Dentuman suara jarum jam seketika memukul denyut nadiku. Kesadaran ku baru pulih, terbangun karena mendengar dentuman suara tak asing dari jam dinding. Mataku langsung menanggapi, mengabsen setiap inci ruangan kosong dan terhenti ketika menatap jam mati yang terlihat di atas meja pasien. Pukul 08.00.
Hatiku membaca dengan hati-hati bagaimana situasi yang sedang ku hadapi saat ini. Namun hanya kebingungan dengan tempat asing yang terus menerka di ingatanku, layaknya orang linglung yang baru tersadar dari koma panjang.
Dalam lamunan yang berusaha menyaring semua kenyataan masuk akal, sekali lagi dihentikan dengan suara jarum jam yang terdengar mengagetkan. Dadaku langsung terasa sesak setelah mendengarnya. Bisa ku simpulkan entah dari mana suara itu yang pasti jam yang ku lihat lagi di ruangan masih tidak bergerak, masih menunjukkan pukul 08.00.
Bingung, pikirku tidak bisa mendeskripsikan suara yang berasal dari mana, apakah suara tersebut berasal dari pikiran ku yang kalut dan tidak wajar? Semakin banyak tanya yang terus menerka diingatan.
Yang ku lihat jauh dalam kesimpulan logika ku mengenai kesadaran pertama bahwa tubuhku terbangun tertahan di sebuah gedung dengan ruangan pasien di rumah sakit tak berpenghuni. Dengan langkah berat dan beban pertanyaan yang berkecamuk di pikiran perlahan memaksa membawa langkahku semakin jauh dari ruangan awal yang baru saja sudah ku tinggalkan, berharap akan ada situasi yang berubah menjelaskan kebingunganku.
Masih tidak ada satupun orang, hatiku membaca dengan perasaan kesal. Bagaimana tidak? Sudah berjalan ke sana kemari dan menghabiskan setengah tenaga yang tersisa, padahal untuk saat ini seluruh ruangan rumah sakit sudah didatangi tapi tidak meninggalkan jejak dari kehadiran orang.
Ke dua kaki ku yang sudah melemah dan hati yang tidak bisa tahan lagi, keadaan seperti ini sebenarnya bisa membuatku tidak waras. Setengah dari rasa semangat yang tersisa aku masih berasumsi bahwa ada yang salah dan masih ada kebenaran yang bisa dicari.
Apa yang salah? Aku yang salah? Penglihatan ku yang salah? Tempat ini yang salah?
Mataku tertahan menangkap suasana yang lebih mengerikan, ternyata aku terlambat menyadarinya jika tempat ini seperti sudah lama ditinggalkan. Aku bisa menyimpulkannya dari warna cat gedung, suasana rumah sakit, semua yang sudah terlewatkan dari pandangan. Sebuah tempat asing yang terbengkalai, mungkin sudah lama ditinggalkan orang-orang. Tegas hatiku semakin meyakinkan dan menambah rasa kalut ku.
Tanpa sadar ke dua kaki ku tak terkendali dengan begitu saja mulai berjalan cepat hingga berlari ke sembarang tempat, ke mana saja, ke arah yang tidak menentu. Harapanku hanya ingin menemukan seseorang, hanya itu saja. Aku hanya ingin menemui seseorang, siapapun. Pikiran yang langsung terlintas membawaku berlari ke sembarang arah.
Hingga rasa putus asa mulai menghantui sebagai ketakutan terbesarku yang bisa menghentikan kewarasan pada saat itu juga.
Pikiranku yang kalut terasa membuat waktuku berakhir. Bahkan nalar ku tidak bisa menjelaskan lagi, tidak bisa menenangkan hati yang perlahan rasanya seperti ingin mati seketika, atau ingin saja ku anggap jika kejadian sekarang hanya sebuah mimpi terburuk ku. Namun di ujung kesadaran aku tidak bisa menolaknya kejadian yang sedang ku alami saat ini adalah sebuah kenyataan. Sebuah kenyataan yang dihadirkan untuk membuat ku merasa sangat putus asa seperti sekarang.
Langkahku terasa semakin berat. Hatiku berulang meneriakkan kenyataan bahwa aku memang tidak sanggup. Sudah tidak ada yang bisa ditemukan, semuanya hanya sia-sia dan tidak akan pernah ada yang ku temukan lagi.
