Happy Reading....
"Kak, bangun Mama dan Papa sudah nunggu kakak dari tadi. ini sudah siang," kata seorang laki-laki berusia 17 tahun menarik selimut yang masih membungkus tubuh Kakak perempuannya itu.
"Kai suruh mereka sarapan duluan saja Kakak masih ngantuk banget," kata Kania kepada adiknya yang dipanggil Kai itu sambil berusaha menaikan kembali selimutnya dengan mata yang masih tertutup.
"Nggak bisa Kak, mereka pasti masih nungguin Kakak. Sekarang ayo bangun," kata Kai memarik paksa selimut Kania.
"Padahal Kakak baru tidur tadi subuh, baru juga beberapa jam tidurnya masih ngantuk banget," gerutu Kania akhirnya bangun dengan malas dari ranjangnya.
"Lagian Kakak ngapain bergadang kayak yang gak ada hari esok lagi aja," jawab adik laki-lakinya sambil berjalan keluar dari kamar itu.
Wanita yang tidak lain adalah Kania Putri Gaharu, anak pertama dari pasangan Kean Putra Gaharu dan Kirania Nerissa Gaharu itu pun berjalan dengan malas ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum ikut bergabung bersama keluarganya.
Kania membersihkan diri dengan cepat dan memakai pakaiannya, setelah itu dia bergegas keluar dari kamar dan turun ke lantai satu di rumahnya itu untuk langsung menuju ke ruang makan.
"Pagi Ma, Pa, Kai," sapa Kania santai saat mendudukkan dirinya di kursi yang biasa didudukinya.
"Pagi juga, Kania kenapa kamu telat bangunnya?" tanya Kiran menatap anak perempuannya.
"Kania baru tidur beberapa jam Ma, Kania tidur saat subuh tadi," jawab Kania langsung mengambil makanan untuk sarapannya.
"Kenapa kamu bergadang? Papa 'kan sudah bilang jangan keseringan bergadang itu tidak baik untuk kesehatanmu." Kean ikut membuka suaranya menimpali pembicaraan antara anak dan istrinya.
"Papa lupa kemarin memberikan tugas apa untuk Kania?" Kania memutar matanya karena dia harus bergadang juga karena Papanya itu memberikan pekerjaan kantor yang lumayan banyak.
"Kamu 'kan bisa mengerjakannya saat siang," sanggah Kean yang tidak mau disalahkan.
Apalagi melihat tatapan mata Kiran padanya saat mendengar dia memberikan banyak pekerjaan pada anak perempuannya itu.
Ditambah Kania tidak pernah main-main kemanapun karena sesuai perkataan Kean saat Kania sempat hilang, disaat dia masih kecil dulu. Akhirnya Kean benar-benar melarang Kania pergi kemanapun selain sekolah hingga waktu Kania hanya digunakan untuk belajar dan belajar.
"Kania gak suka menunda-nunda pekerjaan," jawab Kania santai sambil memakan sarapannya.
Kean dan Kiran pun tidak melanjutkan pembicaraan kepada anak pertamanya itu dan melanjutkan makan sarapannya.
"Kamu sudah putuskan mau melanjutkan kuliahmu di mana Kai?" Kean beralih bertanya pada anak laki-lakinya yang sebentar lagi akan lulus sekolah menengah atas itu.
"Kai mau melanjutkan kuliah di negara ini saja," jawab Kai anak bungsu Kean dan Kirania.
Kaindra Putra Gaharu remaja yang memiliki wajah tampan dan berkulit putih bersih, tinggi badan 180cm hanya beda sedikit dengan sang papa, wajahnya sebelas dua belas dengan papanya hanya rambutnya saja yang seperti mamanya yaitu hitam.
"Kenapa? bukankah Papa sudah memberikanmu kebebasan untuk kuliah di luar negeri?" tanya Kean mengerutkan keningnya.
