Dinda menggedor-gedor pintu kamar putri bungsu nya tersebut cukup keras, namun gadis itu tidak bangun juga .
"Devia bangun! Bangun Devia!! " Dinda berteriak dari depan kamar putrinya. Tapi yang di panggil masih bergelut dengan selimutnya dan tidak terusik ataupun terbangun dari tidurnya.
"Dasar anak satu ini! Selalu saja membuatku emosi, punya anak gadis tapi susah di bangunin!" gerutu Dinda di depan pintu kamar Devia.
"Mah! Kenapa marah-marah di depan pintu kamar adek?" tanya Dafa yang merupakan kakak dan kembaran Devia , namun mereka berdua kembar tidak identik.
"Adek kamu sudah Mama panggil-panggil dari tadi tapi tidak bangun-bangun, dasar kebo memang anak satu ini," umpat Dinda dengan wajah yang tampak marah.
"Kenapa Mama tidak masuk langsung ke kamar adek saja, Mah?" tanya Dafa.
"Kalau pintunya tidak di kunci sudah dari tadi Mama masuk ke kamar ini." sahut Dinda.
"Kan, ada kunci cadangan, masa Mama lupa, " ujar Dafa.
"Kenapa tidak bilang dari tadi Dafa? Sekarang ambilkan kunci cadangan nya" suruh Dinda. Dafa mengambil kunci yang di pinta sang mama dan memberikannya pada Dinda.
Wanita paruh baya itu membuka pintu kamar Devia dan menggelengkan kepalanya melihat putrinya masih nyenyak dengan tidurnya.
"Devia bangun, sudah siang,Nak, "ujar Dinda mengoyang-goyangkan tubuh putrinya. Devia hanya menggeliat dan kembali tidur.
"Devia bangun, sudah di siang! "teriak Dinda. Devia terbangun dari tidurnya mendengar suara cempreng sang mama nya.
" Mama apaan sih teriak pagi-pagi, aku masih mengantuk, Mah,"ujar Devia.
"Pagi matamu , lihat itu jam di dinding jam berapa? " ujar Dinda. Devia mengucek matanya dan menatap jam, matanya membulat sempurna melihat jam menunjukkan pukul 07:30 pagi. Gawat! Hari ini ada kuliah pagi. Devia meloncat dari kasur dan menyambar handuk ,langsung masuk ke kamar mandi. Dinda hanya memijit pelipisnya melihat kelakuan putrinya tersebut. Devia mandi ala-ala bebek siram-siram yang penting badan basah.
Dinda duduk di kursi meja makan, Devan dan Dafa tengah memakan sarapan paginya.
"Kenapa muka kamu kesal seperti itu, sayang? " tanya Devan.
"Devia, anak kesayangan kamu itu bangun nya kesiangan terus, Mas, " adu Dinda.
"Mungkin dia begadang, mengerjakan tugasnya ," ujar Devan lembut. Dafa memilih diam, sebenarnya ia tahu adiknya itu tidak bergadang mengerjakan tugas tapi menonton drakor sampai ralut malam. Devia turun dari tangga dan menghampiri kedua orang tuanya dan abangnya itu.
"Mama, Papa dan Abang, Devia berangkat dulu ya, " ujar Devia mencium pipi Dinda dan Devan. Dan langsung berlari ke pintu keluar.
"Devia sarapan dulu!! " teriak Dinda.
"Tidak sempat Mah , aku sarapan di kantin saja!" teriak Devia dan melajukan honda Scoopy nya.Devia menggas motornya agar semakin cepat, gadis itu dengan lihai menyalip-nyalip sepeda motor yang lain.
Akhirnya dia sudah sampai di kampus, Devia melepaskan helm yang melekat di kepalanya dan meletakkan di kaca spion. Gadis itu berlari menuju kelas tapi langkahnya terhenti saat akan masuk kelas. Skala, dosennya itu sudah ada di dalam kelas dan sedang mencatat di papan tulis. Teman-teman satu kelasnya menatap ke arah Devia yang hanya kepalanya saja yang terlihat. Gadis itu menggerakkan tangannya agar teman satu kelasnya itu tidak memberitahu bila dia ada di samping pintu.
