Hari Senin selalu jadi hari yang lelah untuk Lidya. Meeting dengan klien, mengatur pesanan yang tertunda karena hari libur, dan merancang desain baru produk, benar-benar membuatnya lelah. Gadis dua puluh empat tahun itu sudah merasa di puncak kejenuhan. Dia berencana akan mengambil libur untuk merefresh kepalanya.
Selama merintis bisnisnya Lidya memang sangat fokus bekerja keras agar kerajaan bisnis yang jadi impiannya sejak kuliah bisa segera terwujud. Membangun hubungan baik
dengan meletakkan kepercayaan dan memberi pelayanan terbaik dilakukannya semata-mata agar para kolega bisnis puas.
Kesibukan bertambah banyak seiring dengan perkembangan bisnis yang kian maju dari hari ke hari. Lidya bahkan sudah tidak ingat kapan terakhir kali dirinya bersantai untuk sekedar memanjakan diri dengan hobinya.
Hanya bekerja keras demi karier dan ambisi jadi pengusaha sukses yang ada di dalam benak seorang Lidya. Hidupnya bagai seorang ratu di kerajaan dengan topeng emas yang penuh kepalsuan. Bergelimang harta dan pura-pura bahagia.
Tidak terasa, kesibukan mengejar mimpi menjadikan Lidya sosok yang keras seperti Robot. Dia bagaikan hidup dengan memori buatan hanya untuk melaksanakan tugas dan menyenangkan hati semua orang. Itu yang dilakukan setiap hari. Dan Lidya mulai sadar kalau sebenarnya dia tidak bahagia.
Mau meledak, begitulah perasaan yang sedang dialaminya sekarang. Sepulang dari kantor Lidya langsung mengemasi barang-barang untuk melakukan perjalanan yang entah kemana, dia sendiri belum merencanakan.
Bagian yang terpenting adalah Lidya sudah memberi tahu Arkan dan Widya, kalau dia akan melakukan sebuah perjalanan dalam waktu yang cukup lama. Untuk itu Lidya sengaja mempercayakan semua urusan bisnis kepada kedua sahabatnya.
Malam-malam Lidya membongkar isi gudang, mencari sepatu, tas, dan perlengkapan hiking, kemudian membersihkan untuk selanjutnya di bawa ke mobil Van miliknya.
Begitu sibuknya Lidya sampai dia tidak mendengar suara panggilan di ponselnya. Bahkan Mira asisten rumah tangganya bingung dengan perilaku Lidya yang aneh hari ini.
"Mbak Lidya sedang apa?" kenapa dia tidak suruh saya saja?" Pertanyaan itu yang ada dipikiran Mira.
Biasanya dia akan memanggil para asisten untuk membantu membereskan semua keperluan. Tapi hari ini Lidya diam dan hanya melakukan segalanya sendiri.
Kontan saja Mira merasa khawatir dengan kondisi Bosnya, dia bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Mira sangat khawatir kalau dia sudah melakukan kesalahan yang membuat Lidya marah dan akan berdampak pemecatan kepada dirinya.
"Maaf mbak Lidya, biar saya saja yang kerjakan, mbak Lidya istirahat saja dulu, biar semuanya saya yang bereskan."
"Gak apa-apa Mira, aku bisa sendiri kok" kamu jangan khawatir."
"Tapi mbak Lidya kenapa?" nggak biasanya kerja semua sendiri, mbak marah sama saya ya?" tolong jangan pecat saya dong mbak."
"Kamu ini ngomong apa sih Mira?" iya memang saya sedang kesel, tapi bukan sama kamu." Saya lagi kesel sama diri sendiri." Bukan sama siapa-siapa, jangan khawatir."
"Oh iya, besok pagi saya mau keluar kota beberapa hari, tolong jaga rumah baik-baik, jangan sampai kotor ok!"
"Mbak Lidya mau kemana?" kalau mas Surya cari, saya bilang apa?"
"Gak usah bilang apa-apa, saya juga belum tahu mau kemana Mir, nanti saja saya yang telepon Surya."