Seketika tubuhku runtuh ke lantai, ke dua kaki yang sudah tidak sanggup lagi melangkah. Aku hanya tersungkur diam menahan semua nya, dan buliran air mata tidak lagi bisa terbendung dengan deras membanjiri ke dua pelupuk pipi. Tanpa sadar aku terus menangis sejadinya tak terhentikan. Aku memang tidak sanggup, selalu tidak sanggup bersikap tegar di semua kejadian yang ku alami.
Semua ingatan kali ini membaur secara acak dengan tangis yang aku sendiri tidak bisa menghentikannya. Sederet kejadian yang mengingatkan tawa semua orang terdekatku, wajah saudaraku, Nenek, Kakek, Adik, dan Ke dua Orang tua ku. Muncul sebagai ingatan yang mengisi keputusasaan. Semua hal itu tidak bisa ku tinggalkan atau aku yang tidak bisa pergi sejauh ini dari mereka? Memang karena dalam kenyataannya semua orang tidak bisa hidup sendiri bahkan dalam waktu singkat sekalipun. Seperti yang sudah ku rasakan saat ini, terbangun sendiri tidak melihat apapun dan malah menangkap suasana yang bisa digambarkan seperti tempat menyeramkan di sebuah film. Semuanya menyatu sebagai ingatan dalam setiap kenangan yang berlalu. Ada banyak perasaan yang masuk dan berbaur, seperti rasa penyesalan yang tidak pernah bisa terulang, karena penyesalan itu sendiri selalu muncul terakhir dan hanya ingatan tambahan untuk mengutuk diri sendiri.
Padahal masih sangat banyak yang ingin aku lakukan, hanya sekali saja berbuat sesuatu yang bisa membanggakan orang lain bukan seperti sekarang menangis dan merasa putus asa, lemah seperti sekarang dan seperti sebelumnya aku selalu lemah bahkan di belakang semua orang aku bisa menangis dan melupakannya kembali.
Di tengah-tengah perdebatan hatiku yang masih tidak berujung, suara dentuman keras jarum jam menghalau semua perasaanku seketika. Aku hanya tertegun dan mengangkat kepala membiarkan Indra penglihatan ku menangkap arah suara yang selalu terdengar begitu dekat.
Sedetik pun aku tidak bisa berpaling dari pandanganku saat ini. Yang kulihat sudah berubah. Mungkin kah ini memang sebuah mimpi?
####
Di dunia roh yang tidak terdefinisi kan dengan akal dan logika, tidak bisa di deskripsikan dengan Indra penglihatan manusia, dan sangat samar terdengar oleh Indra pendengaran orang normal yang hidup sebagai manusia. Roh orang mati yang membelot dan masuk sebagai pendatang baru menghuni dunia roh yang menjadikannya lupa bahwa kematian sudah berlalu. Kadang kala banyak yang terjebak ketika terbangun semua terlihat nyata seperti kehidupan normal. Namun, karena pergantian waktu yang sangat dangkal untuk di dalami dengan akal tidak bisa dijelaskan dengan logika, hal tersebut yang paling membedakan antara dua dunia yang sangat terlihat kontras.
Titipan harapan semasa hidup, beban penantian semasa hidup, atau penyesalan terdalam semasa hidup. Satu-satu nya alasan mengapa orang yang mati penasaran dan tidak wajar sering membelot. Begitupun salah satu pendatang baru yang menyasar ke alam bawah sadar dan tidak membuatnya terbangun kembali. Semua orang memiliki kisahnya yang berbeda ada juga penyesalan yang tidak pernah diinginkan seperti ingin terus bernaung di tempat asing sebagai roh dan tidak melanjutkan hidup untuk bereinkarnasi seperti seharusnya yang dilakukan.
"Astaga apa yang sedang terjadi?"
Hyerin tak henti-hentinya mengumpulkan semua alasan dan logika yang mustahil bisa menjelaskan penglihatannya sekarang, yang dilihatnya semua orang berlalu lalang santai, berjalan dua arah ke sana kemari, berdiskusi satu sama lain dengan urusannya masing-masing.
lamunannya tertahan, Hyerin mengedipkan mata hingga diulang beberapa kali. Namun raut wajahnya kecewa dia tidak mendapatkan apa yang diharapkannya. Betul saja semuanya adalah kenyataan. Lalu dia bangkit berdiri dan berjalan melewati orang-orang. Bahkan mengikuti seorang petugas rumah sakit, pikirnya ada sebuah informasi yang harus didapatkan.