"Papa bukan memberikan kebebasan. tapi, Papa pasti akan tetap membatasi ruang gerak Kai meskipun Kai kuliah di luar negeri jadi lebih baik Kai kuliah di sini saja untuk S1 dan S2-nya sama seperti Kakak. Kai ngambil perkuliahan berbasis online dan hanya ke kampus di waktu-waktu tertentu saja dengan begitu Kai bisa membantu Papa dan Kakak juga di kantor," jawab Kai yang sudah tahu Papanya tidak akan melepaskannya dan membebaskannya begitu saja.
Nasib Kai tidak beda jauh dari Kania dia juga sama-sama tidak dibebaskan untuk bergaul dengan sembarangan orang oleh papanya itu hanya saja jika ke Kai, Kean masih memberikan ruang gerak seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai keinginan Kai dan hanya mengawalnya dari jauh saja.
Posesif memang. tapi, Kean melakukan semua itu karena takut terjadi hal yang berbahaya untuk anak-anaknya atau anak-anaknya terlibat dengan pergaulan yang akan merugikan diri mereka sendiri, itu semua adalah bentuk kasih sayang Kean terhadap anak-anaknya itu.
"Baiklah jika itu keputusanmu," jawab Kean menganggukkan kepalanya.
Sementara Kirania hanya menjadi pendengar untuk obrolan ayah dan anak itu. begitu pun dengan Kania. Setelah itu mereka kembali melanjutkan sarapannya hingga selesai.
"Kania apa kamu akan tidur lagi setelah ini?" tanya Kean pada Kania yang sudah bangun dari kursinya.
"Iya Pa, kenapa gitu?" tanya Kania kembali mendudukkan dirinya di kursi karena melihat wajah papanya yang serius.
"Papa akan mengenalkan kamu kepada seorang pria," jawab Kean menatap Kania dengan serius.
"Apa Kania harus menyetujuinya Pa?" tanya Kania sambil menghembuskan napasnya.
"Kamu hanya perlu mengenalnya saja terlebih dahulu, Papa tidak akan memaksa kamu untuk langsung setuju, sekarang kamu sudah berusia 25 tahun sudah waktunya kamu untuk mencoba mengenal seorang pria," kata Kean dengan tatapan serius.
"Kania bisa menolaknya jika Kania tidak menyukainya 'kan Pa? Papa tidak berniat untuk memaksa Kania menikah dengan pria yang tidak Kania sukai 'kan," kata Kania pada Kean.
"Apa kamu pikir Papa akan melakukan hal itu padamu? tentu saja tidak, kamu bisa menolaknya jika kamu tidak menyukainya dan Papa akan mencarikan lagi pria lain untukmu," jawab Kean.
"Baiklah kalau gitu Papa atur saja kapan pertemuannya Kania pasti akan datang," jawab Kania menyetujui permintaan Papanya.
"Baiklah nanti Papa akan menghubunginya agar menentukan waktu yang pas untuk kalian bertemu," kata Kean.
"Tapi dia masih muda 'kan Pa? Bukan pria yang sudah tua seumuran Papa?" tanya Kania menatap Papanya dengan serius.
"Apa maksud kamu berbicara seperti itu? maksud kamu Papa sudah tua apa?" tanya Kean kesal.
Dia paling tidak suka jika anak-anaknya menyebutnya sudah tua padahal memang kenyataannya dia sudah tua hanya saja badannya yang masih sehat dan segar jadi tidak terlalu kentara jika dia sudah tua.
"Bukan gitu Pa, maksudnya Papa tidak menjodohkan Kania dengan pria yang sudah berumur jauh dari Kania 'kan?" tanya Kania mengoreksi perkataannya dia lupa jika Papanya tidak suka jika membahas umur.
"Dia hanya lebih tua satu tahun darimu, kamu tenang saja Papa tidak akan mungkin menjodohkanmu dengan pria yang tidak sesuai denganmu," jawab Kean.
"Baiklah Papa atur saja semuanya. Apa sekarang Kania bisa pergi ke kamar Kania untuk tidur lagi Pa?" tanya Kania yang ingin tidur kembali.
"Ya sudah kamu tidurlah lagi, apa pekerjaannya sudah kamu kirimkan ke Papa?"
