Jang So-Hee seorang mantan pengacara berusia 36 tahun yang sekarang memiliki tiga cafe ini masih belum terpikirkan untuk memulai sebuah hubungan percintaan. Sepanjang hidupnya, So-Hee hanya mengenal belajar, kerja keras, dan cari uang.
So-Hee tinggal dan tumbuh di panti asuhan sampai ia lulus SMP. Saat masih berunur 3 hari sang ibu meninggalkan So-Hee di depan sebuah panti asuhan di Seoul.
Walau nasibnya kurang baik namun Tuhan berbaik hati pada So-Hee di lain aspek, ia dikaruniai otak cerdas dan orang baik yang mau membiayainya sekolah.
So-Hee menempuh SD dalam kurun waktu lima tahun, SMP 2,5 tahun.
Setelah lulus SMP So-Hee dengan usahanya sendiri mendapatkan beasiswa gratis untuk menempuh SMA di Sydney, tidak berhenti disitu So-Hee juga mendapatkan beasiswa gratis untuk menenpuh S1 hukum di Universitas New South Wales.
Setelah hanpir 7 tahun tinggal di Sydney akhirnya So-Hee memilih untuk pulang ke Seoul setelah lagi-lagi berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2 hukum, yaa.. akhirnya So-Hee kembali ke Seoul.
Setelah lulus S2 dengan mudahnya So-Hee direkrut oleh sebuah firma hukum ternama di Seoul, selama 8 tahun So-Hee bekerja sebagai pengacara dan berhasil mengaet klien kelas kakap yang berujung menghasilkan cuan yang banyak.
Tak heran dengan hasil kerja dan hasil mengirit selama 8 tahun emm.. dan juga hasil hutang bank juga tentunya, akhirnya So-Hee bisa membeli sebuah ruko dan membuka cafe pertamanya di Seoul.
Kini sudah 5 tahun lebih dan akhirnya So-Hee berhasil membuka 'The S'(nama cafe So-Hee) yang ketiga.
SEOUL 28 Januari 2019
"Huft.. lama sekali bus nya." So-Hee menyigap lengan balzer nya untuk melihat jam tangan. 06:16 WIB
Ttet.. ttet..
So-Hee segera menaiki bus 2B yang baru saja berhenti.
"Huft.. akhirnya." Setelah ditolak tiga kali karena kuota penumpang sudah penuh akhirnya So-Hee mendapat bus.
TAP!
So-Hee menenpelkan ponsel ke alat tap untuk membayar biaya bus. So-He menghembuskan nafas kasar, sial.. dia tidak dapat duduk, setiap bus memiliki 23 tempat duduk penumpang menghadap ke supir dan penumpang lain berdiri menghadap jendela, termasuk So-Hee.
Ciiiit..
Bus berhenti mengankut seorang penumpang.
"Selamat pagi Jang Sajangnim." Seorang penumpang wanita yang baru saja naik mendekati So-Hee lalu menurunkan sedikit masker dari wajah mungilnya.
"Kang Yujin?"So-Hee sedikit kaget bahunya tiba-tiba ditepuk.
"Ne sajangnim. Uwww.. cantik sekali." Goda Kang Yujin, gadis 21 tahun, karyawan The S cafe.
"Harus dong, aku enggak mau kalah dengan manager cafe The S 3.." So-Hee tak mau kalah, dia balik menggoda Yujin.
"Hehehe.." Yujin tersipu, dia menyelipkan rambut panjangnya dibelakang telinga.
"Deg-degan sekali hari ini"
"Relax, all gonna be okay cantik." So-Hee tersenyum.
"Semoga saja."
Dua belas menit kemudian, So-Hee dan Yujin sampai di halte dekat cafe.
"Tadi berangkat dari rumah jam berapa?" Tanya So-Hee.
"Jam lima lebih lima belas, lalu naik kereta bawah tanah jam setengah enam, cuma lima belas sudah sampai, tapi menunggu bus ditolak sekali tadi, baru di bus kedua bisa naik." Jelas Yujin sambil mengkucir rambutnya.
"Aku ditolak dua kali."
"Karena jam berangkat kerja jadi padat, tadi di kereta bawah tanah juga penuh."
"Emm.. maaf Yajin-a gara-gara aku, kamu harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Capek kah?"
Sebelumnya Yujin bekerja di The S 2 yang tidak jauh dari rumahnya, sebelumnya Yujin bekerja di The S 1, dia adalah karyawan pertama So-Hee.
