"Win, nanti pulangnya kamu nebeng siapa?" Dewi bertanya sambil merapikan meja kerjanya begitu melihat Wina mampir di divisinya
"Siapa aja, kalo ga ada yang mau nebengin aku, ya aku naik ojek online atau angkot aja," jawab Wina ringan. Dia berdiri sambil membuka tas kecilnya untuk melihat adakah yang mengirin pesan.
Senyum di bibirnya yang tadi terukir manis begitu melihat siapa yang mengirim pesan, jadi menguap saat sudah membaca isi pesannya.
/Maaf ngga bisa jemput. Aku masih di KL/
Sibuk aja terus, rutuknya kesal.
"Pacar ngga bisa jemput?" ledeknya membuat Wina malas menanggapi.
"Emang kamu punya pacar?" lanjutnya dengan ekspresi meremehkan.
"Terserah pikiran dirinu," jawabnya malas. Ardan juga ngga pernah menjemputnya. Lagian mereka belum lama jadian.
Setelah lima tahun kisah mereka berulang lagi. Apa akan seperti dulu. Harusnya Wina menolak saat Ardan mengungkapkan perasaannya. Dulu juga gitu, tapi ga tahan lama.
Dewi menggeleng gelengkan kepalanya. Teman dekatnya yang sangat pintar tapi terlalu santai. Seringnya naek ojek atau angkot. Ngaku punya pacar, tapi ngga pernah kelihatan. Pacar halu kali, batin Dewi mengejek.
"Ayo, kalo mau nebeng," ajak Dewi sambil melangkah duluan dan diikuti dengan langkah kecil Wina yang sambil ngobrol dengan Gaga, Adi dan Sita.
"Jadi kamu pulangnya sama Dewi?" tanya Gaga sangat ramah.
"Iya, males sama kamu, nanti aku rugi ga dapat pacar," sindir Wina yang diikuti tawa Dewi, Adi dan Sita.
"Memangnya kamu pikir aku ga rugi juga? Ni anak kalo dikasih hati suka ngelunjak," balas Gaga sambil menowel jidat Wiina.
"Sakit pak Bos," ringis Wina.
"Eh, Minggu depan ikut aku makan siang di cafe yang dekat rumah sakit Internasional ya. Aku lagi pedekate sama dokter di sana. Calon pacarku itu nanti juga bawa teman dokternya. Lumayan kan, siapa tau ada yang nyantol sama kalian," ucapnya dan kemudian Gaga pun terkekeh. Senang sekali hatinya melihat tatapan jengkel teman teman dekatnya.
"Pedekate aja rame rame,,, dasar chiken," sarkas Adi ga terima.
"Lho, aku kan mikirin kalian juga sebagai sohib sohib tercintaku," tangkis Gaga ga mau kalah.
"Aku yang traktir, tinggal ikut, makan, kenalan. Sukur sukur ada yang jadian juga," kata Gaga sombong.
Ketiganya hanya menggelengkan kepala sebal. Dasar direktur goblok, mau pedekate aja ribet banget.
"Yang ga mau ikut, aku kasih sp," ancam.Gaga sambil.melenggang pergi.
Ketiganya saling pandang. Walaupun ketiganya berbeda divisi sama si direktur songong itu, tapi jaringannya menyebar kuat. Dengan mudah dia akan meminta sp pada divisi divisi mereka untuk diberikan pada yang katanya sohib sohib tercintanya.
"Dasar direktur ga laku," maki Adi kesal.
"Pemaksa." Dewi juga ikut memaki.
"Suka ngancam," lanjutnya.
"Tapi kasian juga kalo gagal lagi ya," cetus Wina yang diikuti kekehan teman-temannya.
"Udah empat kali kita ikut kencan bujang tua ga laku itu," kata Sita yang menambah lama tawa teman temannya.
"Kali ini bakalan sukses ga ya," kata Wina terkikik.
"Kalo gagal lagi apa si durektur ngga trauma," hina Adhi sadis.
"Gagal nikah lagi. Udah semakin tua." Dewi pun ikut ngikik.
