Sinar mentari pagi menyelinap dibalik sela- sela gorden yang tidak tertutup dengan benar. Ada sesuatu yang terasa hangat menyentuh pipinya. Seberkas cahaya menyilaukan matanya. Dengan sedikit menggeliat manja gadis itu ingin memastikan apakah gerangan yang terasa hangat di pipinya. Perlahan tapi pasti dia buka matanya.
Gubrrraaaaakkkkk !
"Ibu, sudah jam 7, kenapa tidak membangunkan ku !
Teriaknya sambil berlari ke kamar mandi.
"Ibu sudah membangunkan mu sayang. Karena kamu lagi dapet, kamu bilang bentar lagi Bu, masih PW (Posisi Wenaaaakkk), Via lg gak sholat." Jawab Ibunya menirukan kata-kata Lyvia tadi pagi.
°Lyvia maharani
Putri sulung dari dua bersaudara. Usianya 23 tahun, tapi kariernya lebih hoky dibanding urusan hatinya. Dia bekerja sebagai Branch Manager di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jual beli kendaraan roda dua.
Di kampungnya, pada usia tersebut sudah cukup matang untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Tapi ibunya sampai heran, kenapa sampai saat ini belum pernah sekalipun dia perkenalkan teman laki-lakinya.
Pertanyaan yang sama selalu dilontarkan tetangga dan kerabat pada Ibu nya Lyvia.
"Kapan ini kira-kira mau mantu ?"
Ada juga yang nyletuk.
"Kelihatannya duluan adiknya daripada kakaknya." Kata salah satu kerabat dekat ibunya.
Apakah anaknya begitu galak, sehingga tidak ada laki-laki yang mau mendekatinya. Karena di tempat kerjanya Lyvia terkenal jutek, tapi mengutamakan kejujuran dan kedisiplinan.
"Aku berangkat dulu ya Bu."
Dia raih tangan ibunya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiri menyambar teh hangat di meja, untuk sedikit di teguk nya sebagai penghangat perut.
"Kebiasaan."
Disentil nya pipi Lyvia dengan manja.
"Gak sarapan dulu ?"
diikutinya putri sulungnya ke depan.
"Tidak Bu, nanti saja. Via buru-buru, ada meeting." Jawabnya berlalu menuju garasi.
"Ibu, Kania kemana ? kok motornya ada dirumah ?" Tanya Lyvia pada Ibunya, memastikan dimana keberadaan adik semata wayangnya.
"Kania ke sekolah, tadi bareng sama temannya." Jawab Ibu menjelaskan.
°Kania prastika
Adik dari Lyvia maharani, duduk di kelas 12 SMU. Berbeda dengan kakaknya yang tertutup, Kania lebih ceria dan mudah bergaul.
"Oohhh....baguslah, Lyvia bawa motor Kania ya Bu ?" Komentarnya.
"Oya Bu, bilang sama Kania, hati hati dijalan, ini lagi banyak razia, dia kan belum punya SIM" Imbuhnya lagi.
"Iya, nanti ibu bilang, kamu juga hati-hati di jalan, jangan ngebut." Pinta ibunya.
"Siap Ibuku sayang, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam warohmah." Jawab Ibu, sembari menatap kepergian putrinya ke tempat kerja. Untaian do'a senantiasa disisipkan di dalam hati.
***
*Diperjalanan
Via menghentikan laju motornya, nyala lampu merah. Sesekali dia melirik arloji di tangan kirinya.
"Uufffff....sudah jam delapan lebih, telat nich." Umpatnya dalam hati.
Padahal dia mengultimatum seluruh karyawan untuk siap di tempat meeting jam delapan tepat. Tapi ini sudah hampir setengah sembilan dia masih dijalan.
Lampu hijau sudah menyala. Tapi baru sekitar dua ratus meter.
Cccciiiiiiitttttttt.......
"Maaf, silahkan menepi sebentar." Pinta seseorang yang menghentikan motornya
'Sial, apa lagi ini.' Gerutunya dalam hati.
Dari balik kaca helm bogonya terdapat sebuah nama yang tertulis di atas saku dada sebelah kanan "ADRIAN".
Lyvia mencoba mengamati wajah orang yang ada di depannya. Tapi terasa asing baginya.
'Ahh....mungkin dia orang baru, jadi aku belum begitu tau.' Fikirnya, sambil membuka kaca helm bogo yang dia kenakan.
"Boleh saya pinjam surat-suratnya ?" Tanyanya kemudian.
