Celine terpaksa bangkit dari posisi duduknya, ketika pintu kamarnya terdengar tengah diketuk oleh seseorang. Dengan agak malas, ia berjalan dan menjauhi bangku riasnya sekaligus tidak lagi ia pedulikan perihal botol skincare yang sudah terbuka.
Rodian—ayah Celine—tampak berada di balik pintu sesaat setelah Celine berhasil membuka benda yang terbuat dari kayu jati tersebut. Sebelum meluncurkan sebuah pertanyaan, dahi Celine sudah berkerut. Pasalnya, paras dan gerak-gerik sang ayah menampilkan sejumlah kecemasan yang sukar untuk diartikan. Tampaknya ada sesuatu penting yang hendak disampaikan ayahnya itu padanya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Celine dengan heran.
Mata Rodian menurun menatap lantai tempatnya berpijak. Dengan masih mengusap-usapkan kedua jari-jemarinya, ia berkata, “Kamu enggak sedang lelah, ‘kan, Nak?”
“Sudah pasti lelah dong, Ayah!” Celine menjawab dengan nada suara cukup tinggi, tetapi tidak terlalu tegas. “Ayah kan tahu sendiri, aku habis lembur sampai jam tujuh malam. Kalau saja si Bos Culun enggak masuk, mungkin aku tadi bisa pulang cepat. Pas mau pulang malah disuruh mendata ini itu, rasanya sebal sekali kalau diingat-ingat. Tahu begitu, tadi aku kabur saja. Ah, kalau saja tidak ada rencana untuk keliling dunia mungkin aku bakalan resign sekalian,” keluhnya setelah itu.
“Hus! Kamu ini lho sama atasan sendiri kok menggerutu begitu. Bersyukur, Anakku, kamu kan hanya lulusan SMA. Bersyukur masih ada perusahaan akuntan yang mau menerima kamu!” Kegelisahan yang mendera diri Rodian sekejap hilang, karena ia merasa tidak setuju dengan semua keluh-kesah putrinya.
Celine berdecap sebal lalu mengerucutkan bibirnya. “Iya, iya, Ayah. Ya sudah jangan diperpanjang lagi omelannya, terus apa maksud Ayah menganggu saya malam-malam begini?”
“Astaga anak ini! Ganggu, yah, anggap saja Ayah memang sangat menganggu!”
Celine tersenyum kecil melihat sikap Rodian yang terlihat murung karena kelakarnya barusan. Tak lama kemudian, ia mengikuti langkah Rodian, di mana ayahnya itu mengajaknya untuk menuju ke ruang tamu.
Celine memang wanita muda super tengil dan blak-blakan. Ia tidak terlalu feminim, tetapi tidak juga dapat dikatakan sebagai gadis tomboi. Usianya masih sangat muda yakni 24 tahun. Ia memiliki rencana hendak menghabiskan masa mudanya, setidaknya sampai di usia 30 tahun untuk berpetualang ke negara-negara impiannya. Ia tipikal wanita yang tangguh dan pemberani, tetapi berhati lembut serta tidak tegaan.
Setelah sampai di ruang tamu yang tidak terlalu mewah, malah cenderung sederhana dan biasa saja, Celine mendapati Deswita—ibunya—dan Kenny—adik laki-lakinya. Mereka tampak menunggu kedatangannya serta Rodian yang baru saja menjemputnya di kamar. Kecurigaan Celine mengenai ada sesuatu yang sangat penting tampaknya sebentar lagi akan menjadi sebuah fakta.
“Ada apa sih? Kok macam meeting orang-orang penting saja? Sampai Kenny yang biasanya mbelayang sampai jam empat malam mendadak diam di sini?” celetuk Celine sesaat setelah ia duduk di salah satu kursi kosong dekat dengan Kenny.
Kenny memutar bola matanya dengan sinis. “Memangnya ada jam empat malam? Ada pun sore kalau enggak ya pagi! Dasar si Tengil bodoh!” tukasnya.
“Yeee ngawur! Kalau pagi itu sudah terang benderang, kalau jam empat ya masih gelap, kecuali kalau sore! Dasar idi—“ Celine hendak membalas perkataan Kenny, tetapi Rodian memotong ucapannya.
“Sudah cukup bertengkarnya. Cuma masalah jam empat saja kok dibikin panjang, apa enggak malu sama kucing?!” omel Deswita.
Detik berikutnya, ketika kedua anaknya sudah tenang dan tak lagi banyak bicara Rodian berkata, “Anakku, Celine. Sebenarnya ... ada yang hendak Ayah sampaikan dan pinta darimu. Mungkin ini keterlaluan, tapi Ayah tidak punya pilihan lain. Ayah pernah berhutang nyawa padanya, jadi sebagai balas budi Ayah harus menerima permintaan ini.”
