Semilir angin menderu di tepi sebuah pantai yang sangat indah, ditambah dengan nuansa langit senja berwarna jingga dan matahari yang hampir masuk ke dalam persembunyiannya. Di sana berdiri seorang wanita cantik bersurai pirang panjang, pupil mata birunya tengah menatap kosong ombak yang menari-nari.
“Hah aku rasa hidupku harus diakhiri. Aku sudah bosan dengan kehidupanku sebagai ratu kecantikan dunia modern,” gumamnya seraya menyelipkan rambutnya ke belakang daun telinganya, ia memandang ke tengah laut.
Nama wanita tersebut adalah Fyrensia. Seorang wanita dengan kecantikan yang paling memukau sehingga dia dijuluki sebagai ‘ratu kecantikan dunia modern’. Setiap pria ingin mengencaninya, tidak ada satupun dari mereka yang berani menolaknya. Seolah kehadirannya bagai seorang dewi hingga membuat banyak orang tak ingin melewatkannya begitu saja.
“Aku bosan karena diriku terlalu cantik. Aku harap nanti di akhirat aku bisa beristirahat jadi aku mohon Dewa untuk tidak membuatku bereinkarnasi,” harap Fyrensia dalam hati.
Angin yang cukup kencang membuat rambut panjangnya beterbangan. Kakinya yang telanjang perlahan melangkah menuju tengah laut. Semakin lama air laut semakin membenamkan dirinya. Saat ini dia tidak punya harapan untuk hidup, yang ada di dalam pikirannya hanyalah bagaimana caranya dia agar mati.
Kini air laut sudah membenamkan setengah dirinya. Sedikit lagi ombak yang besar akan datang untuk menariknya lebih dalam lagi.
“Sedikit lagi,” gumamnya.
Lalu tiba-tiba ombak yang cukup besar menghantamnya dan menyeretnya ke tengah. Dirinya tenggelam semakin jauh dan semakin dalam.
“Aku kira akan sangat dingin tapi ternyata di dalam sini cukup hangat juga,” batinnya seraya tersenyum tipis.
Tubuhnya sudah masuk terlalu dalam, kini napasnya hampir berhenti. Dia benar-benar menikmati waktu kematiannya tanpa ada rasa takut seakan dia sungguh siap untuk menghadapi kematian. Fyrensia adalah wanita aneh yang mengakhiri hidupnya hanya karena dia bosan hidup sebagai wanita cantik.
Beberapa saat kemudian di pengadilan akhirat, ia membuka matanya dan menemukan banyak jiwa manusia yang sedang mengantri panjang. Di sini mereka tengah menunggu kemana jiwa mereka akan dibawa setelah ini entah itu neraka atau ke surga.
Di sebuah meja duduk seorang pria yang cukup berumur, sepertinya pria tersebut adalah petugas pengadilan akhirat. Fyrensia menunggu dengan sabar gilirannya, ia cukup lelah dengan antrian yang sangat panjang ini. Namun, dirinya masih bisa bertahan lebih lama lagi.
Tak memakan waktu yang lama, kini tiba di giliran Fyrensia.
“Fyrensia Viona, berumur 25 tahun, bekerja sebagai seorang model, mati bunuh diri dengan alasan bosan hidup sebagai wanita cantik,” papar pria yang bertugas sebagai petugas pengadilan akhirat.
“Ya, itu saya,” jawab Fyrensia tanpa keraguan.
“Alasan yang konyol! Bukankah memiliki wajah yang cantik adalah impian setiap perempuan? Kenapa kamu mengakhiri hidup hanya karena alasan seperti ini?” tanya pria itu.
“Apakah anda pernah merasakan bagaimana rasanya selalu dikejar oleh pria-pria hidung belang? Apakah anda pernah merasakan bagaimana rasanya ketika diikuti bahkan sampai diteror oleh pria yang tak dikenal? Hah itu sangat merepotkan dan sangat menyebalkan bagi saya. Saya hanya ingin hidup tenang, oleh karena itulah saya memilih untuk bunuh diri,” jelas Fyrensia dengan kedua bola mata membulat sempurna.