"Eyy.. sajangnim jangan begitu, di sini aku jadi dekat dengan apartmen Young-Joo kok, hehe." Yujin memasang nametag di bajunya.
Yujin Kang
MANAGER
"Awas ya kamu kalau pacaran terus." So-Hee juga ikut memasang name tag di bajunya.
So-Hee Jang
CEO
"Emm.. enggak janji sajangnim."
"Chh.. dasar. Terserah kamu saja, yang penting kerja mu tetap bagus seperti sebelumnya."
Hanya butuh lima belas menit hingga sampai tujuan. Bus berhenti di halte bus yang berseberangan dengan cafe.
"Pasti sajangnim... Sajangnim sudah ada beberapa temen-temen yang menunggu di depan cafe, kasian mereka enggak bisa masuk karena belum kita buka."
So-Hee dan Yujin menyeberang menuju cafe.
Disinilah cerita-cerita mereka akan dimulai.
The S 3 resmi dibuka, bertempat di Itaewon salah satu 'Hot place' di Seoul. So-Hee memang memilih untuk membuka cafe di pusat keramaian Seoul, walau memang harga bangunan disana terbilang sangat mahal tapi hal tersebut tidak menyurutkan niat So-Hee untuk membuka cafe di kawasan tersebut.
Hari ini The S memberikan diskon 50% untuk semua menu selama tiga hari.
The S adalah cafe yang lebih mengutamakan menu minuman, hingga saat ini ada 42 jenis minuman olahan kopi, teh, susu, sirup, alkohol dan lain-lain. Namun menu makanan ringan dan main dish juga ada tapi macam nya tidak banyak.
"Wow, enggak nyangka bakal serame ini, liat antrian nya sampai mengular begitu." Bisik So-Hee ke Yujun sambil memblender beberapa buah untuk minuman.
"Iya Sajangnim, di The S 2 waktu launching enggak serame ini sih." Yujin sedang menyeduh kopi.
"Iya, semua tempat duduk selalu isi, heumm.. aku punya firasat bagus untuk tempat ini." So-He tersenyum
"Semoga."
"Tapi jangan serame ini terus setiap hari, cukup ramai saja sudah lebih dari bagus, ya kan Yujin?"
"Tapi kalau rame begini kan juga bagus Sajangnim."
"Jangan serame ini, nanti yang ada aku bakal jadi tahanan di sini, padahal masih harus mengurua chapter 1 dan 2, belum lagi mau memikirkan chapter 4."
"Chapter 4 hold dulu sajangnim, pacaran dulu saja."
"Hemm.. Yujin-a jangan kerja sambil ngobrol terus ya, awas kamu." So-Hee pindah ke meja lain sambil membawa dua gelas jus, dia menghindar dari Yujin setiap diejek mengenai 'pacaran'.
"Ckck.. ada ya orang kaya sajangnim gitu bisa tahan enggak punya pacar, padahal cantik, kaya pula, ckckck." Yujin memang sangat dekat dengan So-Hee sehingga dia sering mengejek bos nya itu agar cepat-cepat punya pacar.
19:41
The S 3 CLOSE!
" Hemm.. makasih semua, kerja kalian hari ini sangat bagus,, mohon bantuan dan tetap semangat ya untuk dua hari kedepan pasti masih rame kaya tadi." So-Hee memimpin briefing malam.
"Eits.. semangat nya bukan hanya dua hari kedepan ya, semangat buat seterusnya, ingat.. semakin rame cafe ini bakal semakin banyak bonus yang akan sajangnim transfer ke kita, jadi kita harus semangat selama-lamanya, oke?" Seru Yujin ke semua anak buahnya.
So-Hee tersenyum melihat Yujin yang begitu semangat meski sudah malam hari.
"Ne!!!" Seru semua crew.
"kalau begitu kalian semua bisa pulang dan istirahat." So-Hee menutup briefing.
"Hati-hati."
"Hati-hati kalian, istirahat ya jangan main-main."
"Perhatian sekali ibu manager ini." So-Hee meledek Yujin.
"Biar mereka cepet akrab dan cepat menjalin rasa kekeluargaan sajangnim." Yujin dan So-Hee duduk menghadap ke laptop milik So-Hee.
"Uww.. Yujin memang jago soal perhatian ya."