"Ya sudah saya mau mandi dulu, terus tidur!" kamu rapikan saja meja makan, saya sudah makan di luar tadi sore!"
Mira menuruti perintah Lidya, kemudian beranjak pergi ke ruang makan untuk membereskan meja, dan mencuci piring kotor di dapur. Dalam benak Mira bertanya-tanya ada apa dengan Lidya, tapi dia hanya bisa khawatir tanpa berani komentar atau sekedar bertanya.
Di kamarnya Lidya sedang memandangi potret Surya yang terpasang di wallpaper ponselnya. Sebenarnya ada rindu di hati Lidya. Tapi dia tidak ingin mengganggu kekasihnya yang sekarang sedang bertugas di negara lain sebagai utusan perdamaian.
Lidya menghela nafas panjang. Kemudian segera mematikannya lampu bersiap untuk tidur. "Semoga kamu cepat kembali Sur." aku sangat membutuhkan mu di saat seperti ini.
Pagi-pagi sekali Lidya bangun membuat bekal makanan yang akan di bawanya dalam misi traveling dadakan hari ini. Entah apa yang sedang dipikirkan Lidya tapi mobil Van sudah penuh dengan bekal dan peralatan bertahan hidup di alam liar versi Lidya.
Mira, Diman, dan Ujang memperhatikan apa yang dilakukan majikannya dengan penuh tanda tanya. Diman yang paling lama kerja di rumah itu, memberanikan diri untuk bertanya kepada Lidya, apakah ada sesuatu yang tidak berkenan di hatinya.
"Neng Lidya, Mamang minta maaf sebelumnya, kalau boleh bertanya, apakah ada kekurangan dalam pelayanan kami, sehingga Neng Lidya jadi tidak suka atau kesal?"
"Enggak Mang Diman, kalau saya melakukan pekerjaan ini sendiri saja tanpa minta tolong dengan kalian, bukan berarti saya sedang marah Mang."
"Saya cuma mau memastikan semua yang di butuhkan dalam perjalanan lengkap dan tidak ada yang tertinggal."
"Neng Lidya mau melakukan perjalanan jauh?" Barang-barangnya banyak sekali, seperti mau pindah?" di kira Mamang, Neng Lidya marah, terus mau pindah ke apartemen?"
"Hahahaha" Mang Diman bisa saja, enggak begitu Mang, ini pasti gara-gara Mira ya?" Heh kalian berdua sini sebentar!" Dengar ya..!" Saya mungkin akan pergi satu bulan, kalian semua tolong jaga rumah baik-baik jangan sampai kotor, atau berantakan!"
"Saya cuma mau memenangkan diri sebentar." Hanya satu bulan atau lebih." Kalau ada masalah kalian, hubungi Widya atau Arkan, nomor telepon mereka ada di buku agenda." Gaji kalian seperti biasa akan di transfer oleh Widya." Faham ya?"
"Baik, kami faham neng Lidya!"
"Ya sudah, jaga diri kalian baik-baik, yang akur dan jaga rumah ok!"
Lidya kemudian masuk ke dalam mobil, melambaikan tangan dengan senyum manis, dan mobil perlahan-lahan, meninggalkan garasi. Sementara ke tiga asisten rumah tangganya, melepas kepergian Lidya sampai mobilnya hilang dari pandangan mata.
Lidya berniat meninggalkan Jakarta untuk berpetualang ke beberapa daerah di pulau Jawa. Rencananya dia akan mengunjungi gunung, pantai, dan kota-kota indah yang memiliki nilai budaya yang unik.
Perjalanan akan di mulai dari daerah gunung di sekitar Jawa Barat. Lidya menandai jalur yang akan dilalui dan mendokumentasikan lewat sebuah jurnal pribadinya. Mungkin saja dengan melakukan perjalanan ini, dia akan mendapat inspirasi untuk pengembangan produk baru. Itu yang ada dalam benak Lidya saat ini.
Jam dua belas siang dia baru keluar dari pintu tol. Lidya mencari tempat untuk beristirahat, sekaligus makan siang. Maklum saja dia sudah menyetir selama enam jam tanpa berhenti.
