Di tengah gelapnya malam yang dingin, gemercik air hujan terdengar dari dalam taksi yang di tumpangi oleh seorang wanita bernama HelmaLiya, 20 tahun.
Ia terpaksa keluar malam, sebab mendapat pesan masuk dari kekasihnya yang mengatakan jika ayahnya kini mabuk di salah satu rumah teman ayahnya.
Dengan perasaan khawatir itu yang kemudian memaksanya untuk pergi menjemput sang ayah, namun ditengah perjalanan taksi yang ia tumpangi terkena macet, sementara hujan juga makin deras.
Alya menggenggam kuat ponselnya, dalam hati ia merasa lelah dengan kelakuan ayahnya yang sering keluar malam, Mabuk-mabukkan bahkan berjudi menghambur-hamburkan uang untuk bersenang-senang di club malam.
Dulunya, ayah Alya tidak seperti itu, namun semenjak ibunya meninggal 2 bulan lalu, sikap ayahnya berubah drastis.
Bahkan pernah sekali dua kali Alya mendapat kekerasan dari ayahnya, tetapi dia pasrah dan tak ingin memberitahu siapapun.
"Pak apa tidak ada jalan lain? Atau jalan pintas? Sepertinya ini akan memakan waktu lama pak! Dan saya sangat terburu-buru sekarang!" katanya sopan pada supir taksi.
"Maaf, Mbak! Sepertinya tidak ada!"
Alya menghela nafasnya kasar mendapat jawaban yang tak sesuai harapannya.
Ia menyandarkan tubuhnya ke jok mobil dengan mata yang terasa berat karena mengantuk.
Terpaksa Alya membuka via WhatsApp untuk menelfon Rio, laki-laki yang sudah menjalin hubungan dengannya selama 5 bulan.
Rio sudah sangat akrab dengan ayah Alya, jadi tidak heran jika Rio yang menelfon menyampaikan informasi tersebut.
Namun sayang sekali Kontak Rio tidak aktif, sementara dia hanya mempunyai kuota saja.
Berkali-kali ia mendesah di belakang supir taksi, hingga mobil bergerak sedikit lebih maju yang otomatis membuatnya bahagia, "Sepertinya tidak macet lagi mbak!" ucap supir taksi.
"Iya pak, Syukurlah!" jawabnya tersenyum cerah setelah beberapa jam bermuka suntuk.
***
Taksi tersebut berhenti sesuatu titik tujuan yang Alya berikan, dia membayar kemudian keluar dari mobil taksi tersebut.
Tampak Rio berdiri di depan salah satu rumah yang baru pertama kali Alya datangi, dia berjalab cepat menghampirinya.
"Rio, ayahku di mana sekarang?"
"Emm... Dia ada di dalam Al... Ayo kita masuk sekarang!" ajak Rio merangkul Alya menuntunnya berjalan.
Rumah tersebut tampak sepi, hanya ada pantulan lampu yang redup di balik celah jendela yang membuat bulu kuduk Alya berdiri serentak.
"Kamu serius kan, kalau ayahku memang di sini? Tapi kenapa rumah ini terlihat kosong?" sekali lagi ia bertanya sambil berjalan.
"Iya, aku serius, lagipula selama ini aku tidak pernah berbohong sama kamu kan?" seka Rio terdengar meyakinkan.
Dengan polosnya Alya percaya dan mengangguk, "Tapi ayahku di mana?"
"Masuk saja, ayahmu tengah tidur didalam, sebenarnya sebelum kesini, ayahmu mengajakku untuk minum jadi aku kemari, tadi sangat rame Al... Tapi semua teman ayahmu sudah pulang!"
Semua pertanyaannya sudah terjawab, Alya sangat yakin jika kekasihnya sudah berkata jujur, "Baguslah... Kalau ada kamu, aku bisa tenang karena kamu sudah menjaga ayahku!"
Clek....
Alya membuka pintu dengan lebar, dan benar saja ada banyak botol kosong bekas minuman keras yang bertebaran di lantai.
"Ya ampun Rio, kalian minum sebanyak ini?" ia terkejut.
"Heheh itu sudah biasa Al... Untuk menghilangkan stres!"
Tiba-tiba Alya menoleh memberikan tatapan sini, "Lain kali tidak boleh minum banyak, kalau tidak aku tidak akan menghubungimu selama 3 minggu!" cekamnya.