"Emm.. sajangnim harus mencoba pacaran."
So-Hee melirik dengan tatapan maut ke Yujin.
"Jadi bagaimana sajangnim? Sudah berpikir mau pacaran kah?"
"Pulang sana, Young-Joo kasian menunggu di luar."
Yujin melirik ke arah pintu kaca sambil melambaikan tangan ke sang kekasih, Park Young-Joo.
"SUdah sana pulang, sudah malam." So-Hee mendorong Yujin.
"Hehe.. baiklah sajangnim, selamat malam, jangan terlalu kelelahan ya, masih ada hari esok."
"Aigo, cerewet sekali dia."
So-Hee segera berlari keluar menemui Young-Joo.
"Hahh.. Indahnya masa muda tanpa beban, Jang So-Hee apa yang kau lakukan di masa muda mu yang berharga itu? Hahhh.." So-Hee ngedumel sendiri.
Tok.. tok..
So-Hee menoleh ke arah pintu, dia melihat seorang lelaki dengan postur jangkung berdiri di depan pintu.
"Malam, cafe kami sudah tutup, tapi jangan khawatir besok kami buka di jam yang sama dan masih dengan promo diskon yang sama, sekali lagi, coesonghamnida." So-Hee menunduk sambil tersenyum kepada lelaki yang sedang membawa sebuah bingkai berbentuk persegi.
"Iya aku juga tahu cafe ini sudah tutup." Suara lelaki itu terdengar sexy karena peepaduan antara berat dan lembut.
"Kalau sudah tau tutup kenapa masih mengetuk pintu?? Mau ke kamar mandi kah?" Batin So-Hee.
So-Heee masih tersenyum, dia bingung mau menanggapi apa.
"Kalau begitu aku kembali besok, ini untuk mu." Lelaki berambut rapih itu memberi sebuah lukisan berukuran 60 x 80 ke So-Hee.
"Selamat atas launching cafe nya, Jang sajangnim." Lelaki itu melirik nametag So-Hee.
"Oh.. iya makasih." So-Hee menerima lukisan dengan bingung.
"Oh iya, saya Song Kang-Joon. Pemilik studio di lantai dua, di atas cafe ini." Kang-Joon mengarahkan telunjuknya ke atas, menunjuk art studio miliknya.
"Aa.. jadi anda seniman itu ya?" So-Hee banyak mendengar cerita tentang seorang seniman yang menyewa di lantai dua dari pemilik gedung, tapi dia belum pernah bertemu.
"I.. ya." Kang-Joon tersenyum.
"Oh maaf, saya Jang So-Hee, pemilik The S, cafe ini." So-Hee menjulurkan tangan kanan.
Kang-Joon menyambut, So-Hee merasakan tangan Kang-Joon sedikit kasar tapi kehangatan di tangan itu, entah bagaimana, tapi So-Hee untuk beberapa detik tertegun memandang Kqng-Joon.
"Enggak perlu bicara formal, kita seumuran kok." Suara Kang-Joon membuat So-Hee sdar lalu menarik tangannya.
"Hem?" So-Hee ingin mengkonfirmasi mengenai 'seumuran', ya memang tampilan Kang-Join terlihat seumuran dengan So-Hee, tapi bagaimana bisa orang yang pertama kali bertemu tahu bahwa mereka seumuran.
"Ibu pemilik gedung yang memberi tahu."
"Hah.." So-Hee mendengus kesal, bisa-bisa nya ibu itu membagi informasi pribadinya ke orang lain.
"Oke karena cafe nya sudah tutup aku ijin pulang saja, sampai.."
"Kalau mau minum saya.. emm.. enggak, maksud nya, aku.. bisa membuatkan sesuatu." So-Hee merasa tidak enak karena sudah menerima hadiah dari Kang-Joon, jadi dia basa basi menawari Kang-Jon untuk masuk.
"Oke." Kang-Joon menjawab secepat kilat.
"Hem?"
"Ne?"
"Oh.. maksudnya ayo masuk."
"Kenapa dia langsung ngeiyain? Katanya mau pulang kan? Hahh.. aku kan hanya basa-basi, aku masih harus mengecek laporan penjualan hari ini, hahh.. Jang So-Hee, dasar!" So-Hee sedikit menyesal atas aksi basa basi yang dia pakai, tapi yaa.. dia hanya bisa menggerutu dalam hati.
