NovelToon NovelToon

Perawan Tua

#Omongan tetangga

"Mak Ipah, ntar mau ikut ga njenguk cucunya Mak Saodah. Ini udah cucu ke 3 lho. padahal kan si rini masih muda banget" kata Bu Tati

"Hooh Mak. Mau ikut ga entar bada ashar,pulang dari pengajian Mak" lanjut Bu Lela.

" Insyaallah. Liat entar aja lah." mak Ipah memilih satu bungkus sayur sop, sekilo ayam dan bahan membuat sambel.

"Mari saya duluan ibu-ibu", pamit Mak Ipah.

ini untuk kesekian kalinya mereka mengajak ku tilik bayi. untuk kesekian kalinya pun aku bilang insyaallah. Aku memilih untuk menjenguk sendiri. Bukan apa-apa, aku malas saja kalau mereka membahas cucuku yang tak kunjung menikah. Membandingkan dengan si anu yang baru lulus sekolah sudah menikah. si anu yang muda anaknya tiga. Si anu lagi yg masih mudah udah bolak balik nikah. Sedangkan cucuku? Sudah memasuki 30 tahun masih betah menyendiri. Padahal cucuku juga cantik, gak kalah cantik nya sana Citra Kirana yang artis sinetron itu. Sudah jadi guru sejak muda pula. Tapi ga tau kenapa dia belum memikirkan pasangan hidupnya. Aku pun tak berani menanyakannya langsung, takut dia tersinggung. Kadangkala aku memberikan kode padanya , tapi dia selalu menimpali dengan senyumnya yang khas.

Brakkkk....

Kubuka pintu dapur. Fidinni yang sedang menyalakan kompor gas pun terkejut.

"Assalamualaikum", sapa Mak Ipah.

"Walaikumsalam", jawabku. Meskipun aku neneknya, fidi terbiasa memanggil dengan kata mak.

"Kenapa marah-marah gitu Mak? Masih pagi koq udah cemberut?",tanyaku pelan mendekati Mak Ipah, nenek yang sangat aku sayangi.

"Itu Bu Leli sama Bu Tuti ngajakin nengok cucunya Mak Saodah yang baru lahiran kemaren"

"Terus, masalahnya apa? Mak bingung mau apa yang dibawa kesana? Ntr fidi beliin ya"

"Bukan itu cu. Mak masih ada uang kalo sekedar jenguk. Mak cuma ga suka, ujung-ujungnya cucu Mak yang jadi bahan ghibahan mereka. Mak ga terima"

Aku menarik nafas dalam-dalam, ini bukan untuk pertama kalinya Mak merajuk seperti anak kecil setiap pulang dari warung. Mak Ipah memang baper akut. Sedangkan aku, orang yang sedang diomongin menaggapinya santai.

"Ya sudah Mak ga usah marah-marah lagi. mending sekarang masak, biar ilang marahnya. Fidi bantu deh...."

"Eh....jangan, kamu bersiap-siap aja berangkat kerja. biar Mak yang masak. !"

Aku pun menuruti kata Mak. Bersiap-siap menuju sekolah menengah pertama . Tempat dimana hampir 6 tahun ini mengajar.

Jarak dari rumah ke sekolah tak terlalu jauh, naik motor tak sampai 5 menit.

#####

"Selamat pagi semua....", aku sapa sesama rekan guru yang sudah terlebih dahulu datang di ruang kantor kami.

Mereka pun menyambut salam ku seperti biasa. Usai meletakkan tas ku, bel tanda masuk berbunyi. Kami para guru berhamburan teratur keluar dari ruang guru. Kebetulan aku mengampuh pelajaran matematika untuk kelas 8 & 9. Aku berjalan menuju ruang kelas 8A yang tak jauh dari ruang guru.

Anak-anak sudah rapih dibangku masing-masing.