“Sepertinya menyusahkan juga ya,”
“Iya, karena saya terlahir terlalu cantik,” ucap Fyrensia terlalu percaya diri.
“Baiklah, karena kamu merupakan manusia yang bunuh diri karena alasan yang cukup konyol, sekarang kamu akan dimasukkan ke dalam tempat khusus,”
“Tempat khusus?”
“Ya, itu berada diantara surga dan neraka. Ini disebut sebagai ruang tengah, kamu di sana akan tinggal sendiri sebagai jiwa single tanpa ada pendamping. Berbeda dengan surga di sana kamu akan didampingi oleh banyak pria tampan sedangkan jika neraka sendiri kamu akan disiksa dengan bekerja lebih keras,” jelas pria tersebut.
“Baiklah, seperti itu lebih baik,” balas Fyrensia girang.
“Tidakkah kamu tahu kalau manusia itu dilarang bunuh diri apalagi karena alasan konyol,”
“Hahaha saya tidak peduli, yang saya butuhkan hanyalah ketenangan,”
“Baiklah terserah, sekarang kamu boleh masuk ke ruang khusus,”
Fyrensia berjalan ke tempat yang dimaksud dengan langkah bahagia, tak lupa juga dia bersenandung ria. Seorang wanita berpakaian serba putih menuntun jalan Fyrensia hingga tiba di ruang khusus yang hanya berbentuk seperti hamparan padang bunga yang luas serta banyak tumbuhan dan pohon buah-buahan yang tumbuh. Lalu di sana ada sepetak rumah yang sepertinya memang disediakan untuknya.
“Apakah saya akan tinggal di sini mulai sekarang?” tanya Fyrensia.
“Ya, anda akan tinggal di sini sendirian tanpa pendamping,” jawab wanita tersebut tak berekspresi.
“Lalu jiwa-jiwa bunuh diri yang lain bagaimana? Apakah mereka juga ditempatkan di sini?”
“Ya, tapi berbeda ruang,”
“Oh begitu, baiklah. Terima kasih,”
Setelah mengantarkan Fyrensia, wanita tersebut pergi meninggalkannya. Fyrensia melompat kegirangan dan menari-nari mengitari padang bunga yang indah.
“Yuhuuuu akhirnya aku bebas! Aku bisa hidup sendiri di sini, aku bisa melanjutkan kehidupan nolepku. Aku akan tidur seharian tanpa ada yang mengangguku!”
Ya, itulah yang dia pikirkan kemarin dan sekarang dia diberi perintah untuk menghadap kepada sang dewa. Fyrensia sedari tadi hanya menggerutu karena waktu tidurnya yang bahagia diganggu oleh asisten dewa yang memanggilnya. Fyrensia dibawa ke sebuah ruang yang cukup indah dengan sekelilingnya berwarna biru gelap dicampur biru muda. Di hadapannya kini berdiri seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki.
“Hei katanya dewa yang memanggil lalu kenapa ada anak kecil di sini?” tanya Fyrensia mengamati anak kecil yang berpakaian serba putih ditambah dengan motif berwarna emas di pakaiannya.
“Tidak sopan! Aku lah dewa yang kamu maksud itu!”
Tiba-tiba anak kecil yang berada di hadapan Fyrensia tadi berubah menjadi pria tampan dan dewasa. Rambutnya yang blonde serta pupilnya berwarna merah tua, sungguh penampakan pria yang sangat tampan.
“Wah ternyata anda adalah dewa yang sangat tampan ya,” ucap Fyrensia dengan ekspresi datar.
“Apa-apaan reaksimu itu? Seharusnya kau memperlihatkan ekspresi terpukau, di dunia ini tidak ada yang tidak menyukai wajah tampanku ini!”
Dewa tersebut merasa cukup terhina dan kecewa dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Fyrensia.
“Karena saya sudah bosan melihat pria tampan,” jawab Fyrensia enteng dan tak berdosa.
“Ya sudah terserah kau saja,” kata dewa itu membuang muka.
Fyrensia menghela napas karena dia benar-benar tidak menyangka ada dewa yang cukup narsis seperti ini. Di dalam bayangannya, seorang dewa itu memiliki sifat yang tegas dan mimik yang selalu kaku.