Devia masuk kedalam kelas dengan langkah pelan-pelan agar Skala tidak mendengar suara langkah kakinya.
"Devia!! " teriak Skala.
Mampus ketahuan!
Devia berbalik dan cengengesan tidak jelas pada dosen nya tersebut.
"Kamu sudah berapa kali terlambat dalam mata kuliah saya,Kamu seharusnya bisa di disiplin agar tidak terlambat.Kamu niat kuliah atau tidak, Devia?! " ujar Skala tegas .
"Saya niat kuliah, pak, kalau tidak niat kuliah untuk apa saya ada di sini, " jawab Devia.
"Sekarang mana tugas kamu yang saya suruh kerjakan ? " ujar Skala. Devia meneguk ludahnya kasar, dia lupa mengerjakannya gara-gara menonton drakor.
"Devia!Mana tugasnya?" pinta Skala.
"A-anu Pak, lupa bawa ketinggalan di rumah, " ujar Devia bohong.
"Lah?Bukannya kamu tidak mengerjakan kemaren,kan kamu nonton drakor?" ujar Lili, sahabat Devia yang otaknya setengah lemot.
"Benar itu Devia?" tanya Skala.
"I-iya ,Pak."jawab Devia. Gadis itu menatap tajam pada sahabatnya tersebut yang tidak merasa berdosa sama sekali.Inilah contoh teman yang halal untuk di hajar.
Bener-bener ya sih Lili, muka polos tapi ngeselin.
" Sekarang sebagai hukuman nya, keluar dari kelas ini! "ujar Skala galak.
"Tapi pak saya mau belajar ," ujar Devia memainkan jarinya.
"Saya bilang keluar ya keluar atau nilai kamu saya kurangi?" ancam Skala.
"Ish Bapak, ngancemnya pakai nilai terus, " gerutu Devia.
"Satu... Dua... " Hitung Skala.
"Iya -iya saya keluar ," ujar Devia.Gadis itu keluar dari kelas sambil menekuk wajahnya.
"Ku sumpahin jadi bujangan tua, pak Skala. Biasanya doa orang teraniaya seperti aku cepat terkabul . Sudah tua, galak lagi ," umpat Devia.
Bersambung...
Devia mendaratkan pantatnya dengan kasar di kursi, dia duduk di luar kelas setelah dosen galak itu memerintahkannya keluar .
"Dasar dosen galak, aku tidak terima di perlakukan seperti ini, hanya karna telat setengah jam aku di hukum, " gumam Devia.Gadis itu merasakan perih di perutnya karna ia belum sarapan pagi. Devia bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju kantin.
"Ibu kantin pesan mie ayamnya satu mangkok sama jus jeruk ya! " teriak Devia.
"Siap Neng Devia!" sahut ibu kantin setengah berteriak.
Devia duduk di bangku sambil mengotak-atik ponselnya . Tapi seseorang merampas ponsel Devia dan refleks gadis itu menoleh ke arah sang pelaku. Rio, pria nakal yang terkenal di kampus itu yang merampas ponselnya.
"Rio! Kembalikan ponsel aku!" ketus Devia, berusaha mengambil ponselnya dari Rio.Pria tersebut mengangkat tangannya tinggi-tinggi membuat Devia kesulitan mengambil ponselnya dari genggaman Rio.
"Ayo sini ambil, ayo ambil Devia ," ejek Rio. Devia sudah hendak menangis karna tidak bisa mengambil ponselnya dan teman-teman Rio menertawakan dirinya.Apalagi ada beberapa mahasiswa yang melihat ke arahnya.
Dafa mengambil ponsel adiknya dari genggaman Rio dan menarik kerah pria itu kasar.
"Berani kamu mengganggu adik aku!" ujar Dafa dengan intonasi yang meninggi dan menatap tajam Rio.