“Apa sih? Ayah ini kok mendadak melankolis? Memangnya ada apa sampai Ayah harus menerima permintaan dari orang itu? Dan kenapa juga permintaan itu jadi permintaan juga buat Celine? Ah! Belibet banget deh!” Jujur saja, meski suaranya terdengar acuh tak acuh, sebenarnya hati Celine dirundung rasa waswas dan gelisah.
Deswita mengusap-usap kedua telapak tangannya dan menghela napas cukup dalam, sampai mampu didengar oleh ketiga orang lainnya. Dalam masalah yang hendak disampaikan oleh Rodian, ia memilih untuk menutup mulut saja. Ia yang biasanya bawel mendadak menjadi pendiam, mengingat masalah yang hendak melibatkan putrinya bisa dikatakan sebagai sebuah pemaksaan.
Rodian yang melihat sang istri begitu gelisah, semakin tidak memiliki pilihan lain. Ia harus mengatakan permintaan itu pada Celine melalui mulutnya sendiri. Mungkin akan ada petaka yang berasal dari bibir seribu kata milik putrinya. Namun apa boleh buat, ia pun sudah menyetujui kesepakatannya dengan Wirya—sahabatnya sejak SMA yang sangat berjasa dalam menyelematkannya dari jurang kematian.
“Kamu tahu, ‘kan, Pak Wirya, teman ayah sejak SMA, yang saat ini sudah menjadi konglomerat besar?” tanya Rodian sembari menatap Celine dalam-dalam.
Celine mengangguk. “Tahulah, Ayah, om ganteng yang punya anak perjaka tua itu, ‘kan? Yang katanya enggak suka sama wanita? Reksa, si CEO dari Golden Rose berumur 35 tahun itu, ‘kan?”
“Hus!” Secara kompak tanpa disengaja, Rodian, Deswita, dan Kenny mengucapkan kata tersebut sembari menatap Celine dengan nanar.
Mata Celine mengerjap. “Ma-maaf.”
“Julid banget sih?!” Kenny memberikan sindiran.
“Enggak boleh begitu, Celine,” kata Rodian lembut. “Kamu juga harus tahu bahwa anak om ganteng yang kamu maksud adalah ca-calon ... ca-calon suami kamu. Ka-kalian akan me-menikah dalam waktu cepat ini.” Dengan suara dan lidah gemetar, Rodian yang memiliki hati selembut sutera akhirnya berhasil mengatakan permintaannya pada Celine.
“Apa?! Menikah? Dengan cowok tua yang usianya sudah hampir masuk kepala empat? Yang benar saja, Ayah!” Celine bangkit dari duduknya sembari berkata dengan suara menggema. “Oh ... jadi pertemuan yang seperti meeting super penting ini ternyata adalah ajang perjodohan? Ini sudah bukan zaman baheula, Ayah! Dan lagi, Celine ini masih sangat ranum, gadis super energik yang masih bermimpi hendak menjelajahi dunia. Mana bisa Celine mendadak jadi istri pria itu?! Aaarrrggh! Yang benar saja deh! Ayah ini jangan kuno-kuno banget, please ....”
Rodian bangkit secara tiba-tiba, yang langsung membuat ketiga anggota keluarganya menjadi cemas. Deswita dan Kenny, bahkan Celine sendiri khawatir jika Rodian hendak melakukan kekerasan. Terlebih, suara Celine barusan terdengar keras dan cenderung kurang ajar.
Meskipun memiliki karakter super bawel, bahkan sekali mengomel bisa sampai satu hari satu malam, Deswita tidak akan membiarkan ada kekerasan di dalam keluarganya. Demi mencegah aksi brutal Rodian, ia langsung bangkit. Ia berjalan menyusul Rodian yang mendekati posisi Celine sekarang.
Deswita mencengkeram lengan Rodian. “Ayah, Ayah, jangan—“
“Celine, anakku!” Tiba-tiba saja, Rodian menurunkan badannya. Ia lantas bersimpuh di hadapan Celine seolah tengah menyembah seorang dewi pengabul permohonan. “Tolonglah, Nak, bantu ayah tuamu ini membalas budi. Celine, putri Ayah tercinta yang sangat baik hati. Celine, si cantik jelita yang selalu Ayah gendong ke mana-mana, bahkan Mbah Surip saja kalah sama kekuatan gendongan Ayah. Ayah mohon, Putriku, terima ya? Ayah pernah nyaris mati kalau Pak Wirya yang katamu sangat ganteng itu tidak datang membantu. Kalau Ayah dulu mati, mungkin sekarang kamu dan Ken-ken sudah menjadi anak yatim. Lalu, ibumu digoda sama berondong manis yang lebih tampan.”