“Jadi, kenapa anda memanggil saya kemari?” tanya Fyrensia membuat sang dewa tersadar.
“Oh benar, tapi sebelum itu aku ingin memperkenalkan diriku padamu. Namaku Xeon dan aku adalah dewa takdir,” ujar Xeon memperkenalkan dirinya sambil tersenyum.
“Ya, saya tidak peduli. Cepat katakan sebenarnya ada apa saya dipanggil oleh dewa takdir yang terhormat?”
“Aku ingin memberimu tugas,” ujar Xeon.
Mendengar kata ‘tugas’ membuat perasaan Fyrensia mendadak serasa tidak enak, firasatnya mengatakan bahwa tugas yang akan diberikan oleh Xeon merupakan tugas yang cukup berat dan mengganggu waktu bersantainya.
“Tugas? Anda akan memberikan saya tugas?”
“Iya, jangan berbicara formal padaku. Tolong berbicara santai saja,”
“Oke, tadi kau bilang aku akan diberi tugas? Tugas macam apa itu? Bukankah jiwa bunuh diri sepertiku ini hanya menjalani kehidupan santai di ruang tengah? Kemudian tiba-tiba diberi tugas, apakah kalian menipuku?” cecar Fyrensia menatap curiga.
Seketika Xeon terdiam mendengar Fyrensia yang berbicara santai padanya. Ekspresi Fyrensia yang berbicara formal terkesan kaku namun ketika dia berbicara santai ekspresinya sungguh beragam. Dengan lekas Xeon menampik segala lamunannya.
“Apakah kau tahu bahwa manusia itu dilarang bunuh diri? Urusan nyawa sudah diatur oleh aku dewa takdir, waktu kematian itu urusanku. Manusia tidak berhak mencabut nyawanya sendiri dan kau mencabut nyawamu dengan alasan yang sangat konyol,”
“Apakah kau tahu bahwa manusia itu dilarang bunuh diri? Urusan nyawa sudah diatur oleh aku dewa takdir, waktu kematian itu urusanku. Manusia tidak berhak mencabut nyawanya sendiri dan kau mencabut nyawamu dengan alasan yang sangat konyol,” omel Xeon.
“Berani-beraninya kau memarahiku! Kau bilang kau adalah dewa takdir tapi kenapa kau menciptakan takdir yang begitu menyusahkan untukku? Aku hanya ingin hidup santai tanpa diganggu orang lain, tapi kau malah membuatku hidup di dalam arena kejar-kejaran!” omel Fyrensia balik.
“Hahaha santai lah sedikit, walaupun aku dewa takdir tapi aku tidak boleh mencampuri urusan manusia terlalu jauh,” balas Xeon tertawa kikuk.
Fyrensia mengelus dadanya sembari mengucap ‘sabar’. Saat ini dia berusaha menahan amarahnya agar dia tidak membuat pembicaraannya terlalu panjang.
“Apakah semua jiwa yang bunuh diri itu melaksanakan tugas juga?” tanya Fyrensia dengan nada bicara yang melunak.
“Iya, semuanya melakukan tugas untuk penebusan kesalahan jadi kau juga harus melakukannya,”
“Apakah tugasnya susah?”
“Tidak, aku akan menjelaskan padamu mengenai apa yang harus kau lakukan,”
Kemudian Xeon memperlihatkan pada Fyrensia seorang gadis bangsawan yang lemah dan hidup dalam kesengsaraan. Dia hidup diabaikan oleh keluarganya dan disiksa oleh Ibu tiri serta saudari tirinya. Seorang gadis lemah dan tak berdaya, tak banyak orang baik di sekitarnya.
“Oke, tugasmu sekarang adalah menciptakan ending yang bahagia untuk gadis ini,” ujar Xeon.
Fyrensia merasa terkejut sekaligus tidak paham mengenai apa yang dimaksud oleh Xeon.
“Menciptakan ending yang bahagia? Apa maksudnya?”