Aku tahu, kebanyakan anak-anak seusia mereka menganggap pelajaran matematika itu membosankan ,bikin pusing dan macam-macam. Tapi aku punya cara tersendiri, menyiasati agar mereka menerima materi yang kusajikan. Sejauh ini, tak ada masalah. Mereka bisa mengikuti dengan baik. Sesekali ku buat kuis, agar mereka termotivasi untuk bisa mengerjakan soal matematika sesulit apapun. Ada reward setiap kuis itu kuberikan pada mereka. Entah itu sebuah voucher kuota yang hanya sebesar 1GB atau dalam bentuk makanan. Mereka tetap antusias. Mereka selalu menjuluki ku 'Dokter Angka.' Aku saja tidak tahu kenapa julukan itu diberikan padaku. padahal disekolah ini ada 5 guru yang mengampuh pelajaran matematika. Dan diantara mereka, aku lah yang paling junior. Meski usiaku sudah tak muda lagi hehehe

Dua jam sudah ku mengajar dikelas 8A. usai istirahat nanti, aku akan melanjutkan mengajar dikelas 9A sampai istirahat kedua. Selanjutnya mengajar kelas 8B. Aku menikmati peran sebagai pendidik, meskipun gajiku tak terlalu besar namun selama ini aku tak pernah kekurangan uang. Bahkan aku bisa memberikan Mak Ipah sebagian kecil gajiku walaupun tak banyak. Mak Ipah seringkali menolak uang yang kuberikan. Dia beralasan, uang itu untuk keperluan ku saja. Untuk masa depan ku kelak. Tapi aku tetap memaksa. Dan aku tau, dia menyimpan nya lagi dalam bentuk perhiasan. Katanya lagi, jika suatu saat nanti membutuhkan uang bisa dijual kembali.

Jam 2 siang, pelajaran sudah selesai. Sebagian anak-anak memakai kendaraan roda dua. Jadi saat keluar dari gerbang, pemandangan macet seperti mudik lebaran.

Aku kembali keruang guru, sebagian ada yang sudah pulang sisanya ada beberapa saja termasuk aku.

"Bu fidi, nanti saya sama guru yang lain mau ke rumah Bu Anne. Bu fidi mau ikut?" kata Bu Sasa.

"Maaf Bu Sasa, kebetulan saya ada janji sama pak Dika dan Bu Lisa untuk mengerjakan laporan. Malah sudah menunggu di ruang Pokja."

Bu sasa hanya ber"oh" saja. Lalu aku pun berpamitan untuk menemui pak Dika dan Bu Lisa.

"Maaf pak Dika, Bu Lisa saya baru selesai mengajar."

"Ga papa Bu fidi, ini masih bisa kita diskusikan"

Akhirnya laporan sudah selesai kami kerjakan bertiga. Jam 4 sore kami pulang ke rumah masing-masing.

####

"Assalamualaikum Mak....", panggilku. Mak Ipah mungkin sedang dikebun belakang rumah. Kebun yang tak terlalu luas, ditanami beberapa sayuran. Jadi, kami jarang membeli sayur.

Benar dugaan ku, Mak Ipah sedang serius memilih cabai yang mulai merah.

"Mak...." panggilku.

"Hey , cucu Mak. Baru pulang?"

"Iya Mak, tadi ngerjain laporan sama rekan guru"

"Fidi masuk dulu ya, mau mandi sekalian solat ashar". Mak Ipah mengangguk sedikit sambil tetap memanen cabainya.

Setelah aku selesai solat, ku lihat Mak sudah bersandar di kursi depan tv.

"Mak...", panggil ku. Mak menengok sebentar.

"Kamu ga makan dulu? apa Mak Angetin lagi?"

"Ga usah Mak. Nanti kalo mau makan fidi bisa Angetin sendiri kok"

Mak mengangguk, dan fokus kembali ke sinetron di chanel ikan terbang.

Aku keluar menuju teras sambil membawa novel yang belum sempat ku baca. Baru saja duduk beberapa saat, Bu Tati menyapaku.

"Eh....Bu guru fidi. Sibuk Bu?" tanyanya

Aku tersenyum melihat dia mendekat ke arah ku.

"Nggak Bu Tati, cuma iseng baca novel aja. sambil nunggu magrib" jawabku.