Tanpa jawaban, dia serahkan SIM & STNK yang di minta.
Laki-laki itu mencocokkan fisik kendaraan dengan kertas yang dia pegang. Sesekali dia melirik ke arah yang di periksa.
"Maaf....silahkan ikut saya ke meja sebelah sana." Katanya sambil menunjuk ke meja yang dia maksud.
'Apa ini, kenapa saya disuruh mengikuti nya ?' Gumamnya tak mengerti. 'Perasaan tidak ada yang salah.' Keluhnya lagi.
"Kenapa Pak, apa ada yang salah dengan kendaraan atau surat-surat saya ?" Tanya Lyvia mendesak segera ingin tau.
"Pak, apa tidak bisa sedikit dipercepat, karena saya sedang buru-buru."
Tidak ada jawaban, pak polisi jutek itu dengan santainya melenggang mendahuluinya.
Lyvia sedikit gemas dibuatnya, karena bukannya segera menyelesaikan urusannya, tapi malah sedang berbincang dengan salah satu rekannya.
"Maaf Pak, boleh saya tau kesalahan saya ? Saya buru-buru Pak." Pertanyaan yang sama dilontarkan kembali oleh Lyvia. Kali ini dengan nada yang agak meninggi.
Suaranya yang khas membuat orang lain melirik heran ke arahnya.
"Mbak Via, kenapa ?" Tanya seseorang yang meskipun setengah berbisik tapi Lyvia bisa mengenali suara itu.
"Mbak Dira, tolong mbak, aku buru-buru, tapi aku tidak tau kenapa aku disuruh menunggu sebentar di tempat ini. Padahal surat-surat ku komplit." Cerocosnya setengah bingung meminta jawaban.
°Andira
Biasa dipanggil Dira, dia salah satu polwan yang selalu membantu Lyvia di bagian BBN-KB.
Yang ditanya hanya mengangguk dan memberikan kode supaya dia bersabar sebentar.
"Hhhuuuuffffffff..." Lemas dia tepuk jidatnya sendiri. Meskipun tidak mengantuk, tapi rasa kesal membuat Lyvia menundukkan kepala.
"Anda sudah tau kesalahan anda ?" Dia lihat yang punya suara sudah ada di depan mata. Pertanyaan itu hanya dia jawab dengan gelengan.
"SIM Anda sudah tidak bisa digunakan lagi. Ini sudah exp dari tahun dua ribu enam belas."
"Oh My God" Mata Lyvia melotot membolak balik benda persegi yang membuatnya pusing pagi ini.
Lyvia jarang naik motor, di samping itu dia hampir tidak pernah kena razia. Jadi sampai tidak tau kalau SIM nya sudah kedaluwarsa.
"Iya Pak, maaf. Saya tidak pernah kena tilang jadi tidak sadar kalau masa berlakunya habis." Jawabnya asal.
"Yang penting sudah pernah punya SIM, kan peraturan yang tertera disitu 'pengendara bisa menunjukkan SIM' mana saya tau kalau sudah KDL." omelnya sendiri.
"Apa anda bilang ?"
Seolah mengerti apa yang sedang Lyvia gerutu kan.
"Tidak Pak, saya tidak ngomong apa-apa."
Celoteh nya.
"Apa tidak bisa bayar ditempat Pak ?" Tanya Lyvia sedikit merayu.
"Apa kamu bermaksud menyogok petugas !" Jawabnya, bagai singa lapar yang akan menerkam mangsanya.
Entah karena takut atau karena malu, Lyvia pun hanya menggelengkan kepala.
Menurut saja dia terima surat tilang itu. Hanya tidak mau banyak berurusan dengan polisi.
'Jaim dong....secara pekerjaan ku membutuhkan bantuan mereka juga. Jadi baik-baik deh dengan pak polisi.'
Dengan gontai dia berjalan menuju kendaraannya, Dira mendekati, menanyakan apa kesalahannya. Jawaban Lyvia membuatnya tertawa.
Tanpa mereka sadari Pak polisi yang tadi memproses surat-surat Lyvia memperhatikan dari kejauhan.
Degg.....
Ada perasaan berbeda saat tak sengaja mereka saling menatap.
"Manis juga sich." bisik Lyvia sendiri. Acchhh....segera dia tepis pikiran itu.
"Tapi, perasaan aku pernah lihat sebelumnya, tapi dimana ya ?" Dia larut dalam rasa penasaran.