"Apa? Yah... Jangan begitu Al... Bagaimana kalau aku merindukan suaramu? Aku tidak bisa tahan!" Rio merengek tak terima
"Intinya semua bergantung sama sikapmu! Ohh iya ayahku tidur dimana? Kenapa aku belum melihatnya?"
Rio menunjuk ke arah sebuah kamar sambil berkata, "Dia ada di dalam kamar sana!"
Alya segera pergi menuju kamar tersebut, namun baru satu langkah ia berjalan tiba-tiba sebuah sapu tangan membekap mulutnya.
Ia sangat terkejut, mulai kesusahan bernafas, dia sekilas menoleh menatap kebelakang, ternyata sapu tangan itu milik kekasihnya sendiri.
Mmbkk.... Mbbkkk....
Alya merontah, memukul-mukul tangan kekar Rio.
"Kenapa? Untuk apa kau melakukan ini? Rio....."
"Lepaskan tanganmu! Ku mohon! Jangan seperti ini... Aku mencintaimu!" Batinnya serasa ingin berteriak menanyakan hal tersebut.
Bulir air mata sudah memenuhi pelupuk mata Alya, ingin meminta tolong?
Tapi percuma saja, dari sapu tangan tersebut sudah di beri obat bius, hingga membuat tubuh Alya perlahan-lahan lemas dan akhirnya tak sadarkan diri.
Terlihat Rio tersenyum sinis saat melihat kekasihnya kini terkapar di lantai, dia mengeluarkan sesuatu kemudian memasukkannya ke mulut Alya.
Tak sampai di situ saja, Tangan dan kaki Alya di ikat oleh tali dengan sangat erat.
***
Di sebuah kamar hotel berbintang lima yang begitu sangat megah, Alya berada di atas ranjang seorang pria yang kini sudah bertelanj*ng dada.
"Mmm... Tolong! Ahh... Tolong bantu aku, tubuhku sangat panas! Tolong aku.... " pinta Alya di atas kasur dengan mata yang merem melek.
Ia sudah sepenuhnya tak berdaya, kini tubuhnya dikuasai oleh obat perangsang yang sengaja Rio masukkan kedalam mulut Alya tadi.
Dalam Pandangannya yang samar-samar, Alya tak dapat dengan jelas melihat pria yang kini berdiri di pinggir ranjang.
Pria itu agaknya sedikit mabuk, tampak jelas dari rona wajahnya yang memerah, orang itu terus mengamati gerak gerik Alya dari atas sampai bawah yang seperti cacing kepanasan mengeliat kiri kanan diatas ranjangnya.
Sambil menyilangkan kedua tangan, pria itu mendengus mendekatkan wajahnya ke wajah Alya.
"Sayang sekali wajahmu tidak cantik, tapi tidak masalah! Yang penting kau belum disentuh oleh siapapun! Karena Aku suka wanita yang masih perawan!" ucap pria itu sambil tersenyum smirk.
Pria tersebut mulai membuka sabuknya, melorotkan celana panjang yang sejak tadi membungkus kakinya yang jenjang.
Mula-mula pria itu membuka semua pakaian Alya dengan brutal, "Kamu kepanasan kan sayang? Kalau begitu aku akan membuka bajumu!" katanya dengan nakal.
Saat keduanya tak tertutupi sehelai benangpun, Pria itu memulai aksi bejadnya, melakukan hubungan int*m dengan kondisi Alya yang diperdaya oleh obat perangsang.
******* kenikmatan bagi pria tersebut memenuhi isi kamar dan malam yang mengerikan itu terjadi pada Alya.
Selaput darahnya kini telah robek, dengan suara yang keluar dari mulutnya saat pria itu terus menerus menembakkan pejuh kedalam rahimnya.
"Berhenti! Ini saaaa-kit, sudah cukup! Ku mohon hentikan!" lirihnya memohon namun pria itu tak perduli kecuali kenikmatan yang harus ia dapatkan demi memenuhi keinginannya.
Desah nafas Alya dan pria tersebut bersautan sepanjang malam
Sudah cukup lama Alya terlelap, mungkin karena sangat lelah, hingga perlahan dirinya terbangun.
Matanya melebar sempurna saat sepasang mata itu menatap setiap sudut kamar hotel tersebut , dia kaget. Sungguh....
