"Sayang, gimana gaun ini? Cantik kan!" tanya Zola pada sang kekasih yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai suaminya itu.
"Hhmmm ... so beautiful, sayang. Kamu tetap cantik mau pakai apapun." puji Regan Hoffman sang calon mempelai laki-laki dari Zola Amaria.
"Ah, kamu, yang. Tanya yang ini cantik, yang itu cantik, aku pingin jawaban yang murni bikin kamu wah saat liat aku." ujar Zola dengan wajah ditekuk.
Regan pun berdiri lalu melingkarkan lengannya di pinggang Zola seraya menatap dalam wajah cantik calon istrinya itu.
"Yah, mau bagaimana lagi, kamu memang cantik luar biasa! Nggak bisa aku deskripsikan. Jadi kamu mau pakai apapun itu, aura kecantikanmu tetap dominan." ujarnya seraya merapikan anak rambut Zola. "Kamu tau, kadang aku sampai berfantasi, bagaimana rupamu saat tidak mengenakkan apapun, aku yakin pasti akan lebih cantik lagi. Aku sudah tidak sabar menunggu saat-saat indah itu. Saat-saat aku bisa memilikimu seutuhnya. Merengkuhmu, memelukmu, membelaimu, mengungkungmu, dan membuatmu menger*ng karena buaianku." bisik Regan dengan suara serak. Hanya bicara seperti itu saja sudah bisa membangkitkan g*irahnya.
"Is, kamu m*sum." sergah Zola seraya mendorong dada Regan agar melepaskan rengkuhannya. Wajah Zola sudah memerah hingga ke telinga kini. Ucapan Regan ternyata mampu membangkitkan imajinasi liarnya. Zola menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir pikiran liar itu.
Regan terkekeh saat melihat ekspresi Zola yang sangat menggemaskan itu.
Tiba-tiba, dering ponselnya berbunyi. Ia pun bergegas mencari tempat yang aman untuk mengangkat panggilan itu. Setelah berbicara sebentar, Regan pun kembali ke ruangan dimana Zola ternyata telah menunggunya.
"Bagaimana? Udah selesai? Nggak ada yang mau diubah atau ditambah?" tanya Regan seraya mengecup puncak kepala Zola.
Zola menggeleng seraya menatap wajah tampan calon suaminya.
"Sudah ini kita kemana lagi?" tanya Zola.
"Aku ada pertemuan mendadak sebentar lagi. Sasa barusan kasi tau soalnya. Kamu nggak papa kan aku anterin pulang." ujar Regan.
Zola menghela nafas pasrah lalu mengangguk. Padahal ia ingin sekali jalan-jalan dan nongkrong sebentar di cafe mumpung ia bisa cuti hari ini, namun ia tak bisa memaksa bila Regan ada pertemuan. Maklumlah, mereka bekerja di perusahaan orang, bukan milik mereka sendiri, jadi mereka tidak bisa seenaknya.
Zola dan Regan memang bekerja di satu perusahaan yang sama, yaitu perusahaan Marketplace Shoppa Lova. Shoppa Lova merupakan platform yang membantu mempermudah bertemunya penjual dan pembeli tanpa harus bertatap muka. Shoppa Lova telah berkecimpung di industri e-commerce lebih dari 20 tahun yang lalu. Dimulai dari usaha kecil ciptaan Jhonny Miguel, lama kelamaan berkat kerja kerasnya, usaha itu makin berkembang besar dan terkenal. Banyak investor yang turut berinvestasi. Seiring berkembangnya dunia industri dan telekomunikasi, membuat para pedagang berinovasi bukan hanya berjualan offline tapi juga online. Tentu yang paling efektif adalah melalui pihak ke dua, yaitu marketplace. Dengan begitu, bagi pedagang yang tak memiliki lapak atau toko, tetap dapat berjualan. Bahkan hasilnya jauh lebih efektif sebab mereka bukan hanya melayani pembeli dalam kota, namun juga luar bahkan hingga pelosok melalui bantuan jasa ekspedisi.
Namun, Zola dan Regan bekerja di divisi berbeda dengan pangkat berbeda pula. Zola yang hanya staf marketing biasa, sedangkan Regan telah menjabat sebagai kepala departemen keuangan.
Regan dan Zola juga telah menjalin hubungan sejak lama, tepatnya saat itu Zola masih duduk di tingkat satu bangku perkuliahan, sedangkan Regan sudah di tingkat akhir karena itu kedudukan Regan jauh lebih tinggi. Regan sangat mencintai Zola, begitu pun Zola, sangat mencintai Regan hingga akhirnya mereka pun memutuskan akan menikah 3 bulan dari sekarang.