Deswita menepuk jidat dan sangat malu ketika mendengar ucapan permohonan Rodian pada putrinya. Bahkan, meski ucapannya kedengaran cukup konyol, Rodian tetap menderaikan air matanya.
Detik di mana Rodian bersujud, Deswita, Celine, dan Kenny mendadak terenyuh. Ternyata kekhawatiran hati mereka salah kaprah. Rodian tidak berencana memukul Celine yang sangat tengil dan blak-blakan. Lihat saja, pria itu justru memohon-mohon agar permintaannya dikabulkan oleh putrinya sendiri. Ia layaknya seorang pengemis yang hendak meminta uang seribuan untuk beli makanan, karena sudah tiga minggu menahan lapar.
“Ah, yang benar saja deh ....” Celine mengusap tengkuknya. “Kenapa juga si om itu dulu datang, ya. Tahu begitu, Celine kan punya ayah berondong manis.”
“Heiii! Anak ini, kalau ngomong kok kurang ajar ya!” tukas Deswita sembari menarik bibir Celine yang sangat kurang ajar.
Kenny menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir. “Kalau tengil ya tengil saja, tapi ya jangan durhaka!”
“Iya, iya, maaf!” Celine menurunkan arah pandangnya. Ia menatap Rodian yang masih bersimpuh dan tidak marah pada perkataannya barusan.
Karena tidak tega dan mulai sadar diri, akhirnya Celine meluruhkan badannya. Ia membantu Rodian untuk bangkit. Setelah itu, ia dudukkan ayahnya itu di kursi bekas tempat duduknya tadi.
Celine menatap wajah Rodian yang masih kebas oleh air mata. Mata Rodian menunjukkan sebuah pengharapan besar untuk Celine. Kalau diingat-ingat. Wirya Utama memang sangat berjasa pada hidup Rodian dan keluarganya. Jika bukan karena Wirya, mungkin Rodian sudah tiada. Sebuah kecelakaan nyaris merenggut hidup Rodian, saat sebuah truk mendadak datang dan menghancurkan kedai kecil miliknya, di mana pada saat itu Rodian masih bekerja di dalam dan Wirya mampir untuk menyantap makan siang.
Wirya selamat karena kebetulan ia hendak kembali ke kantor dan berhasil menghindari kedatangan truk tersebut. Namun Rodian terkena dampaknya. Rodian mengalami koma dalam waktu nyaris dua bulan. Pengobatan terus dilakukan membuat keuangan Deswita menipis, kedai kecil sumber penghasilannya dan Rodian pun sudah hancur lebur. Deswita juga masih harus merawat Celine dan Kenny yang masih balita.
Pada saat itu, Wirya yang merupakan sahabat Rodian sekaligus saksi mata kecelakaan menawarkan bantuan. Ia memang berasal dari keluarga berada, tetapi belum bisa disebut konglomerat. Apalagi pada saat itu ia sedang mengembangkan bisnis di bidang manufaktur dengan produk kosmetik. Modal yang seharusnya digunakan untuk membangun perusahaan, justru diberikan pada Deswita demi kesembuhan Rodian. Beruntungnya, Rodian berhasil sadar dan selamat melewati masa-masa kritis yang cukup lama.
Celine menghela napas setelah mengingat cerita tersebut, kemudian menggenggam kedua jemari ayahnya. “Aku enggak tahu kenapa Om Wirya ingin menjodohkan aku dengan anaknya, tapi aku sangat paham tentang bagaimana perasaan Ayah sekarang. Kalau begitu, ... aku akan menerima perjodohan ini dan membalas budi untuk Ayah.”
“Huu! Begitu dong dari tadi! Lagian mereka kan kaya, kamu bisa minta uang untuk keliling dunia. Plinplan banget! Semua orang pasti bisa tahu kenapa Om Wirya mau menjodohkan anaknya sama wanita sebodoh kamu, ya karena anaknya perjaka tua, demi apa? Demi menyingkirkan rumor! Dan lagi, selain plinplan, kamu enggak cantik-cantik banget, Celine! Kok mau sok jual mahal sih?!” ucap Kenny panjang-lebar dan kurang ajar.
“Woeee!” Celine berteriak, kesal.