"Sudah. Papa cek saja email Papa," jawab Kania sambil melangkah pergi dari ruang makan menuju ke kamarnya.
Setelah Kania menghilang, Kai langsung menatap Mama dan Papanya dengan serius.
"Papa dan Mama benar-benar mau jodohin Kakak?" tanya Kai dengan serius.
"Iya," jawab Kean yakin sedangkan Kiran hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Bagaimana kalau Kakak tidak bahagia jika dia menikah dengan pria yang tidak dicintainya?" Kai mengkhawatirkan Kakaknya itu.
"Itu sebabnya Papa meminta kakak kamu untuk mengenal prianya dulu Papa tidak akan memaksanya, keputusan akhir tetap ada di tangan kakakmu jika dia suka dengan pria itu dan mau melanjutkannya, maka Papa akan melanjutkannya ke jenjang pernikahan tapi jika kakakmu tidak setuju maka Papa tidak akan memaksanya," jawab Kean apa adanya.
Kai akhirnya mengerti dan menganggukkan kepalanya dia yakin Papanya tidak akan melakukan hal yang akan menyakiti kakaknya itu.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Happy Reading....
Hari yang Kean rencanakan telah tiba, yaitu hari dimana Kania akan menemui pria yang Papanya katakan beberapa hari yang lalu.
Saat ini Kania sedang bersiap di depan cermin riasnya dia tidak berdandan atau pun memakai pakaian yang mencolok, dia hanya memakai riasan tipis dan baju yang sederhana sesuai dengan yang dia kenakan biasanya.
"Kania kamu sudah siap belum?" tanya Kiran dari balik pintu kamar Kania.
"Sudah Ma," jawab Kania lalu mengambil tas selempang-nya dan memasukkan ponselnya kemudian membuka pintu kamarnya menemui Mamanya.
"Turunlah supir kamu sudah siap dari tadi, kamu itu mau ketemu dengan pria loh Kan, kenapa dandanannya biasa saja," kata Kiran mengerutkan keningnya karena melihat penampilan Kania yang biasa saja.
"Apa bedanya Ma, yang penting Kania memakai baju yang sopan kalau masalah dandanan Mama 'kan tau sendiri Kania paling males memakai banyak riasan yang berlebihan di wajah," kata Kania sambil berjalan menuruni tangga diikuti oleh Kiran.
"Ya udah deh terserah kamu saja, mau dandan seperti apapun kamu selalu cantik," Puji Kiran yang hanya dijawab dengan sebuah senyuman tipis dari Kania.
"Semoga kamu suka sama pria itu dan dia juga suka sama kamu, terus kalian saling cocok deh," kata Kiran dengan antusias.
"Iya Ma," jawab Kania singkat dia kemudian menuju ke Papanya terlebih dahulu.
"Pa, Papa sudah menyuruh orang itu untuk tepat waktu 'kan?" tanya Kania kepada Papanya yang sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil memainkan laptopnya.
"Sudah dia bentar lagi sampai di tempat kalian akan bertemu," jawab Kean melihat Kania dan membenarkan kacamata di hidungnya.
"Baguslah, Kania berangkat sekarang ya," pamit Kania dan mulai melangkahkan kakinya pergi dari sana.
"Ya semoga kalian cocok," sahut Kean setengah teriak karena Kania sudah mulai menjauh.
Kania langsung masuk ke dalam mobilnya saat sang supir sudah membukakan pintu untuknya. Dibelakangnya tidak lupa juga para pengawalnya yang selalu mengikutinya kemanapun dia pergi, selama bertahun-tahun hidup dengan pengawalan dari Papanya membuat Kania sudah terbiasa dengan semua itu.
Selama dalam perjalanan menuju ke sebuah Restoran tempatnya akan menemui pria yang sudah Papanya siapkan itu. Kania tidak membuka suaranya dia hanya menatap datar pada jalan di depannya.
Beberapa saat kemudian mobilnya telah sampai di area parkiran Restoran berbintang yang terlihat mewah walau dilihat dari luar.
