...🍁Kesalahpahaman yang terjadi memang membuat kacau keadaan, bahkan sampai harus mengorbankan sesuatu hal untuk hal yang lain.🍁...
...💞Menikahi Duda Beranak 3💞...
Disebuah pelataran toko yang tak begitu jauh dari jalan raya, tampak seorang bocah tengah berjalan mengendap ngendap. Berulang kali dirinya memperhatikan keadaan sekitaran toko yang tidak begitu ramai.
Mungkin ada 3 orang pembeli di toko tersebut. Saat menyadari suasana yang aman menurut bocah tadi, dirinya secara diam diam memasukan 2 bungkus roti ke dalam bajunya.
Tapi sayangnya, aksinya tadi langsung ketahuan sang pemilik toko membuat sang empunya langsung meneriaki bocah tersebut.
"Hei, jangan mencuri rotiku." Sang pemilik toko yang bertubuh agak gempal itu secara cepat menghampiri sang bocah tadi membuat bocah tadi langsung pergi menjauhi toko tersebut.
"Hei, kembali kau pencuri kecil!" Teriakan itu mengundang banyak orang untuk memandang kearah sang pemilik toko yang kesulitan mengejar bocah tadi.
Tapi teriakan yang di layangkan olehnya membuat beberapa orang segera ikut mengejar bocah tadi, yang saat ini sudah menyeberang jalan menuju ke sebuah rumah sakit yang memang berada tak jauh dari toko tadi.
Dengan langkah kencang dari kaki kecilnya itu, bocah tadi berhasil kabur dari kejaran para pencarinya itu.
Tapi saat dirinya ingin berbelok di lorong rumah sakit, dirinya tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang.
"Aduh." Ringis bocah tadi sambil memegangi tangannya yang menjadi tumpuan saat jatuh itu.
"Kau tidak apa-apa, adik kecil?" Pertanyaan itu datang dari arah depan bocah tadi membuat bocah tadi mendongak menatap siapa yang tengah bertanya padanya itu.
Seketika rasa takut kembali hadir di benak bocah tadi begitu mendengar suara langkah kaki dan teriakan meneriaki kata pencuri itu.
Tanpa peduli dengan sakit di tangannya, bocah tadi berniat segera pergi dari sini sebelum dirinya ketahuan. Dan benar saja di ujung lorong sana, ada 3 orang yang tadi sempat mengejarnya membuat bocah tadi semakin panik.
Sedangkan seseorang tadi yang melihat raut kepanikan diwajah bocah yang tak sengaja di tabraknya itu. Ia tahu situasi apa yang tengah terjadi disini.
Sebelum berhasil pergi, orang tadi lebih dulu memegang tangan bocah tadi dan langsung membawanya pergi dari sini dengan menggunakan lift.
Tepat setelah pintu lift tertutup, 3 orang tadi gagal menangkap bocah tadi yang kini sudah menaiki lift.
Di dalam lift, bocah tadi sedikit bernapas lega. Saat tahu dirinya sudah tidak lagi dikejar oleh 3 orang tadi. Dirinya merasa bersyukur masih bisa selamat. Tapi yang sekarang ini jadi masalahnya adalah keberadaan orang yang kini ada di depannya sambil menatap kearahnya itu.
Merasa di tatap seperti itu membuat orang tadi segera mengulas senyum manis. "Jadi siapa namamu, adik kecil?" Pertanyaan itu tak ditanggapi oleh bocah tadi.
Bocah itu hanya menatap sekilas kearah orang yang ada di depannya sebelum membuang mukanya kearah lain.
"Baiklah, kalau adik kecil tidak mau memberitahu siapa namamu. Kakak tidak memaksa." Bocah tadi tak menanggapi ucapan orang itu.
Suasana sempat hening tapi itu terpecah saat sesuatu di balik baju bocah tadi terjatuh ke lantai.
Pandangan keduanya terarah pada 2 bungkus roti yang baru saja terjatuh dari balik baju bocah tadi. Dengan cepat bocah tadi mengambil roti tersebut dan menyembunyikannya dibelakang tubuhnya.
Orang tadi menghela napas sejenak sebelum mendekati bocah tadi dan kini orang tadi mensejajarkan tubuhnya dengan bocah tadi.