Seorang perawat memasuki ruangan yang bertulis unit gawat darurat. Hyerin hanya mendapati banyak pasien di ruangan, seperti dugaan sebelumnya dia memang sedang berada di rumah sakit dan ini nyata, bukan sebuah mimpi yang kapan saja dia bisa segera terbangun.
Mungkin terlihat sangat aneh jika dia seorang pasien di rumah sakit bisa bersikap santai dan pergi seenaknya. Kedua matanya melihat baju yang sedang dikenakan dan kedua kaki tanpa alas kaki. Dia mengurungkan niat untuk pergi lebih jauh lagi, yang dibutuhkannya saat ini hanya pakaian yang pantas. Hyerin kemudian teringat sebuah ruangan awal ketika dia tersadar, sudah pasti di tempat itu banyak barang pribadinya. Tapi sebenarnya Hyerin tidak bisa mengingat dengan baik persisnya ruangan itu, yang sudah dilakukannya hanya pergi berlari melewati ruangan satu persatu, tanpa mengingat dan berpikir mungkin dia harus kembali lagi ke ruangan tempat dia dirawat.
Satu kecerobohan yang sudah dilakukan dan bukan saatnya lagi dia harus merasa putus asa.
Hyerin sekali lagi mengulangi langkahnya dari awal, dia pergi ke arah sebelumnya berusaha menelusuri jalan dan mendatangi setiap ruangan.
Sudah sangat jauh, Hyerin juga merasa sudah cukup berjalan ke sana kemari dan dia butuh istirahat untuk memikirkannya kembali.
Dalam-dalam dihirupnya udara yang dibiarkan menyebar ke Indra penciumannya. Tubuhnya bersandar pada sebuah dinding yang saat ini terlihat sangat terawat. Kebersihan lantai dan orang-orang bisa disaksikan jika semuanya berjalan dengan semestinya. Hyerin menganggap jika harus mulai melupakan kejadian sebelumnya karena dia sendiri tidak bisa mengartikan kejadian janggal yang tidak masuk akal. Inilah kenyataannya, sekarang dia sedang berada di sebuah rumah sakit mencari ruangan tempat dirawatnya.
Di sela-sela istirahat dengan seksama Hyerin mendapati banyak orang di hadapannya, saling mengobrol atau melakukan aktivitas lain. Diperhatikannya satu persatu dan normal, itulah jawabannya. Mereka semua melakukan aktivitas dan mengasingkan dirinya sebagai orang tak dikenal.
"Padahal tadinya di sini tidak ada siapapun." Pikirnya kembali menggertak. Namun hatinya enggan menerima, dia berusaha keras tidak memikirkannya lagi. Mungkin itu sebuah mimpi saja. ketus pikirnya. Dia sebenarnya hanya ingin mempercayai yang menurutnya bisa dipercaya. Seperti sekarang, saat ini dia sedang ada di rumah sakit dengan banyak orang, sebuah kenyataan yang biasa saja.
Hyerin merasa tak tahan, sedetik saja dia berdiam, maka sudah banyak meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang mengusik dan membuat frustrasi. Dia kembali berjalan dengan perlahan meninggalkan tempat, pergi dari satu ruangan ke ruangan lain. Semangatnya bisa sekecil ini, lebih besar dibandingkan rasa takutnya. Dengan ragu-ragu Hyerin berinisiatif ingin menyapa seseorang, orang tak dikenal yang terus saja melewati dirinya. Dia perlu bertanya untuk sekedar pergi ke pusat informasi dan bertanya ruangan atas nama dirinya. Cara yang lebih singkat dan mudah.
Kakinya menuntun Hyerin menghampiri seseorang yang sedang berdiri sendiri di hadapannya. Sekuat nya hyerin mengumpulkan keberanian, yang dia sendiri tidak begitu percaya apakah tindakannya benar. Namun bukan hal baik dalam situasi genting seperti sekarang dia harus memberanikan diri ... Itu satu-satunya jalan.