"Aku dengar lho, dan aku belum tua," seru Gaga yang berdiri tak jauh dari mereka. Tapi ketiganya ga peduli, tetep aja ngetawain sang direktur yang kini melemparkan tatapan sangarnya.
"Win, kenapa sih kamu belum punya pacar?" Tanya Dewi ketika mereka berdua lagi di pantry sambil mengaduk tehnya.
Wina hanya tersenyum sambil melihat ke luar jendela kantor. Bentar lagi jam makan siang. Hatinya terasa sakit. Udah hampir seminggu ini, cowok nyebelin itu ga nongol ke hadapannya.
"Cowo yang beberapa kali jemput kamu itu kok ga datang lagi?" usik Dewi lagi.
"Kepo ya?" Wina meneguk tehnya dengan hati juga bertanya. Kemana raibnya Ardan. Padahal udah dikasih kesempatan kedua juga. Bodoh, umpatnya dalam hati. Udah tau Ardan pasti berubah gini kalo ketemu Dina.
Dewi menatap wajah temennya yang minim ekspresi itu. Penasaran banget sama cowo yang ga pernah keliatan mukanya saat jemput Wina. Cowo yang ga mau keluar dari mobilnya itu, huh,,,, apa wajahnya di bawah standar ya, batinnya gemas.
"Jadi besok kita ikut si bos pedekate?" tanya Wina masih menatap ke luar jendela kantor. Harusnya dia mencoba dengan pria pria yang lain setelah pisah dengan Ardan. Bukannya terus mengingat Ardan dan jadinya ngga bisa move on.
"Ikut aja lah. Siapa tau temen calon makmum si bos ganteng ganteng." Dewi tertawa kecil.
"Kamu udah putus?" Sindir Wina karena tau temannya ini lagi dekat juga sama anak divisi sebelah, cuma ga berani serius, karena terikat kontrak kerja. Yang nikah satu kantor, salah satunya harus ngundurin diri. Si Dewi pasti lagi nyari alternatif cinta yang lain, batinnya menertawakan nasib temannya.
"Begitulah. Lagian mungkin juga teman si calon makmum udah ada pacar juga kan. Who knows?" Dewi tersenyum miring. Wina hanya meliriknya sekilas, ga apa juga dicoba, siapa tau ada yang bisa mengusir Ardan dari hatinya.
"Tapi siapa sih cowo yang jemput kamu pake mobil sport merah iru? Keliatannya kamu malu malu gitu." Dewi menatap Wina penuh selidik.
Wina hanya tertawa sumbang. Apa iya dia kelihatan malu malu?
"Aku mesti laporan dulu ke big bos," tukas Wina sambil ngeloyor pergi. Dewi hanya menggelengkan kepala dengan hati sangat penasaran dengan cowo yang bermobil sport merah yang belum pernah dia lihat wajahnya.
Setelah kembali dari ruangan big bos dan melaporkan analisa data mingguan, Wina menatap hp nya resah. Cowo nyebelin itu belum nge chat lagi hari ini. Udah dua hari tepatnya. Wina juga malas mau nge chat Ardan sejak kejadian semimggu yang lalu. Hari terakhir mereka ketemu.
Flashback
Sore itu setelah menjemputnya di kantor, Ardan mengajaknya mampir ke rumahnya. Mama Ardan yang cantik itu memang baik padanya, tapi ada beberapa kalimat yang bikin hatinya galau.
"Nanti malam kamu ke rumah Dina ya, Dan, sekalian bantu bantu Dina ngantar berkas ke rumah sakit."
"Iya Ma." Gitu doang jawaban Ardan, tapi sakitnya di hati Wina yang dulu terasa lagi.
"Wina kenal kan sama Dina? Satu SMA ya dulu," kata Mama Ardan lembut seperti kue bolu.
"Kenal, Tante," jawab Wina sopan.
"Sekarang Wina udah jadi dokter," kata Mama Ardan bangga.
Wina hanya tersenyum saja. Teman temannya yang kuliah S1sudah pada pulang kampung. Termasuk Ardan, makanya Wina baru ketemu setelah lima tahun memghilang. Tepatnya Wina yang menghilang dari Ardan.
end
Wina menarik nafas panjang, sebelum ketahuan Dewi lagi melamun, Wina mengambil tasnya dan beranjak ke ruang sahabatnya di kantor itu.