"Kakak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi saran kakak, kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi." Dengan perkataan yang lembut orang tadi mengukir senyum di bibirnya.
"Bagaimana kalau tadi kamu tertangkap oleh orang - orang tadi. Kamu tidak mau itu terjadi, kan?" Bocah tadi masih tidak menanggapi ucapan orang itu.
Ada helaan napas yang dikeluarkan oleh orang tadi sebelum kembali mengeluarkan suaranya. "Kakak tahu, kalau kau melakukan ini untuk menyambung hidup. Tapi menurut kakak masih ada jalan lain selain mencuri. Bagaimana pun juga mencuri itu tidak baik. Adik kecil pasti tahu itu, kan?"
Bocah tadi menundukkan kepalanya dan bisa orang tadi lihat bulir air mata mulai menetes di pipi bocah tadi diiringi isakan pelan.
Dengan pelan orang tadi mengusap lembut kepala bocah tadi "Jangan menangis."
"Jadi siapa namamu?"
Masih dengan isakan pelan, bocah tadi mulai mengeluarkan suaranya. "Ra..ka." Ucapnya dengan pelan.
Orang tadi masih mempertahankan senyumannya. "Kalau nama kakak adalah Jasmine." Balas orang tadi yang ternyata bernama Jasmine.
"Sudah jangan menangis lagi. Kakak tidak bermaksud jahat padamu." Bocah tadi mendongakkan kepalanya kearah Jasmine. Dengan masih sesenggukan, bocah itu mengangguk membuat Jasmine tersenyum lega.
Ting
Pintu lift terbuka, entah di lantai berapa mereka berdua berada, karena tadi Jasmine asal menekan tombol di lift itu.
Dengan lembut Jasmine menuntun bocah bernama Raka itu keluar dari lift. Tapi Jasmine mulai mengernyitkan dahinya begitu melihat ruangan di lantai ini.
Ternyata di lantai ini hanya terdapat beberapa pintu saja. Tidak seperti di lantai yang lainnya, yang mana satu lantai terdiri dari 12 ruangan. Tapi di lantai ini hanya ada 5 ruangan saja.
Menyadari bocah tadi tak berbicara membuat Jasmine menoleh kearah Raka. Jasmine berniat membawa Raka ke kamar mandi untuk membersihkan wajah Raka sehabis menangis itu.
Dengan langkah pelan, Jasmine memasuki sebuah ruangan yang tak jauh dari lift tadi. Setelah mendapati ruangan itu sepi, Jasmine segera membuka pintu itu agak lebar, supaya Jasmine dan Raka bisa masuk kedalam.
Begitu masuk kedalam ruangan, ternyata ruangan yang tengah Jasmine pijaki ini adalah ruangan rawat. Dirinya bahkan baru sadar kalau ternyata ada seorang pasien yang tengah tertidur diatas bangkar.
Walaupun sempat terdiam karena tidak tahu kalau ini ruang rawat, Jasmine kembali menuntun Raka untuk kembali berjalan di sampingnya.
Jasmine berdoa semoga saja dia tidak menganggu ketenangan pasien itu. Dalam hati Jasmine terus menggumamkan kata maaf karena telah lancang masuk ke ruangan ini tanpa izin.
"Kamu masuk kedalam dan cuci muka dulu, ya Raka." Bocah tadi mengangguk kemudian masuk kedalam kamar mandi yang ada diruangan ini. Sedangkan Jasmine menunggu diluar sambil berjaga jaga kalau ada keluarga dari pasien yang datang tiba tiba. Pasti kalau itu terjadi, akan ada kesalahpahaman yang terjadi nantinya.
Tak begitu lama, Raka keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih fresh dari sebelumnya. Dia menghampiri Jasmine yang berada disamping pintu kamar mandi.
Dengan pelan, Raka bergumam membuat eksistensi Jasmine yang semula menyusuri ruangan ini terhenti sejenak dan beralih kearah Raka.
"Kau sudah selesai." Bocah tadi mengangguk membuat Jasmine tersenyum tipis.