"Di... Dimana aku? Dan... Kenapa aku...."
Ia melihat masuk kedalam selimut dan
menyadari tubuhnya tidak tertutupi apapun, pakaian yang semalam ia kenakan kini berserakan di lantai.
Tak ada orang lain selain dirinya yang ada di kamar tersebut, Alya mulai bingung dia termenung sejenak, "Siapa yang melakukan ini padaku?" tatapannya berubah kosong saat keping-keping ingatan semalam mulai bermunculan dalam benaknya, "Laki-laki semalam, Siapa dia? Kenapa dia melakukannya, kenapa?"
Alya menjerit sekeras-kerasnya bahkan suaranya menggema mengisi kamar hotel itu.
Dia menendang selimut yang awalnya menggulung tubuhnya hingga tampak bercak darah di sprei tersebut membuat Tasya melotot.
"Aku... Aku sudah tidak suci lagi?" air matanya kini terjatuh bagaikan hujan yang begitu deras, ia hanya bisa menangisi semuanya.
Nasi sudah menjadi bubur, Alya bahkan tidak tau siapa laki-laki yang mengagahinya semalam.
Argh.... Ahh... Ahhh.....
Ia marah sungguh, semuanya hancur dalam hidupnya, bahkan sekarang ia takut membayangkan apa yang akan suaminya kelak katakan jika sampai ia tau bahwa dirinya sudah tak perawan lagi.
Dengan linangan air mata itu, Alya tak sengaja menoleh dan melihat pakaian wanita berada di atas meja nakas samping ranjang.
Ia tercengang, "Sebenarnya siapa laki-laki brengs*k yang menodaiku? Bahkan dia menyiapkan pakaian untukku?" ia mengepal kedua tangannya dengan sangat-sangat erat.
Bugg... Alya memukul kasur yang ia tempati dengan keras melampiaskan emosinya saat meningingat kembali kejadian semalam.
Alya menggertakkan giginya menuruni ranjang, "Ahh sakit sekali! Kenapa ini sangat sakit?" Rasa nyeri diarea sensitivenya mulai terasa, membuat Alya kesulitan berjalan.
Air matanya kembali terjatuh menahan rasa sakit itu, ia berjalan mendekati meja nakas tempat pakaian tersebut.
Dengan terpaksa, dia memakai pakaian itu semuanya sangat pas di tubuhnya bahkan pakaian dalam.
"Heh konyol sekali, kenapa aku seperti perempuan yang tidak punya harga diri sekarang? Aku yang dirugikan, dan bahkan tidak tau siapa laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu! Kenapa ini semua terjadi padaku? Kenapa!!" Alya mencengkram kuat pakaian sambil Mengatakkan itu semua.
Dia frustasi, sambil menatap dirinya di balik pantulan cermin, Alya memakai pakaian itu matanya sembab bibirnya terus bergetar, ia merasa tubuhnya begitu menjijikkan karena bekas pria semalam.
"Semalam aku pergi untuk menjemput ayahku, dan aku bertemu Rio tapi dia malah...." ia mulai mengingat kembali awal mula kejadian itu.
"Ini semua gara-gara pria brengs*k itu, aku sangat mencintainya tapi kenapa dia melakukan ini padaku? Aku tidak salah apapun padanya! Tapi dia sudah membuatku jadi wanita yang kotor!" Alya menangis terduduk dilantai sambil memikirkan perbuatan Rio, kekasihnya sendiri.
***
Alya memilih meninggalkan hotel itu, tanpa ia sadari ada banyak pasang mata yang memandanginya.
Ia mulai merasa risih ketika seseorang bertanya padanya, "Maaf permisi, mbak membeli pakaian itu di mana? Itu edisi terbaru kan mbak?"
Alya yang tidak tau apa-apa seketika linglung, "Ehh ini... Ini dari teman saya, jadi maaf saya juga kurang tau soal itu!" jawabnya kikuk.
"Ohh!" Respon orang itu sambil memutar bola matanya kemudian pergi begitu saja.
Alya penasaran apakah yang ia pakai itu memang benar edisi terbaru? Dari kainnya ia juga merasa aneh sebab sangat terasa nyaman di pakai dan begitu lembut.
"Apa ini bayaran yang kuterima setelah pria brengs*k itu mengambil keperawananku!!"