“Jiwamu akan aku kirim masuk ke dalam tubuh gadis itu dan kau akan menggantikan hidupnya. Temukan kebahagiaan untuknya baik itu berupa cinta laki-laki ataupun keluarga, kau tidak boleh menolak tugas ini!” tegas Xeon.
“HEEEEE??? AKU TIDAK MAU!” tolak Fyrensia dengan lantang.
“Aku tidak menerima penolakan. Sekarang aku akan kirim jiwamu,”
Xeon membuka telapak tangannya, dia meniup telapak tangannya dengan pelan. Lalu jiwa Fyrensia secara perlahan mulai menghilang.
“HEI AKU BELUM MENYETUJUINYA SIALAN!” umpat Fyrensia berteriak namun Xeon hanya tersenyum sembari melambaikan tangannya pada Fyrensia.
Fyrensia membuka kedua matanya, ia mendapati dirinya tengah terbaring di atas tempat tidur. Dia bisa merasakan bahwa tubuh yang dia tempati sangat lemah. Fyrensia mengerutkan keningnya, dia merasa sangat marah pada Xeon.
“Cih dasar dewa sialan!” umpatnya berdecak kesal.
“Berani sekali kau mengumpati dewa,”
Suara Xeon terdengar masuk ke dalam kepalanya. Fyrensia refleks bangkit dari posisinya, ia memutar kepalanya melihat ke sebelah kiri dan kanan namun tidak dia temukan keberadaan Xeon saat ini.
“Kau tidak akan bisa melihatku dimanapun. Aku berbicara denganmu lewat pikiran,” tutur Xeon.
Fyrensia mengepalkan tangannya.
“Padahal tadi aku berniat untuk memukulmu,” gerutu Fyrensia.
“Temperamenmu ternyata buruk sekali ya,” ucap Xeon dengan nada mengejek.
“Diamlah!” bentak Fyrensia semakin kesal. “Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Fyrensia menurunkan sedikit emosinya.
“Pertama-tama aku akan mentransfer semua ingatan pemilik tubuh ini kemudian aku akan menyembuhkan tubuhnya, lalu sisanya aku serahkan padamu,” jawab Xeon.
“Baiklah. Cepat transfer sekarang!” perintah Fyrensia tidak sabaran.
Xeon menurutinya, satu persatu ingatan masuk ke dalam kepalanya. Rasa sakitnya sangat menusuk, semakin banyak ingatan yang masuk maka rasa sakitnya akan semakin bertambah.
“Arrhhh ini sakit sekali,” erang Fyrensia menahan rasa sakitnya sembari memegangi kepalanya.
Selang beberapa menit, rasa sakitnya mulai berkurang serta tubuhnya yang lemah kini sudah pulih sepenuhnya. Dia berkeringat sangat banyak hingga membasahi piyama putihnya.
“Aku sudah selesai mentransfer ingatannya padamu, sekarang tubuhnya juga sudah sehat. Mulai dari sini kamu harus bisa menanganinya satu persatu, aku akan mengawasimu dari jauh,”
Setelah mengatakan itu, suara Xeon tidak lagi terdengar. Sekarang hanya ada suara deru napas milik Fyrensia, ia sedang mengatur irama napasnya. Kemudian Fyrensia beranjak dari tempat tidur, ia berjalan menuju cermin yang cukup besar.
Poni si pemilik tubuh menutupi kedua matanya yang indah, Fyrensia menyapu poninya yang panjang ke belakang.
“Wah aku tidak percaya si pemilik tubuh ini sangat cantik,” gumamnya terpukau.
Terungkap nama pemilik tubuh ini adalah Scarlesia Eginhardt berusia 17 tahun . Dia memiliki rambut yang sangat panjang berwarna silver dengan ujung rambutnya yang berwarna merah muda dicampur hijau muda. Kedua matanya berwarna merah delima, kulitnya putih, bibir mungil, bulu mata yang melentik, serta tubuh yang seksi.
“Namanya Scarlesia, aku tak menyangka namanya mirip denganku. Bagaimana bisa gadis secantik ini sangat menderita hidupnya,” gumam Fyrensia.