Kang-Joon mengitari pandangannya ke seluruh ruangan cafe.
"Suasananya hangat." Kang-Joon masih sibuk mematau suasana cafe yang sunyi..
"Memang dibuat begitu." So-Hee berjalan menuju meja yang dia pakai untuk bekerja.
"Emm.. mau minum apa?" Tanya So-Hee.
"Teh hangat."
"Emm.. disini ada banyak macam minuman lho, ada susu, jus, teh, kopi dan alkohol. Emm.. mungkin mau mencicip yang lain?" So-Hee ingin Kang-Joon mencicipi minuman yang setidaknya lebih rumit cara membuatnya dari sekedar teh hangat, dia ingin pamer bahwa sebagai pemilik cafe dia bisa membuat semua menu yang ada di cafenya.
"Emm.. sebenarnya aku ingin mencicipi bir, tapi.. aku harus menyetir untuk pulang ke rumah."
"Ah.. benar juga. Emm.. kalau begitu, bagaimana kalau mencicip minuman olahan susu?" So-Hee masih mencoba mengalihkan pesanan Kang-Joon ke menu lain.
"Tidak, teh hangat saja."
"Baiklah." So-Hee akhirnya menyerah, iyakan saja biar cepat.
"Silahkan duduk." So-Hee mempersilahkan Kang-Joon duduk di kursi yang berhadapan dengan tempat dia duduk.
Kang-Joon duduk, matanya sibuk memandang tumpukan kertas dan laptop milik So-Hee.
"Tunggu sebentar ya." So-Hee sedikit berteriak dari balik bar.
"Ne." Kang-Joon mengiyakan sambil tersenyum.
"Apa kau masih harus kerja setelah ini?" Tanya Kang-Joon sambil menunjuk laptop berwarna putih itu.
"Iya, aku mengurus sendiri semua administrasi dan keuangan ketiga cafe ku." Jawab So-Hee.
"Wow.. bos yang hebat."
"Terimakasih." So-Hee tersenyum walau dia tahu itu hanya pujian basa-basi tapi tetap saja sebuah pujian adalah yang terbaik untuk seorang pekerja keras seperti dirinya.
"Silahkan." So-Hee hanya butuh lima menit untuk membuat dua gelas teh hangat.
"Terimakasih." Kang-Joon menempelkan kedua telapak tangan di gelasnya untuk menghangatkan diri, maklum suhu di Seoul saat ini masih tergolong dingin.
"Aa.. kau tadi bilang kan tahu kita seumuran dari ibu pemilik gedung ini kan?"
"Emm.. iya, kenapa?"
"Aish.. memang, sudah ku duga dia memang orang yang suka sok akrab, tapi aku tidak menyangka dia membeberkan informasi ke orang lain, seharusnya aku tidak banyak bicara padanya." So-Hee tampak kesal.
"Dia memang orang yang suka ngobrol, tapi tenang saja dia bukan seperti yang kau bayangkan." Kang-Joon mulai menyeruput teh.
"Kau akrab dengannya?"
"Hem."
"Apa saja yang ibu itu katakan tentang aku?" So-Hee mulai penasaran apa saja yang dibeberkan oleh ibu pemilik gedung ini ke Kang-Joon.
"Pemilik cafe ini seorang wanita yang seumuran dengan ku, cantik, ramah dan cerdas. Dia lulusan dari universitas di Australia. Dia mantan pengacara yang sekarang memeliki tiga cafe di Seoul." Kang-Joon mengulang semua perkataan mengenai So-Hee dari ibu pemilik gedung.
"Howaaah.. daebak! Dasar tukang penyebar informasi. Kau tahu? Dia juga menceritakan tentang dirimu ke aku. Ckckck." So-Hee menghela nafas tanda kesal.
"Apa yang dia ceritakan tentang ku?"
"Di lantai dua gedung ini adalah studio milik seorang seniman muda yang berbakat. Dia lulusan universitas di Belanda, dan pernah bekerja sebagai kurator di sana. Emm.. dia tampan, kaya dan belum menikah juga..." So-Hee menggantung perkataannya.
"Belum punya pacar." So-Hee dan Kang-Joon mengatakan hal tersebut berbarengan, lalu keduanya tertawa.
"Dia memang begitu, maafkanlah."
"Eeey.. kenapa kau yang minta maaf? Memang kau anaknya? Hehehe." So-Hee tertawa, dia sudah terbawa suasanya hingga merasa sudah nyaman ngobrol dengan Kang-Joon orang yang baru dia kenal lima belas menit yang lalu.