Sambil menikmati hidangan di kotak makan siang yang telah dimasaknya pagi tadi. Lidya menikmati pemandangan yang tersaji. Dua jam lagi dia akan sampai di Kuningan. Rencananya dia akan melakukan solo hiking ke gunung Ciremai.
Baru akan melanjutkan perjalanan, mata Lidya teralihkan pada sebuah mobil Box yang berhenti beberapa meter di depannya. Ada sesuatu yang mencurigakan dari mobil itu, pasalnya seorang wanita muda sepertinya di paksa masuk ke dalam box belakang.
Karena merasa bukan urusannya, Lidya mengabaikan apa yang dilihatnya. Dia melajukan mobilnya untuk melanjutkan perjalanan.
Tidak disangka mobil itu ikut berjalan lalu menyalipnya. Saat itu Lidya melihat seorang gadis di jendela box mobil yang tampaknya begitu sedih, menatap sayu kepadanya.
Wajah murung si gadis mengganggu pikiran Lidya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Buru-buru Lidya menepis semua penasaran dalam pikirannya, dan masuk ke halaman sebuah hotel.
"Semoga tidak terjadi sesuatu padanya" Hanya kalimat itu yang bisa diucapkan Lidya.
Lidya memarkirkan mobilnya di bawah sebuah pohon. Untuk beberapa detik dia memandangi bangunan hotel yang sudah sangat tua. Sepertinya hotel itu adalah alih fungsi dari bangunan milik kolonial Belanda.
Awalnya dia ragu untuk turun, namun akhirnya di putuskan Lidya akan menginap karena sudah terlalu telah menyetir seharian.
Mistis, kesan itu yang pertama dirasakan Lidya saat masuk ke ruang resepsionis. Suasana dingin, dengan beberapa lukisan bergaya klasik menghiasi dinding, sungguh tak lazim baginya. Sempat terpikir untuk keluar dan tidak jadi menginap, tapi seorang wanita cantik terlanjur datang menyapa.
"Hallo.. selamat datang di hotel kami, ada yang bisa saya bantu Bu?" seorang karyawan hotel berparas cantik, menyapa Lidya dengan senyum ramah.
"Maaf saya mau menginap untuk semalam, apa masih ada kamar?"
"Oh tentu, masih banyak kamar kosong, kami punya tiga tipe kamar." Ibu mau ambil yang mana?"
Wanita yang bertugas di resepsionis hotel segera memberikan, sebuah buku yang berisi tipe kamar lengkap dengan harga dan fasilitas serta layanan kamar yang akan didapat.
Hanya semalam saja pikirnya. Lidya kemudian memutuskan memilih kamar dengan satu tempat tidur dengan fasilitas tv dan AC. Sebentar kemudian seorang pria paruh baya membantu Lidya membawa tas jinjing miliknya.
Sekilas semua tampak normal. Lidya melihat beberapa orang pengunjung hotel makan siang di restoran. Karena dia sudah makan di jalan, Lidya memutuskan untuk bersantai di kamar sambil melemaskan otot-otot badannya yang kaku.
Sebelum tidur Lidya, menyempatkan diri untuk membuat video. Kemudian mandi, dan setelah itu langsung tidur. Sudah jam enam petang ketika dia terbangun. Rasa lelah yang amat sangat membuatnya begitu lelap.
Lidya turun menuju restoran untuk makan malam, Dia agak kaget karena melihat restoran sangat ramai, padahal di luar sana hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor yang terparkir. "Dari mana asal orang-orang ini?" gumamnya.
Seorang karyawan berpakaian koki, kemudian menyapa Lidya. "Selamat malam Ibu, apa ada yang bisa saya bantu?" Pria berpakaian koki menawarkan sesuatu kepada Lidya yang saat itu sedang bingung.
"Saya mau makan malam, tapi sepertinya restoran sedang penuh." Apa sedang ada pesta?"
"Owh iya, memang sedang ada jamuan dari penguasa di tempat ini." Ibu silahkan ikut saya saja."