"Enak ya Bu fidi, pulang dari sekolah bisa santai. Mak Ipah yang udah tua malah seperti pelayan kamu Fid. Kasian tuh Mak Ipah. Makanya Fid, buru-buru nyari laki. Biar kamu gantian ngurusin Mak Ipah. Ada yang tanggungjawab sama kamu"

nyesss....hatiku terasa ditusuk. Aku tak pernah meminta Mak selalu melayaniku. Mak yang memaksa menyiapkan semuanya. Sepeninggal Aki, Mak memang lebih sering menyibukkan diri dengan berkebun ,pengajian atau mengurusi keperluan ku. Aki seorang pensiunan di salah satu kantor pemerintah , jadi Mak mempunyai gaji pensiun dari alm Aki.

"Heh, Bu Tati. segitunya ya sama cucu saya. sebenernya salah fidi tuh apa Bu sama situ?" tanya Mak marah-marah yang tiba-tiba sudah muncul dari balik pintu. Bu Tati gelagapan menghadapi Mak.

"udah Mak, jangan marah-marah. Sabar...." kataku mencoba menenangkan.

Bu Tati kabur setelah mendengar omelan Mak.

Aku sendiri tak tahu, kenapa tetangga yang satu ini sangat peduli padaku.

Apakah salah jika status ku masih sendiri diusia setua ini? Ini bukan mauku sepenuhnya. Tapi, mungkin ini yang terbaik. Daripada nantinya aku mengalami kegagalan, yang justru membuat Mak malu. Jadi lebih baik ku jalani saja seperti sekarang ini. Sendiri. Jomblo akut istilah kerennya saat ini.

Bukan hanya bu Tati yang sering membicarakan kesendirianku. Ada ,bahkan sering aku mendengar ibu-ibu tetangga mengghibah ku. Bilang aku ga laku lah, jual mahal lah, ketinggian level lah dan macam-macam. Aku anggap perkataan mereka seperti angin lalu. Aku merasakan, tapi tak berbekas padaku. Mungkin lebih baik seperti itu. Toh, memang kenyataannya sendiri itu menyakitkan. Seandainya dari awal aku bisa menjaga diriku, mungkin penyesalan ini tak kan pernah hadir.

#Tetangga Baru itu....

"Kamu berangkat ntar aja sih, nunggu hujan reda. Jalanan licin, takut kepeleset!" Mak mencegah ku berangkat ke sekolah.

"Fidi kan jalan kaki Mak, bisa lebih hati-hati. Lagian ga jauh sekolah nya juga. Mak...Mak...kaya fidi tuh masih kecil aja sih Mak"

"Ya bukan gitu atuh cu, hujannya deres banget. Takut kamu basah kuyup, kalo masuk angin gimana atuh"

"Mak...incu Mak ini kuat lho Mak. Jangankan hujan, pahitnya omongan tetangga saja udah kebal hahahahha"

"Kamu tuh Fid, kalo Mak bilangin ga mau dengerin"

"Ya udah Mak, fidi berangkat dulu. Assalamualaikum"

"Walaikumsalam...."

Tak lupa aku memakai mantel, payung dan sendal jepit. Sepatu serta peralatan lain ku selipkan diransel yang ku tutup dengan mantel.Dan satu lagi, masker untuk mengahalangi dinginnya cuaca yang menusuk hidungku. Kebetulan aku alergi terhada cuaca dingin.

Aku berjalan perlahan menuju sekolah. Ini masih pukul setengah tujuh , sepelan apa pun aku berjalan pasti bisa datang tepat waktu sampai sekolah. Kubangan air ada di sana sini . Sesekali aku terciprat genangan air yang terhempas roda kendaraan yang lewat. Untung saja, aku memakai mantel. Jika tidak, tamat lah riwayatku. sudah pasti seragam dan peralatan sekolah lainnya bakal basah kuyup.

Pukul 7 kurang 5 menit aku sudah sampai disekolah.

Tepat waktu bukan?

Aku mengerikan mantel dan payungku di tees kamar mandi guru. Sudah ada beberapa mantel yang meggantung disana. Karena cuaca yang tidak bersahabat seperti ini, sekolah memberi kebijakan tenggang waktu sampai jam 7.10

Aku masih ada waktu untuk mengganti sendal jepit ku dengan sepatu.

