...Hallo semua, jumpa lagi di karya baruku Dvesa Aku sedang dilanda kegabutan yang hakiki, dan stuck menulis cerita...
...'Ode untuk Lintang'...
...untuk mengisi waktu luang di sela-sela persiapan ujian, aku tulis cerita ini. Semoga kalian suka....
...Terima kasih....
...----‐-----------------------------------...
Kerajaan Astapura yang dipimpin oleh Raja Sri Narendra mengundang raja-raja di seluruh negeri, untuk memperingati perayaan satu abad berakhirnya perang Barathayudha. Undangan tersebut sampailah pada kerajaan Dwipajaya, salah satu kerajaan di Nusantara.
Raja Daneswara yang saat itu memimpin Dwipajaya menerima undangan tersebut.
Di hadapan para patih kerajaannya, Raja Daneswara meminta seorang prajurit untuk membacakan isi undangan itu.
“Sebaiknya Baginda mulai mempersiapkan keberangkatan menuju Astapura” ujar Patih Naraya yang merupakan penasihat raja.
“Betul Baginda. Perjalanan menuju Hindustan memakan waktu empat belas hari pelayaran. Bulan ini, iklim di laut cukup bersahabat. Tidak ada badai atau gelombang dalam waktu dekat” Patih Mahesa menambahkan informasi tentang cuaca musim ini.
Setelah mendengar beberapa masukan dari para Patih, Daneswara memutuskan untuk mempersiapkan keberangkatannya dan berniat tiba lebih awal dari pada undangan, yang akan dilaksanakan tanggal dua belas bulan depan.
Daneswara memiliki hubungan kekerabatan dengan Raja Sri Narendra karena salah satu keponakannya bernama Utari adalah menantu Raja Sri Narendra. Tidak hanya itu, Dwipayana dan Astapura bekerjasama dalam bidang perdagangan tekstil dan rempah-rempah.
Daneswara memiliki enam orang putri dari istri pertamanya dan dua orang putra dari istri keduanya yang merupakan selir. Istri pertamanya, Paramitha dan keenam orang anaknya bernama Andhini, Parvati, Badari, Mahisa, Citra, dan Gayatri. Sedangkan selirnya, Swastika memiliki dua orang putranya bernama Adhiyaksa dan Atmadewa.
Satu persatu putri Daneswara telah dinikahkan dengan raja-raja dari pelosok negeri, kecuali puteri bungsunya yang baru menginjak usia dua puluh tiga tahun.
Daneswara memerintah dengan adil dan bijaksana. Daneswara juga membagikan warisan yang adil kepada kepada putra-putrinya.
Daneswara mengumpulkan istri dan anaknya di taman istana. Sambil beristirahat, Daneswara mengutarakan
maksudnya untuk menghadiri undangan peringatan perang Barathayudha.
“Aku akan mempersiapkan keberangkatan menuju Hindustan. Alangkah baiknya jika istri dan anaku turut hadir dalam undangan ini” ujar Daneswara.
“Ampun Ayahanda, saat ini hamba sedang dalam bimbingan patih Drona mengurus perdagangan” ujar Adhiyaksa sambil menangkupkan kedua tangannya di kening.
Putra pertama Daneswara yang seusia dengan putri bungsunya, meminta izin untuk tidak hadir karena sedang mempelajari ilmu perdagangan.
“Ayahanda, hamba sedang memepelajari ilmu kanuragan” ujar Atmadewa.
Daneswara menganggukan kepalanya. Ilmu kanuragan harus dipelajari tanpa jeda, jika Atmadewa ikut dalam pelayaran ke Hindustan maka saat pulang nanti dia harus mempelajari ulang ilmu kanuragan dari awal.
“Suamiku, aku dan Swastika akan membantu persiapan keberangkatanmu. Istana tidak boleh dibiarkan kosong. Berangkatlah bersama Gayatri” ujar Paramitha.
Gayatri menetujui usul ibunya. Dia dan ayahnya menyiapkan barang-barang yang mereka butuhkan selama perjalanan menuju Hindustan.