Lidya di bawa ke ruang terbuka bersama dengan tamu lain yang kelihatan sama bingungnya dengan Lidya. "Penguasa tempat ini?" Lidya bertanya-tanya dalam hati, siapa penguasa yang dimaksud koki itu.
Dari tadi tidak ada yang tampak spesial dengan tamu restoran. Semua orang sama saja tidak ada yang kelihatan seperti pejabat publik apalagi penguasa daerah. Meskipun heran tapi akhirnya Lidya mengabaikan keganjilan yang ia rasakan.
Di tempat Lidya sekarang, memang agak lengang, tidak seperti di dalam restoran yang penuh sesak dengan orang-orang. Hanya ada sepuluh sampai dua belas orang saja menurut pengamatan matanya.
Lidya coba bersantai sambil menikmati udara dingin dataran tinggi daerah pegunungan. Mereka yang ada di sana di hibur dengan musik klasik era tahun enam puluhan.
Agak aneh, tapi mungkin ini adalah trik marketing pemilik hotel, untuk memberikan suasana berbeda dan unik, kepada tamu hotel.
Meskipun memang beberapa pengunjung hotel merasa ada sesuatu yang ganjil. Lidya tidak berusaha untuk mengeluhkan pelayanan yang diberikan. Dia bisa mengerti kalau usaha hotel di desa kecil seperti ini, akan sulit bertahan.
Mungkin dengan menyajikan tema mistis seperti ini, tamu akan memiliki kesan yang berbeda dari hotel pada umumnya. Masakan khas Jawa Barat disuguhkan, dan Lidya sangat menikmatinya.
"Ada tambahan lagi Ibu?"
"Owh ini sudah cukup, terima kasih."
Pelayan restoran pergi meninggalkan Lidya yang sedang asyik menghabiskan hidangan penutup. Dan kupingnya mendengar obrolan beberapa orang yang mengatakan kalau hotel tempat mereka menginap aneh.
Tapi Lidya tidak mau ambil pusing, dia sama sekali tidak ingin terganggu, dengan ucapan miring tentang hotel. Setelah selesai makan dan bersantai sejenak, dia kembali ke kamar.
Saat itu jam delapan malam ketika Lidya melintas melewati restoran. "Kemana perginya orang-orang tadi?" Hem ini, aneh satu jam lalu aku yakin sekali restoran ramai, tapi kenapa sekarang mendadak sepi, seperti tidak pernah ada aktivitas pesta disini?"
Lidya mulai curiga, gadis cantik itu merasa ada yang ganjil dengan tamu-tamu restoran, dia lalu pergi keluar untuk memastikan sesuatu. Dan benar dugaannya, sejak awal memang hanya ada sepuluh mobil diluar.
Lidya berpura-pura mengambil sesuatu di mobilnya. Seorang karyawan hotel mengamati Lidya dari jauh dengan tatapan yang datar.
Lampu neon box yang bertuliskan nama hotel berkedip-kedip, bulu kuduk Lidya merinding. Dia berusaha bersikap normal saja, namun tiba-tiba sudut matanya menangkap bayangan melintas di lantai dua.
"Mbak sedang apa di luar sini?"
Suara itu sontak membuat Lidya terkejut. Konsentrasinya buyar, bayangan di lantai dua hotel, yang di lihatnya, tiba-tiba saja sudah menghilang.
" Owh sial..!" Orang tua ini bikin aku parno!"
Sedang apa di luar sini, mbak?" masuk saja ke dalam. sebentar lagi kabut turun."
"Eh.. maaf-maaf Pak, saya hanya kaget, iya sebentar lagi saya masuk."
"Tidak apa-apa Mbak." Sebaiknya masuk ke dalam saja sekarang, sudah larut malam, sebentar lagi udaranya akan lebih dingin." Saya juga akan mengunci gerbang."
Karyawan hotel meminta Lidya masuk ke dalam, karena udara dingin dan kabut sudah mulai turun. Lidya menatap wajah karyawan hotel yang menegurnya dengan ekspresi wajah gugup.
"Huh.. wajah pria ini begitu kaku" Sebaiknya aku cepat kembali ke kamar." Lidya menoleh menatap wajah datar karyawan hotel, kemudian beranjak pergi meninggalkannya.