"Nona muda kita sudah sampai," kata supir itu membukakan pintu mobilnya.
"Makasih Pak," kata Kania tersenyum tipis kepada supir pribadinya yang sudah bekerja padanya dari saat dia masih kuliah.
"Iya sama-sama Nona," jawab sang supir membungkukkan sedikit badannya.
Kania kemudian turun dari mobil dengan elegan dia langsung melangkahkan kakinya memasuki Restoran mewah itu diikuti oleh dua orang pengawalnya.
"Ruangan atas nama Tuan Kean?" tanya Kania to the poin kepada pelayan yang menyambutnya di pintu masuk.
"Silakan ikut saya Nona," jawab pelayan itu dengan tersenyum ramah.
Kania menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah pelayan itu untuk menuju tempat yang telah Papanya pesan sebelumya.
Seperti biasa Kean tidak pernah memesan ruangan biasa untuk sebuah pertemuan pentingnya. dia sengaja memesan ruangan VVIP agar lebih terjaga privasinya. apalagi ini adalah pertemuan pertama anaknya dengan pria yang dia harap bisa menjadi calon suami anaknya itu.
"Ini ruangan yang Tuan Kean pesan Nona dan di dalam juga sudah ada yang menunggu Anda," kata pelayan itu ramah dan membukakan pintu untuknya.
Kania menganggukkan kepalanya dan mulai memasuki ruangan itu tapi sebelum pintu ruangan itu tertutup dia meminta kepada para pengawalnya untuk menunggunya di depan pintu saja jangan mengikutinya untuk masuk.
"Baik Nona muda, jika terjadi sesuatu panggil saja kami," kata salah satu pengawalnya itu.
"Iya," jawab Kania singkat setelah itu dia berjalan dengan elegan menuju ke meja yang ada di ruangan itu.
Kania berjalan mendekati pria yang saat ini membelakanginya dan dia hanya bisa melihat punggungnya yang lebar saja.
"Selamat malam," sapa Kania singkat saat sudah sampai dibelakang pria itu.
Pria itu perlahan membalikkan badannya hingga Kania bisa melihat pria di depannya itu dengan jelas. pria tampan dengan rahang tegas, alis menukik dan lumayan hitam lebat hingga dia terlihat seperti pria yang tegas dan berwibawa ditambah hidungnya yang mancung.
"Selamat malam Nona, saya kira Anda tidak jadi datang," kata Pria itu saat membalikkan badannya dan tersenyum kepada Kania.
"Aku tidak akan mengingkari janji. kecuali jika aku sakit atau tidak bisa datang karena hal lebih penting," jawab Kania tegas.
"Baiklah sebaiknya kita berkenalan dulu agar lebih nyaman ngobrolnya," kata Pria itu mengulurkan tangannya kepada Kania.
"Nama aku Parvis Raymond Adhitama kamu bisa memanggilku Ray," kata Ray tersenyum ramah dengan tangan terulur.
Kania menerima uluran tangan Ray itu sekilas dan langsung menarik kembali tangannya dari genggaman Ray.
"Duduklah, sebaiknya kita makan dulu setelah itu baru kita bicara lagi," kata Ray tersenyum ramah.
Kania hanya menganggukkan kepalanya, kemudian duduk di kursi yang ada di depan Ray. sebenarnya Kania merasa kurang nyaman karena dari semenjak dia berada di depan Ray. dia terus saja menatapnya dan tersenyum seolah mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.
'Apa Papa gak salah ngenalin aku pada pria aneh seperti ini,' gumam Kania sambil memakan makanannya.
Ray makan dengan menatap Kania dan saat mata mereka saling bertabrakan Ray lagi-lagi memasang senyumannya.
Kania makan dengan tenang. tidak memperdulikan apa yang Ray lakukan itu, dia ingin segera menyelesaikan makannya agar dia bisa segera pulang.
"Bagaimana kamu bisa bertemu dengan Papaku hingga dia memperkenalkan mu padaku?" tanya Kania mengelap bibirnya dengan tisu karena dia sudah selesai makannya.