Rasanya ia ingin segera merobek pakaian tersebut, namun ia mengingat jika ini di tengah jalan, ada banyak orang yang melihatnya.
Alya segera bergegas memesan ojek online agar segera pulang, ia sudah tidak tahan dengan dirinya sendiri.
Saat sampai dirumah, betapa kaget dirinya melihat ayah yang semalam ingin ia jemput dengan santainya sedang duduk didepan Tv sambil mengangkat kaki dia di atas meja.
"Ayah!" ia memanggil.
Ayahnya menoleh dengan wajah datar, "Dari mana saja kau? Kenapa baru pulang sekarang!" ayahnya mulai berdiri meninggikan suara didepan Alya.
"Seharusnya Alya yang bertanya sama Ayah, semalam ayah kemana saja?"
"Kamu ini tidak sopan yah! Ayahmu lebih dulu bertanya bukannya menjawab kau malah balik tanya!"
Alya geram, matanya sudah berkaca-kaca didepan ayahnya, "Jawab saja pertanyaanku ayah! Semalam ayah dari mana?" dia mencoba menahan emosinya.
"Kamu tidak perlu tau!"
"Jawab Yah!!"
"Ohh kamu sudah mulai berani membentak ayahmu? Katakan, siapa yang mengajarimu tidak sopan seperti ini?" ayah Alya maju selangkah demi selangkah.
Alya mundur mulai agak takut melihat ekspresi ayahnya, "Aku bukan bermaksud membentak ayah, aku hanya ingin bertanya baik-baik sama ayah, semalam aku mencarimu ayah... Aku keluar mencari ayah dan Rio... Dia.... " ucapannya terhenti, dia berfikir ayahnya tidak perlu tau soal kejadian semalam.
"Jangan asal bicara kamu, jelas-jelas Rio mengatakan kalau kau tidak sudi menjemput ayahmu! Jadi semalam Rio sendiri yang mengantarku sampai ke rumah, dan kamu! Kamu jelas-jelas tidak ada di rumah semalam ini, jadi cepat katakan dari mana saja kamu! Apa menyenangkan keluyuran di luar sana daripada datang menjemput ayahmu sendiri?"
Tutur ayahnya menjelaskan.
Alya melongo, "Aku bersumpah Ayah! Semalam aku pergi menjemput ayah!!"
"Sudah! Tidak usah banyak bicara, kamu memang anak yang tidak berbakti dengan orangtua! Pergi sana!!" ayahnya membentak mengibaskan tangan ke arahnya.
"Aku benar-benar pergi Yah... Tolong percaya padaku, semalam aku bahkan di biu.... "
"Aku bilang pergi ya pergi! Apa kau tidak punya telinga?"
Air mata Alya terjatuh dengan sendirinya, dia tidak mengerti apa yang membuat ayahnya sampai semarah itu.
"Aku hanya butuh sebuah jawaban ayah, kenapa ayah harus semarah ini, apa ayah tau apa yang kualami semalam?"
"Tidak perlu memberitahu ayah, itu tidak penting!" elak ayahnya mengacuhkan.
"Aku anakmu ayah, apa aku memang tidak penting?".
"Sudah cukup! Kalau kamu masih berani bicara, ayah akan...."
Ayahnya mengangkat tangan bersiap untuk menampar.
Plakkkk....
Tiba-tiba sebuah amplop tebal berwarna putih terjatuh dari saku ayahnya.
Ayah Alya panik menatap Amplop tersebut, wajahnya berubah pucat, dengan cepat hendak memungut namun Alya lebih dulu mengambilnya dan membuka amplop tersebut.
"Ini... Ini uang apa Yah? Darimana ayah mendapat uang sebanyak ini?" tanya Alya penasaran.
Ayahnya diam seribu bahasa, hanya bola matanya yang berkeliling seolah mencari jawaban.
Namun sebelum itu, ayah Alya merebut amplop tersebut dari tangan Anaknya.
"Ka-kamu tidak perlu tau!"
"Jawab jujur ayah, ayah dapat uang sebanyak ini dari mana!!!" emosi Alya sudah tak bisa di kontrol lagi, ia bahkan menduga jika itu uang hasil menjual dirinya.
"Ini, ini.... Ayah menang judi!"