“Ibu, seperti apa Hindustan itu?” Tanya Gayatri yang baru pertama berlayar menuju Hindustan.
“Ada banyak kuil di sana, ada banyak saree dan perhiasan cantik di sana kualitasnya lebih bagus dari pada yang dikirim ke Nusantara” ujar Paramitha sambil menyiapkan beberapa manisan
kering untuk bekal selama perjalanan.
“Mengapa ibu menyiapkan manisan, bukankah banyak makanan manis di Hindustan?”
“Putriku, perjalanan menuju Hindustan memakan waktu selama empat belas hari. Selain daging dan ikan kering, manisan akan menemanimu sampai ke Hindustan. Makanlah yang banyak setelah tiba” ujar Paramitha sambil membelai pipi putrinya.
“Ibumu melupakan satu hal, sayang” ujar Sawstika yang muncul dengan membawa kudapan kesukaan Gayatri.
“Di sana banyak pria tampan” Swastika sambil menarik tanggan Gayatri dan melakukan gerakan memutar berulang-ulang.
“Hentikan Swastika. Gayatri datang menemani ayahnya memenuhi undangan Raja” ujar Paramitha sambil tersenyum.
“Tenanglah Paramitha, putrimu perlu melihat pria tampan di sana. Ingat Gayatri, jangan biarkan ayahmu menyuruhmu berjalan sambil menutup mata”
Mereka bertiga tertawa.
...----------------...
Setelah empat belas hari berlayar, tibalah rombongan Raja Daneswara di pelabuhan Astapura. Mereka menyandarkan kapal Dwipajaya ke dermaga Astapura.
Di pelabuhan, rombongan Raja Daneswara disambut oleh Raja Sri Narendra dan pengawalnya, serta Utari dan suaminya Sri Rama.
“Salam Raja Daneswara, selamat datang di Astapura” ujar Raja Sri Narendra sambil mengatupkan kedua tangannya di dada.
Raja Daneswara melakukan hal yang sama, dan membalas salam Raja Sri Narendra.
“Aku datang bersama putriku Gayatri” ujar Raja Daneswara sambil memperkenalkan putrinya.
“Salam putri Gayatri”
“Anda sungguh beruntung memiliki putri yang cantik” ujar Raja Sri Narendra kepada Raja Daneswara.
Gayatri membalas salam Raja Sri Narendra, sambil tersipu malu.
Raja Sri Narendra mengajak rombongan Raja Daneswara menuju istana kerajaan Astapura.
Mereka menaiki kereta kuda dan diarak menuju istana.
“Saudariku selamat datang di Astapura” ujar Utari kepada Gayatri
“Tempat ini sangat indah” ujar Gayatri yang melihat keindahan jalan menuju istana melalui jendela kereta kuda.
“Upacara peringatan akan diadakan dua minggu lagi, bagaimana kalau kau dan aku melihat-lihat kota Astapura” ujar Utari antusias
“Tentu saja itu ide yang bagus. Aku sudah tidak sabar melihat keindahan kota ini”
Mata Gayatri berbinar-binar membayangkan kota Astapura yang akan dikunjunginya.
“Kita hampir sampai, persiapkan dirimu” ujar Utari begitu mereka tiba di gerbang istana.
“Kita akan disambut ibu Suri dan ibu mertuaku”
Gayatri membenarkan pakaian dan rambutnya. Dia ingin memberikan kesan yang baik dipertemuan pertama dengan keluarga istana.
Kereta kuda berhenti tepat di depan istana, sejajar dengan kereta kuda yang lainnya.
Utari membantu Gayatri turun dari kereta. Mereka bergabung dengan Raja Daneswara, Sri Rama, dan Raja Sri Narendra bersama-sama memberi salam kepada ibu Suri dan Lakshita, Istri Raja Sri Narendra.
“Salam ibu Ratu, salam Ratu Lakshita” ujar Raja Daneswara diikuti gerakan memberi salam seluruh rombongan Dwipajaya.