Dibiarkan rasa penasaran itu berputar-putar pada pikirannya. Segera dia pamit dan meninggalkan Andira dengan kesibukannya untuk bergegas menuju tempatnya bekerja.
~ --------------------------
~ --------------------------
~ --------------------------
Brrraaaakkkk.....!
Terdengar sesuatu terjatuh di depan. Seseorang langsung berlari menuju sumber suara.
"Bu Lyvia....tumben bawa motor ?" tanya seorang laki-laki yang usianya jauh lebih tua dibanding Lyvia.
Sambil membantu mengambil helm yang tadi terjatuh. Dia perhatikan perempuan yang ada di depannya yang masih sibuk dengan dirinya sendiri.
Penampilannya sedikit kusut hari ini. Wajahnya tidak secerah biasanya. Bahkan tidak ada sedikitpun senyum menghiasi bibirnya. tapi seperti apapun dia tetap saja terlihat smart.
"Maaf pak, saya telat, maunya cepet pakai motor. Eeeee.....tak taunya malah kena razia." Gerutunya sendiri.
Terdengar Pak Hari tertawa kecil melihat Lyvia yang terlihat kusut tapi tetap smart.
°Pak Hari
Salah satu karyawan di dealer yang menjabat sebagai SPF. Usianya sudah tidak muda lagi. Anak sulungnya sudah duduk di bangku SMU, tapi dia jago dalam penjualan.
Dulu dia hanyalah seorang broker yang membantu penjualan unitnya. Semakin lama potensi jualannya semakin bagus, maka Lyvia menawarkan untuk gabung di team dia sebagai SPF.
Dengan hati yang masih kesal, Lyvia langsung menuju lantai dua. Dimana ruang meeting berada. Semua staf sudah siap menunggu kedatangan nya. Mulai dari staf administrasi, promosi sampai marketing sudah hadir.
"Assalamu'alaikum, maaf saya telat" sapa dia sedikit acuh.
"Silahkan Pak Hari, dimulai meeting nya."
Lanjutnya mempersilahkan pak Hari untuk memimpin meeting pagi ini. Sambil meletakkan pantatnya di kursi, dia cari letak yang tepat agar nyaman.
Rasanya tidak konsentrasi Lyvia mendengar kan kata-kata pak Hari.
Hatinya masih dongkol dengan sikap Polisi jutek tadi. Dia juga heran, sebenarnya siapa dia ? Karena kelihatannya baru kali ini dia bertemu.
Dan anehnya lagi, biasanya setiap ada razia, Lyvia diminta untuk berlalu begitu saja. Apalagi kalau bukan karena wajah Lyvia sudah tidak asing lagi di kalangan Polres & Samsat.
Tapi kali ini berbeda, dia merasa seperti maling yang ketangkap basah. Tidak seorangpun mengenalnya, bahkan mereka yang kenal sama Lyvia merasa pura-pura tidak mengenalnya.
"Kira-kira ada yang mau ditambahkan Bu Lyvia ?" Tanya Pak Hari ketika menyudahi arahannya.
Lyvia masih dalam lamunannya, tersadar ketika Pak Hari mengulangi pertanyaannya.
"Bu Lyvia, apa ada yang mau di tambahkan?"
"Ohh....iya Pak, pembahasan kita hari ini tentang promosi...saya minta masing-masing team mengajukan jurus jitu kalian bagaimana caranya bisa gol sesuai target & waktu yang ditentukan"
Yang mendengar hanya saling pandang dan memberi kode tanda tidak mengerti apa yang dikatakan atasannya itu.
"Bukankah kata-kata itu sudah disampaikan oleh Pak Hari ?"
''Berarti Bu Lyvia lagi gak konsent ?"
''Apa dari tadi Bu Lyvia tidak mendengar kan apa yang disampaikan Pak Hari ?''
(Bisik-bisik semua karyawan yang ada di ruangan itu.)
Pak Hari sendiri juga heran.
Apa yang terjadi dengan Lyvia.
Seorang Lyvia yang biasanya dengan sigap menyelesaikan semua problem karyawan nya jika kena masalah dengan polisi, tapi hari ini dia lebih galau hanya karena kena razia.
"Kita break dulu ya....yang jelas acara ini akan kita laksanakan dua bulan lagi." Katanya menegaskan
"Saya harap kalian tetap semangat, semaksimal mungkin mencapai target dan saya akan berikan bonus tambahan untuk yang bisa melebihi target di bulan ini."
Imbuhnya lagi sebelum menutup meeting hari ini.
Yyeeeeeeee..... semangat...!