Seminggu yang lalu
"Win, maaf ya, beberapa hari ke depan aku agak sibuk," ucap Ardan pelan setelah mobilnya terparkir manis di halaman rumah Wina.
"Ya," jawab Wina singkat sambil melepaskan safe belt.
"Aku lagi bantu Papa ngurus tender di Kl dan Surabaya di kantor. Lusa aku berangkat ke KL, setelah itu Surabaya," jelas Ardan panjang lebar. Dia juga takut Wina salah paham.
"Dan, mama kamu lebih suka Dina. Aku jadi ga enak," jawab Wina pelan mengalihkan topik pembicaraan
Ardan diam sambil menatap Wina tajam dan dalam
"Aku harap kamu ngga ngejauhin aku lagi, Win. Urusan mama, nanti aku akan bicara baik baik dengan beliau."
"Dan, apa kamu udah yakin dengan perasaan kamu. Dulu aja tiap ketemu Dina, kamu pasti langsung berubah ke aku," pelan Wina menjawab.
"Dulu aku ngga yakin dengan perasaan kamu. Kamu aja kadang perhatian ke aku kadang engga. Waktu itu aku bingung. Dina ngasih aku kepastian," jelas Ardan sambil terus menatap Wina yang hanya menunduk.
"Tapi selama pacaran sama Dina, aku merasa bingung. Aku selalu ingat kamu. Aku selalu nyari kamu. Tapi kamu benar benar ngilang. Dan akhirnya kita ketemu di ulang tahun Remi," lanjut Ardan lembut.
"Berarti kamu juga ada perasaan dong ke Dina. Dina juga udah di sini. Mama kamu lebih suka sama Dina. Kita udahan aja," ucap Wina jadi sebel.
"Jangan marah, Win. Dulu kita kan masih SMA, masih labil." Ardan menahan tangan Wina yang akan keluar. Tapi Wina menepis kasar pegangan Ardan, Wina berhasil keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah.
#selesai
Wina menarik nafas panjang. Ingatan kejadian seminggu yang lalu masih membekas di hatinya. Setelah itu setiap Ardan nge chat, Wina hanya membalas seperlunya. Mereka pun belum ketemu lagi karena sekarang Ardan udah di Surabaya.
Malam semakin larut. Wina menarik nafas panjang. Kapan perasaannya ke Ardan bisa hilang. Melihat sikap Mama Ardan, Wina lebih baik mundur saja. Mana enak dibenci mertua kalo nanti jadi istri. Pasti bakal makan hati setiap hari.
Sebelum berangkat ke Surabaya, Ardan sempat nge chat kalo lagi bantu Dina ngurus berkas ke rumah sakit. Dina akan bekerja sebagai salah satu dokter umum di situ. Tapi masa ngga sempat mampir ke kantornya lagi, makan siang bareng atau mengantar pulang.
Ardan jadi seperti dulu kalo menyangkut Dina. Seperti waktu SMU dulu. Mereka yang sempat dekat akhirnya menjauh bagai orang ngga saling kenal ketika Ardan terlihat dekat dengan Dina. Walaupun Ardan sesekali sempat memberikan sedikit perhatiannya. Tapi Wina ga mau jadi seperti istri kedua. Lebih baik menjauh. Tapi perasaannya tetap lekat dan ngga juga kena erosi waktu.
Setelah lima tahun akhirnya ketemu, tumben Ardan berani mengajaknya serius, Wina dengan bodohnya langsung terima saja. Wajah malu malunya ngga bisa dia sembunyikan membuat Ardan berani mengikatnya.
Tapi sekarang setelah Dina datang lagi, Ardan kembali seperti dulu. Ardan ngga bisa tegas. Wina juga membenci perasaannya yang tetap cinta aja walaupun udah di dua in. Wina menghembuskan nafas kasar.
Malam semakin larut. Besok Wina akan mengikuti sohib sohibnya menemani pedekate si bos. Siapa tau ada dokter ganteng seperti kata Dewi. Hidup kan harus di nikmati yak, semangat. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Wina pun memejamkan matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!