Regan pun mengantarkan Zola pulang ke rumahnya. Setelah itu, Regan pun pergi meninggalkannya. Zola memasuki rumah dengan langkah gontai menuju kamarnya, mengabaikan Catherine sang ibu tiri yang sedang duduk bersantai di sofa ruang tamu.
"Mau kemana?" tanya Catherine dengan nada datar.
"Istirahat." sahut Zola tak kalah datar.
"Kau tak lihat, ini sudah masuk jam makan siang, masak sana, saya mau makan." titah Catherine tanpa melihat raut wajah Zola yang sudah kesal.
Tanpa menjawab, Zola segera masuk ke kamar dan melempar tas selempangnya asal. Lalu ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka kemudian berganti pakaian.
Setelah selesai, ia pun bergegas ke dapur untuk mengecek persediaan makanan yang bisa dimasak. Sebenarnya dulu di rumah itu ada asisten rumah tangganya, tetapi telah dipecat Catherine. Sebagai gantinya, Zola lah yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, mulai dari memasak, menyapu, mencuci piring, mencuci pakaian, hingga bersih-bersih.
Jordan sang ayah tidak mengetahui hal itu sebab Catherine memiliki kemampuan membulak-balikkan fakta. Jordan tak tahu menahu perihal Zola sering ditindas oleh istri mudanya itu.
Yang Jordan tahu, Zola lah yang sering berulah dan menindas istri muda dan anak tirinya, Clara Anderson.
Zola melihat ada ayam, kentang, wortel, brokoli, dan udang. Ia pun berniat memasak capcay udang dan ayam goreng tepung, tak lupa sambal karena sang ayah memang penggila sambal. Jadi setiap makan, haruslah ada sambal di atas meja. Entah jenis sambal apapun itu, yang penting sambal, pedas, tapi ada manis-manisnya sedikit.
Zola pun mulai mengupas kentang dan wortel, mencuci lalu mengirisnya. Begitupun brokoli, di cuci dulu hingga bersih baru ia potong sesuai selera. Lalu ia mengupas udang agar bersih dari kulitnya. Ia juga mencuci bersih ayam dan memberinya bumbu, setelah itu menyiapkan bumbu capcay, ia pun mulai memasak.
Semenjak ibunya meninggal 10 tahun yang lalu, lebih tepatnya semenjak Catherine masuk ke dalam kehidupan sang ayah, Zola sudah terbiasa melakukan semua pekerjaan termasuk memasak. Untuk rasa masakannya, sudah tak diragukan lagi. Walau ia benci kepada ibu tirinya itu, ia tetap melaksanakan tugasnya sepenuh hati apalagi urusan memasak yang memang disukainya.
"Hai, mom!" sapa Clara seraya mengecup pipi Catherine. "Mom, look, Clara membelikan mama ini." tunjuknya pada sebuah paperbag nama merk tas ternama.
"Wow, ini sangat cantik, Cla! Kau memang tau cara menyenangkan mommy, sayang." ucap Catherine seraya mengecup pipi Clara. "Apa ini?" mata Catherine memicing saat melihat sebuah tanda cinta di leher sang putri.
"Ah, mommy, seperti belum paham aja!" ujar Clara dengan nada manja.
"Ya, mommy tau, tapi bila dilihat Daddy mu, dia bisa marah ." tegur Catherine.
"Itu gampang, mom. Tinggal aku tutup pakai foundation, beres deh! Mommy kan tau, ini caraku menjeratnya agar tidak berpaling dariku." ujar Clara sambil tersenyum devil.
"Tapi lebih bagus lagi, kalau kau bisa benar-benar menjeratnya agar dia bertekuk lutut padamu, seperti your Daddy, Cla." saran Catherine.
"Hmm ... sepertinya itu ide bagus. Aku juga nggak rela dia mendapatkan apa yang dia inginkan." ujar Clara sambil menyeringai saat pandangan matanya bertemu dengan mata Zola.
...***...
...**Hai gaes, ini novel baruku. Semoga suka ya! Jangan lupa like, komen, hadiah, dan vote nya ya, biar makin semangat update. 🤩...
...Happy Reading 🥰🥰🥰**...