Karyawan hotel itu tidak perduli dengan tatapan curiga Lidya. Dia berjalan menuju pagar dan menutup pintunya. Untuk beberapa saat pria itu mengarahkan senternya ke segala arah. Mulut pria itu komat-kamit membaca doa kemudian pergi ke belakang.
Lidya naik ke lantai dua menuju ke kamarnya. Dia ingat dengan bayangan yang di lihat dari halaman parkir. "Seharusnya bayangan tadi, melintas di koridor ini gumamnya."
"Ada misteri apa di hotel ini?" Kenapa kesannya hotel ini horor sekali?" Apa aku yang terlalu paranoid?" Hem.. sudahlah sebaiknya aku tidur saja."
Lidya masuk kamar, kemudian menulis sesuatu di laptop yang berkaitan dengan kondisi hotel yang dia tempati. Tiba-tiba saja dia mendengar sesuatu di koridor.
"Drap..drap..drap..."
Suara berat di koridor mengganggu telinga Lidya, dia menutup laptopnya untuk mencari tahu, ada apa di koridor hotel. Dengan perlahan Lidya membuka pintu, dan mengintip ke luar.
Kondisi koridor sangat sepi, tidak ada satu orangpun yang terlihat melintas disana. Tentu saja Lidya merasa takut. Dia langsung berlari ke tempat tidur dan berusaha untuk memejamkan mata.
"Kreakk.. kreak..!"
Tiba-tiba saja Lidya mendengar sesuatu dari dinding kamar sebelah. Suara itu seperti dinding yang digaruk dengan benda tajam. "Apa lagi sekarang?" Harusnya aku tidak menginap di hotel ini." gerutu Lidya.
Jam di dinding baru menunjukkan pukul sebelas malam, masih cukup lama untuk menunggu pagi. Bibir Lidya tidak berhenti mengucap doa, namun tentu saja gangguan tidak berhenti.
Lidya justru mendengar suara orang lain yang ikut berdoa di dekat telinganya, padahal saat itu dia membaca doa hanya dalam hati dan tidak bersuara sama sekali.
Karena rasa takutnya, Lidya terus terjaga sampai pagi tiba. Teror hantu berhenti tepat jam tiga pagi. Lidya langsung mencuci muka dan memutuskan check out dari hotel pagi-pagi sekali. Begitu menyerahkan kunci kamar dia langsung berlari ke mobil dengan tergesa-gesa.
Ketika hendak masuk ke dalam mobil, Lidya menoleh lagi ke arah kamarnya, Dia melihat sosok pria berdiri dengan mata hitam dan kulit pucat sedang tangan pria itu menggenggam sebilah pisau.
"Jedup...jedup..jedup..!"
Jantung Lidya berdebar-debar, tak beraturan. Dengan perasaan yang kacau, Lidya memacu mobilnya meninggalkan hotel angker berhantu itu. Dia bersumpah tidak akan pernah menginap lagi disana.
Dengan rasa kantuk yang teramat sangat, Lidya mengemudikan mobilnya menembus kabut. Mobil itu melaju zig-zag, menjauh dari hotel tua berhantu.
Lidya berusaha untuk menahan kantuk setidaknya sampai matahari terbit, namun apa daya, rasa kantuknya sudah tidak dapat di tahan lagi.
Karena konsentrasi yang mulai menurun Lidya salah ketika hendak menginjak pedal rem. Kakinya justru menginjak pedal gas, sehingga mobil itu melaju kencang tanpa kendali.
Sadar mobilnya oleng, Lidya berusaha untuk menguasai setir mobil. Namun sayangnya dia sudah terlambat. Mobil terlanjur keluar jalur dan meluncur kencang menuju lembah.
"Bruaaakkk...!" Tiiinnn....!"
Mobil Lidya meluncur kebawah dan berhenti saat menabrak sebuah pohon besar di hutan.
Seketika itu juga Lidya pingsan dengan luka di kening dan kaki terjepit kap mobil yang ringsek.