#####

Waktu mengajar sudah selesai, tapi hujan belum juga ada tanda-tanda mereda.

Beberapa guru masih standby di kursi mereka.

"Bu fidi, maap...maap....nih Bu. Saya punya temen, duda sih punya anak 2 udah SMP kayanya. Kali aja Bu fidi mau kenalan gitu, sapa tau cocok jadi jodohnya",Bu Sasa mulai menjadikan ku bahan pembicaraan. Aku hanya menanggapi nya dengan senyuman. Habisnya, ini untuk kesekian kalinya dia mempromosikan seseorang untuk ku jadikan suami.

" Bu Sasa....ga bosen apa promosi duda terus ke Bu fidi. emang Bu Sasa pikir, Bu fidi ga bisa apa cari yang bujang." seru Bu Alia,guru penjaskes. Bu Sasa mencebikan mulutnya. Sudah menjadi ciri khasnya seperti itu.

Hujan mulai reda. Satu persatu rekan guru mulai pulang ,tersisa aku dan 2 guru BK.

" Maaf sebelumnya Bu fidi...", ucap pak imam. Beliau guru Bk yang sangat dikagumi anak-anak. Lulusan psikologi yang mampu menampung keluh kesah anak didik nya.

Aku mengangguk, menandakan setuju beliau melanjutkan kalimatnya.

" Sejauh yang saya lihat, bukan lelaki yang tidak mau mendekati Bu fidi. tapi justru Bu fidi yang menciptakan jarak agar mereka tak mendekat.Apa benar yang saya katakan?"

Aku mengangguk. Pak imam memang bisa diandalkan.

"Saya punya alasan, kenapa saya merasa lebih baik jika sendiri."

"Bu fidi punya trauma? Atau mungkin, menunggu seseorang?"

Kupandang wajah pak imam, dia berusaha mencari kejujuran dimataku. Aku menggeleng pelan. Kurapihkan beberapa barangku diatas meja.

"Maaf pak imam, Bu Siti. obrolannya terhenti. saya mau ijin pulang duluan, takut hujan lagi malah repot" ,kualihkan pembicaraan dengan pak imam dengan berpamitan pulang.pak imam pun sepertinya tahu, aku tak nyaman saat harus menjawab pertanyaan ny.

#####

Hampir setengah 5 aku sampai kerumah. baru saja akan memasuki ruang tamu, tiba-tiba kang Dadang datang membawa kantong kresek berisi makanan.

"Assalamualaikum teh fidi...."

"Walaikumsalam, eh kanga Dadang. Ada apa kang?"

"Ini teh, ada titipan dari Bu Wiwit, tetangga kita yang baru pindah kemarin itu. Karena di rumah teh fidi tidak ada laki-laki jadi Bu Wiwit inisiatif menitipkan ke saya."

"Aduh. .jadi repot ya kang. Maaf ya kang ? by the way tolong sampaikan terimakasih buat Bu Wiwit ya kang kalo ketemu."

"ga repot lah teh, kan sekalian lewat. kalo gitu akang balik dulu ya teh. kasian takut anak-anak nungguin" seraya mengulurkan berkatnya.

Aku menerima berkat yang kang Dadang berikan.

"Assalamualaikum Mak"

"Walaikumsalam..."

"Sudah pulang kamu. eh ...itu apa?"

"Berkat dari tetangga baru yang pindahan.tadi kang Dadang yang bawain."

Mak membuka bingkisan kantong makanan ny lalu memindahkan ke piring.

"Mandi dulu y Mak."

"Itu, Mak masak air panas buat kamu mandi. biar ga masuk angin cu"

"Iya Mak. makasih"

Selesai magrib hujan sudah reda, tersisa kubangan air dimana-mana. Aku dan Mak juga sudah menikmati berkat dari tetangga baru tadi.

"Cu, berkunjung ke tetangga baru saja yuk. sudah sepi kayanya. Dari tadi Mak mau kesana, cuma rame ibu-ibu komplek. malas Mak!",

"Iya Mak. fidi siap-siap sebentar".