Serentak mereka bersemangat. masing-masing dari mereka membentuk team yang punya slogan dan rumus jitu untuk menaklukkan lapangan.
***
Lyvia kembali ke ruangannya. Dia meletakkan berkas berkas promosi yang akan diajukan ke kantor pusat di atas meja kerjanya. Entah kenapa ia masih memikirkan kejadian razia tadi pagi.
"Dua minggu lagi harus mengikuti sidang dan aku sendiri yang harus ambil...hhhhuuhhhhh" Dengusnya.
Tidak mungkin Lyvia minta tolong orang lain. Mau ditaruh dimana mukanya.
Pasti jadi bahan tertawaan. Secara, dia kan orangnya tertib dan disiplin. Bagaimana bisa sampai kena razia.
Tok tok tok....
"Masuk." terdengar seseorang membuka pintu. Pak Hari masuk dan minta izin untuk menyampaikan sesuatu.
"Silahkan Pak, ada apa ?"
"Mengenai acara kita bulan depan, apa sudah mendapatkan izin dari pihak kepolisian ?" Kata Pak Hari mengawali pembicaraan mereka.
'Iya....rencana memang hari ini aku akan pergi untuk menyampaikan izin, tapi hari ini mood ku lagi kurang bagus.'
"Belum Pak, tapi saya sudah siapkan surat permohonan izinnya lengkap dengan lain-lain yang harus dilampirkan." Jawab Lyvia
"Atau mungkin Pak Hari bisa mewakili saya untuk menyampaikannya ?"
Tanya Lyvia, karena rasanya malas beranjak dari tempat duduk ini.
"Hari ini saya mau ke kantor desa setempat, untuk pengajuan izin pemakaian lapangan. Kebetulan sekalian ada konsumen yang harus saya kunjungi."
Jawabannya, menandakan tidak bisa menyanggupi permintaanku. Karena arah yang dituju berlawanan. Lagi pula untuk urusan izin keamanan memang harus dia sendiri yang tangani.
"Baiklah, biar besok saja saya yang jalan."
Komentarnya yang masih sibuk menandatangani proposal yang disodorkan Pak Hari.
"Saya permisi dulu Bu." Pamitnya sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Iya, silahkan Pak, Hati-hati di jalan."
Dia renggang kan punggungnya di sandaran kursi ini. Dia lirik jam menunjukkan pukul dua belas lewat lima belas menit.. Tak terasa sudah waktunya ISOMA. Satu jam dia gunakan waktu istirahatnya dengan baik. Dan kembali berkutat dengan berkas-berkas yang ada di meja kerjanya.
Waktu terasa cepat berlalu. Perasaan belum lama dia duduk di ruangan kerjanya, tapi matahari sudah hampir tidak menampakkan sinarnya.
Satu persatu penghuni kantor ini kembali ke rumah. Begitupun Lyvia, dia berkemas untuk segera pulang.
Kuda besinya berjalan lambat, sengaja dia lakukan untuk menikmati udara sore.
"Siapa dia, perasaan orang itu mengikuti ku." bisik Lyvia dalam hati merasa cemas, sesekali dia melirik spionnya.
Untuk menghindari suatu hal yang tidak diinginkan, via mengalihkan laju motornya menuju sebuah supermarket. Entah apa yang akan dia beli. Dia ambil beberapa snack untuk camilannya di rumah. Pandangan matanya tertuju keluar.
"Dimana orang yang mengikuti ku tadi...cepet amat hilangnya ? kayak setan saja." gerutunya sendiri.
Dirasa keadaan aman, segera dia keluar untuk melanjutkan perjalanannya. Lyvia mencari jalan yang lebih ramai untuk sampai di rumahnya.
Seumur-umur baru kali ini Lyvia diikuti orang. Dia juga mengingatkan-ingat, kalau dia tidak mempunyai musuh.
'Kira - kira siapa dia ? dan apa maunya ? kenapa mengikuti ku ?' Pikirnya dalam hati.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga dirumah." Gumamnya. Dia standard kan motornya di garasi dan segera menguncinya dari dalam.
Masih dengan rasa penasaran, dia kembali mengintip keadaan di luar dari balik gorden ruang tamu. Jalanan terlihat sepi, tidak ada lalu lalang kendaraan disana. Hanya terdengar tukang bakso yang menjajakan dagangannya. Lyvia menghela nafas panjang sebelum akhirnya berbalik menuju kamarnya.
~ --------------------------------
~ --------------------------------
~ --------------------------------
"Kakak kenapa ?"