Suasana yang haru mendadak heboh, saat Celine tiba-tiba bangkit dan mengejar Kenny sampai ke halaman rumah. Rodian dan Deswita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Terutama Deswita yang tidak habis pikir dengan hidupnya, selain memiliki suami cengeng, kedua anaknya pun super tengil dan kurang ajar.
***
Celine berjalan melewati koridor gedung kantornya bersama Danurdara alias Danu. Mereka terlibat perbincangan panas dan masih membahas mengenai sifat menyebalkan milik sang bos, yang sering Celine sebut dengan nama Bos Culun. Pekerjaan sebagai seorang admin di sebuah perusahaan akuntansi memang kadang kala menjengkelkan. Terlebih ketika dirinya terus dijadikan sasaran empuk oleh atasannya. Danu, salah satu rekan, selain banyak rekan lainnya yang betah mendengarkan semua gerutu lucu yang keluar dari bibir mungil milik Celine.
“Sudah di rumah ada masalah, di kantor juga masih ada. Sepertinya tahun ini, aku memiliki nasib super buruk deh, Nu! Bayangkan saja, setiap hari si Culun itu bikin aku naik darah, tapi aku yang selalu mengalah. Ah! Dia bukan ayahku, aku juga enggak punya salah apa pun ke dia kok! Tapi, kenapa, why?! Harus aku yang disuruh ini itu?! Rasanya, ingin aku colok lubang hidungnya yang besar dan mata empatnya yang kerap mendelik-delik kayak setan!” Celine mendadak menghentikan langkah saat ia mengatakan keluhan terakhirnya.
Danu tergelak, pun pada aktivitas kakinya yang juga turut berhenti karena mengikuti tindakan Celine. Dalam keadaan sedang tertawa, ia menatap Celine dengan penuh kekaguman. Menurutnya, wanita muda tersebut selalu saja memiliki banyak kejutan yang kerap membuat orang lain turut terhibur.
Satu hal yang membuat Danu semakin menyukai Celine adalah ketika Celine tetap mengerjakan tugasnya dengan baik, meskipun bibirnya terus melontarkan banyak keluhan. Selain itu, Celine kerap membawa dampak ceria pada orang-orang sekitarnya, terutama Danu yang diam-diam menyukainya.
“Sudah, sudah. Enggak baik lho memberondong orang yang lebih tua, apalagi beliau adalah atasan kita, Cel! Jatuhnya nanti kamu jadi pembully, enggak baik, Cel! Sabar saja, katanya mau keliling dunia, ‘kan?” ucap Danu lembut sembari mengingatkan Celine pada tujuan awal mengenai impian untuk berkeliling dunia.
Celine menghela napas sangat dalam. Ia tidak menanggapi ucapan Danu lagi, melainkan kembali melanjutkan langkah kaki. Danu benar, ia harus tetap bertahan sampai uangnya terkumpul untuk berangkat menjelajahi dunia. Lagi pula, meskipun nantinya ia akan menjadi istri seorang CEO tampan dan kaya raya, ia sudah bertekat akan mencari uang sendiri.
Di sisi lain, Danu kelihatan bimbang. Beberapa kali ia hendak menawarkan diri untuk mengantarkan Celine pulang. Namun setiap mengingat tentang bagaimana Celine menolak ikut dengan banyak alasan, hati Danu menjadi tak siap untuk mengatakan penawarannya itu lagi.
Alhasil, Danu dan Celine berpisah tepat di depan lobi gedung tersebut. Sementara Danu yang hendak menuju area parkir mobil, Celine bergegas keluar dari gerbang dan berencana untuk menghampiri sebuah taksi online yang sudah ia pesan sejak masih di ruang kerja.
“Celine!”
Suara seseorang menyerukan nama Celine, membuat Celine langsung menghentikan langkah dan membatalkan tujuannya untuk bertemu sang driver taksi. Celine mengernyitkan dahinya sesaat setelah ia menatap seorang pria gagah dan tampan. Keberadaan pria itu sampai menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar.
“Siapa?” tanya Celine pada pria tersebut.
“Menurutmu?!” Tegas, pria itu membalas.
Sembari memasang wajah tengil, Celine berkata, “Hih! Ditanya kok malah balik tanya sih?! Sudah asing, berlagak jadi penguasa lagi. Sorry, ya! Kalau enggak penting-penting amat, mending aku skip!”
Reksa Wirya Pandega, pria itulah yang saat ini sedang berhadapan dengan Celine. Setelah mendengar rencana perjodohan dadakan yang disetujui oleh Celine, Reksa langsung melesat untuk menemui Celine di tempat itu. Bukan karena senang ataupun penasaran pada sosok calon istrinya, melainkan geram dan tidak habis pikir.