Ku kenakan jilbab besar menutupi dadaku. Dan juga jaket tebal untuk melindungi dari hawa dingin. Begitu pula dengan Mak Ipah.

Rumah tetangga baru sebenarnya tak jauh dari rumah kami. Jalan kaki sekitar 5 menitan lah. Dulu rumah itu milik salah satu orang terkaya dikomplek ini, sekarang si tetangga baru pun pasti juga kaya seperti pemilik sebelumnya. Karena rumah itu cukup mewah bagi kalangan kami.

Ternyata dugaan Mak kali ini salah. Sesampainya di rumah Bu Wiwit, ternyata Bu Tati and the gang sudah duduk manis di teras Bu Wiwit. Mak Ipah berniat kembali pulang, tapi aku memaksa Mak Ipah. Malu lah, sudah sampai disini masa ga jadi. lagipula seperti nya Bu Wiwit sudah melihat kedatangan kami.

"Assalamualaikum...." aku dan Mak mengucapkan salam.

"Walaikumsalam..." jawab semua ibu-ibu yang disitu.

"Eh...Mak. datang juga Mak!" Bu Tati menyapa.

Mak hanya mengangguk.

"Kenalkan, saya Mak Ipah. ini cucu saya fidini" kata Mak menyalami Bu Wiwit lalu memperkenalkan aku. Aku masih memakai maskerku, sepertinya sedikit flu karena kehujanan tadi pagi.

" Fid, atuh buka maskernya. Apa malu ya keliatan mukanya , takut dikenalin sama Bu Wiwit?"

"Maksudnya apa ya Bu Tati?"

"Ya kali aja malu, muka udah keliatan tuanya tapi ternyata masih single hahahahha....."

Astagfirullah....entah ada dendam apa Bu Tati sama aku. Mak Ipah sudah bersiap-siap mau menjawab tapi ku larang.

"Saya sedikit flu Bu Tati, takutnya malah menulari yang lain. Maaf y Bu Wiwit kalau saya tidak sopan"

"Ga papa mba fidi" ucap Bu Wiwit ramah.

"Silahkan dicicipi. maaf lho seadanya. sisa tadi siang!"

Kami semua mengiyakan saja sambil menikmati hidangan.

Ponsel ku berdering disaku gamisku. Ada panggilan dari Bu mika.

"Saya permisi angkat telpon dulu ya mak , Bu Wiwit..." ijinku.

Lalu aku beringsut menjauh dari kerumunan ibu-ibu.

Aku memilih duduk diteras ujung. ku buka maskerku karena Bu mika tak jelas mendengar suaraku. sekilas ku mendengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Mungkin suami atau kerabat Bu Wiwit. Panggilan dengan Bu mika ku sudahi, bersamaan juga dengan seorang pria yang sedang memasuki teras.

Deg....

Aku beradu pandang dengan si pria. Ada keterkejutan diantara kami berduan. Bagaimana tidak? Dia, pria yang sudah merusak harapan dan masa depan ku. berdiri tegak dihadapan ku.

"Maira?" tanyanya dengan suara bergetar. Apakah wajahku tak jauh berubah setelah 8 tahun berlalu. Tak terasa air mataku meluncur begitu saja.

"Papa...ayo masuk!"

Gadis kecil berusia sekitar 4tahun, memanggil nya papa. Dan si pria pun menuruti gadis kecil itu.

Ya Allah.....desis ku dalam hati.

#Luka lama

"Sudah malam Mak. kita pulang ya?" aku mengajak Mak untuk segera pulang.

Mak mengangguk.

"Punten Bu Wiwit , ibu-ibu yang lain. kami permisi pulang duluan. "pamit Mak.

" Iya Mak Ipah. makasih udah berkunjung, makasih juga oleh-oleh nya." kata Bu Wiwit.

"Maira..." panggil seseorang.

Aku memejamkan mataku beberapa saat. Aku tak menengok ke arah suara yang memanggilku. Tapi tidak dengan Mak.

"Kamu panggil siapa nak?" tanya Bu Wiwit.

Aku tetap melangkah keluar.

Tapi Mak malah berbalik.