"Dimana tempat cafe pertama dan kedua mu?" Tanya Kang-Joon sambil menyenderkan badannya di kursi.
"Yang pertama di Myeongdong, yang kedua di Gangnam dan yang ketiga disini, di Itaewon." So-Hee sangat senang jika ada orang yang menanyakan diaman cafe dia, karena ketiga cafe So-Hee berada di daerah yang mahal dan ramai.
"Daebak! Semua di daerah yang mahal dan elite. Hemm.. ternyata wanita dihadapan ku ini seorang miliyarder." Kang-Joon memang punya gaya tersendiri untuk memuji seseorang, tidak terlihat berlebihan namun sangat mengena di hati.
"Aku hanya menyewa gedung bukan pemilik gedungnya, jadi aku masih belum bisa disebut miliyarder. Lagi pula aku memiliki banyak hutang untuk menjalankan bisnis ku."
"Di umur kita yang sudah di pertengahan tiga puluh wajar jika memiliki hutang. Tapi kau diluar dari wajar, kau berani memulai usaha, di tempat yang banyak pesaing dan kau berhasil bertahan bahkan sekarang resmi membukan cafe ketiga."
"Terimakasih atas pujiannya." So-Hee tersipu.
"Emm.. kalau begitu kau juga harus cerita supaya aku bisa membalas pujian juga, aku yakin kau juga bukan orang yang biasa, kau juga orang yang pantas mendapatkan pujian."
"Emm.. tidak ada yang spesial dari ku." Kang-Joon menekuk kedua tangannya di depan dada.
"Eyy.. kojimal."
"Baiklah aku akan menceritakan sedikit tentang ku, bersiaplah untuk bosan mendengarkannya."
"Oke, aku siap." So-Hee menutup laptopnya, dia memilih untuk mendengarkan cerita Kang-Joon dari pada menyelesaikan tugasnya.
Obrolan asik So-Hee dan Kang-Joon berjalan cukup lama, mereka secara natural menjadi akrab hanya dalam waktu empat jam.
Tong.. teng.. tong.. teng.. tong.. teng.. tong.. teng..
Tong.. teng.. tong.. teng.. tong.. teng.. tong.. teng..
"OMO! sudah jam dua belas, astaga kita terlalu asik ngobrol sampai lupa waktu." So-Hee kaget setelah tahu ternyata sudah jam dua belas malam.
"Iya, tidak terasa sudah empat jam kita ngobrol."
So-Hee dan Kang-Joon masing-masing sudah menghabiskan dua gelas teh hangat.
"Ah.. maafkan aku, aku memang begini jika sudah menemukan orang yang enak diajak ngobrol jadi lupa waktu." So-Hee menyelipkan sedikit rambut panjangnya dibelakang telinga.
"Tidak, tidak perlu minta maaf, aku memang tidak biasa ngobrol lama dengan orang yang baru saja aku kenal, tapi aku rasa kau lain." Kang-Joon menyondongkan badannya hingga menempel ke meja.
So-Hee awalnya juga menempelkan badannya di meja, di tidak sadar. So-Hee baru sadar setelah Kang-Joon melakukan hal yang sama, So-Hee menarik badannya, lalu berpura-pura mengolet.
"Ahhh... sampai pegal badan ku." So-Hee sedikit salting saat wajahnya dan wajah Kang-Joon berdekatan.
"Aku tidak lihat mobil lain selain mobil ku." Kang-Joon mulai menggiring So-Hee untuk pulang.
"Aa.. aku tidak punya mobil, aku selalu memakai bus atau taksi." Jawab So-Hee sambil membereskan laptop dan kertas kerjanya.
"Kalau begitu ayo aku antar, sudah lewat tengah malam, bahaya kalau kau pulang sendiri."
"Tidak usah, masih banyak taksi kok, kau pulang saja dulu aku masih mau beres-beres di dapur." So-Hee tidak ingin dinilai gampangan, dia berusaha menolak ajakan Kang-Joon.
"Tenang saja, aku tunggu diluar sambil merokok." Kang-Joon keluar.
'Hahhh.. eottokke, masa baru kenal sudah mau antar pulang? Tapi kalau ditolak lagi juga tidak enak, hahh... yasudahlah.' Batin So-Hee.