Kebiasaan Zola adalah bangun di saat semua orang masih terlelap. Bukan tanpa alasan, ia harus segera mengerjakan tugas-tugasnya dari menyapu, mencuci, hingga menyiapkan sarapan. Semua harus dikerjakan ketika semua orang terhadap agar saat mereka bangun pekerjaannya telah selesai dan ia tinggal pergi bekerja.
"Hoam ... masih ngantuk!" gumamnya seraya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 4 pagi. Lalu ia beralih mengambil pigura foto ibunya dan menatapnya sendu. "Hai mom, Zola sangat merindukan mommy, apa mommy merindukan Zola? Mom, jujur, Zola lelah, Zola pingin ikut mommy. Hanya mommy yang benar-benar tulus menyayangi Zola." lirih Zola dengan mata berkaca-kaca. "Tapi mom tenang, Zola nggak akan nekat melakukan hal-hal aneh kok. Zola tetap akan berjuang. Zola yakin, Zola akan mendapatkan kebahagiaan Zola nanti." imbuhnya seraya tersenyum. Lalu ia beralih menatap layar ponselnya, ternyata pesannya pada Regan semalam belum ada yang dibaca. 'Apa dia pulang larut, ya jadi nggak sempat buka pesanku?' gumamnya dalam hati.
Lalu ia segera meletakkan ponselnya, mengikat rambut, lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai, iya segera turun ke lantai bawah, masuk ke ruang cuci pakaian, memilah pakaian, dan memasukkannya ke mesin cuci. Sembari menunggu pakaian-pakaian itu selesai dicuci, ia segera bersih-bersih rumah, dan terakhir ia menyiapkan sarapan. Setelah semua pekerjaannya selesai, ia pun bergegas mandi.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7, Zola pun menuruni tangga dengan setelan formalnya. Kemeja putih, yang dipadukan rok navy selutut, dan fitted blazer berwarna navy. Rambut coklatnya ia jalin menjadi satu di belakang hingga memamerkan leher jenjangnya yang putih nan mulus. Penampilan Zola memang selalu memukai karena itu di perusahaan Shoppa Lova, ia termasuk jajaran 'the most wanted beautiful girl'. Hal inilah yang membuat Clara iri. Di merasa selalu kalah dari Zola. Beruntung ia tidak digabungkan dalam satu divisi bersama Zola, kalau tidak kejadian lalu ia yang selalu dibanding-bandingkan di kampus dengan Zola akan terulang kembali. Ya, Clara pun bekerja di perusahaan yang sama dengan Zola. Tapi, usia Clara 1 tahun di atas Zola, sehingga ia lebih dahulu masuk ke perusahaan itu.
Zola sudah duduk di meja makan dan mulai menyantap sarapan yang dibuatnya tadi.
"Zola, kamu itu udah besar, jangan mentang-mentang kamu kerja jadi kamu nggak ada tanggung jawab sama keluarga. Harusnya kamu contoh Clara, pagi-pagi dia sudah bangun dan bantu mommy siapin sarapan bukan kayak kamu yang cuma bisa tidur. Bangun juga selalu siang. Clara juga kerja, tapi dia masih sempat bantu-bantu mommy." ucap Jordan dengan sorot mata tajam.
Zola hanya memutar bola matanya jengah, selalu seperti ini. Apa-apa Catherine dan Clara, Zola merasa ayahnya telah benar-benar berubah. Apakah ia lupa rasa masakan ini? Semua ia yang menyiapkannya. Pernah Zola memberi pelajaran dengan tidak menyiapkan sarapan, tidak beres-beres rumah, tidak mencuci, tapi dengan mulut sakti ibu tirinya itu, lagi-lagi ia yang disalahkan. Duo racun itu pura-pura tak enak badan, jadi tak sempat menyiapkan sarapan dan bersih-bersih, akhirnya Zola lagi yang kena semprot ayahnya. Mungkin kemampuan akting Catherine dan Clara sudah sebanding dengan artis top papan atas. Haruskah ia memberikan penghargaan kepada dua wanita itu.
"Jangan bersikap kurang ajar kamu, Zola!" bentak Jordan saat menyadari raut wajah jengah Zola. Sedangkan Clara, ia menyeringai senang, karena lagi-lagi ayah sambungnya itu memojokkan Zola.
Zola hanya bisa menghela nafas. Ia lirik, si ibu tiri yang kejamnya sedang berakting menenangkan sang ayah dengan mengusap punggungnya.
"Sudah, dad, jangan marah-marah, nanti jantungmu kumat! Kita hanya perlu mendidiknya dengan lembut. Mom yakin, lama-kelamaan dia akan paham akan tanggung jawabnya." ujar Catherine yang membuat Zola rasanya ingin terkekeh geli , namun harus ia tahan, ia tak mau ayahnya makin marah.