"Koq Aden tau panggilan fidi sebelum nya? Aden kenal sama cucu saya?" tanya Mak penasaran. Iya, Mak Ipah tahu pahitnya masa laluku.

"Sudah Mak, ayo kita pulang." ajakku lagi.

"Tunggu maira...",

"Sebentar nak fidi, Mak Ipah." panggil Bu Wiwit.

"Maaf ibu-ibu yang lain. bukan maksud saya mengusir , menyuruh dengan tidak sopan.tapi saya ada kepentingan dengan Mak Ipah dan neng fidi. Jadi saya harap ibu-ibu sekalian bisa memaklumi...."

Ibu-ibu yang lain pun menyetujui dan berpamitan pulang.

Kini, hanya tersisa aku ,Mak , Bu Wiwit dan....bang Davin.

"Bisa kita bicara didalam saja Mak?" pinta Bu Wiwit.

Mak pun menuruti apa kata Bu Wiwit. Aku hendak menolaknya dan mengajak Mak pulang, tapi nyatanya Mak sudah terlebih dahulu masuk ke ruang tamu.

"Mah...ini...Fiddini Khumaira." bang Davin memperkenalkan nama lengkap ku pada Bu Wiwit.

Mata Bu Wiwit seketika berembun.

"Sebenernya ada maksud apa Bu Wiwit mengajak kami masuk?" tanya Mak.

Bu Wiwit duduk mendekati Mak.

"Mak....maafkan anak saya."

Mak bingung menanggapi Bu Wiwit. Lalu Bu Wiwit menghampiri ku. Memeluk erat tubuh kurusku.

"Maafkan Davin y nak. Tante ga bisa mendidik Davin menjadi laki-laki yang bertanggung jawab." katanya dengan isakkan kecil.

Aku mencoba menguasai diri, tak ingin terlarut dalam masa lalu yang menyakitkan hatiku.

Davin terduduk lesu dihadapan kami.

Mak mulai paham dengan situasi yang sedang terjadi. Dadanya mulai naik turun.

"Mari cu, kita pulang saja!"ajak Mak.

Aku pun menurut apa kata Mak.

"Tunggu Mak!" cegah Davin.

Lalu Davin menggenggam tangan Mak.

"Maafkan Davin Mak....maaf...." ucapnya tertunduk.

"Sudah Bu Wiwit, semua sudah berlalu. Biarkan kami pulang. Tolong, jangan cegah kami lagi."

Kami pun pulang, tak lupa mengucapkan salam meskipun saat ini kami masih diliputi emosi.

Sepanjang perjalanan kami pun terdiam. Entah apa yang Mak pikirkan. Aku membukakan pintu untuk Mak.

"Masuk Mak, langsung istirahat ya. udah malem" pintaku.

"Tapi fi...", ucap Mak terhenti.

"Fidi baik-baik saja Mak. sudah, Mak istirahat saja!", aku pun meninggalkan Mak.

Masuk ke kamar, dan merebahkan diri di kasur yang masih tertata rapi.

Setelah delapan tahun, Allah mempertemukan aku dan bang Davin lagi. Dengan keadaan yang sudah berubah. Dia sudah menjadi seorang papa. Sedang aku? Aku masih terpuruk dengan dosa masa laluku. Dosa ku. dosa nya. Dosa kami berdua. Aku menangis tergugu di balik bantal. Lalu aku beranjak mengambil wudu. Aku tumpahkan air mataku di atas sajadah. memohon ampunan pada yang kuasa. Sampai tak ingat kapan aku tertidur.

#####

*Davin*

"Vin,,,"... panggil Bu Wiwit.

"Sudah malam sebaiknya mamah istirahat. Naira juga sudah tidur di kamar mamah!" kataku sambil bergegas meninggalkan mamah.

Aku memasuki kamar baruku. Yang baru ku tempati dua malam ini.

"Maira...." desahku.....

Flashback 8th yang lalu

Aku dan Maira berada dikamar kosku. Kebetulan disini aturannya bebas, asalkan aman. Selama ini pun , tak terdengar adanya kejadian pencurian atau apa pun.