"Baiklah, kakak akan membawamu ke suatu tempat." Raka memandang Jasmine dengan alis terangkat. Hal itu tentu membuat Jasmine gemas sendiri melihat wajah imut dari bocah di depannya itu.
"Jangan takut, kakak tidak akan menyakitimu. Lagian kakak ingin mengajak ke suatu tempat yang pastinya kau akan suka." Walaupun dengan perasaan yang ragu, Raka tetap menganggukkan kepalanya. Toh kakak di depannya ini sejak tadi bersikap baik padanya.
Jasmine mengulurkan tangannya kearah Raka yang disambut oleh tangan kecil miliknya itu. Keduanya berniat pergi dari ruangan ini, karena memang niatan Jasmine mengajak Raka kesini untuk menumpang dikamar mandi.
Tapi langkah kaki Jasmine mendadak terhenti begitu melihat sang pasien sepertinya tengah kesakitan. Dengan langkah ragu, Jasmine mulai melangkah mendekati bangkar untuk melihat kondisi sang pasien itu.
Sang pasien tadi mulai sadar dari komanya. Dengan perlahan mata sang pasien terbuka. Beberapa kali pasien tadi mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya.
Begitu terfokus, hal pertama yang dia lihat adalah wajah seorang gadis yang terlihat sangat cantik dimatanya. Bahkan sang pasien itu tetap menatap kearah gadis tadi.
Jasmine yang merasa dipandangi itu pun jadi semakin gugup. Jasmine mengira kalau dirinya akan dimarahi sebab masuk keruangan ini tanpa izin.
Padahal pasien tadi tidak berniat begitu. Bahkan dirinya saja baru sadar setelah 5 hari menjalani masa kritisnya itu.
"Apa anda tidak apa - apa, tuan?" Pertanyaan dari Jasmine belum mendapatkan sahutan apapun. Malah pasien itu terus menatap kearah Jasmine membuat Jasmine lama lama menjadi risih sendiri.
"Tuan ingin minum?" Tawar Jasmine yang mengira pasien itu ingin memintanya untuk mengambilkan air. Sang pasien hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon dari pertanyaan Jasmine tadi.
Dengan lembut Jasmine mengambil air yang tersedia diatas nakas dan memberikannya pada sang pasien. Tapi pasien tadi tak kunjung mengambil gelas yag disodorkan oleh Jasmine itu.
Setelah sadar akan sesuatu, Jasmine mulai membantu sang pasien untuk minum. Setelah dirasa cukup, Jasmine kembali menaruh gelas tadi ke tempat semula.
"Anda tidak apa - apa, kan?" Kembali Jasmine mengulang pertanyaaannya yang tadi berkaitan dengan kondisi pasien itu.
Belum sempat menjawab, suara pintu terbuka membuat eksistensi Jasmine dan Raka langsung terarah kesana.
Dengan posisi kaku, Jasmine langsung menegakkan tubuhnya berusaha untuk tidak panik sebab dirinya masuk ke ruangan rawat orang lain tanpa permisi.
Orang yang tadi membuka pintu juga ikutan terkejut begitu melihat keberadaan orang asing diruang rawat ayahnya itu.
"Siapa kau? Kenapa kau ada diruangan ini?" Pertanyaan bernada tajam itu di layangkan orang tadi membuat Jasmine menelan ludahnya susah payah.
Bahkan Raka yang sejak tadi terdiam itu pun langsung bersembunyi di balik tubuh Jasmine. Dia takut kalau ketahuan mencuri roti di toko tadi.
Belum sempat Jasmine berbicara, kedatangan 2 orang lagi membuat suasana menjadi tegang seketika. Perasaan takut mulai menyelimuti hati Jasmine. Bahkan beberapa kali dirinya memaki dirinya sendiri. Kalau saja dia tidak masuk ke ruang ini maka keadaan ini tidak akan terjadi.
...⚠Lanjut ke part selanjutnya, ya😍😉⚠ Terimakasih sudah berkunjung😊😇....
...💞Menikahi Duda Beranak 3💞...
...✴🔸Menikahi Duda Beranak 3🔸✴...
"Siapa kau?" Pertanyaan itu datang dari orang yang tadi menanyainya itu. Ditambah lagi 2 pasang mata yang baru saja masuk ke ruangan ini.