"Permisi. Saya, ingin berta_tanya" Nadanya terdengar gemetar, matanya bahkan tidak berani menatap orang tersebut. Hyerin masih menundukkan kepala dan menunggu tanggapan.
Beberapa saat berlalu.
Hyerin tak mendapati sebuah jawaban.
Hanya terdengar riuh obrolan dari orang-orang. Hyerin perlahan mendongakkan kepala, mendapati orang yang dia tunggu masih bersikap tak acuh kemudian pergi dengan begitu saja, seperti suaranya tidak sampai terdengar. Betul, mungkin karena suasana nya terlalu ramai, suaranya dengan nada ragu-ragu seperti itu bisa saja tidak terdengar.
Matanya melihat dari kiri ke kanan dan sampai ke semua sisi. Maksudnya dia ingin menemui orang yang cukup yakin bisa diajaknya bicara.
Sekali lagi, Hyerin menghampiri seorang lelaki yang sedang mengobrol dengan lawan bicaranya.
Hyerin melambaikan tangan dan berusaha menyusun setiap kata dengan baik. "Maaf, saya ... saya hanya ingin bertanya sesuatu. Apa_" Belum juga selesai melancarkan kalimatnya lelaki itu malah berlalu tidak menanggapi kehadirannya.
Hyerin tertegun, dia berpikir ada sesuatu yang tidak benar. Sudah ke dua kalinya.
"APA SAYA BISA BERTANYA?" Teriakan Hyerin yang ketus bahkan tidak membuat orang-orang melihat ke arahnya.
Masih tidak ada yang menanggapi.
Hyerin berlari panik, dia kini tidak ragu lagi menghampiri setiap orang satu demi satu mengulangi setiap pertanyaannya dengan setengah berteriak. Hyerin pada akhirnya yakin, asumsi yang tiba-tiba memunculkan ketakutan baru baginya. Jika di tempat ini dia tidak dianggap ada. Apakah semacam orang-orang benar tak menganggapnya ada? Atau karena kehadirannya tidak TERLIHAT. Sontak saja kedua matanya membulat, Hyerin tidak bisa berpikir lagi. Kenyataannya sekarang dia mungkin saja tidak terlihat?
Tangannya yang gemetar meraih seseorang di depan matanya. Ternyata dia mendapati tangan tersebut yang tidak menyentuh apapun, sama sekali tembus. Begitupun sentuhannya tidak dapat dirasakan, dia seperti layaknya bayangan. Hanya sebuah BAYANGAN?
Matanya tidak bisa lepas dari sebuah fakta yang membuatnya merasa nanar. Setengah kesal Hyerin berusaha kuat menyentuh setiap orang yang ada di hadapannya. "Tidak mungkin. Ini hanya salah" Hatinya berusaha membenarkan fakta yang dirinya sendiri sudah menyaksikan kebenarannya.
Hyerin tidak bisa menerimanya, dia berlari ke sembarang arah yang ternyata tubuhnya sama sekali tidak tersentuh bahkan terbentur dengan orang-orang seperti yang dilihatnya. Kesadaran Hyerin hampir sepenuhnya terkuras. Dia tidak peduli teriakan dan sikapnya yang berani bukanlah dirinya yang sebelumnya. Hyerin tidak lagi khawatir dengan tindakannya, tidak merasa malu dan ragu lagi. Dia membentak setiap orang, bahkan meluncurkan amarah yang jika seseorang menyaksikannya akan menganggap dia sudah gila. Benar-benar gila.
Jauh dalam hatinya Hyerin sangat tidak ingin menerima semua yang sedang dialaminya kini, dia tidak ingin mengakui jika dirinya adalah roh, dan artinya dia sudah meninggal. Seperti bayangan yang terus muncul, sama halnya dengan adegan film yang sudah ditontonnya. Jika roh orang meninggal tidak dapat menyentuh orang yang masih hidup.
Setiap bayangan yang muncul adalah perasaan hatinya yang takut dan bertolak belakang dengan kenyataan, Hyerin tak ingin menerima semua yang dikatakan hatinya sendiri. Singkatnya dia tidak ingin meninggal dan menjelma sebagai roh seperti sekarang.