Suara klakson mobil tak berhenti memecah sunyi. Sampai akhirnya Lidya sadar dan mengangkat kepala dari stang kemudi. Darah segar menetes. Matahari mulai terbit, sedang Lidya masih berusaha mengingat apa yang sudah terjadi.
"Aku ada dimana?" tempat apa ini?"
Lidya memperhatikan sekeliling, dan ternyata dia baru sadar, kalau saat ini dia berada di sebuah hutan lebat, yang dipenuhi rimbun pepohonan.
"Aww.. hah, hah.. sakit sekali..!" Bagaimana ini?" Akghk.. sakit sekali...!" Aku harus bisa keluar dari mobil ini sekarang juga."
Lidya berusaha keras untuk menggerakkan badannya, kemudian pelan-pelan menarik kakinya yang terjepit. Dia cukup beruntung karena memiliki tubuh langsing sehingga dengan sedikit menggerakkan tubuh Lidya berhasil mengeluarkan kakinya.
Susah payah menahan perih akhirnya Lidya bisa memindah tubuhnya, ke kursi belakang untuk mengambil kotak P3K. Dia memeriksa luka sobek di kaki, dan coba menggerakkan semampunya.
"Agghkk...!"
Lidya menjerit kesakitan sampai mengeluarkan air mata. Bersyukur tulangnya tidak ada yang patah. Meskipun demikian luka sobek di kakinya cukup serius. Setelah menaburkan alkohol, dan obat luka seadanya. Lidya segera menelan obat antibiotik, dan penghilang rasa sakit hampir bersamaan.
Karena demam akhirnya Lidya kembali jatuh pingsan dan tersadar dua jam kemudian. Jarum jam di arloji menunjukkan pukul sembilan pagi. Lidya melihat kakinya dan tangannya bengkak.
Tapi Lidya berusaha untuk tidak panik. Dia mengambil sebungkus roti dan mengisi perutnya. kemudian kembali beristirahat, Sembari berdoa akan ada yang mengetahui, lokasinya di hutan itu.
Di tempat berbeda, Mira terlihat gusar, dia merasa cemas tanpa sebab. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi, tapi Mira tidak tahu apa. Yang jelas dia merasa risau.
"Mir kamu kenapa?" Tumben banget sampai memecahkan gelas segala?"
"Iya Mang, kok saya merasa gelisah ya?" Seperti ada sesuatu yang terjadi dengan mbak Lidya."
"Saya juga sama Mir, dari tadi malam rasanya kok hati ini gak tenang, mungkin saja ada sesuatu dengan majikan kita."
"Entahlah Mang, saya juga bingung, apa nggak sebaiknya kita beritahu mas Arkan saja Mang?"
"Jangan ganggu orang kerja Mir, lebih baik telepon Neng Lidya saja." Siapa tahu di angkat."
Mira memutuskan untuk menelepon Lidya namun, tidak berhasil karena telepon berada di luar jangkauan service area. Setelah mencoba untuk melakukan panggilan beberapa kali, Mira akhirnya menyerah dan meletakkan ponselnya.
Di kantor Arkan berdiri di dekat jendela. Hari ini terasa aneh untuknya. Mungkin karena Lidya sedang mengambil cuti sehingga kantor itu terasa berbeda. Menurutnya pekerjaan lebih santai dari hari-hari biasanya.
Hal serupa dirasakan oleh Widya. Sekretaris Lidya itu juga tidak biasa mendapati suasana kantor yang tenang. Bahkan menurutnya suasananya terlalu lengang. Terpikir dalam benaknya untuk menanyakan kabar Lidya.
Tapi Widya mengurungkan niatnya, karena tahu kalau saat ini Lidya ingin menepi dari rutinitas kantor yang membuatnya stress. Widya sangat mengerti kalau saat ini bosnya pasti tidak ingin diganggu.
Sebaliknya dalam hutan yang lebat itu, Lidya sangat berharap agar kedua sahabatnya berada di dekatnya saat ini. Dia membutuhkan mereka berdua lebih dari siapapun sekarang. "Semoga ada keajaiban dari Tuhan." Dengan penuh harap Lidya berdoa agar segera datang pertolongan untuknya.