Satu persatu bayangan menyakitkan masuk ke dalam ingatannya, Scarlesia merupakan anak ketiga dari Duke Eginhardt. Semenjak kematian Ibunya, kehidupan Scarlesia berubah total. Dia dianggap sebagai pembunuh Ibunya sehingga membuat kedua kakak laki-lakinya serta Ayahnya membencinya. Sudah 10 tahun lamanya dia hidup di dalam penderitaan, dia diabaikan oleh keluarganya bahkan para pelayan memperlakukannya secara tidak hormat.
Seolah keberadaannya seperti hantu yang bergentayangan, tidak ada seorang pun yang menyadarinya. Hingga 4 tahun lalu Ibu tirinya yang bernama Zaneta bersama anaknya yang bernama Nieva masuk ke rumah ini. Dia dulunya istri dari seorang viscount yang sudah meninggal, karena itulah dia sekarang bisa menjadi seorang duchess.
Masuknya Zaneta dan Nieva membawa penderitaan yang lebih besar lagi bagi Scarlesia, dia bertahan dalam siksaan mereka bahkan tunangannya yang bernama Vincent juga berselingkuh dengan Nieva secara terang-terangan. Karena Vincent adalah putra mahkota, jadi tidak ada satu pun orang yang bisa menegurnya.
Selama ini Scarlesia lebih sering mengurung dirinya di kamar, dia hanya pernah ke luar sekali pada saat ulang tahun Vincent. Dia datang dengan penampilan yang sederhana lalu poninya menutupi keindahan matanya, sejak saat itu mulai muncul rumor bahwa Scarlesia memiliki penyakit mental dan wajahnya buruk rupa. Oleh karena itulah, Vincent mengencani Nieva yang dianggap sebagai wanita paling cantik di Kekaisaran Roosevelt.
“Huhhh setelah aku bayangkan semuanya, sekarang aku ingin membunuh para manusia tak berakhlak itu!” gerutu Fyrensia.
Ceklek
Suara pintu menuju kamar Scarlesia terbuka (mulai sekarang diganti namanya dari Fyrensia ke Scarlesia). Seorang pelayan bersurai pirang pendek memasuki ruangan, Scarlesia spontan menengok ke arah pintu masuk.
“Ahh Nona, anda sudah sadar,” ucap pelayan tersebut seraya tersenyum.
“Hmm iya,”
“Anda tidak sadarkan diri selama 3 hari, saya khawatir akan terjadi hal buruk pada anda. Tapi, syukurlah ternyata anda sudah siuman,” ujarnya.
Nama pelayan tersebut adalah Erin. Dia satu-satunya pelayan yang memperlakukan Scarlesia dengan baik di rumah ini. Wajahnya cenderung manis dengan pupil matanya berwarna hijau, senyumnya yang hangat dan suaranya yang rendah selalu mengkhawatirkan keadaan Scarlesia. Ketulusan dan sifat baiknya mampu membuat
Scarlesia bertahan cukup lama di neraka ini.
“Ternyata sudah 3 hari ya,” kata Scarlesia yang masih berdiri di depan cermin.
“Iya Nona, sekarang anda harus kembali ke atas tempat tidur lagi karena kondisi tubuh anda masih lemah,”
Erin merangkul pundak Scarlesia lalu menuntunnya ke tempat tidur.
“Aku sekarang sudah tidak apa-apa,”
“Aku sekarang sudah tidak apa-apa,” ucap Scarlesia.
“Lalu apakah anda mau mandi dulu?” tanya Erin.
“Tidak, suruh pelayan lain untuk membawakan aku makanan,” ujar Scarlesia memberi perintah.
Segera Erin pergi ke dapur untuk memberitahukan bahwa Scarlesia sudah sadar sekaligus meminta pelayan lain untuk membawakan makanan ke dalam kamar. Scarlesia menunggu dengan sabar, ia menatap dinding berwarna biru muda di depannya.
“Aku bisa merasakan sejak awal kalau tubuh ini dipenuhi oleh racun sehingga membuat ruang geraknya terbatas, lemah, bahkan berbicara saja terbata-bata. Malangnya dirimu Sia, melihatmu yang seperti ini mengingatkanku pada diriku dulunya,” batin Scarlesia tersenyum miris.