"Sabar Dafa, aku hanya ingin bercanda dengan adik mu ," ujar Rio santai
"Tapi bercanda kamu sudah kelewatan, sekarang minta maaf dengan adik ku, ayo minta maaf!" ujar Dafa dengan penuh penekanan.
"aelah , aku cuma bercanda adik kamu saja yang baperan ," ujar Rio. Emosi Dafa makin memuncak mendengar itu, sifatnya sama dengan Devan,sang papa nya yang mudah terpancing emosi .
Bugh
Dafa memukul rahang Rio dengan kasar hingga pria itu oleng hampir jatuh .
"Kau.... " ujar Rio yang hendak membalas pukulan Dafa tapi pria itu dengan mudah menangkisnya. Semua orang menonton perkelahian tersebut. Hingga suara bariton menghentikan perkelahian mereka.
"CUKUP!! " Skala berjalan kearah Dafa dan Rio, memberikan kilatan tajam pada mereka berdua.Tentu, tidak ada yang berani berkutik bila sudah di berhadapan dengan Skala.Dosen yang paling di takuti di kampus ini, bukan hanya karna galak tapi pelit nilai juga.
"Kenapa kalian berkelahi hah!! Kalian pikir kampus ini tempat adu siapa yang paling kuat seperti itu?! Dan apa penyebab kalian berkelahi, jawab!! " bentak Skala. Rio mau pun Dafa menundukkan kepalanya karna takut tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Cepat jawab!! "desak Skala.
"Dia yang mulai duluan Pak, dia mengambil ponsel adik saya, " ujar Dafa yang mulai berani angkat suara,matanya melirik ke arah Rio.
"Bener itu,Rio? " tanya Skala. Rio yang di tatapan intimidasi oleh Skala menganggukkan kepalanya.
"Sekarang kalian ikut ke ruangan saya," ujar Skala, sekilas melirik Devia yang menundukkan kepalanya .Devia langsung memeluk Dafa erat, setelah dosen itu pergi.
"Abang maafkan aku karna menolong ku, kau terkena masalah, " lirih Devia dengan lelehan air mata yang membasahi pipinya.
"Sudah jangan menangis, itu tugas aku untuk melindungi kamu sebagai seorang Abang. Sudah jangan menangis lagi ya, udah besar juga" ujar Dafa menghapus air mata yang membasahi pipi chubby Devia. Gadis itu memeluk kembaranya itu erat.
"Sudah lepas pelukannya, Abang harus ke ruangan bapak Skala ," ujar Dafa.Devia menengadahkan satu tangannya pada Dafa , pria itu mengangkat satu alisnya.
"Kenapa? " tanya Dafa.
"Minta uang jajan tadi pas berangkat lupa minta uang sama papa ," ujar Devia menyengir. Dafa mengambil dompetnya dan memberikan uang dua ratus ribu pada adiknya .
"Abang pergi dulu , jaga diri baik-baik ," ujar Dafa mengacak rambut adiknya pelan dan pergi dari sana.
Devia tengah menikmati mie ayamnya namun seseorang mengagetkannya.
"Dorrr! " Lili tiba-tiba muncul dan mengagetkan Devia yang hampir tersedak.
"Apaan sih ngagetin, " gerutu Devia.
"Kan ,cuma bercanda ,tidak usah marah-marah, " ujar Lili.Devia hanya memutar bola matanya malas.
"Tadi kenapa kamu bilang sama bapak Skala aku tidak mengerjakan tugas karna nonton drakor? Kenapa harus bilang seperti itu?Coba kamu bisa jaga mulut kamu itu ,aku tidak mungkin di keluarkan dari kelas, " cerocos Devia.
"Maaf, tapi kata mommy aku ,bohong itu tidak baik ," ujar Lili dengan polosnya.
"I-iya memang tidak baik bohong, tapi kalau lagi kepepet boleh-boleh saja, " ujar Devia asal.
"Masa sih? " ujar Lili tak percaya.
"Devia di panggil pak Skala di suruh ke ruangannya," ujar teman satu kelas dengan Devia.
"Ok, terimakasih, " ujar Devia. Dia mulai merasa tidak enak hati, tumben-tumben pak Skala memanggilnya.