Sudah jam dua belas siang, rasa nyeri di kaki Lidya kembali menyengat dia mencoba memeriksa lukanya dan menaburkan obat sekali lagi. Lidya menangis menahan perih. Dia sampai memukul-mukul kulit jok mobil karena rasa sakit yang teramat sangat.
Setelah makan roti dan mie instan mentah, Lidya minum obat penghilang nyeri, kemudian mencoba mendirikan tenda di bawah pohon agar dia lebih leluasa meluruskan kakinya.
Susah payah dia berhasil mendirikan tenda di bawah pohon dekat bagasi mobil. Dengan berbekal pengetahuan Pramuka, dan artikel di internet yang pernah dibaca, Lidya berhasil melakukan semua yang diperlukan seorang diri. Dia melakukan segalanya, meskipun harus bertumpu dengan satu kaki.
Hari semakin sore dan Lidya belum juga punya tanda-tanda akan mendapatkan pertolongan. "Sial gak ada sinyal lagi, sempurna sudah penderitaan ku, huh..!"
"Ya sudahlah anggap saja hari ini aku sedang solo camping di bumi perkemahan."
Lidya bicara pada diri sendiri sekedar untuk menghibur diri. Setelah merasa nyaman dia membawa tas ransel untuk mencari jenis daun yang bisa digunakan untuk mengobati lukanya.
perlahan dia berjalan sambil berpegang pada batang-batang pohon.
Suara serangga hutan merdu terdengar di telinga. Seandainya saat ini Lidya tidak terluka tempat ini pasti sangat menyenangkan untuk rekreasi, menepi dari hiruk pikuk kota yang selalu sibuk.
Lidya terus berjalan pelan tertatih-tatih. Sambil meringis menahan perih Lidya mengambil kayu sebagai tongkat penopang untuk kakinya, perlahan dia berusaha memetik daun-daun yang seingatnya bisa di jadikan sebagai obat luar.
Tidak begitu yakin, tapi dalam kondisi darurat patut dicoba. Itu yang ada dalam benak Lidya. Beberapa jenis daun dikumpulkan, setelah itu dikunyah untuk selanjutnya digunakan membalur luka di kaki kanan Lidya.
"Semoga saja daun-daun ini bisa membantu memulihkan lukaku."
Langit mulai gelap, bertanda malam akan tiba Lidya bergegas kembali ke mobil untuk menyalakan lampu senter sebagai sumber penerangan dan bertahan dari binatang buas yang mungkin saja masih ada di hutan.
Sebisanya Lidya berusaha untuk menghemat baterai senter dan head line karena tidak tahu akan bertahan berapa lama di hutan itu.
"Seandainya saja ada orang desa yang mencari kayu disini, mungkin aku akan selamat."
"Apa yang bisa aku lakukan untuk memberi tahu orang di luar sana, kalau ada aku disini." Kenapa jadi seperti ini sih?"
"Kwak... Kwok.. kwaakk.. Kwok.. Kwook.."
"Kriik..kriik.. kriiik.."
"Kugruuuk.. Kugruuuk..."
Suara binatang malam riuh bersaut-sautan, membuat bulu kuduk Lidya bergidik. Gadis itu terus berdoa dalam hati.
"Tolong turunkan malaikat penyelamat untuk aku Tuhan."
Lidya terus mengoceh sendiri mengusir rasa takut di hati. Semakin malam suasana semakin mencekam. Lidya melihat bayangan putih melintas, dan dia terus berdoa semoga semua itu hanya khayalannya saja.
Malam itu sangat dingin, tidak banyak yang dapat dilakukan Lidya kecuali berbaring pasrah dan menghabiskan waktu dengan sekedar menulis sesuatu di buku, seraya berharap ada orang yang lewat, walaupun itu hampir-hampir mustahil.
Usai makan Snack yang di bawa, Lidya berusaha untuk tidur. Tak lama kemudian dia benar-benar tertidur. Tanpa di sadari sesuatu mengeluarkan tubuhnya dari mobil, dan menyeret Lidya lebih jauh ke dalam hutan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!