“Aku Reksa Wirya Pandega!” ungkap Reksa mengenai jati dirinya.
“Waaah!” Rahang Celine sampai menganga ketika sedang berkata. “Jadi, kamu yang akan menjadi calon suamiku?!” Dengan tidak sopan dan bisa dianggap lancang, Celine mengungkapkan posisi Reksa dalam hidupnya saat ini.
Detik di mana Celine mengungkapkan fakta tersebut, Danu muncul bersama mobilnya. Pria itu hendak menyapa Celine, bahkan sudah membuka jendela mobilnya. Awalnya ia tidak peduli pada keberadaan Reksa, yang menurutnya adalah pria asing dan tidak penting. Namun ketika Celine mengatakan bahwa sosok tersebut adalah calon suaminya, Danu menjadi ciut nyali.
Rencana untuk menyapa Celine pun Danu urungkan dengan sejumlah kekecewaan yang mendadak bernaung di dalam hatinya. Bersama perasaan itu, Danu pergi tanpa mau meminta kepastian tentang apa yang sudah ia dengar dari mulut Celine sendiri.
“Ikut aku! Aku ingin bicara empat mata denganmu!” Tanpa meminta izin terlebih dahulu, Reksa menarik salah satu lengan Celine.
“Ngomong saja di sini! Kenapa harus—“ Ketika hendak melawan, ucapan dan pergerakan Celine justru dikunci oleh ketegasan mata Reksa.
Alhasil, mau tidak mau Celine masuk ke dalam mobil Reksa yang super mewah dan memiliki merek ternama. Reksa benar-benar orang kaya rupanya. Lumayan juga dapat tumpangan di mobil keren, pikir Celine. Sebuah senyum tipis tampak terlukis di bibirnya yang manis. Celine yang awalnya enggan, kini justru bersyukur. Yah, setidaknya diambil nilai baiknya saja. Tidak lupa, ia mengirimkan pesan pada sang driver taksi untuk pembatalan.
Mobil Reksa berhenti di sebuah kafe yang sangat elite dan mewah. Pilihan tempat itu, lagi-lagi membuat Celine berdecak kagum. Ia tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk berkunjung di tempat semacam itu. Lihat saja! Saat ini Reksa tengah suka rela hendak mentraktirnya jus ataupun dessert super lezat. Nilai plus lainnya adalah Celine bisa berfoto diri untuk keperluan pamer pada Keira—sahabatnya.
Sayangnya, ... Celine tidak dibebaskan untuk memilih menu yang ia inginkan. Reksa telah memesankan minuman berupa jus jeruk biasa untuknya. Rasa senang Celine mendadak hilang dan kembali berubah menjadi kesal. Perasaan kesal tersebut tidak hanya mengenai masalah minuman, tetapi juga kenyataan tentang perjodohan yang diinginkan oleh Rodian, membuat Celine terjebak pada sosok pria menyebalkan.
Dengan rakus, Celine menyesap jus jeruk dalam sekali teguk. Ia tidak peduli tentang kesopanan lagi, ia hendak memperlihatkan bahwa dirinya tidak akan kalah pada kesombongan Reksa. Di sisi lain, Reksa tampak tercengang pada Celine yang terbilang kurang sopan, seolah wanita muda itu tidak pernah dididik mengenai tata krama.
“Kenapa?!” Celine bertanya sembari memelototkan matanya pada Reksa.
Reksa menghela napas dalam. “Aku tidak menyangka ada wanita semacam dirimu. Selain rakus, kamu benar-benar tidak sopan. Apa kamu lupa siapa diriku? Aku seorang pimpinan terhormat!”
“Teruuus? Aku harus apa? Bersujud di hadapan Bapak?”
“Bapak?” Reksa tidak terima. Wajahnya datarnya mendadak muram dan menunjukkan gurat kemarahan.
“Iya, Bapak! Memangnya aku harus memanggil Bapak bagaimana? Tuan? Ahaha! Enggak mau!” ucap Celine lalu tertawa terbahak-bahak sendiri.
Reksa menggertakkan gigi. Matanya semakin tajam menatap Celine yang ia pikir semakin kurang ajar. Mana bisa ia hidup dengan wanita semacam itu. Selain bukan tipenya, Celine juga tengil. Benar-benar bukan wanita terhormat yang pantas diajak ke kondangan.