So-Hee segera berkemas dan merapihkan beberapa hal di dapur lalu keluar cafe.
"Sudah?" Tanya Kang-Joon.
"Hem.. tinggal kunci pintu dan tutup roling door saja." Selesai kunci pintu Kang-Joon langsung menarik roling door untuk membantu So-Hee.
"Aa.. terimakasih, padahal aku bisa sendiri. Aku sudah biasa melakukannya." So-Hee tidak ingin terlihat lemah di depan siapapun.
"Iya, kau memang hebat. Ayo pulang." Kang-Joon lagi-lagi memuji So-Hee dengan senyum dan tatapan mata hangatnya.
'Gilaaaa.. Sudah berapa kali dia membuat ku senyum-senyum?!' So-Hee membatin.
"Jang So-Hee, kau tidak dingin?" Teriak Kang-Joon dari dalam mobil.
"Ah.. iya." So-Hee ingin menolak ajakan Kang-Joon tapi sudah tidak ada jalan keluar, akhirnya So-Hee menurut, dia masuk ke mobil Kang-Joon.
Selama perjalanan So-Hee dan Kang-Joon tidak banyak bicara.
"Disini?" Tanya Kang-Joon saat mereka sudah sampai di depan rumah So-Hee.
"Iya, aku tinggal di rumah atap rumah ini." So-Hee menunjuk ke atas.
"Aa.. pasti sangat romantis, bisa melihat bintang di malam hari." Kang-Joon sebenarnya sedikit kaget, bagaimana seorang pemilik cafe memilih untuk tinggal di rumah atap yang terkenal murah sewanya.
"Hem, cocok sekali untuk makan ramyeon dan minum soju."So-Hee tahu pujian barusan bukan murni pujian.
"Kalau begitu, suatu hari kau harus mengajak ku."
"Kapan pun kau punya waktu."
"Hem.. kau salah sangka, aku ini bukan orang sibuk."
Lagi-lagi So-Hee tertawa, sudah berapa kali dia tertawa renyah di hadpaan Kang-Joon.
"Aku turun, terimakasih tumpangannya. Selamat malam, hati-hati di jalan." So-Hee keluar dari mobil, dia berdiri di sebelah mobil hendak menunggu Kang-Joon pergi.
"Masuklah dulu baru aku pergi."
"Ne." So-Hee menurut, dia menaiki tangga menuju ke rumahnya.
"Wanita yang unik, bagaimana bisa seorang bos yang sudah punya tiga cafe memilih tinggal di rumah atap dan tidak punya mobil, hem." Kang-Joon mempeehatikan So-Hee hingga tidak terlihat baru dia pergi.
SEOUL, 29 Januari 2019
Masih seperti biasa So-Hee memulai harinya dengan jogging lalu mandi dan bersiap untuk berangkat kerja. Hari ini So-Hee masih akan sibuk satu hari penuh di The S 3, lima hari kedepan So-Hee masih ingin fokus di The S 3.
Antusias orang-orang di Itaewon memang gila, hanya dlaam waktu satu minggu saja The S menjadi salah satu 'hot place' di Itaewon. Cafe tidak pernah sepi, hal ini karena memang The S sudah terkenal sebelumnya. The S 1 dan 2 juga tidak pernah sepi pengunjung.
Kegigihan So-Hee memang patut diacungi jempol, lima tahun lalu berbekal uang tabungan, hutang bank, pengetahuan tentang cafe yang dia kulik dari orang-orang yang dia kenal, dari buku sampai webinar juga dia ikuti agar memiliki wawasan dan pondasi bisnis cafe yang kuat, dia membuka cafe dengan brand 'The S'. The S diambil dari namanya sendiri, So-Hee.
Lima tahun lalu So-Hee merekrut Yujin yang baru saja lulus SMA untuk menjadi partner kerjanya. Yujin lah yang menemani So-Hee berjuang dari awal. Saat awal membuka The S, So-Hee dan Yujin mati-matian mempromosikan cafe, semua cara sudah mereka lakukan, dan memang benar usaha yang keras dapat menghasilkan hasil yang tidak mengecewakan. Memang butuh waktu yang tidak singkat, sekitar sepuluh bulan barulah The S mulai memiliki pengunjung yang lumayan banyak, sebelumnya pengunjung The S hanya sedikit, tapi setiap minggu jumlah pengunjung makin bertambah.