"Ak..u." Terdengar jelas suara Jasmine yang tengah gugup itu. Bagaiamana pun juga, berada di situasi ini bukanlah keinginan Jasmine. Jadi dia harus bagaimana sekarang?
Belum sempat Jasmine menyambung ucapannya. Suara dibelakangnya membuat Jasmine menoleh.
"Anak anak." 2 kata itu mampu membuat ketiga orang tadi perlahan mulai mendekat kearah pria yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit itu.
Jasmine yang sadar posisipun mulai memberi ruang untuk ketiga remaja itu agar bisa leluasa menjenguk pria tadi.
Jasmine juga menarik lembut tangan Raka agar ikut dengannya. Menyadari posisi yang bisa dibilang menguntungkan untuknya itu, segera saja Jasmine melangkah menuju ke pintu untuk bisa keluar dari sini. Tak lupa dengan masih menggandeng tangan Raka.
Belum sempat ia memegang knop pintu, sebuah suara terdengar membuat Jasmine berusaha terlihat senatural mungkin.
"Kau mau kemana? Kau belum menjawab pertanyaanku." Kata gadis itu kepada Jasmine. Jasmine menoleh kearah keempat orang yang saat ini tengah menatap ke arahnya.
3 diantara keempat orang itu menatap biasa kearah Jasmine. Walaupun di benak kedua remaja tadi baru datang itu masih ada rasa kebingungan.
Tapi berbeda dengan tatapan 1 orang gadis yang ada diantara keempat orang tadi itu, menatap penuh selidik kearah Jasmine.
Jasmine sendiripun bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin, kan dia bilang ingin menjenguk pasien ini. Dirinya yakin ketiga orang itu tidak akan percaya begitu saja.
Tapi kalau menjawab jujur, apa mungkin ketiga orang ini bisa langsung percaya tanpa menanyainya lagi. Sekarang ini Jasmine bingung harus menjawab apa.
Tapi mendengar jawaban dari sang pasien tadi membuat Jasmine dan ketiga orang tadi kecuali Raka menatap kaget kearah pria tadi.
"Dia itu kan calon mama kalian bertiga."
"Apa?!" Kaget keempatnya termasuk Jasmine. Dirinya sama sekali tidak pernah memikirkan jawaban yang keluar dari mulut pria itu.
...Jangankan memikirkan, membayangkannya saja tidak pernah....
"Daddy pasti sedang bercanda, kan?" Si gadis tadi yang melayangkan tatapan penuh selidik kearah Jasmine, kini menatap muka ayahnya untuk mencari kebohongan dari perkataan ayahnya itu.
Tapi tak ia temukan sedikitpun kebohongan di wajah ayahnya itu, membuat gadis itu menggelengkan kepalanya tidak terima.
"Daddy pasti sedang bercanda. Iya, kan. Bercandaan daddy kali ini sangat sangat tidak lucu." Tekannya pada kata sangat itu.
Kini tatapan gadis itu terarah pada Jasmine, tatapan penuh permusuhan itu dilayangkan si gadis remaja tadi membuat Jasmine yang melihatnya mulai gugup.
Siapa yang tidak gugup kalau ditatap seperti itu oleh orang yang tidak kau kenal?
"Kenapa kau masih disini. Pergi sekarang juga!" Teriaknya pada Jasmine membuat Jasmine tersentak dari lamunannya.
Dengan cepat Jasmine menundukkan kepalanya sebagai bentuk salam perpisahan sebelum meninggalkan ruangan ini bersama Raka dalam gandengannya.
Pintu baru saja tertutup, menyisakan keempat orang keluarga yang kini saling bertatapan.
"Kenapa kau mengusir dia, Aura?" Pertanyaan dari daddynya itu membuat pandangan gadis bernama Aurora itu menoleh kearah ayahnya.
"Aku tidak mau punya mama baru, dad. Aku mengizinkan daddy untuk berpacaran dengan siapapun, tapi tidak sampai menikahi wanita manapun." Aurora menatap tegas kearah ayahnya itu.
"Tapi dad..." Belum sempat sang ayah melanjutkan ucapannya, rasa sakit di kepalanya membuat pria dewasa itu merintih kesakitan.