“Siapa putri cantik ini?” ujar ibu Suri sambil mengulurkan tangannya menyentuh dagu Gayatri.
“Ini putri bungsu Raja Daneswara” ujar Raja Sri Narendra
Ibu Suri memandang Gayatri kagum.
“Wanita-wanita Nusantara memiliki kecantikan yang khas, aku tidak keberatan jika menantu dari Nusantara bertambah di keluarga ini” ujar ibu Suri.
“Anda terlalu memuji ibu Ratu” ujar Gayatri sopan.
“Lihatlah! bahkan tutur katanya sangat anggun” Ibu Suri kembali memuji Gayatri.
Semua orang yang mendengar perkataan ibu Suri tersenyum sedangkan wajah Gayatri bersemu merah.
“Masuklah kami telah menyiapkan
hidangan dan tempat peristirahatan” Ratu Lakshita mempersilahkan tamunya masuk.
Setelah makan bersama, masing-masing berpamitan menuju tempat peristirahatan. Utari membantu Gayatri membawakan barang-barangnya.
“Kau akan tinggal di istana selatan, istana khusus para wanita”
“Semua menantu dan selir tinggal di istana ini. Istana ini dibuat atas permintaan ibu Suri”
“Wah, ibu Suri benar-benar memikirkan privasi seorang wanita”
“Tentu saja. Kau tahu, pertama kali aku datang ke istana ini aku pikir aku akan sendirian, ternyata banyak yang perhatian padaku. Mereka bahkan mengajariku cara memakai memakai saree, dan menghias tanganku dengan mehendi”
Gayatri menatap sekeliling kamarnya dan menuju ke arah jendela. Jedela kamarnya menghadap langsung ke pelataran bangsal wanita, dan gerbang bangsal tersebut.
“Kamar tidurmu sudah kusiapkan. Beristirahatlah, besok aku akan mengajakmu berkeliling”
“Terima kasih. Aku tidak sabar, menunggu besok”
Utari meninggalkan Gayatri beristirahat. Sepeninggalan Utari, Gayatrimembersihkan dirinya, berganti pakaian, dan beristirahat.
...----------------...
“Wah, cantik sekali” ujar Gayatri sambil
memegang sejumlah perhiasan yang dijajakan pendagang kaki lima di seputaran
pasar kota.
“Ibuku bilang kualitas saree dan perhiasaan yang dibeli langsung di Hindustan lebih baik dibanding yang dikirim ke Nusantara”
ujar Gayatri sambil mencoba beberapa perhiasan.
“Tentu saja, jika ingin mendapat kualitas yang lebih baik kamu harus berkunjung ke Hindustan” ujar Utari ikut memilihkan
perhiasan.
“Berapa semuanya paman?” tanya Gayatri pada penjual perhiasan setelah dia menemukan perhiasan yang cocok. Dua pasang anting-anting. Kalung, cincin, dan gelang masing-masing dibelinya satu
pasang.
“Semuanya 50 Rupee” ujar paman pedagang.
“Biar aku yang membayarnya” ujar Utari sambil mengeluarkan uang dari kantung mungil yang dibawanya.
“Tidak perlu repot-repot, ibuku membekaliku dengan banyak uang. Biar aku saja yang membayarnya”
Setelah berdebat panjang akhirnya Utari menuruti permintaan Gayatri untuk membayar belanjaannya sendiri.
“Ayo kita ke suatu tempat” Utari menarik tangan Gayatri menuju ke sebuah tempat yang dimaksudnya.
“Kemana kita akan pergi?”
“Sudah, menurut saja”
Mereka berdua tiba di depan sebuah toko kain bertuliskan “Citraganda Tekstil”
“Selamat siang paman” ujar Utari kepada seorang pria yang sedang menulis di meja kasir.
Pria yang disapa mendongakan wajahnya.
“Puteri Utari! sudah lama Anda tidak kemari
selamat datang di Citraganda Tekstil pilihlah apapun yang kau suka” ujar Pandit
pemilik tekstil tersebut.
