayo di makan mie ayamnya. Tenang aja gratis kok".

"Aku nggak laper kok".

" Iya, tapi kan gak salah kalau nyicip doang", ucap Nisa senyum sambil mengunyah. "Oh iya, emang yang tadi itu siapa sih? Terus ngatain kamu pelacur lagi, pengen ku tarik tuh mulutnya", Nisa berbisik agar tidak terdengar yang lain.

" Udahlah gak usah dipikirin, gak penting juga", balas Ama tidak ingin memberi tahu.

"Ya udah deh kalau gak mau ngasih tau. Tapi, ngomong-ngomong kamu tinggal dimana?"

"Ini juga aku masih nyari rumah sewa tapi belum ada yang cocok".

"Emm, di dekat rumahku ada tuh rumah sewa. Pertahunnya agak mahal sih 8 juta. Tapi menurut aku rumahnya bagus. Gimana kamu mau gak?"

"Gimana ya? Aku juga harus cari lokasi yang nyaman dan aman juga".

" Tenang, di kampungku tuh lokasinya aman, damai, tentram dan setiap malam minggu itu ada pengajian sama ustadz ganteng namanya Ridwan. Entar aku ajakin kamu deh kalau kamu jadi nyewa di sana".

"Ngajakin ngaji atau ngajakin kenalan sama ustadznya nih?" ledek Ama.

"Ya.. ya ngaji lah. Ih kamu apaan sih".

.

.

.

.

" Ya, ada apa?" Sakti menjawab telfon dari anak buahnya.

"Tadi Ama di kroyok sama 3 orang bos. Tapi saat kami mau membantunya dia memberi kode agar kami tetap diam. Sepertinya gadis itu serius dengan ucapannya bos", jawab anak buahnya.

" Hebat juga dia melawan sendirian. Kau tau siapa 3 orang itu?" tanya Sakti lagi.

"Mereka itu anak Marcel bos, Jimmy dan 2 temannya", jawab anak buahnya.

"Oke, aku suka dengan keseriusannya menjadi mata-mataku", jawab Sakti dan langsung mengakhiri panggilannya.

"Dikky, segera persiapkan pelatihan untuk Ama. Ajarkan dia bela diri dan juga menahan rasa sakit", perintah Sakti. " Oh, ya kalau dia belum juga menemukan tempat tinggal yang cocok, kamu bantu carikan".

"Baik Tuan", jawab Dikky sambil menundukkan kepalanya.

Dikky adalah asisten Sakti sekaligus orang kepercayanya.

Tut.. tut...

Hp Sakti berdering lagi. Dilihatnya panggilan dari Ama.

" Ya ada apa?" jawab Sakti.

"Tuan saya sudah mendapatkan rumah sewanya. Lokasinya dikampung XXX. Saya sudah mengamati tempat dan penduduknya sepertinya aman Tuan. Tuan Sakti bisa mengecek lokasinya sendiri", ucap Ama dengan suara yang pelan.

Ama sedang berada di balik pohon. Ia menggunakan jam tangan khusus yang di berikan Sakti padanya untuk berhubungan. Jam tangan itu dirancang khusus untuk menelfon, menerima telfon dan untuk memfoto. Di bagian bawahnya apabila di tekan akan keluar sebuah headset.

Sedangkan Nisa masih membeli es krim di seberang jalan.

"Tidak perlu, saya percayakan sepenuhnya denganmu. Kau harus bisa mandiri", ucap Sakti.

" Baiklah Tuan, dan terima kasih atas kepercayaannya", jawab Ama.

Panggilan pun di akhiri.

Ama keluar dari balik pohon tepat saat Nisa selesai membeli es krim. Nisa berlari ke seberang menemui Ama.

"Nih, es krim kamu. Eh, nama kamu siapa sih? dari tadi belum kenalan. Hehehe", kata Nisa sambil memberikan es krimnya.

" Purnama, panggil aja Ama".

"Kalau kau Khairunisa, panggil aja Nisa".

" Nggak nanya tuh", ledek Ama.

"Ih, kok kamu gitu sih", ucap Nisa cemberut.

Ama hanya mengangkat bahunya cuek.

.

.

.

.

Tok.. tok.. tok...

Terdengar suara ketukan pintu. Ama yang sedang berbaring merasa sangat malas untuk membukanya.

Tok... tok.. tok...

Suara itu terdengar lagi. Tapi, Ama tetap mengabaikannya.

"Ama, nih aku Nisa. Nggak baik loh tamu di anggurin", kata Nisa kesal.

Hufft ... Ama merasa tubuhnya sangat berat untuk di gerakan.

" Ya udah deh, aku trobos aja".

Nisa membuka pintu rumah Ama yang tidak terkunci. Ia mencari Ama ke dalam kamar.

"Ih, Ama kamu tuh ya buat aku kesal mulu deh".

" Sam... ma".

"Ha? Maksudnya?"

"Kamu tuh ngapain ke sini?"

"Pertama aku mau tanya, orang tua kamu kemana? Kenapa kamu di biarin tinggal di rumah sewa sendirian?

" Aku yatim piatu".

"Ouh, kamu wanita hebat ya. Udah bisa mandiri. Btw, udah ada kerjaan belum untuk bayar sewa rumahnya?" tanya Nisa sambil memainkan alisnya.

"Pekerjaan? Benar juga. Kalau aku nggak bekerja pasti orang-orang akan curiga aku bisa bayar rumah sewa dan bulanan sekolah", gumam Ama.

"Gimana?" tanya Nisa lagi.

"Belum, kenapa?"

"Nah, kebetulan kata Mamaku di warung mie ayam lagi butuh karyawan lagi. Kamu mau gak?"

"Mie ayamnya?"

"Ih, Ama bercanda mulu deh, jadi karyawannya dong", Nisa kesal.

" Terus, kamu jadi bos aku gitu?"

"Iya dong", ucap Nisa bangga.

" Males ah".

"Ih, Ama kok gitu sih?" Rengek Nisa sambil mengguncang-guncangkan tubuh Ama.

"Iya iya. Tapi, aku cuma bisa sore sampai jam 10 aja ya gak lebih".

" Bisa di atur. Eh, tapi pagi emangnya kamu kemana?"

"Sekolah".

" Oh iya, emang kamu sekolahnya dimana dan kelas berapa?"

"Ck.. nanya mulu. Di sekolah XXX kelas sepuluh".

" Idih sama dong tapi, aku kelas sebelas."

"Bodo amat, jadi kapan aku mulai kerja?"

"Emm, besok aja deh. Gimana?"

"Hmm".

**Tunggu kelanjutannya ya

Jangan lupa Vote dan Like nya**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!