Demi melancarkan rencananya, Reksa berusaha mengesampingkan rasa kesalnya terlebih dahulu. Detik berikutnya, ia menatap Celine dengan wajah yang lebih serius, tetapi sangat ketus. “Kenapa kamu menerima perjodohan itu, Celine? Kamu masih sangat muda dan sama sekali tidak pantas untuk menjadi istriku. Oh! Jangan-jangan, kamu dan keluargamu hanya ingin mengincar hartaku saja, ‘kan? Aku bisa memberimu uang sebanyak apa pun. Wanita rendahan sepertimu benar-benar enggak pantas menjadi istri seorang pesohor!”
“Apa?” Dahi Celine berkerut. “Hai! Berkacalah wahai, Perjaka Tua! Hartamu? Enak saja! Aku dan keluargaku memang miskin, Pak, tapi enggak materialistis! Kalau ngomong itu dijaga! Mulut diciptakan untuk bertutur kata lembut, bukan untuk menghina. Lagi pula, sekaya apa sih diri Bapak Reksa ini? Harta Bapak kan hanya harta warisan, bukan harta hasil juang sendiri. Dan lagi, memaksa seorang wanita ikut ke kafe, tapi hanya dibelikan jus jeruk murahan? Memangnya Bapak masih bisa dianggap sebagai pesohor? Oho, menakjubkan sekali Anda ini!”
“Apa kamu nggak bisa jaga bicara, Celine?!” Mata Reksa memicing dan wajahnya kian menyeramkan.
Celine memutar bola matanya dan berangsur melipat kedua tangannya. “Siapa yang lebih dulu nggak jaga bicara, memangnya?! Pakai menganggap orang lain hanya mengincar harta lagi! Lagi pula, yang lebih dulu merencanakan perjodohan ini siapa coba? Om Wirya, bukan ayahku! Mikir! Siapa yang seharusnya perlu tahu diri. Dasar cowok enggak laku!”
Celine yang sudah muak langsung mengambil sikap. Ia bangkit dari duduknya, kemudian menendang kursi bekas tempat duduknya ke arah belakang. Tanpa mau mendengarkan ucapan dari Reksa lagi, Celine bergegas pergi. Namun ... belum ada lima langkah berjalan, ia berhenti lagi.
Sesaat setelah mengeluarkan uang seratus ribu dari tas jinjingnya, Celine kembali menghampiri Reksa yang masih duduk.
“Ini buat jus jerukku dan punya kamu! Kembaliannya ambil saja, aku ikhlas!” ucap Celine sembari meletakkan uang tersebut di atas meja dan tepat di hadapan Reksa.
Sementara Celine yang berlalu, Reksa justru geram sendirian. Reksa menggebrak papan meja, sampai benda benda di atas meja tersebut turut bergetar. Reksa pun lagi-lagi menjadi pusat perhatian, tetapi ia sudah tidak peduli.
“Ck, seratus ribu? Mana cukup?!” gumam pria itu kesal.
***
Celine yang dibuat sebal oleh sikap kurang ajar Reksa yang mengatai diri dan keluarganya hanya mengincar harta, berencana untuk menemui Keira, sahabatnya. Yang pada akhirnya, rencana tersebut bukan hanya sebatas omong kosong belaka. Ketika taksi yang Celine tumpangi berhenti tepat di depan sebuah gedung apartemen yang sangat gagah.
Tanpa menunggu lama, Celine segera keluar dari kendaraan tersebut setelah memberikan ongkos pada sang driver yang perlu ia bayarkan. Dengan langkah cepat dan cenderung terburu-buru, Celine berjalan menghampiri salah satu elevator tempat yang memiliki 30 lantai tersebut.
Kendati hanya memiliki tidak lebih dari 30 lantai, gedung tersebut masih terlihat menawan dengan segala ornamen glamor dan gaya bangunan yang unik. Tentunya seseorang harus mengeluarkan dana lumayan besar untuk bisa membeli atau sekadar menyewa salah satu unit apartemen di dalamnya. Keira salah satu teman Celine yang akhirnya berhasil membeli salah satu unit apartemen tersebut dengan tabungannya sendiri.
Namun jika ditilik dari latar belakang pekerjaan Keira yang sebagai salah satu staf penting di perusahaan kosmetik bernama PT Gold Pandega Innovation, yang memiliki brand produk bernama Golden Rose, semua orang pasti paham seberapa besar gaji yang didapatkan Keira di setiap bulannya.
Meski tidak terlalu mendetail soal nominal, orang-orang pasti masih bisa memperkirakan pemasukan Keira, termasuk Celine sendiri. Terlebih, perusahaan itu merupakan perusahaan besar milik Wirya Utama yang sudah diserahkan pada putranya, yakni Reksa Wirya Pandega. Dua orang pria yang memiliki sebuah ikatan dengan keluarga Rodian, ayah Celine.