“Nona, sementara anda makan apakah saya perlu menyiapkan air mandi untuk anda?” tanya Erin yang baru saja balik dari dapur.
“Boleh,”
“Anda ingin aroma apa hari ini?”
“Melati merah muda,”
Seketika raut wajah Erin sedikit terkejut namun dia dengan cepat menghalau rasa kejutnya itu.
“Baiklah, saya akan segera menyiapkannya,”
Erin langsung pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan air.
“Entah kenapa hari ini Nona terlihat aneh. Biasanya dia tidak menyukai aroma melati merah muda tapi tiba-tiba dia ingin aroma ini,” batin Erin.
Scarlesia menghela napas panjang, ia tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengannya sekarang. Kehidupan bersantai di akhirat yang dia impikan kini sirna sudah, dia bertekad di dalam hati bahwa dia akan menyelesaikan tugas ini secepatnya kemudian kembali lagi ke tempat peristirahatannya.
Disaat dia sedang melamun, seorang pelayan masuk ke dalam kamarnya dan membawakan makanan untuknya. Akan tetapi, setelah ia melihat makanan yang disuguhkan selera makannya menjadi hilang. Di atas nampan hanya tersedia sedikit nasi, semangkuk sup yang sudah dingin, lalu sepotong daging yang sudah tidak segar.
Scarlesia menyerngitkan keningnya, ia menoleh ke arah pelayan yang berdiri menegakkan dagunya. Bahkan dia tidak menunjukkan sedikit pun rasa hormatnya pada Scarlesia sebagai tuan rumah.
“Siapa namamu?” tanya Scarlesia.
“Untuk apa Nona menanyakan nama saya?” tanyanya balik.
Terdengar sangat lancang, Scarlesia mencoba untuk tidak marah tapi ternyata pelayan ini berhasil memancing kemarahannya.
“Hei kau pelayan tak bernama dan tidak tahu diri, makanan macam apa yang kau berikan pada tuanmu?”
Pelayan itu tersentak mendengar nada suara Scarlesia yang terkesan menekan dirinya.
“Itu adalah jatah makan anda Nona, biasanya juga anda memakannya tanpa berkomentar tapi kenapa tiba-tiba hari ini anda bertingkah sok di depan saya?” balasnya.
“Tidak apa-apa, ini adalah perintah dari Nyonya. Dia tidak akan bisa melawan karena ada Nyonya di belakangku,” batin pelayan tersebut sambil menyeringai.
Prangggg
Scarlesia geram, ia tidak bisa lagi menahannya. Seluruh makanan dilemparkan ke atas lantai tepat di hadapan pelayan itu. Scarlesia bangkit dari duduknya, dia berjalan mendekati si pelayan yang terkejut oleh suara pecahan tersebut.
“Sepertinya kau perlu aku beritahu siapa tuanmu yang sebenarnya,”
Plaakkkk
Satu tamparan yang cukup kuat melayang ke pipi pelayan itu. Tubuhnya seketika bergetar melihat Scarlesia yang tiba-tiba berani menerjangnya. Scarlesia yang biasanya penakut, pendiam, dan sedikit cengeng itu sekarang berubah menjadi sosok yang sangat berbeda.
Terlihat di sela-sela poninya, matanya yang berwarna merah delima seolah ingin menerkam si pelayan.
“M-maafkan saya Nona,” mohon pelayan tersebut sembari berlutut di hadapan Scarlesia.
“Kau tahu apa yang terjadi jika aku mengadukan semua ini pada duke? Aku bahkan tidak yakin duke akan melepaskanmu begitu saja,”
Scarlesia memandang rendah pelayan yang tengah berlutut seraya menundukkan dalam kepalanya.
“Saya mohon Nona, saya mohon jangan adukan semua ini pada Yang Mulia Duke. Saya mohon Nona,”
Pelayan itu terus memohon di kaki Scarlesia, air matanya berlinang dan terus berjatuhan. Scarlesia menyentuh dagu pelayan tersebut lalu mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertunduk.