Jangan tanya bagaimana keadaan ketiga orang remaja itu. Sudah pasti mereka khawatir dengan kondisi sang ayah.
"Cepat tekan tombol itu." Titah salah satu remaja itu yang terlihat paling tua diantara ketiganya. Dengan cepat remaja satunya lagi segera menekan tombol yang ada disampingnya itu.
Tak begitu lama, datang 3 orang dokter kedalam ruangan itu. Pemandangan didepan ketiganya membuat mereka bertiga dengan sikap menolong pria tadi.
"Daddy, jangan tinggalin Aura." Isak Aurora yang kini ditarik lembut oleh kakaknya itu. Ketiga remaja tadi telah diminta secara halus untuk meninggalkan ruang rawat karena ketiga dokter tadi harus segera menangani pasien ini.
Awalnya Aurora sangat memberontak dan tidak ingin keluar, tapi setelah dibujuk oleh kakak dan adiknya, akhirnya Aurora luluh juga. Terbukti dengan keberadaan ketiga remaja yang tak lain adalah putra dan putri dari pasien tadi didepan pintu rawat daddy mereka itu.
Sang kakak masih setia menenangkan sang adik karena sejak tadi, sang adik tidak berhenti menangis.
"Jangan menangis, Ra. Aku yakin daddy pasti baik-baik saja." Mendengar ucapan dari sang kakak membuat Aurora mendongak.
"Tapi, dad tadi tampak sangat kesakitan, Kak." Ucap Aurora disela tangisannya.
Seseorang yang di panggil kak itu menghela napas panjang, sejujurnya dia juga cemas melihat kondisi ayahnya. Tapi dia tidak mungkin menunjukkan raut sedihnya di depan adik-adiknya itu. Nanti siapa yang menguatkan keduanya kalau dirinya saja juga ikut bersedih.
"Tenang, sudah jangan menangis, kak." Ucap sang adik yang bernama Wilson itu.
Masih belum reda tangis Aurora, kini ruang rawat ayahnya terbuka menampilkan ketiga dokter tadi yang kini berdiri di depan ketiga remaja itu.
Ketiganya langsung berdiri, selaku yang paling tua, Jackson segera bertanya tentang kondisi ayahnya itu.
"Bagaimana keadaan ayahku?" Pertanyaan itu membuat ketiga dokter tadi menghela napas panjang. Melihat hal itu semakin menambah rasa khawatir dibenak ketiga remaja itu.
"Cepat katakan, bagaimana keadaan ayahku!" Seru Aurora yang tak kunjung mendapat jawaban yang ingin ia dengar dari mulut sang dokter.
"Ayah kalian baik-baik saja." Ketiganya langsung melegakan pundak mereka yang sajak tadi tegang mendengar kondisi sang ayah.
"Tapi," Perasaan lega tadi langsung berubah saat salah satu dokter mengucapkan kata 'tapi' itu.
"Tapi apa?" Desak Wilson yang segera ingin mendengar penjelasan terkait kondisi ayahnya itu.
"Melihat dari kondisi ayah kalian, sepertinya ayah kalian mengalami amnesia ringan. Kemungkinan ada beberapa peristiwa yang sepertinya menghilang dari memori otak ayah kalian."
Ketiganya tercekat saat mendengar bahwa ayah mereka mengalami amnesia ringan. "Tapi kalian tidak perlu khawatir, kondisi tubuh pasien sudah mendingan. Hanya tinggal memulihkannya saja."
"Dan sebaiknya, kalian bertiga jangan dulu memberikan pertanyaan yang terlalu membebani pikiran ayah kalian." Sambung dokter tadi.
Ketiganya mengangguk lalu mulai memasuki ruang rawat ayahnya, setelah diizinkan masuk oleh ketiga dokter tadi. Asalkan tidak menganggu waktu istirahat sang pasien.
Ketiga dokter tadi juga sudah meninggalkan ketiga remaja itu. Kini ketiga anak dari salah satu pasien di ruang VIP dirumah sakit ini, masih setia menunggu ayah mereka sadar.
Tak henti ketiganya berdoa tentang kesembuhan ayahnya itu.
...⚠Lanjut ke part selanjutnya, ya😍😉⚠...