Tanya Kania heran melihatku gugup. Dia pegang tanganku. Dilihatnya sekeliling, kedepan dan sekitarnya.
"Gak ada apa-apa....kok kayak dikejar maling ?" ledeknya lagi.
"Hussss...kepo lo, anak kecil." jawabku sambil kujitak keningnya. Kubiarkan dia mengaduh.
"Yeeee....dateng-dateng tanpa salam, masih jail pula !" gerutunya tanpa aku pedulikan.
Kulempar tasku ke ranjang, diikuti dengan hempasan tubuhku di tempat favoritku itu.
Kutatap langit-langit, sore ini begitu hening, rasanya ingin aku bermalas-malasan sebentar.
Tapi bau matahari membuatku segera beranjak untuk membersihkan diri.
*Tok tok tok....
"Kakak....ditunggu ibu buat makan bareng !"
Suara centil adikku. Merasa tidak ada jawaban dia gedor pintu lebih keras lagi.
"Buruan....aku laper." imbuhnya lagi.
"Iya bawel." kupencet hidungnya gemas.
Kania anak yang ceria, dia tidak pernah mengeluh dan nurut apa yang dikatakan kakaknya.
Tapi sikapnya yang sering usil, kadang membuat Lyvia gemas.
Mereka bertiga menikmati makan malam. Ibu, Kania dan Lyvia...mereka tinggal bertiga. Ayahnya sudah meninggal sejak Lyvia masih duduk di bangku kelas 10 SMK.
Sejak itu, Ibunya lah yang menggantikan Ayahnya sebagai pencari nafkah Ibu bekerja sebagai penjahit. Kania yang saat itu masih duduk di bangku SD masih belum paham betul apa artinya kehilangan. Semenjak kepergian Ayahnya Lyvia selalu membantu Ibunya untuk mencari nafkah, meskipun hanya sekedar memasangkan kancing baju.
Sejak kecil Lyvia dididik menjadi anak yang mandiri. Dari sanalah jiwa kepemimpinan itu muncul. Meskipun sampai sekarang Ibu masih aktif menerapkan jahitan, tapi beban pendidikan Kania sekarang ada di pundaknya.
Sama dengan yang lain. Lyvia bekerja mulai dari menjadi sales, Hingga suatu hari karena prestasinya dalam penjualan dan ide-ide bagusnya dalam mempromosikan unitnya, kantor pusat mempromosikan nya untuk jadi Branch Manager di kota kelahirannya itu.
"Selamat Lyvia...anda terpilih untuk memimpin kantor cabang di kota X, semoga sukses."
Kata salah seorang dewan komisaris waktu itu, dia menyerahkan surat perintah kerja dan menjabat tangan ku.
Senang dan terharu jadi satu kala itu.
"Alhamdulillah.... terimakasih atas kepercayaannya, semoga saya bisa mengemban amanah ini." jawabku meyakinkan.
Bagiku semua itu tak luput dari campur tangan dan do'a seorang Ibu. Orang yang paling dia sayangi di dunia ini, yang sekarang ada dihadapannya.
"Nambah Nak ?"
Tanya Ibu, memecah kesunyian yang hanya terdengar bunyi sendok bersentuhan dengan piring. Hari-hari seperti inilah yang selalu dia nantikan. Setelah seharian dia berada diluar, hanya waktu makan malam mereka bisa berkumpul bersama.
"Enggak Bu.... terimakasih, Via sudah kenyang." kuhabiskan minumku dan masih santai duduk di meja makan itu.
"Kok cuma kakak yang ditawari...kan Kania yang pengen nambah."
Kata Kania cemberut dengan bibir monyongnya.
"Nih....habiskan, biasanya kamu gak perlu ditawari juga nambah sendiri." ledek ibu.
Kania masih asyik dengan makanan di hadapannya. Aku masih di tempat yang sama. Kuceritakan kejadian yang aku alami tadi pagi.
"Hahahaha.... perasaan baru tadi siang ibu bilang 'kata kakak hati-hati kalau bawa motor, banyak razia...eeeee malah Dia yang kena." komentar Kania meledekku, masih dengan mulut penuh makanan.
"Dasar anak usil." kujewer telinganya sampai mengaduh.
"Sudah-sudah.... kebiasaan bising-bising di depan makanan, ayo selesaikan makanmu...bantu ibu beres-beres."
*Kring...kring...kring.....
Lyvia beranjak dari duduknya, dilihat Handphonenya.