"Aku sudah kenyang. Aku berangkat." ucap Zola datar. Jordan menggebrak meja makan hingga ada beberapa makanan yang tumpah. Zola terkejut, tetapi ia pura-pura tidak tahu. Rasanya ia ingin sekali segera keluar dari rumah layaknya neraka itu. Ia sudah tidak sabar ingin menikah dengan kekasihnya, Regan.
Setibanya di kantor, ia disambut rekan-rekan kerjanya dengan hangat. Hanya rekan sekantornya saja yang menganggap keberadaannya.
"Hai Zo, apa kabarmu pagi ini?" sapa Keira sahabat tersayangnya.
"Huft, begitulah, Kei, tiada yang istimewa. Kau tau kan bagaimana pagiku yang menjemukan." sahutnya dramatis.
"Hmm ... I see, pasti seperti biasa, duo mak lampir itu membuatmu terpojok lagi, kan?" tebak Keira yang langsung mengenai sasaran dan Zola hanya tersenyum kecut.
"Hai cantik, this is your favorit coffee." ucap Roland seraya menyerahkan satu cup kopi kesukaannya. Roland adalah teman satu divisi Zola dan Keira.
"Thanks, Land! Kamu emang yang terbaik." ucap Zola seraya mengedipkan sebelah matanya membuat Roland salah tingkah. Keira dan Zola hanya terkekeh melihat tingkah Roland yang begitu mudah salah tingkah bila diusili Zola.
"Oh iya Zo, kemarin aku kan sama Roland makan siang di cafe X, terus pas mobil kami baru tiba, kami liat Regan sama Clara keluar dari cafe barengan. Kalau loe nggak percaya, tanya aja tuh Roland, ya nggak Land?" ujar Kerira seraya meminta dukungan Roland.
"Hmm ... itu benar, Zo, mereka ngobrol mesra banget." ujar Roland membuat Zola mengerutkan keningnya.
'Sejak kapan mereka dekat? Ah, bisa saja mereka ada urusan pekerjaan kan mereka satu divisi.' Zola masih berusaha berpikir positif.
"Mungkin mereka ada urusan kan mereka satu divisi, Kei, Land." imbuhnya tak mau memupuk kecurigaan. Ya, Zola mang selalu berusaha berpikir positif karena itu banyak teman dan rekan kerja yang menyukainya.
"Stop ngobrolnya, waktunya kerja." pungkas Zola seraya menunjukkan jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 8.
Keira pun berlalu dari hadapan Zola seraya menepuk pundak sahabatnya itu, begitu pun Roland segera beralih ke meja kerjanya setelah sebelumnya memberikan senyuman manis pada Zola.
Zola pun mulai berkutat dengan angka-angka yang tertera di layar komputernya. Berkutat dengan angka-angka, membuat Zola harus benar-benar fokus karena salah satu titik atau koma apalagi angka saja bisa berakibat fatal.
Setelah selesai, Zola meregangkan otot-ototnya dengan mengangkat tangannya ke atas, ke kiri, dan ke kanan. Lalu ia mengambil ponselnya dan menghentikan sebuah pesan di sana.
💌[Sayang, pulang nanti ke cafe yuk!]
💌[Oke, tunggu aku di lobi ya, sayang!] balas Regan membuat Zola tersenyum senang. Tidak sulit membuat Zola senang hanya sekedar nongkrong di cafe pun ia sudah sangat bahagia.
...***...
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
Sesuai pesan dari Regan, Zola pun menunggu di lobi perusahaan. Ia duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Tak lama terdengar suara dentingan lift terbuka, ia pun menolehkan arah pandangannya ke lift yang terbuka itu. Zola sontak mengerutkan keningnya saat melihat siapa yang keluar dari lift itu.
'Regan, Clara, mengapa mereka keluar bersamaan dan hanya berduaan?' batin Zola bertanya-tanya. Tapi ia usir pikiran buruk itu. Ia yakin Regan takkan pernah mengkhianatinya. Apalagi tak lama lagi mereka akan segera menikah.
"Regan ... " panggil Zola, Regan sontak menoleh sambil membulatkan matanya. Lalu ia melirik Clara yang tampak mendengus lalu ia berlalu tanpa menegur keduanya membuat Regan merasa lega.
"Hai, sayang! Udah lama? Maaf, tadi masih ada yang harus aku kerjakan." kilah Regan supaya salat tak banyak bertanya.