...💞Menikahi Duda Beranak 3💞...
...🍁Menikahi Duda Beranak Tiga🍁...
.......
.......
Saat ini Jasmine dan Raka tengah berjalan menuju kearah toko, di mana tadi Raka dipergoki mencuri di toko tersebut. Tentunya setelah acara pengusiran yang dilakukan oleh gadis pemilik kamar inap itu.
Jasmine memang berniat membawa Raka untuk mengembalikan roti yang telah dia curi tadi. Kepanikan terlihat jelas dirajut wajah Raka, begitu menyadari kemana Jasmine membawanya saat ini.
Raka semakin bertambah panik seiring dengan mendekatnya jarak mereka dengan toko tersebut. Raka sendiri pun bahkan bisa melihat sang pemilik toko roti tersebut, tengah berada di depan toko itu.
Tentu saja Jasmine menyadari kepanikan Raka, terlebih saat genggaman tangan mungil Raka di telapak tangannya itu semakin mengerat dan juga posisi Raka yang semakin menyembunyikan dirinya di balik tubuh Jasmine.
Sebenarnya Jasmine kesini untuk menyelesaikan masalah antara Raka dengan sang pemilik toko, bukan untuk membuat Raka ketakutan seperti ini.
Tapi bukannya rasa takut itu manusiawi, kan? Apalagi setelah kita melakukan suatu kesalahan, pastinya tetap saja ada rasa takut yang hinggap di hati.
Sang pemilik toko yang menyadari keberadaan sosok sang pencuri kecil itu langsung menatap tajam kearah pencuri kecil itu.
Raka kini langsung menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh seorang gadis. Yups siapa lagi kalau bukan tubuh si Jasmin.
"Hai kau anak kecil! Berani - beraninya kau mencuri roti di tokoku." Ujar sang pemilik toko tadi dengan nada marah.
Raka yang mendengar perkataan bernada marah itupun langsung ketakutan. Bahkan pegangan tangannya dengan Jasmin semakin mengerat.
Bagaimanapun juga dia masih anak kecil, bahkan usianya masih 8 tahun. Bukankah respon yang diberikan Raka itu adalah hak wajar. Bahkan saat ini tubuhnya bergetar jadi dingin sampai masuk ke tulang.
"Kau mau dibawa polisi dan masuk ke penjara, huh. Kecil - kecil sudah mencuri!" Seakan belom puas akan perkataannya tadi, sang pemilik toko kembali melayangkan amarahnya pada Raka.
"Paman, tidak kah paman terlalu kasar padanya." Jasmine membalas perkataan itu sambil berusaha tuk tenang dan menatap langsung kearah pemilik toko itu.
"Paman, saya ke sini bukan untuk mencari masalah dengan paman. Saya kemari hanya ingin meluruskan masalah yang ada."
"Apa maksudmu? Cepat berikan dia padaku, akan aku bawa anak itu ke kantor polisi!" Suara lantang dari sang pemilik toko, tentu mengundang beberapa tanya di benak sang pengguna jalan. Terutama mereka yang memang berjalan kaki di sekitaran toko.
Hal itu tentu saja membuat Jasmine tidak nyaman, dia kemari itu ingin berdamai dengan paman ini. Tapi kenapa terjadi keributan apalagi sampai menjadi pusat perhatian seperti ini.
"Paman, saya sudah bilang tadi. Saya kesini untuk mengembalikan roti yang sudah dicuri oleh adik kecil ini. Agar masalahnya cepat selesai."
"Apa kau bilang?! mengembalikan roti itu. Enak saja kau bilang begitu. Aku tidak sudi menerima barang yang sudah di curi oleh anak itu."
Sungguh rasanya Jasmine ingin cepat selesai masalah ini. Lagipula dirinya juga tidak suka dijadikan tontonan macam ini. Di pikir dia ini apa? Sirkus? Pakai ditonton-tonton segala.
"Oke, jadi paman maunya gimana?" Pada akhirnya Jasmine mengatakan hal tersebut agar urusannya cepat selesai dan tidak merembet kemana mana.
"Aku ingin anak kecil itu mengganti rugi semua rotiku yang dicurinya." Jasmine kembali menghela nafas.