Sejadinya Hyerin berteriak, mungkin ini kali pertama dia menangis sambil berteriak sejadinya. Hatinya sangat terluka, sekuat suara yang diperdengarkan nya.
Dekorasi bangunan yang terlihat cukup menegaskan jika tempatnya memang sudah sangat lama terbengkalai. Cat tembok pudar bahkan hampir tidak utuh menyisakan goresan dan retakan dimana-mana. Tiang-tiang bangunan setengah kokoh sudah tidak lagi menyangga bangunan dengan baik. Bingkai kaca yang hanya menyisakan kaca dan sedikit sisa retakan kaca pecah dan berhamburan dimana-mana.
Deskripsi dari hiruk pikuk suasana gedung sudah cukup melengkapi kesusahan Hyerin. Tidak akan ada satu orangpun yang sanggup bertahan di dalamnya. Dan bagaimana bisa dengan dirinya?
Gemuruh angin berhembus menerobos masuk melalui celah-celah dinding dan segera menyambut tubuh dingin Hyerin. Kemudian dentingan suara jam dinding terdengar bergema menambah kengerian. Hanya seruan angin dan suara jam dinding yang masih terdengar samar oleh Indra pendengarannya.
Pandangannya melongo dingin tidak berujung masih meratap nasib yang sangatlah tidak beruntung. Mulutnya Pun bungkam tak bergeming. Hyerin tidak lagi bereaksi meski menyaksikan satu persatu semua orang hilang dari pandangan seiring dengan suara jam dinding yang terus berlangsung terdengar.
Tubuhnya masih mematung, duduk di sudut ruangan yang hanya menyisakan dirinya seorang.
Keriuhan suara dari orang-orang sudah sepenuhnya hilang. Suasana yang sudah berganti saat ini mulai bisa membiasakan Hyerin yang sendiri dengan semua kesadarannya kini. Hatinya menjelaskan sebuah kesadaran yang menuntutnya untuk menerima jika dia sudah meninggal, sebuah kehidupan yang dulunya dia tidak pernah ingin hidup dengan orang-orang yang dia kenal. Tapi kini berbalik, sepenuh hatinya sangat sedih tidak bisa menerima kenyataan yang masih dianggapnya adalah sebuah mimpi buruk.
Kematian. Otaknya tak berhenti berputar mencerna sebuah fakta tentang Kematian. Benar-benar seperti sedang bermimpi, dia tidak menyangka jika dirinya bisa secepat ini mati dan harus menerima kenyataan yang tidak bisa diterimanya dengan singkat.
Tegas pada suara terakhir ketika jam berdentang perhatian Hyerin sedikit teralihkan. Pandangannya tajam merekam setiap sisi yang dilihatnya saat itu. Ada sebuah fakta yang menyadarkan Hyerin dari kesaksiannya. Ketika suara jam dinding untuk ke dua kalinya terdengar, maka suasana di sekitar secepat cahaya berubah seperti yang sedang terjadi. Dia bangkit dan mengumpulkan semua rasa ingin tahu dan sebagian hati yang meminta dirinya untuk mencari tahu semua teka teki yang terus disaksikannya. Tidak lama dalam pencariannya matanya menangkap sebuah pintu terbuka. Hyerin tersadar jika ruangan itu tidak asing baginya. Tanpa berpikir panjang dia segera berlari ke tempat tak jauh dari penglihatannya itu.
Matanya langsung tertuju pada sebuah jam dinding yang terletak di atas meja. "Pukul 08.00." Hatinya membaca. Tidak ada yang berubah jam di sana mati. Lantas dari mana asal suara yang selalu berdenging dekat dengan dirinya itu? Hyerin cepat menyimpulkan mungkin ada di tempat lain bukan jam yang ada di ruangannya. Setengah gembira dia akan melakukan pencarian. Tak lama pikirannya berubah. Tidak mungkin jika jam tersebut ada di sebuah tempat dan pasti ada dimana-mana, karena di tempat Hyerin berada suara jam itu selalu terdengar dekat. Mendapati kesimpulan dari teka teki itu Hyerin tidak lagi memperdebatkan perihal suara dari jam dinding dan kaitannya dengan semua keadaan yang singkat berubah. Kali ini perhatiannya tertuju pada lemari pasien yang belum disentuhnya sama sekali. Dia bergegas pergi, Hyerin akan mencari apapun yang bisa ditemukan. Namun kenyataannya kosong, dia bahkan tidak menemukan selembar kertas pun di sana. Hal ini membuatnya sangat frustrasi, apa yang harus dilakukannya? Apakah selamanya dia akan tinggal di tempat seperti ini sendirian?