“Mungkin kau pikir kalau duchess akan melindungimu tapi aku rasa kau akan dicampakkan setelah duke menghukummu. Duchess itu bukan tipe majikan yang mau melindungi bawahannya, jadi seharusnya kau tahu siapa yang lebih pantas menjadi majikanmu, apa kau mengerti?” tutur Scarlesia seraya menyunggingkan bibirnya.
“Y-ya Nona, saya mengerti,” jawabnya gelagapan.
“Bagus. Sekarang bawakan aku makanan lagi,” perintah Scarlesia melepaskan tangannya dari dagu si pelayan.
“Baik Nona, akan segera saya bawakan,”
Pelayan itu kemudian berdiri dan segera melaksanakan tugasnya.
“Eh tunggu dulu,” cegat Scarlesia.
“Ada apa lagi Nona?”
“Siapa namamu?”
“Hana,”
“Hana ya? Oke, kamu boleh keluar sekarang,”
Scarlesia menghela napasnya, dia hanya ingin menikmati waktu santainya namun malah disuguhkan oleh kejadian yang merepotkannya. Ia kembali ke tempat tidurnya dan berbaring sejenak. Pikirannya mulai bercabang karena mengingat bahwa dunia yang kini dia tinggali sangatlah berbeda. Tidak ada motor, mobil, bahkan smartphone pun juga tidak ada.
Biasanya ketika sedang luang seperti ini dia sibuk berkutat dengan ponselnya atau menonton drama hingga dini hari. Sekali lagi dia menghela napas panjang, ia memikirkan bagaimana langkah dia selanjutnya. Mengenai apa yang harus dia lakukan untuk bertahan hidup, bagaimana cara dia memperlakukan semua orang yang menyebalkan di rumah ini, dan ending yang bagaimana harus dia ciptakan? Semua sungguh terasa berat.
“Ehemm apakah kau mendengarku Sia?”
Suara Xeon terdengar lagi oleh Scarlesia, ia berdecak sebal mendengar suara Xeon di dalam pikirannya.
“Ya, ada apa?” tanyanya dengan nada malas.
Tak ada semangat yang terpancar dari dalam dirinya, seperti seseorang yang tidak memiliki harapan hidup lebih lama.
“Bersemangatlah sedikit Sia!” tegur Xeon.
“Aku tidak ingin bersemangat karena di sini sangat membosankan. Tidak bisakah kau memberikanku sebuah smartphone atau laptop?”
“Kau banyak permintaan! Aku tidak akan memberimu hal semacam itu tapi kau boleh meminta senjata padaku,”
“Senjata ya? Aku rasa itu cukup berguna,” batin Scarlesia.
“Oke, kalau begitu berikan aku pistol,” ujarnya.
“Pistol? Apakah cukup kalau hanya pistol?”
“Cukup, cepat berikan saja padaku,”
Dalam beberapa detik, muncul pistol bertipe SIG Sauer P226. Scarlesia seketika sumringah saat mendapati sebuah pistol di tangannya. Dia sudah lama tidak memegang pistol, dulunya dia pernah menjadi agen rahasia jadi dia dilatih agar mahir menggunakan pistol dan busur panah.
“Apakah di dalamnya ada peluru?” tanya Scarlesia.
“Tidak ada, kalau kau ingin peluru aku sarankan kau pergi ke menara sihir dan meminta untuk dibuatkan peluru sihir,” anjur Xeon diangguki oleh Scarlesia.
“Oh ternyata di sini juga ada sihir, kira-kira apakah aku juga punya sihir?”
“Hanya segelintir orang yang mempunyai sihir, kau hanya manusia biasa,”
Mendengar kata ‘manusia biasa’ membuat kening Scarlesia mengerut. Dia pikir dirinya bisa lebih spesial tapi ternyata sama saja.
“Huhh membuatku kesal saja,”
Dorrr!
Scarlesia tak sengaja menarik pelatuknya dan mengaktifkan tembakan kosong dari pistolnya. Erin yang sedang berada di kamar mandi tergesa-gesa masuk ke dalam kamar untuk mengecek apa yang sedang terjadi.
“Nona! Ada apa? Suara apa itu?”
“Ha ha ha kelepasan,”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!