"Bang, nanti pas wisuda jadi kan Abang kenalin maira ke orang tua Abang?" tanya maira kala itu dengan manjanya.

"Iya sayangnya Abang. Nanti, kalau Abang sudah menjadi karyawan tetap di **** ,Abang bakal langsung menikahi maira."

Gadisku yang cantik.

"Ra,,,," panggilku pelan .

Gadis cantik yang berwajah bersih itu memalingkan wajahnya padaku.

Ku kecup keningnya, ku dekap dalam pelukan ku.

"Abang cinta sama kamu Ra" bisiknya. Dia tersenyum menatap ku.

"Maira juga sayang sama Abang"sahutnya.

Lalu....tanpa kami sadari, dosa besar itu pun terjadi.

Maira menangis tergugu. Kami menyesal dengan semua yang sudah terjadi. Tapi apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur. Aku berusaha menghibur Mairaku.

"Sayang, maafkan Abang. Tapi Abang janji, setelah lulus nanti Abang akan bertanggung jawab dengan apa yang sudah Abang lakukan. Abang janji!"

Maira, dia pun hanya mengangguk kan kepalanya. Menandakan kepasrahan yang dia percayakan padaku.

Hari wisuda pun tiba. Mairaku berdandan cantik sekali. Kebaya pink yang membalut tubuh tinggi semampai nya , menambah betapa cantiknya Mairaku.

Usai acara wisuda, aku berkenalan dengan kedua orang tua maira. Ku katakan bahwa kami serius menjalani hubungan kami. Sepertinya kedua orang tua maira pun bisa menerima ku dengan baik.

Tapi tidak dengan orang tuaku, papaku....

Tiba-tiba beliau datang menghampiri kami,

"Ngapain kamu disini Davin?"tanya papa.

"Ini maira dan orang tuanya pah. Maira calon...."

papa menampar ku dihadapan kedua orang tua maira.

"Pulang papa bilang. Kamu ga pantes bergaul sama orang kere macam mereka."

Bagai disambar petir, dadaku terasa sesak. Jelas sakit hati yang maira dan kedua orang tuanya rasakan. Aku melihat air mata diwajah Mairaku.

"Papah..." bentakku.

"Berani kamu bentak papa demi perempuan gembel kaya gini?"

"Ya Allah pah. Papah keterlaluan sekali!"

"Ngomong apa kamu Vin? Berani kamu sama papa?! Hey anak kampung, mulai detik ini jangan pernah ganggu Davin lagi. Karena saya sudah menyiapkan perempuan yang sepadan dengan Davin. tidak seperti kalian, keluarga miskin"

"Kami memang miskin pak, tapi kami juga tidek terima dengan hinaan anda. Ayok maira , ibu. Kita pergi dari sini. Dan kamu nak Davin, jangan jadi anak durhaka. Ikuti saja apa kata papa mu yang kaya raya itu!" ucap ayah maira meninggalkan ku.

Maira menatap sendu kepadaku, begitupun aku. Setelah kejadian itu, aku berusaha menemui maira lagi. Tapi lagi-lagi papah selalu mengancam ku. Aku berusaha menepati janjiku untuk maira.

Setelah beberapa Minggu aku tak bisa menemui maira, ku dengar kabar jika maira sekelurga mengalami kecelakaan. Kedua orangtuanya meninggal dunia. Dan maira selamat, tapi dia pindah keluar kota. Bahkan aku kehilangan jejaknya.

Begitupun denganku. Papah memutus semua akses ku untuk mencari keberadaan maira. Aku kehilangan maira.

Dua tahun setelah itu, papah menikahkan ku dengan perempuan pilihannya. Setahun kemudian kami dikarunia seorang anak perempuan, Naira namanya. Mirip dengan nama seorang yang aku cintai.

Aku berusaha mencintai sovi, ibu dari Naira. Tapi .... ternyata pengkhianatan yang kudapat. Dan yang lebih menyakitkan, sovi berselingkuh dengan papahku. Mereka terlibat kecelakaan, meninggal di tempat saat baru pulang dari puncak.

Tidak hanya aku yang sakit hati, tapi juga mamahku.

Dan....tentu saja Mairaku , gadisku

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!