Telinganya terasa berdenging, pandangannya kabur. Dia tidak bisa menahan tubuhnya dengan kedua kaki yang sudah runtuh ke lantai. Perasaan yang sangat cemas membuatnya hilang kendali. Sejenak pikirannya kosong, dia tidak tahu apalagi yang harus dilakukan. Dia hanya tertegun mendapati usahanya yang sia-sia. "Apakah seperti ini halnya kehidupan roh?" Sebuah pertanyaan yang menarik kesadarannya kembali dan semakin memperjelas kenyataan bahwa dirinya sudah mati dalam kehidupan sana. Hyerin tak bisa lagi membendung semua kesedihan dan kebingungan yang menimpa dirinya kini. Dia mulai menangis sangat lama, bentuk dari kesedihan yang sudah tidak bisa ditahan lagi, dan otaknya yang masih terus memutar ingatan ketika terbangun dari kesadarannya menjelma sebagai roh, terjebak di tempat yang tidak diketahuinya sama sekali, malah menambah beban dan rasa sesak di dadanya.
Apakah dirinya sudah benar-benar meninggalkan semuanya? Begitulah yang dirasakan Hyerin. Rasanya masih terasa samar dan tetap menjadikannya pertanyaan terbesar. Sebagian hati yang masih tidak bisa menerima dalam waktu yang singkat membuat Hyerin terus menimbang sebuah fakta yang sudah jelas bisa dijelaskan oleh matanya.
Mendapati dirinya yang masih bingung dan hati yang belum bisa menerima baik apa yang sudah terjadi, hal tersebut semakin menambah beban dan tidak membantu pikirannya sama sekali. Hyerin terpuruk, dia bingung.
Bimbang pikirannya semakin pesimis, bahkan tidak ada yang tersisa selain perasaan putus asa nya yang semakin menghantui. Mungkinkah dia akan selamanya sendirian di tempat seperti ini? Sebuah pertanyaan yang muncul, sekali lagi dalam putus asanya Hyerin meluapkan semua kesedihan, dia menangis sangat lama dan entah berapa lama dia akan terus menangis untuk membuat hatinya terkendali kembali.
Dalam waktu yang singkat nalar dan logikanya dipaksa untuk menerima sebuah takdir yang sudah dirangkai untuk dirinya saat ini. Sudah tidak ada lagi alasan untuk menghindar. Meski sangat berat dan selamanya dia tidak bisa menerima, namun kenyataan di depan mata sudah sangat kontras dengan harapannya. Hati dan pikirannya sudah tidak berdaya. Dia bersedih karena dirinya sangat putus asa.
Dalam tangis yang belum reda sederet bayangan bermunculan lagi diingatan Hyerin. Diantaranya sangat tegas memperlihatkan wajah dari seseorang yang selalu membuatnya marah, membuatnya tidak sanggup menjalani hari-hari tanpa seorang ayah, dan membuat hatinya terluka sepanjang waktu. Namun kali ini berbeda, setiap wajah ibunya muncul Hyerin merasakan sesak. Pikirannya tidak mampu menjelaskan sebab dari rasa sakit yang dirasakan hatinya. Bukankah ini lebih baik? Hidup tanpa seorang yang seperti bahan ejekannya pada kehidupan nyata. Lalu mengapa harus sesakit ini? Hatinya bertanya ragu. Dan pertanyaan itu semakin mempertegas rasa bersalahnya. Dia bisa menilai perlakuan yang sudah diperbuatnya bukan sesuatu yang dibenarkan, seharusnya dia tidak pernah melakukan satu kesalahan pun pada orang yang sudah menanggung semua bebannya dari lahir hingga dewasa, apalagi sudah membesarkan hatinya dengan selalu bersabar dan kuat menghadapi sikap Hyerin yang tidak baik. Hyerin harus merasa lagi penyesalan yang akan terus membekas. Mendapatkan dirinya yang tidak pantas untuk diberikan kesempatan hidup sebagai Hyerin seperti dulu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!