"Lumayan sih, udah hampir 1 jam." Zola mendengus kesal. "Kerjain apa sih sampai nunda jam pulang? Sampai lupa aku udah nungguin juga?" Zola mendelik tajam meminta penjelasan.
"Itu, besok aku ada pertemuan di luar kota jadi aku sedang persiapkan berkas-berkas yang harus aku bawa besok." sahut Regan.
"Luar kota? Sama siapa? Terus tadi kok keluar bareng Clara?" cecar Zola. Entah mengapa, semakin hari ia semakin curiga pada calon suaminya itu.
"Oh, itu karena aku tadi minta bantuan dia mempersiapkan berkas-berkasnya. Dia kan satu divisi denganku. Kamu kenapa? Cemburu, hm?" goda Regan supaya Zola tak makin banyak bertanya lagi.
"Cemburu? Cih, ngapain cemburu sama nenek sihir macam Clara gitu? Kalaupun iya, artinya kamu bodoh menyukai wanita kayak gitu. " Zola mencibir. "Kamu harus ingat ini Re, aku itu sangat benci yang namanya pengkhianatan dan bila sekali saja kamu ketahuan memiliki hubungan dengan wanita lain, maka hari itu juga hubungan kita berakhir." tegas Zola dengan sorot mata tajam.
Deg ...
Mendadak hati Regan mencelos. Raut wajahnya tiba-tiba berubah. Keringat sebesar biji jagung turun dari sela-sela rambutnya. Semua itu tak luput dari tatapan Zola.
"Selingkuh? Cih, mana mungkin aku selingkuh, sayang. Kamu tahu kan kalau aku itu cinta mati sama kamu. Aku tak mungkin menduakan kamu. Apalagi kita sebentar lagi akan menikah artinya kamulah yang aku pilih jadi pendamping hidupku." kilah Regan seraya tersenyum manis dan menggenggam tangan Zola. "Kita jadi ke cafe?" tanya Regan dan Zola mengangguk seraya tersenyum tipis.
"Ayo!" Regan pun mengajak Zola masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya menuju cafe langganan mereka.
Mobil yang dikendarai Regan kini telah memasuki sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Shoppa Lova. Regan membukakan pintu mobil untuk Zola. Begitulah sikap Regan pada Zola. Ia selalu memperlakukan Zola bak seorang putri. Sikap lembut, perhatian, dan pengertian Regan mampu meluluhkan hati Zola. Oleh sebab itulah, Zola mau menerima dan membalas perasaan Regan.
Zola dan Regan kini telah duduk di meja yang agak sudut, namun tetap dapat melihat ke arah panggung cafe. Cafe itu dilengkapi live music. Karena itulah Zola menyukai tempat ini apalagi di saat hatinya sedang resah, ia akan memilih kesini untuk menenangkan pikirannya.
"Sayang, kamu mau pesan apa?" tanya Regan tanpa melihat buku menu lagi karena ia sudah hafal menu-menu disana.
"Kayak biasa aja deh, Re. Sama french fries dan cheese cake." ujar Zola.
Regan mengangguk paham, lalu menyebutkan lagi pesanan mereka pada pelayan cafe.
Tak butuh waktu lama, secangkir cafe latte, cappucino, sepiring french fries, dan sepotong cheese cake telah terhidang di meja.
Mereka pun mulai menyantap hidangan dengan santai sembari mendengarkan alunan merdu seorang penyanyi yang ada di panggung.
"Re, kamu udah yakin sama pernikahan kita?" tanya Zola seraya mengunyah kentang gorengnya.
"Kok kamu nanya kayak gitu? Apa kamu nggak yakin mau menikah sama aku? Bukannya waktu itu kamu sangat senang malah sangat antusias dan nggak sabar lagi menunggu hari itu? Atau aku perlu mempercepat pernikahan kita?" cecar Regan tak habis pikir dengan pertanyaan Zola.
Bukan apa-apa Zola meragu, sebab akhir-akhir ini ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan Regan. Pernah suatu hari ia melihat sebuah kissmark di leher kekasihnya itu, saat Zola bertanya, Regan berkilah. Ia menyangkal kalau itu adalah sebuah kissmark. Ia bilang ia digigit serangga dan gigitan itu membekas hingga memerah bahkan membiru.
Tapi Zola tak yakin. Walaupun ia tak pernah melihat secara langsung apalagi melakukannya, tapi ia tahu, tanda merah itu adalah kissmark. Apalagi ia sering melihat Clara memiliki tanda seperti itu. Apa mungkin mereka digigit serangga yang sama.