Lalu tepat satu tahun saat The S sudah mulai ramai pengunjung, So-Hee mulai merekrut pegawai baru. Keberuntungan juga mulai muncul, pengunjung di The S selalu membludak tiap harinya, hinggal di tahun ketiga So-Hee berani membuka The S 2 di Gangnam. Saat baru dibuka Yujin dipindahkan ke The S 2 sebagai manager, lalu saat The S 3 buka, lagi-lagi Yujin dipindahkan, So-Hee tidak punya pilihan lagi, hanya Yujin yang bisa dia andalkan dan dapat dipercaya.
"Sajangnim, tangan ku rasanya hampir patah." Yujin menenggelamkan wajahnya di meja, kedua tangannya dia letakan tanpa tenaga diatas meja.
"Tenang saja, bonus akhir bulan bisa kau pakai untuk spa yang mahal." So-Hee masih sibuk mengerjakan laporan penjualan ketiga cafenya.
"Sudah tembus target ya??" Mata Yujin berbinar.
"Belum, 88%, tinggal 12%, sudah pasti tercapai kan? Dalam seminggu saja sudah mencapai 88%. Hah.. sepertinya aku salah menentukan angka targetnya, terlalu rendah." So-Hee menggoda Yujin.
"Tidak sajangnim, angka target The 3 tinggi lho untuk setara safe baru saja opening."
"Emm.. memang, tapi angka itu standar cafe The S, dan The S 3 sudah hampir mencapai target walau baru satu minggu opening."
"Sudahlah aku mau pulang sajangnim."
"Hem.. iya, pulang sana."
"Kenapa? Sajangnim mau kencan lagi dengan seniman lantai dua?"
"Haiss.. sudah ku bilang kan, kita teman ngobrol, itu saja."
"Tapi seminggu ini kalian selalu meluangkan waktu untuk 'berduaan' kan?"
"Berduaan??" So-Hee memelototi Yujin.
"Iya kan? Seniman lantai dua itu selalu datang setelah cafe tutup, dia sengaja..."
"Song Kang-Joon." So-Hee selalu mengoreksi Yujin setiap menyebut Kang-Joon dengan sebutan 'seniman lantai dua'
"OMO! Waenyiriya.. sajangnim tidak suka aku menyebutnya seniman lantai dua, hemm."
"Hem.. terserah kau sajalah mau panggil dia apa. Tapi.... kata 'berduaan' tidak cocok untuk menggambarkan hubungan ku dengan Kang-Joon, kami tidak.."
"OMO! Kami?? Hubungan? Uww.. sudha lama aku tidak mendengar seorang Jang So-Hee menyebut 'kami' untuk dirinya dengan seorang laki-laki. DItambah lagi menyebutkan kata 'hubungan' yang bersanding dengan nama laki-laki. Hem..."
"Yaa~!! Kang Yujin keumanhae!!" So-Hee melempar pena ke Yujin, tapi Yujin menghindar sambil menggendong tasnya.
Tok.. tok..
So-He dan Yujin menoleh ke pintu setelah mendengar suara pintu diketuk.
"DAEBAK!! panjang umur sekali dia." Yujin langsung membuka pintu setelah melihat bahwa Kang-Joon lah yang mengetuk pintu.
"Yujin... andwe." So-Hee meneriaki Yujin taspi tidak digubris.
"Anyeonghaseyo cakanim." Yujin menyapa Kang-Joon.
"Ne, anyeonghaseyo."
"Mau ngobrol ya dengan Jang sajangnim?"
"Hem." Kang-Joon hanya menjawab singkat sambil tersenyum.
"Sajangnim ada di dalam, dia sedang sibuk meneliti laporan penjualan yang semakin hari semakin meningkat."
"Ah.. begitu ya." Kang-Joon melirik ke dalam cafe melihat So-Hee yang sedang fokus menatap layar laptopnya.
"Cakanim.. mau aku beritahu rahasia?" Yujin sedikit berbisik, sambil tangannya membuat tanda untuk mendekat.
Kang-Joon menunduk agar Yujin dapat membisikinya.
"Aigoo.. Kang Yujin apa yang sedang dia bicarakan ke Kang-Joon." So-Hee membatik, sejak tadi sebenarnya So-Hee memperhatikan gerak-gerik Yujin dan Kang-Joon.
"Ehemm.."
Terdengar suara orang berdehem dari belakang Kang-Joon.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!