"Apa kamu tidak tau jika perusahaan Papamu bekerja sama dengan perusahaan Daddyku sudah lumayan lama. hanya saja aku baru beberapa bulan membantu mengurus perusahaan Daddy aku," jelas Ray.
"Terus kenapa kamu langsung mau saat Papa aku berniat mengenalkan aku padamu? apa kamu punya maksud lain mendekati aku dan Papa aku?" tanya Kania dengan menyelidik.
Dia menatap Ray dengan tatapan intimidasi yang selalu dia layangkan pada orang yang menjadi lawannya.
Melihat tatapan seperti itu dari Kania Ray malah terkekeh dan menatap Kania dengan gemas dia seolah menganggap apa yang Kania lakukan itu adalah sebuah hal yang lucu.
"Bisakah kamu serius. jika kamu tidak bisa serius sebaiknya aku pulang dari sini, aku paling tidak suka membuang-buang waktu untuk hal yang tidak berguna," kata Kania kesal dan berdiri karena kesal dengan Ray yang seperti orang yang tidak serius.
Dia bingung bagaimana bisa Papanya mengenalkan dia pada pria di depannya ini.
"Oke aku minta maaf, sekarang aku serius, kamu duduklah kembali aku akan berbicara serius sekarang," kata Ray dengan memasang wajah yang serius.
Akhirnya Kania pun mendudukkan dirinya kembali di kursinya dia menatap Ray dengan serius, menunggu apa yang akan Ray katakan padanya.
"Aku tidak ada maksud yang tidak baik dengan menerima tawaran Papamu untuk mengenalkan aku padamu...."
"Terus karena apa cepatlah jangan berbelit-belit," potong Kania yang merasa tidak sabar.
"Aku sudah lama menyukaimu dari waktu yang lama. tapi, aku tidak punya keberanian untuk mendekatimu jadi saat Papamu mengatakan kalau dia ingin aku mengenalmu akhirnya tanpa pikir panjang aku langsung menerimanya," kata Ray apa adanya.
Kania mengerutkan keningnya karena merasa mereka berdua belum pernah bertemu sebelumnya jadi bagaimana bisa Ray mengatakan jika dia sudah menyukai Kania dari lama.
"Bagaimana kamu bisa menyukaiku sedangkan kita baru saja sekarang bertemu," kata Kania.
"Mungkin menurutmu kita baru bertemu sekarang. tapi, sebenarnya kita sudah bertemu dari sejak lama," kata Ray.
Kania semakin tidak mengerti dengan perkataan Ray itu, dia hanya menatap Ray dengan tatapan bingung.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Happy Reading....
"Jangan bicara yang mengada-ada kita baru bertemu sekarang bagaimana bisa kamu bilang kita sudah bertemu lama sedangkan kita baru bertemu hari ini," kata Kania menatap pria di depannya itu dengan tatapan aneh.
"Apa kamu benar-benar tidak mengingat namaku sama sekali, sayang sekali padahal dari semenjak kita bertemu dulu aku tidak bisa melupakan namamu," kata Ray dengan serius.
"Kita, bertemu, dulu?" tanya Kania bingung dia kembali memutar ingatannya untuk mengingat apakah dia pernah bertemu dengan pria di depannya itu atau tidak.
Ray menganggukkan kepalanya dengan antusias dan tersenyum kepada Kania.
Setelah berpikir beberapa saat Kania tiba-tiba saja teringat pada dua anak laki-laki kembar yang dulu memaksanya untuk mengantarkannya saat dia sempat tersesat.
"Jangan bilang kalau kamu adalah anak kembar yang nyebelin dan bawel yang dulu maksa buat nganterin aku sampai-sampai bikin keluarga aku panik karena mengira aku hilang," kata Kania menyipitkan matanya menatap Ray.
"Akhirnya kamu ingat juga," kata Ray dengan antusias.
"Jadi kamu benar-benar anak laki-laki itu," kata Kania tidak percaya.