“Keira!” seru Celine sembari menjatuhkan sebuah pelukan pada Keira yang belum lama ini telah membukakan pintu untuknya.
Keira agak terkejut, membuat sepasang matanya sedikit melebar. Ia membalas pelukan Celine, lalu menyeret tubuh sahabatnya itu untuk masuk ke dalam ruang apartemennya yang bernuansa merah muda. Keira memiliki hobi yang sama seperti Celine, tentang sebuah perjalanan ataupun penjelajahan. Namun ia cenderung lebih girly dan pintar. Berkat kecerdasannya itulah, ia dapat menembus dinding pertahanan Golden Rose.
“Ada apa, Cel?” tanya Keira sesaat setelah mendudukkan Celine di salah satu sofa yang berukuran panjang.
Sementara tubuh Celine yang kian ambruk dan akhirnya tumbang di atas kursi empuk itu, Keira masih saja berdiri sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ada apa? Kenapa? Dan karena apa? Kamu kan sudah janji mau datang, tapi kok telat begini? Ada masalah apa memangnya? Katakan padaku, Cel! Biasanya kalau ingin bertemu denganku, kamu bisa jauh lebih cepat daripada lesatan komet yang jatuh dari langit.” Keira yang sudah sangat penasaran, langsung membombardir Celine dengan beberapa pertanyaan yang sebenarnya memiliki makna serupa.
“Aaa!” pekik Celine sembari mengacak rambutnya sendiri. “Satu-satu kenapa?! Kamu kan tahu kemampuan otakku terbatas, enggak seperti otakmu yang macam otak kancil, Ra!”
Keira menghela napas. Lalu, ia berjalan meninggalkan Celine untuk menuju dapur guna mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas. Selain itu, ia ingin membiarkan hati Celine menjadi lebih tenang. Celine yang jarang terlambat ketika memiliki janji dengannya, sukses membuat benak dan hatinya bertanya-tanya.
Terlebih, ketika Celine datang dalam keadaan semuram itu, sepertinya memang sempat ada masalah yang melanda hidup Celine. Namun entah apa, sebab Keira belum bisa membuat spekulasi. Selama ini, Celine jarang terlibat permusuhan dengan orang lain, malahan banyak orang yang ingin berteman dengan sahabatnya tersebut.
Keira menyajikan dua botol air mineral yang tutupnya masih disegel untuk dirinya sendiri dan Celine. Setoples keripik singkong kesukaan mereka pun turut tersaji sebagai teman berbincang. Kemudian, ia duduk tepat di samping Celine, setelah ia menyingkirkan kaki panjang Celine yang berposisi sembarangan. Detik berikutnya, Keira berkata, “Katakan padaku, Cel, ada apa?”
“Aku disuruh menikah dalam waktu dekat ini, Ra!” sahut Celine tak lagi banyak basa-basi. Ia pun bangkit dan tanpa memedulikan keterkejutan Keira, ia kembali berkata, “Kamu tahu, 'kan, ayahku diam-diam mengenal sosok Wirya Utama, pimpinan terdahulu perusahaan di mana kamu bekerja?”
Keira mengangguk. “Aku sangat tahu mengenai itu, Nona Celine Aurora Rodiya! Kamu kerap menceritakan kebanggaan itu, kalau dihitung mungkin sudah seratus ribu kali, Cel. Tapi, memangnya ada hubungan apa antara pernikahanmu dan tuan besar itu, Cel?”
“Kamu ini kan pintar, tapi kok masih bertanya sih?! Dan lagi, seratus ribu? Ada-ada saja, enggak separah itu kali, Ra! Kalau memang sampai sebanyak itu, bibirku pasti sudah monyong seratus ribu meter, Keira Santika, yang cantik jelita nan manjalita!”
“Ya, maaf. Sudahlah! Lupakan soal bibirmu, Cel! Soal pernikahan, kenapa tiba-tiba disuruh menikah? Apa kamu ... ah, astaga, Cel! Kamu enggak hamil duluan, ‘kan? Siapa yang menghamilimu, Cel? Cowok mana yang mau sama si tengil macam dirimu, coba? Enggak mungkin ada, ‘kan?!” Keira mengguncang tubuh Celine dan sesekali memeriksa kondisi perut Celine yang meskipun kurus, perut Celine sedikit buncit.
“Ngawur kamu, Ra! Sembarangan saja kalau ngomong! Lalu, memangnya aku sejelek itu apa, sampai enggak ada cowok yang mau?”