Alya menggelengkan kepalanya, "Tidak mungkin, aku tidak percaya, cepat katakan saja Yah... Katakan dengan jujur sama aku!"
"Kamu ini kenapa cerewet sekali? Ayah kan sudah bilang kalau uang ini hasil judi!" tegas ayahnya.
"Ayah pasti bohong!"
"Ya sudah kalau kamu tidak percaya! Ayah juga tidak peduli kau percaya atau tidak!".
"Ayah!!!"
"Apa lagi?" seka ayahnya merasa terusik.
Alya Menghentakkan kakinya kesal, ia memutar badannya berjalan menuju kamar.
Dia menyerah bertanya pada ayahnya, sebab hanya omong kosong yang keluar dari mulut sang ayah itupun membuat Alya terasa semakin marah setiap kali hidupnya di anggap tidak penting lagi.
Alya masuk dan mengunci diri didalam kamarnya, ia menangis bersandar di pinggir ranjang sambil memeluk kakinya sendiri.
Cukup lama ia seperti itu, Alya bangkit dan menjatuhkan diri di atas kasur.
Alya memejamkan matanya, mencoba terlelap meskipun bayangan-bayangan semalam seringkali terlintas dan membuatnya kesal.
Air mata berjatuhan dari ekor matanya dalam pejaman mata itu.
Tok... Tok... Tok....
"Alya, ayah lapar! Keluarlah... Jangan tidur terus! Ini masih pagi, apa kau mau membuat ayahmu mati kelaparan?" teriakan serta ketukan itu membuat Alya membuka mata.
Ia tak merespon, pandangannya lurus kearah pintu yang terkunci, rasanya malas sekali merespon ayahnya.
Dia membiarkan ayahnya berteriak beberapa kali, barulah beringsut meninggalkan ranjang dan keluar dari kamarnya.
"Kenapa baru keluar? Apa kau sengaja melakukan itu?"
"Ayah lapar kan? Kalau begitu aku akan masak sekarang!" Alya acuh tak acuh padanya, dia berjalan kearah dapur tanpa menoleh ke ayahnya yang masih terus mengomel.
***
Setelah memasak untuk ayahnya, Alya kembali kekamar dia tak punya ***** makan sedikitpun, rasanya gendang telinganya hampir pecah saat mendengar omelan ayahnya yang membosankan.
"Aku harus bagaimana sekarang? Ahh... Apa sebaiknya aku menemui Rio? Dia pasti tau siapa laki-laki yang mengambil kesucianku semalam!"
Alya tiba-tiba tersadar saat dirinya melamun menatap langit-langit kamarnya, besar harapan jika Kekasihnya itu bisa memberitahu semua kejadian semalam, sekaligus alya ingin bertanya kenapa dia melakukan itu.
Alya lebih dulu menghubungi ponselnya, namun sayang seribu sayang, berapa kalipun Alya melakukannya nomor Rio tetap tidak aktif.
"Heh dia benar-benar seorang bajing*n, nomornya tidak aktif, dia juga memblokirku di WhatsApp, kau fikir aku tidak berani mendatangimu!!" geramnya menggenggam erat ponselnya menatap nomor Rio sudah tak memiliki foto profil di WhatsAppnya.
"Oke... Jangan harap kali ini aku akan melepaskanmu!"
Alya keluar kamar, dia membanting pintunya dengan kasar membuat ayahnya yang sedang makan terkejut, "Apa yang kau lakukan?"
Alya tidak menjawab, "Mau kemana kau? Mau keluyuran lagi?" tanya ayahnya sekali lagi.
"Aku hanya keluar sebentar ayah!" jawabnya malas.
Ayah Alya berdiri dari tempatnya berjalan cepat kearah Alya, "Tidak bisa, kau tidak boleh kemana-mana, tetaplah didalam kamarmu!"
"Loh... Kenapa? Aku hanya ingin pergi menemui Rio, itu saja!" ungkap Alya membuat ayahnya semakin panik.
"Justru itu, kamu tidak boleh menemuinya!"
Tingkah ayahnya semakin aneh membuat Alya bergegas menuju pintu, "Aku pergi ayah, maaf kali ini aku tidak mendengarkan ayah! Aku janji akan cepat puang!" ia berlari cepat keluar dari rumah.
"Alya!! Anak sial*n, mau kemana kau!! Kembali kesini!!" ayahnya berteriak namun Alya sama sekali tidak perduli.