"Iya kamu tau saat aku mendengar nama kamu dari Tuan Kean aku penasaran karena nama kamu tidak pernah aku lupakan sampai sekarang itulah kenapa aku menerima tawaran Tuan Kean untuk menemuimu dan saat bertemu denganmu aku langsung tau kalau kamu adalah Kania si anak perempuan yang jutek dulu," jelas Ray menatap Kania dengan lembut.?
"Terus sekarang kalau kamu sudah tau ini aku, kamu mau apa?" tanya Kania menatap Ray dengan serius.
"Aku ingin mendekatimu sesuai dengan keinginan Tuan Kean," kata Ray berterus terus terang.
Kania terkekeh dan mengangkat sebelah alisnya melihat kepercayaan diri yang dimiliki oleh pria di depannya itu. pria yang Kania anggap sebagai dalang yang menyebabkan dia tidak bisa bebas karena Papanya semakin posesif sejak saat dia menghilang dulu.
Dia menganggap pria yang sedang berada di depannya dan saudara kembarnya itulah yang menyebabkan dia jadi tidak bebas karena kalau seandainya dulu kedua anak laki-laki kembar itu tidak memaksanya untuk mengantarkannya dia pasti bisa sampai lebih awal ke Restoran dimana Aunty dan Omnya berada dan tidak membuat semua orang panik.
Bahkan Papanya sampai mengultimatumnya untuk tidak keluar rumah selain sekolah dan pergi bersama pengawalan seperti yang terjadi sekarang.
"Sebaiknya kamu menyerah saja karena aku tidak akan pernah berminat untuk menjalin hubungan apapun denganmu," kata Kania mengubah raut wajahnya dengan wajah yang datar dan berdiri dari duduknya berniat akan pergi dari sana.
"Aku bukan orang yang akan menyerah sebelum berperang dan aku pasti akan bisa membuatmu menerimaku," kata Ray ikut berdiri dari kursinya.
"Terserah," jawab Kania datar dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari sana.
Ray menatap punggung Kania yang semakin menghilang dari balik pintu ruangan itu, dia sudah bertekad akan berusaha mendapatkan Kania bagaimanapun caranya. dia yakin dia bisa mendapatkan cinta Kania.
"Ternyata dia tidak berubah dia masih sama seperti dulu saat pertama kali bertemu, anak perempuan yang judes," gumam Ray setelah melihat bayangan Kania menghilang dari balik pintu ruangan itu.
Dia memutuskan untuk pergi dari sana karena orang yang ingin dia temui telah pergi dari sana. jadi, tidak ada gunanya lagi dia masih berada di sana.
Sementara itu Kania langsung masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintu mobilnya dengan lumayan keras sehingga membuat sopirnya yang sedang sibuk dengan ponselnya dan tidak menyadari kedatangannya itu tersentak kaget.
"Nona muda, Nona sudah selesai maaf Saya tidak membukakan pintu mobilnya," kata Sopirnya itu buru-buru memasukkan ponselnya ke saku celananya.
"Tidak pa-pa Pak, maaf membuat Bapak kaget, bisakah jalankan mobilnya sekarang Pak? Kania ingin segera istirahat" kata Kania.
"Baik Nona," jawab sopirnya itu dan langsung menjalankan mobilnya sesuai dengan perintah Kania.
Kania memejamkan matanya menunggu mobilnya sampai di rumahnya dia ingin segera bilang jika dia tidak ingin bertemu lagi dengan pria itu kepada Papanya.
Meskipun Kania merasa biasa saja dengan perlakuan Papanya padanya dan tidak menganggap Papanya mengekangnya. tapi, tetap saja hati kecilnya terkadang ingin seperti wanita yang seumuran dengannya, bisa bertemu banyak orang baru, berteman dengan orang yang seumuran, pergi jalan-jalan dengan teman-temannya juga ngerasain gimana rasanya pacaran, dinner dan sebagainya. tapi, semua itu hanya selalu menjadi angannya saja karena dia tidak akan berani membantah perkataan Papanya itu.