"Private number." gumamnya.
Dibiarkannya handphone itu berbunyi berkali-kali.
"Siapa Nak...kok gak diangkat ?" tanya Ibu penasaran.
"Gak tau Bu...tidak ada nomornya." jawab Lyvia sambil berlalu menuju kamarnya.
Tapi rasa penasaran membuat Lyvia ingin mengangkatnya. Lyvia terdiam dan mendengarkan dengan seksama siapa pemilik suara itu.
("Hallo......hallo......")
Terdengar suara laki-laki dari sebrang sana. Lyvia buru-buru mematikan dan meletakkan Handphonenya kembali di meja kamarnya.
"Siapa malam-malam begini telfon dengan private number ?" bisiknya dalam hati.
Lyvia tidak mengenal suara itu.
"Ah....paling juga orang iseng, atau kalau tidak, modus penipuan yang acak nomer." pikirnya lagi.
"Biarin saja lah, capek juga diam sendiri." lanjutnya dengan senyum menyeringai di sudut bibirnya.
***
*Ditempat lain
"Kenapa dia tidak menjawab panggilanku ?"
gerutunya dalam hati.
Seseorang di sebrang sana yang menghubungi Lyvia, berharap Lyvia mau menerima panggilannya. Tapi tidak ada suara yang dia dengar.
"Aku ingin sekali memastikan siapa dia...tapi nanti dulu, aku harus mencari tau latar belakangnya." rasa penasarannya semakin kuat.
Sejak mencatat nama dan nomor HP pada surat tilang yang dia keluarkan tadi pagi, pak polisi ini penasaran dengan sosok gadis yang dihadapinya.
Ya....dia adalah Adrian, yang dari tadi menghubungi Lyvia dengan private numbernya.
"Siapa dia sebenarnya....kenapa namanya sama persis dengan Lyvia yang dia cari ?"
Pertanyaan itu membuat Adrian tidak bisa tidur nyenyak.
Ingin rasanya meminta sang surya kembali ke timur agar segera pagi.
Dia putuskan berjalan keluar untuk sekedar menghirup udara malam. Dia berfikir bagaimana caranya untuk bertanya Langsung kepadanya.
Kalau memang dia gadis yang selama ini dia cari, apakah dia masih sendiri ataukah sudah punya pasangan ?
secara sudah sekian lama mereka tidak bertemu.
"Nak....kamu kah itu yang diluar ?"
Merasa kaget mendengar seseorang bertanya padanya.
Adrian segera berbalik.
"Mama....Mama belum tidur ?"
Dialah Mama Herlin, Ibu Adrian. Adrian seorang putra tunggal, Ibunya seorang guru. Sedangkan Almarhum Ayahnya pensiunan pegawai negeri sipil.
Itulah sebabnya kenapa Adrian minta tugas di kota kelahirannya. Semata-mata karena dia ingin menemani Mamanya yang kini tinggal sendiri.
"Mama bangun karena merasa haus, Mama fikir kamu lupa menutup pintu." jawab Mamanya.
Mama Herlin bangga dengan putranya. Di dunia ini hanya dialah harta terbesar yang Mama punya. Apapun yang Mama Herlin inginkan, selalu dipenuhi oleh Adrian. Hanya satu yang belum bisa terpenuhi olehnya. Yaitu keinginan Mama untuk menimang cucu.
Sepi rasanya rumah sebesar ini hanya di tempatinya sendiri. Sejak kepergian suaminya, dia selalu meminta kerabatnya untuk tinggal di rumah menemani dikala Adrian pergi bertugas keluar kota.
"Ayo segera tidur Nak....sudah larut, angin malam gak bagus untuk kesehatan." pinta Mamanya.
"Iya Ma.... sebentar lagi Adrian masuk."
Mama berpamitan untuk kembali ke kamar nya. Faktor usia membuatnya tidak kuat berlama-lama di luar, apalagi dengan cuaca dingin seperti ini. Dilihatnya langkah gontai Mamanya dari belakang. Malam semakin larut, udara di luar juga semakin dingin. Adrian menutup pintu dan kembali ke kamar.
Dia tinggalkan kegundahan hatinya diluar. Dia rebahkan tubuhnya di ranjang. Dinikmati tidurnya malam ini. Besok pagi masih ada agenda operasi zebra.
Dia berharap bisa bertemu lagi dengan perempuan yang telah mencuri hatinya tadi pagi.
~ --------------------------------
~ --------------------------------
~ --------------------------------
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!