Alya mencari ojek untuk ia tumpangi mencari Rio.
Mula-mula ia kerumahnya, terlihat rumah Rio tampak kosong, Alya beberapa kali mengetuk pintu tapi tetap saja tak ada orang yang keluar menemuinya.
"Dia pasti ada di dalam, dia hanya bersembunyi dariku!" gumamnya.
"Rio... Keluar kau! Jangan jadi pecundang! Kalau kau tidak keluar, aku akan mendombrak pintu rumahmu!"
Clangkkk....
Dari dalam rumah terdengar sesuatu yang terjatuh, Alya semakin yakin jika Rio memang ada di dalam rumah.
"Ohh jadi kau mau tetap didalam ya? Kalau begitu lebih baik aku menelfon polisi sekarang!" Alya mengeluarkan ponselnya, pura-pura menekan layar ponsel tersebut mencoba mengecoh pergerakan Rio didalam sana.
Clak...
Pintu rumah akhirnya terbuka, dan benar saja Rio memang ada di dalam sejak tadi, "Iya... ini aku, kau mau apa datang kesini?"
Alya merapatkan giginya maju kehadapan Rio, ia segera mencengkram kuat kerah baju Rio, "Kenapa kau melakukan itu Rio? Cepat katakan padaku! kenapa!"
"Apa maksudmu? Memangnya apa yang kulakukan padamu?" Rio berlagak bodoh.
Alya mulai murka, dia semakin mempererat cekraman tangannya, "Sampai kapan kau mau pura-pura lupa! Katakan padaku Rio, kenapa semalam kau membiusku lalu membawaku ke hotel?"
Rio menatap sinis kearah Alya, dia menepis tangan kekasihnya itu, "Kenapa kau kasar sekali? Kalau soal semalam, aku bisa menjelaskannya padamu! Aku... Terpaksa melakukannya!" jawab Rio dengan sangat santai.
"Ha? Terpaksa? Kenapa! Kenapa harus aku?"
"Aku... Aku minta maaf Al... Aku punya banyak hutang! Jadi, aku mengorbankanmu! Tapi kamu tenang saja, aku menerimamu bahkan jika kamu sudah tidak perawan lagi!"
"Kamu gila Rio, aku tidak percaya kamu berbuat seperti ini padaku! Jadi kamu menjualku hanya karena hutangmu? Apa begini balasan cintaku padamu?"
Air mata Alya kembali berjatuhan mendengar penjelasan kekasihnya.
Rio menekuk wajahnya menyesal, "Aku benar-benar minta maaf Al... Aku janji kejadian ini hanya akan terjadi kali ini, aku tidak akan mengulanginya lagi. "
"Kau fikir aku akan percaya? Kau fikir aku akan memaafkan perbuatanmu itu?"
Alya mengepalkan telapak tangannya.
Bug....
Ia melayangkan sebuah tinjuan di wajah Rio, "Alya! Kau berani memukulku?"
"Kenapa? Sakit? Itu tidak sebanding dengan rasa sakitku!" balasnya.
Bug... Ia menghajar untuk kedua kalinya, membuat sudut bibir Rio mengeluarkan darah, "Bahkan aku ingin membunuhmu sekarang Rio, tapi percuma, jika kau mati semuanya tidak akan kembali seperti semula! Aku membencimu! Kita putus!"
"Apa? Putus? Memangnya ada laki-laki yang mau menikahimu yang sudah tidak perawan lagi? Ayolah Al... Coba kamu fikirkan tidak ada laki-laki selain aku yang bisa menerimamu!"
Alya tercengang dia tak habis fikir dengan Ucapan Rio, "Apa kau tidak sadar, kalau aku begini itu semua karema kamu Rio! Aku juga tidak pernah mengharapkan ini, tapi kamu yang menghancurkanku! Kamu membuat masa depanku hancur!!"
Tiba-tiba Rio mendekati Alya membisikkan sesuatu di kupingnya, "Bukankah semalam kau menikmatinya juga? Asal kau tau karena kinerjamu itu aku dan ayahmu mendapat uang yang sangat banyak!"
Seketika kaki Alya terasa kaku, saat mendengar ayahnya di sebutkan, "Kau... Kau bilang apa tadi? Ayahku? Coba katakan sekali lagi?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!