"Baiklah saya akan mengganti rugi roti ini tiga kali lipat dari harga aslinya." Mendengar kata tiga kali lipat membuat sang pemilik toko tersenyum senang.
"Oke kalau begitu. Kau ambil 3 roti itu dan kau bayar semuanya 3 kali lipat." Terlihat jelas mata sang pemilik toko yang berbinar saat menyebutkan nominal uang yang harus Jasmine bayar.
Sesuai kesepakatan, Jasmine membayar roti itu tiga kali lipat dari harga aslinya. Dia mengeluarkan uang dari dompetnya dan diberikan kepada sang pemilik toko.
"Jadi urusan kita sudah selesai ya, paman. Dan saya harap paman tidak membentak bentak anak kecil ini maupun orang lain lagi."
Paman tadi hanya menatap malas kearah Jasmine, apalagi setelah dia mendapat yang ganti rugi. "Ya ya ya terserah. Pergilah kalian dari tokoku." Ucap pemilik toko tadi yang kini hanya fokus menghitung uang yang ada di tangannya.
"Baiklah kalau begitu kami permisi." Salam pamitan itu tidak dibalas oleh sang pemilik toko. Paman ith malah langsung masuk ke dalam tokonya tanpa memperdulikan Jasmine maupun Raka.
Respon itu kembali membuat Jasmine menghela nafas panjang. "Ya sudah, Raka. Raka ikut kakak, ya. Nanti kakak akan tunjukin tempat yang nyaman untuk Raka tinggal, daripada di jalanan seperti ini." Raka mengangguk dan kini mulai mengikuti langkah Jasmine yang berada di sampingnya. Tapi seakan ingat sesuatu Raka langsung menghentikan langkahnya membuat Jasmine juga ikut menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" Tanya Jasmine yang mendapati adik kecil ini terdiam dibelakangnya. "Kak aku teringat adikku." Mendengar kata adik tentu membuat Jasmine sedikit terkejut.
"Jadi kau tinggal bersama adikmu? Lalu sekarang dimana adikmu?"
"Dia ada di suatu tempat, Kak." Jawab Raka sambil menunduk. "Ya, sudah. Ayo kita kesana untuk menemui adikmu itu."
Raka yang semula menunduk, langsung mendongak menatap kearah Jasmine. "Ayo, Kak." Ucap Raka bersemangat lalu dia menuju ke tempat di mana adiknya saat ini tinggal diikuti oleh Jasmine.
Cukup lama keduanya berjalan bahkan sampai masuk kedalam emperan - emperan toko yang ada di sebuah pasar yang lumayan...Entah ini pasar tradisional atau pasar apa.
Namun jika dilihat dari tingkat kebersihannya juga kurang untuk dipandang. Bahkan Jasmine baru tahu kalau ada lokasi ini tak jauh dari keramaian dan dia juga baru pertama kali ke sini.
"Kita mau kemana, Ka? Kau dan adikmu tinggal di sini?" Kalau sampai benar Raka dan adiknya tinggal disini, Jasmine tidak bisa membayangkan seperti apa jadinya.
"Kak, sebentar lagi kita sampai." Perkataan dari Raka membuat Jasmine mengernyit bingung. Ditambah lagi begitu melihat kondisi di sekitarnya yang terbilang jauh dari kata baik.
Lamunan Jasmine terbuyarkan ketika suara Raka kembali terdengar di telinganya. "Rara." Panggilan itu sontak membuat sang pemilik nama menoleh.
"Kakak dari mana saja. Rara takut sendirian, Kak." Timpal sosok anak kecil yng berada didepan Raka dan Jasmine.
"Maafkan kakak ya, Ra. Karena kakak lama dan ini kakak punya makanan untuk kamu." Raka memberikan 2 bungkus roti itu kepada sang adik.
Rara menatap binar kearah roti yang didapatkan oleh kakaknya itu. Setelah berucap terimakasih, Rara langsung memakan roti itu dengan raut wajah bahagia.
Melihat pemandangan di depan matanya membuat Jasmine berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Sungguh dia sangat terharu melihat kondisi kedua anak kecil ini. Mereka tinggal di tempat seperti ini dengan kondisi yang Jasmine sendiri sulit untuk menjelaskannya.