Mata Celine melebar karena ucapan Keira yang mengesalkan. Meskipun begitu, ia tidak tersinggung sama sekali. Sebab, ia sendiri bisa jauh lebih parah jika memberikan komentar pada orang lain, contohnya pada Reksa beberapa saat yang lalu. Saat ia menyebut Reksa—calon suaminya sendiri—sebagai perjaka tua yang tidak laku.
“Aku dijodohkan dengan Reksa Wirya Pandega, Ra! Barusan aku ketemu sama dia. Dia memang tampan, tapi sombongnya ya ampuuun! Sampai mengataiku dan keluargaku hanya mengincar hartanya. Padahal kan Om Wirya yang mengajukan acara perjodohan kuno semacam itu dengan membawa-bawa jasanya pada ayahku di masa lalu,” ungkap Celine yang lagi-lagi membuat Keira terperanjat.
“Reksa itu ya, selain sombong, mulutnya juga lemes kayak mulut perempuan. Cuma dapat harta warisan saja, gayanya selangit! Idih banget pokoknya! Sudah begitu kalau dia ngomong, lubang hidungnya yang super besar kembang kempis kayak lubang pembuangan sampah. Kalau saja enggak tahan, mungkin aku sudah memasukkan tisu bekas ingusku ke dalam lubang hidungnya, Ra! Dia jauh lebih menyebalkan daripada bos culun di kantorku!” gerutu Celine lagi.
Keira menghela napas dan mengatur hatinya sendiri. “Reksa? Maksudmu CEO yang menjadi atasanku sekarang, Cel? Astaga, Cel! Dia memang terkenal killer, pimpinan super galak yang enggak mau menerima sedikit pun kesalahan. Kamu juga pasti mendengar rumor-rumor tentangnya, ‘kan? Well, dia memang tampan, Cel, tapi please mending kamu skip dia di daftar calon suami, Cel. Bukan karena apa-apa, kalau kamu hidup dengan pria semacam itu, kamu sama saja masuk ke dalam neraka, Cel! Kamu masih bisa menolak perjodohan itu, ‘kan?”
“Enggak bisa, Ra, aku sudah janji sama ayahku. Lagi pula, Om Wirya memang berjasa banget pada keluargaku, Ra. Apalagi dulu beliau belum sehebat sekarang, kata ibuku, beliau mengorbankan semua modal usahanya. Pada saat itu juga, si Reksa masih sekolah di salah satu SMP favorit yang biayanya enggak sedikit. Lagian, ya, Ra, kalau aku mundur aku sama saja kalah sama Reksa. Aku justru ingin tetap maju, aku enggak peduli soal cinta, Ra. Aku tetap akan menikah dengannya dan aku akan membuatnya jatuh cinta padaku, Ra.”
“Cel!” Keira mencengkeram lengan sahabat yang sangat keras kepalanya tersebut. “Jangan main-main sama pernikahan deh! Lagi pula, kita kan sudah janji mau keliling dunia bersama. Kalau kamu menikah, bagaimana dengan impian kita, Cel?”
“Nah itu, Ra, poinnya! Selain untuk membuat si Reksa angkuh itu jera, setelah dia jatuh cinta padaku, aku akan menjadikannya budak. Nanti pas dia sudah suka sama aku, aku bakalan pergi keliling dunia sama kamu, Ra. Biar saja, dia ngibrit mencariku!”
“Aduuuh, Cel! Please deh! Jangan seperti ini, ya? Kalau rencanamu berhasil, kalau enggak, bagaimana? Atau malah nanti yang jatuh cinta duluan kamu bukan dia, kan berabe, Cel!”
Celine tergelak mendengar penuturan Keira. “Sudahlah, Keira Santika, yang cantik! Aku enggak mungkin jatuh cinta sama orang sebengis Reksa. Mendingan sama Danu saja, tapi dia sangat lamban sih. Pokoknya ya, Ra, aku akan tetap menikah, demi nama baik ayahku. Akan aku menjalani pernikahan itu seperti sebuah petualangan istimewa yang jarang ada di dunia ini, dan lihat saja aku pasti berhasil membuat Reksa jatuh cinta padaku, Ra. Biar dia tahu rasa dan malu sendiri, ketika sudah jatuh cinta sama cewek yang pernah dia maki-maki.”
Keira menghela napas. Menyerah mungkin pilihan tertepat untuknya sekarang. Keira yang sudah mengenal Celine luar-dalam, sampai tahu jumlah baju-baju rombeng yang masih disimpan oleh Celine, tentu saja juga sangat paham bagaimana keras kepalanya sahabatnya tersebut. Selain itu, kalau sudah menyangkut nama baik orang tua, Keira yang hanya orang luar memangnya bisa apa? Mungkin semua keputusan Celine saat ini memang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!