Tiba-tiba hatinya mencelos, 'Apakah mungkin? Ah, nggak-nggak, Regan nggak mungkin tega mengkhianati ku.' batin Zola.
"Sayang, kamu mikirin apa sih? Jawab pertanyaan aku tadi!" tekan Regan kesal karena ucapan dan pertanyaan diabaikan.
"Bukan gitu, Re. Aku hanya ... hanya ... aku hanya takut ternyata kamu menduakan aku di belakangku." cicit Zola membuat Regan menghela nafas panjang.
"Kami percaya aku kan, Zo! Kamu harus percaya aku. Aku mohon apapun yang terjadi, apapun yang orang katakan, aku mohon kamu tetap percaya aku. Oke ... " ujar Regan seraya menggenggam erat tangan Zola dan mengusapnya pelan.
Zola mengangguk. Apa lagi yang bisa ia lakukan selain itu. Dia hanya berusaha untuk percaya. Tapi bila sekali saja kepercayaannya dipatahkan, maka tiada kesempatan kedua untuk bersama.
"Sayang, ke apartemen aku yuk!" bujuk Regan dengan mata memelas.
Zola mengerutkan dahinya, "Mau ngapain? Ini udah sore, aku harus pulang sebelum Daddy pulang." tukas Zola.
"Sayang, bukankah sebentar lagi kita menikah, seharusnya kan nggak masalah kalau kita melakukan itu." ucap Regan dengan sorot mata mendamba.
"Melakukan itu? Melakukan itu apa?" Zola bingung.
"Huft, melakukan yang biasa dilakukan pasangan lain, sayang. Sayang, aku juga punya kebutuhan biologis. Aku janji, aku tak akan meninggalkan kamu. Aku janji aku akan pelan-pelan. Mau ya, sayang? Kalau dulu kan karena kita belum punya komitmen, tapi sekarang kan kita akan segera menikah. Tidak sampai 2 bulan lagi lho. Jadi apa salahnya kalau kita mendahului malam pertama kita." bujuk Regan.
Zola melotot kan matanya tak percaya dengan apa yang diucapkan Regan.
"No, big no, please! Kamu tau kan aku paling nggak mau melakukan itu. Aku akan menyerahkan diriku sepenuhnya saat kita telah resmi sebagai pasangan suami istri, jadi kamu tenang aja. Walaupun kita akan menikah, tapi masih ada kemungkinan semua itu akan batal atau gagal. Karena itu aku nggak mau melakukannya." tolak Zola keras membuat Regan mendengus kesal.
"Kami pingin pernikahan kita gagal dan batal?" Regan meradang saat mendengar penolakan Zola.
"Bukan gitu, Re. Pokoknya aku nggak mau. Kamu sabar aja, nggak sampai 2 bulan lagi kan! "
Regan kesal bukan main. Ia punya kebutuhan biologis, tapi Zola selalu menolaknya. Karena itulah, ia terpaksa mencari pelampiasan. Tapi semua takkan pernah terjadi, andai kejadian satu tahun yang lalu tak terjadi. Sejak hari itu, ia seakan candu ingin melakukannya lagi dan lagi.
Tanpa mereka sadari, perdebatan mereka terdengar 2 orang dari meja di belakang mereka. Awalnya tidak terdengar, tapi saat live music selesai, perdebatan mereka terdengar jelas. Beruntung, di sudut itu hanya ada 2 buah meja. Jadi hanya kedua orang itu saja yang mendengar perdebatan itu.
"Wow, ternyata masih ada seorang gadis yang mampu mempertahankan kemurniannya! Wah, itu selera kamu banget, El!" ucap seseorang.
"Hmm, lelaki itu bodoh, harusnya ia bangga dengan gadisnya yang mampu mempertahankan dirinya. Padahal mereka sebentar lagi menikah, tapi si gadis masih kukuh bertahan. Yah, kau benar Ger, dia memang tipeku. Tapi sayang, dia sudah memiliki kekasih dan sebentar lagi akan menikah. Gadis itu juga cantik." pujinya.
"Kau tau El, dia bekerja di Shoppa Lova. Dia salah satu The Most Wanted Beautiful Girl di Shoppa Lova. Dia ada di bagian marketing. Kalau si pria, dia juga bekerja di Shoppa Lova bagian keuangan." beritahu seseorang yang bernama Gerry itu .
"Wow, menarik!"
...***...
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!