"Hati-hati lho, singanya galak " ejek Lili sambil cekikikan.
Pletak
Lili memegangi kepalanya yang di jitak Devia lumayan kencang. Sedang gadis itu sudah melenggang pergi setelah menjitak kepala sahabatnya itu.
"Devia sakit!Aku sumpahin jodoh kamu bapak Skala , biar tekanan batin terus kamu punya suaminya seperti pak Skala !!" teriak Lili . Semua pengunjung kantin menatap kearah Lili aneh.Sedangkan gadis itu cuek-cuek bebek.
Devia menatap nama Skala yang tertulis di depan pintu, ia meneguk ludahnya dengan susah payah.Devia Berdiri tepat di depan pintunya saja namun sudah membuat badannya bergemetar ketakutan dan panas dingin.
"Tenang Devia, bapak Skala tidak akan macam-macam dengan mu, oke rileks tidak boleh tegang, dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim , semoga Allah melindungi aku dari kegalakan bapak Skala , aamiin" ujar Devia mengusap wajahnya.
Devia membuka pintu ruangan itu dengan sangat pelan dan dia melihat dosen galaknya itu tengah mengetik di laptop. Devia masuk dan menutup pintu dengan sangat pelan saking sopannya.
"Bapak Skala manggil saya? " tanya Devia.
"Hmmm, " balas Skala dengan deheman.
"Bapak manggil saya ke sini untuk apa ya? " tanya Devia. Skala bangkit dari tempat duduknya dan mengambil setumpuk kertas dia meletakkannya di meja .
"Kamu periksa soal teman kamu yang sudah di kerjakan dan ini kunci jawaban, periksa yang benar," perintah Skala.
"Tapi bapak bisa menyuruh asisten bapak, masa saya yang tidak ada sangkut pautnya tentang masalah ini,yang di suruh kerjain ini semua ," protes Devia tak terima.
"Kalau begitu kamu jadi asisten saya mulai sekarang, " ujar Skala datar. Devia menganga tak percaya dia jadi asisten dosen galak ini, lebih baik dia jadi asisten bapak botak dari pada dengan Skala.Kalau dia jadi asisten dosen galak ini dia tidak akan bebas lagi , pasti di suruh ini ,itu dan kebebasannya sebagai mahasiswa di renggut paksa setelah jadi asisten pak Skala. Devia ingin menangisi hari sialnya yang menjadi asisten dosen galak bin pelit nilai.
Bersambung.....
Devia tak henti-hentinya mengumpati dosennya itu. Sudah satu jam ia berada di ruangan Skala memeriksa soal jawaban siswa satu kampus, bayangkan satu kampus. Devia menatap sinis pada Skala yang rebahan di sofa sambil memainkan game mobile legendsnya , sudah tua juga masih main game, dasar dosen tidak ada peri kemanusiaannya . Ingin sekali dia mendouble kill dosennya itu, kalau dia berani.
Devia merenggangkan tangannya yang serasa ingin copot gara-gara memeriksa soal ini.
"Bapak saya capek ," adu Devia.Skala tidak mendengarnya.Pria tersebut masih asik dengan gamenya.Skala tengah serius mendouble kill lawannya.Devia mengusap dadanya sabar, ini kalau punya dosen kecanduan game. Kalau suami, sudah dia bejek-bejek sampai tepar.
"Bapak saya capek! " teriak Devia. Skala menghentikan main game nya dan menatap Devia.
"Sudah selesai? " tanya Skala.
"Belum, saya capek pak, tangan saya seperti mau copot karna banyak sekali soal yang di periksa, "ujar Devia memasang wajah memelas.
" Ya sudah tidak pa-pa, tapi besok pagi jam 7 kesini, "ujar Skala.
" Pak,besokkan tidak kuliah, besok libur, "sahut Devia .
" Kamu asisten saya, tapi kalau kamu tidak mau tidak masalah, paling-paling saya kurangi nilai kamu ,"ancam Skala yang selalu menjadi senjata andalannya.