Ditambah lagi melihat senyum lebar di bibir adik kecil yang Raka panggil Rara itu. Senyum tulus dan bahagia milik gadis kecil ini membuat Jasmine juga ikut tersenyum. Bahkan sampai membuat Jasmine tak bisa berkata-kata.
Dihampirinya kedua adik kecil itu membuat Rara yang tadi tengah fokus pada makanannya menoleh dan dia langsung menjauh kemudian mendekat kearah kakaknya itu.
"Kak, dia siapa?" Cicit suara itu membuat Jasmine mengulas senyum di bibirnya.
"Tenang, Ra. Dia ini kak Jasmine. Dia juga yang tadi nolongin kakak. Kamu jangan takut, ya. Kak Jasmine itu orang baik." Mendengar penuturan sang kakak membuat Rara kembali ke tempat semula.
"Halo, nama adik Rara, kan?" Sang pemilik nama itu mengangguk. Jasmine semakin menekan air matanya agar tidak keluar begitu melihat kondisi adiknya Raka ini. Terlihat tubuh kecilnya yang terlihat kurang baik dan kurang terawat.
"Nama kakak adalah Jasmine. Senang bertemu denganmu, Ra." Ucap Jasmine sambil menatap lurus kearah Rara dibarengi dengan senyuman yang terbit di bibirnya. Melihat senyuman itu membuat Rara juga ikut mengembangkan senyumnya.
"Iya, Kak. Halo namaku Rara, aku adiknya kak Raka." Ucapnya pelan bahkan nyaris tak terdengar.
Tak ingin menganggu acara makan Rara, Jasmine kembali mengeluarkan suaranya. "Ya sudah kamu lanjutin makannya. Biar Kakak tungguin di sini dan kau juga makan, Raka. Kakak tahu kamu pasti laper." Mendengarnya membuat kedua adik kecil itu kembali memakan roti yang telah dibayar oleh Jasmine.
Jasmine melihat keduanya makan dengan lahap, tentu saja hal itu membuatnya bahagia. Entah kenapa dirinya merasa Dé javu, karena kondisinya dulu tak jauh beda dari kondisi Rara dan Raka saat ini.
Sebab dirinya juga hidup luntang - lantung dijalanan. Hingga akhirnya ada seorang ibu - ibu yang mau menolong dan merawatnya sampai sekarang ini.
Sembari menunggu kedua adik kecil itu makan, Jasmine mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dirinya meneliti setiap jengkal yang dapat ia tatap. Entah kenapa membayangkan kondisi tempat ini kembali membuat Jasmine ingat akan kehidupannya di masa lalu.
Hidup hanya bermodalkan belas kasihan orang - orang. Hidup dengan segala keterbatasan yang dia miliki pada saat itu. Bahkan tak jarang dulu dia dimaki, diusir, dimarahi hanya karena meminta sedikit makanan untuk menyambung hidupnya.
Banyak sekali kenangan yang Jasmine ingat ketika dirinya menatap kedua sosok adik kecil ini. Dirinya seakan berkaca begitu melihat kondisi dari kedua kakak beradik ini.
Dulu saat dirinya ditinggal kedua orang tuanya yang sudah lebih dulu berpulang. Dia terpaksa hidup dijalanan karena tidak memiliki tempat tinggal, bahkan sanak saudaranya tidak lagi peduli padanya. Makanya Jasmine tahu betul bagaimana rasanya berada di posisi Raka dan Rara saat ini.
Karena dia sudah kelaparan tapi tidak memiliki uang sama sekali tapi dengan baiknya ibu - ibu tadi menolongnya. Dan mau memberinya makan bahkan tempat tinggal. Sampai saat ini pun dia masih tinggal dengan ibu - ibu tadi.
Ibu - Ibu yang telah ditinggal pergi suaminya dan tidak memiliki anak dan baiknya lagi, Ibu tadi itu telah menganggap Jasmine sebagai Putri kandungnya sendiri walaupun nyatanya Jasmine tidak lahir dari rahim sendiri.
.......
.......
.......
...🍁 Thank You💙🍁,...
...❕To Be Continue❕...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!