Pandit mengedarkan pandangan ke jalan di hadapan tokonya, namun tidak menemukan sesuatu yang ia cari.
“Puteri Utari kemarilah!” ujar Pandit mendekatkan wajah ke arah Utari.
“Apa yang membuatmu datang tanpa para pengawal?”
“Jangan khawatir paman, tidak ada yang dapat mengusik keluarga kerajaan Astapura. Lagipula gerbang kota dijaga dengan sangat ketat”
“Ya, Anda benar! tapi Tuan Puteri tetap harus hati-hati. Astapura berperang dengan banyak kerajaan, bukan tidak mungkin para
musuh mengincar keluarga kerajaan untuk dijadikan tawanan” ujar Pandit serius.
“Aku dan saudariku akan hati-hati”
“Saudari?" tanya Pandit heran.
"Oh, aku melupakan gadis cantik yang datang bersamamu” ujar Pandit tersenyum menatap Gayatri yang sejak tadi hanya
menyimakan pembicaraan mereka.
“Ini Gayatri, dia datang dari Nusantara dengan Ayahnya Raja Daneswari untuk mengikuti peringatan satu abad berakhirnya perang Barathayudha”.
Utari memperkenalkan Gayatri pada paman Pandit.
“Salam paman” Gayatri memberi salam yang dibalas dengan salam yang sama oleh Pandit.
“Selamat datang di Astapura Puteri Gayatri.
Citraganda satu-satunya tekstil terbaik langganan keluarga kerajaan. Silahkan
pilihlah apapun yang anda suka”
Utari dan Gayatri berkeliling toko tersebut
melihat-lihat berbagai jenis saree.
“Kau suka yang seperti apa?”
“Aku suka saree yang dipadukan dengan beberapa warna” ujar Gayatri sambil menyentuh saree yang dipajang.
“Baiklah, akan kucari yang sesuai seleramu”
“Paman, apa kau punya saree dengan perpaduan beberapa warna?” Utari bertanya pada Pandit
“Sebentar aku ambilkan” ujar Pandit sambil
membongkar tumpukan saree yang
terletak di rak paling atas etalasenya.
Paman Pandit meletakan beberapa saree, dia meminta Utari dan Gayatri memilih saree yang mereka maksud.
“Oh ya ampun, ini cantik sekali” Gayatri memegang sebuah saree biru gelap yang
dipadukan dipadukan dengan warna merah dan hijau muda.
“Paman, boleh aku mencobanya?”
“Tentu saja tuan Puteri”
Utari mengantar Gayatri menuju ruang ganti.
Beberapa menit kemudian…
“Kau cantik sekali saudariku” ujar Utari takjub melihat saree yang dikenakan Gayatri.
“Paman aku ambil yang ini”
Gayatri meminta Pandit membungkus saree yang baru dicobanya.
“Bagaimana kalau Tuan Puteri mencoba yang ini juga” Paman Pandit menyerahkan saree berwarna jingga berpadukan biru dan warna emas.
Gayatri mengambil baju tersebut dan mencobanya.
“Suatu kehormatan bagiku, Tuan Puteri dari
Nusantara mencoba saree pilihanku”
ujar Pandit sambil bertepuk tangan.
Gayatri tersipu dan berterima kasih atas pujian Pandit.
“Berapa semuanya paman?” ujar Utari
“Tuan puteri anda bisa membayarnya setengah harga, saree yang saya pilihkan
adalah hadiah untuk puteri Gayatri”
Utari menahan tangan Gayatri yang hendak
mengeluarkan uangnya.
“Jangan menolak, ini hadiah dariku sebagai
ucapan selamat datang” ujar Utari sambil membayar.
“Paman Pandit, terima kasih untuk hadiahnya, ini benar-benar bagus”
“Jangan pikirkan. Selamat bersenang-senang di Astapura!”
Matahari hampir tengelam diufu barat, Gayatri dan Utari berpamitan pada paman Pandit dan kembali ke istana.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!