" Bapak tidak adil!Selalu mengancam dengan nilai terus ,"ujar Devia tidak terima.
" Berarti nilai kamu saya kurangi ,"ujar Skala. Devia mendengarnya kaget, dia tidak mau nilainya di kurangi bisa-bisa mama nya mengamuk bila dia dapet nilai rendah .
" Iya, saya mau tapi jangan di kurangi nilainya ya, Pak? "ujar Devia.
"Iya, sekarang sana pulang, " usir Skala menggerakkan tangannya.Devia masih berdiri di tempat itu bergeming tak berpindah sedikitpun. Skala yang melihat Devia belum pergi mengkerutkan dahinya.
"Kenapa masih disini? " tanya Skala.
"Upahnya mana?Saya sudah bantuin bapak lho, masa tidak di kasih upah?" ujar Devia sambil menengadahkan tangannya, tanpa rasa malu sedikit pun bahkan tersenyum manis.
"Kamu ini ya, saya cuma minta bantuan sama kamu ,di mintain upah, " gerutu Skala.
"Santai dong Pak, kan saya periksa soal itu pakai tenaga dan niat yang yakin untuk memeriksanya, " ujar Devia. Skala mengambil sesuatu di kantong celananya dan memberikan permen kaki pada Devia.
Devia menganga ketika hanya mendapatkan permen kaki. Dia juga mampu beli beginian, cuma permen kaki ,dipikir dia anak kecil.
"Pak kok upahnya permen sih?Aku maunya uang atau duit gitu, " ujar Devia.
"Masih untung saya beri upah, sana pergi " usir Skala. Devia menghentakkan kakinya dan keluar dari ruangan Skala .
"Sepertinya dosen itu agak saraf, masa iya aku hanya diberikan permen, ternyata bukan cuma pelit nilai tapi pelit uang juga, tidak kebayang kalau jadi istri pak Skala, pasti nangis darah gara-gara cuma di kasih permen hahahaha..... " tawa Devia pecah karna mengumpati dosennya sendiri.
*********
Dinda menarik tangannya di genggaman Devan dan menatap marah pada suaminya itu.
"Kamu kenapa jodohin Devia dengan anaknya Sakha sih, mas? " ujar Dinda kesal.
"Sayang, Sakha meminta agar aku menjodohkan putri kita dengan putranya untuk menebus kesalahannya di masa lalu , dia masih merasa bersalah sampai sekarang. Dan rasa bersalah itu akan hilang bila dia menikahkan putranya dengan putri kita, " papar Devan dengan lembut.
"Jujur ya Mas aku sudah memaafkannya tapi untuk menikahkan Devia dengan putranya Sakha...Aku menolak.Kamu tau kan Devia masih sangat muda , dia masih kuliah dan belum mengejar impiannya ,masa depannya masih sangat jauh dan satu lagi putra Sakha juga jauh lebih tua 12 tahun dari Devia, dan aku menolak perjodohan ini! " ujar Dinda pergi meninggalkan Devan yang menatap sendu kepergian istrinya.Devan menghela napas kasar, sangat sulit meyakinkan Dinda.
"Assalamu'alaikum, Devia yang cantik dan imut pulang!! " teriak Devia.
"Berisik Devia, jangan teriak-teriak seperti itu, " tegur Dinda.
"Maaf Mah, " ujar Devia. Gadis itu langsung menemui sang papa yang tengah menonton televisi di ruang keluarga.
"Papa, Devia pulang " ujar Devia, duduk di sebelah Devan dan mencium pipi kanan pria paruh baya itu.
"Princess Papa baru pulang, bagaimana kuliah kamu, Nak?" tanya Devan mengusap pipi putrinya lembut.
"Baik dan lancar Papa, " jawab Devia.
"Sekarang kamu mandi dulu, bau keringat ," ujar Devan.
"Siap Pah, " ujar Devia berlari masuk ke kamarnya. Dinda terdiam menatap putrinya masuk kamar, dia tidak rela menikahkan Devia dengan putra Sakha. Orang yang hampir membunuh suaminya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!