Dia juga pernah sekali memberanikan dirinya untuk mengatakan jika dia ingin hidup normal seperti anak lain pada umumnya dan bisa bebas bermain kemanapun yang dia inginkan. saat mendengar hal itu Papanya tentu saja tidak setuju dan malah mengancamnya tidak akan membiarkan dia pergi ke kampus lagi karena saat itu posisinya dia baru saja mulai masuk kuliah.
"Kalau seandainya dulu anak-anak itu tidak so jadi pahlawan semua itu pasti tidak akan terjadi aku pasti masih bisa sedikit menikmati masa mudaku. tidak dihabiskan hanya berdiam diri di rumah saja dan di sekolah," gumam Kania dengan suara pelan.
Beberapa saat kemudian mobil yang Kania tumpangi sampai di rumahnya dia langsung turun dari mobilnya saat mobilnya sudah berhenti dan langsung memasuki rumahnya.
Dia melihat orang tuanya dan adiknya masih ada di ruang keluarga dia melangkahkan kakinya ke ruang keluarga untuk bergabung dengan keluarganya itu.
"Loh kamu sudah pulang lagi Kan, cepat banget?" kata Kiran kepada Kania yang langsung mendudukkan dirinya di sofa yang tidak jauh dengan tempatnya duduk bersama dengan Kean.
"Pa, Kania tidak mau bertemu lagi dengannya," kata Kania melihat ke arah Kean.
"Kenapa? apa dia kurang tampan atau dia melakukan hal yang membuatmu kesal?" tanya Kean melihat Kania dengan heran.
"Papa tau tidak dia itu siapa?" tanya Kania menatap Papanya dengan serius.
"Tentu saja tau, dia anak dari klien kita Tuan Vano, dia Raymond anak pertama dari Tuan Vano," jawab Kean santai sedangkan Kiran dan Kai hanya menjadi penyimak pembicaraan antara Kania dan Kean itu.
"Pria itu adalah anak laki-laki yang dulu bersikap so pahlawan dengan memaksa untuk mengantarkan Kania hingga menyebabkan Kania telat menuju ke Restoran tempat Aunty dan Om makan dulu dan membuat kalian semua panik," jelas Kania menegakkan duduknya dan melihat Papanya dan Mamanya dengan serius.
"Bagus dong itu artinya kamu sudah mengenalnya dan tidak perlu repot-repot lagi melakukan pendekatan padanya," kata Kean santai diikuti anggukan kepala oleh Kiran.
"Mama kenapa menganggukkan kepala? Mama juga setuju dengan perkataan Papa itu," kata Kania menatap Mamanya.
"Iya, benar kata Papa kamu, bukankah itu bagus kalian pernah bertemu kalian tidak akan terlalu merasa asing lagi dan dia juga sudah menolongmu dulu itu artinya dia orang yang baik," kata Kiran.
"Tau ah Mama dan Papa tidak mengerti apa maksud Kania. yang jelas pokoknya Kania tidak akan mau bertemu lagi dengannya," kata Kania setelah itu langsung berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju ke kamarnya.
Kean, Kiran dan Kai melihat Kania yang terlihat kesal Kiran kemudian melihat Kean begitu pun dengan Kai dia juga melihat Papanya.
Mendapat tatapan seperti itu dari anak dan istrinya Kean menghembuskan napasnya dan menatap anak dan istrinya dengan serius juga.
"Kalian tenang saja Kania pasti akan mulai terbiasa dengan Ray," kata Kean dan langsung mendapat bantahan dari anak laki-lakinya.
"Maksud Papa, Papa masih akan tetap melanjutkan rencana perjodohan Kakak dengan pria itu?" tanya Kai yang tidak setuju dengan niat Kean.
"Papa tidak akan memaksa Kakak kamu. Papa hanya memberikan pria itu kesempatan untuk membuktikan perkataannya kalau dia benar-benar bisa membuat Kakak kamu menerimanya," kata Kean.
"Apa Kania akan baik-baik saja?" tanya Kiran yang sebenarnya khawatir kepada anaknya.
"Dia akan baik-baik saja aku sudah memantau pria itu sebelum benar-benar memintanya untuk mendekati Kania," jawab Kean dengan yakin.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!