NovelToon NovelToon

Janda Itu Istriku

Tawaran Menikah

"Kau dengar Chan, kau harus menikah kalau kau ingin mempertahankan jabatan yang kau pegang sekarang." tegas Permana, paman Chandra saat mereka keluar dari ruang rapat para pemegang saham.

"Tapi menikah bukanlah hal mudah sepeerti membalikkan telapak tangan, Paman." bantah Chandra sembari memijit keningnya yang tiba-tiba terasa pusing masih mengelak atas hasil rapat yang memang mengharuskannya menikah. karna menurut mereka, CEO yang sudah menikah akan lebih bijak dalam menghadapi masalah.

"Paman hanya mengingatkanmu, kau tak bisa mengenyahkan begitu saja hasil rapat tadi. Paman tunggu hasil baiknya." ungkap Permana lagi lalu menepuk pundak sang keponakan sembari berjalan keluar dari gedung CA corps.

Bukan suatu alasan Chandra menolak permintaan para pemegang saham yang mengharuskannya menikah dalam waktu dekat.

Mereka hanya memberi waktu Chandra satu bulan untuk mendapatkan gelar seorang 'suami.'

Suatu hal yang konyol kan? itu yang ada di pikiran Chandra saat ini karna ia baru putus dengan mantan kekasihnya lima bulan yang lalu.

Dan ia sendiri yang memutuskan kekasihnya karna ia mendapatinya selingkuh dengan laki-laki lain yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

Sejak saat itu pulalah, rasa percayanya pada seorang wanita seakan sirna. Ia menjadi dingin dan susah untuk percaya dengan apa itu Cinta.

Baginya cinta adalah suatu hal yang hanya bisa menyakitkannya. Menorehkan luka dan membuatnya seperti orang Gila.

Ya, gila karna sering mengabaikan tugasnya sebagai dosen dan CEO hanya untuk menuruti ajakan kekasihnya.

Jaelani-sekretaris pribadi Chandra membukakan pintu ruangannya saat mereka sudah sampai di depan pintu ruang kerja Chandra.

Chandra menghempaskan tubuhnya dengan kasar di sofa, laki-laki itu mendesah memikirkan cara bagaimana ia bisa menikah.

Bukan karna wanita, karna berjuta-juta wanita selalu antri ingin menjadi wanitanya.

Tapi ini soal rasa dan cinta. Apa jadinya dia menikah dengan terpaksa? Siapa wanita yang mau diajaknya berpura-pura menikah? Apa wanita itu tidak akan menuntutnya macam-macam?

Chandra menggelengkan kepala sembari melihat langit-langit ruang kerjanya.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Jaelani sesaat setelah melihat Chandra sudah kembali tahap agak waras.

"Kau bisa carikan wanita untukku?" alih-alih menjawab, Chandra berbalik tanya dengan tatapan sendu.

Jaelani gelagapan mendengar pertanyaan Tuannya. "Ma--k--sud Tuan?"

Chandra meletakkan kedua tangannya yang saling bertautan di belakang kepalanya dan menghela napas sebelum menjawab, "Aku harus menikah dalam waktu sebulan ini."

"Tuan meminta saya mencarikan istri untuk, Tuan?" tanya Jaelani saat sudah menangkap maksud Tuannya.

Chandra mengangguk pasrah namun saat ia ingin mengatakan wanita seperti apa yang ingin ia jadikan istrinya, bunyi notifikasi pesan di handphonennya mengalihkannya.

Moreno: Pak, Jam 11 nanti ada jadwal anda mengajar di fakultas ekonomi dan bisnis. Saya tidak bisa menggantikan anda seperti biasanya, karna Ibu saya meminta saya mengantarnya berobat. Maafkan saya Pak, dan terimakasih sebelumnya. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Chandra melihat jam keluaran terbaru dunia yang melingkar begitu pas di tangannya, jam baru menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi karna memang rapat pemegang saham diadakan begitu pagi sekali mengingat ada salah dua orang pemegang saham yang akan berangkat keluar negeri.

"Bapak mau kemana?" tanya Jaelani saat melihat Chandra sudah bersiap dengan setelan kerjanya sebagai dosen.

"Ada jam mengajar. Kau stay disini, kalau ada apa-apa langsung beritahu saya, Lan." jelasnya sembari berjalan keluar dan Jaelani pun secepat kilat membuka pintunya.

***

"Lun.. Biar Ibu nanti yang keliling, kamu kuliyah saja, Nak."

"Kalau Ibu yang keliling, bagaimana dengan Radit? Dia masih begitu kecil bu, lagian aku jualannya juga di depan kampus kok. Kan lumayan kuliyah bisa sekalian cari uang. Lagian asdosnya udah bilang gak bisa masuk. Kalau dosennya masuk ya sukur, kalau ijin kan aku bisa jualan Bu. Udah, Ibu gak usah khawatir. Luna gak malu kok, Lagian Ibu juga masih sakit. Dan Luna butuh uang buat kita makan dan buat beliin susu Radit."

Luna Sabrina, anak tunggal dari keluarga sederhana. Ayahnya pergi entah kemana saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Ibunya berjualan bakso keliling untuk menghidupinya dan menyekolahkannya hingga sekarang ia baru kuliyah semester enam.

Butuh energi yang kuat untuk mendorong gerobak bakso yang banyak sekali memuat barang dagangan yang akan dijual, dan jika habis hasilnya akan lumayan.

Radit, anak asuhnya yang ia temukan saat ia membantu Ibunya berkeliling enam bulan yang lalu membuatnya bersemangat untuk selalu membantu perekonomian keluarganya.

Ibunya tak tau jika ia menjadi seorang penulis novel di sejumlah platform ternama.

"Baiklah... kamu hati-hati ya, Nak."

"Siap Bu." Luna menunjukkan sikap hormat yang membuat Ibunya tergelak.

Luna melewati gang rumahnya menuju universitasnya tempatnya menimba ilmu dengan jarak kurang lebih dua kilometer sembari mendorong gerobak baksonya.

Keringat yang mengucur deras di dahinya tak menyurutkan semangatnya mendorong gerobak baksonya hingga ia terperanjak kaget saat menemukan mobil yang berhenti mendadak di depannya dan menabrak mobilnya.

Ciiit

Bruk..

Pengemudi itupun keluar dari mobilnya, mengamati mobilnya dan menemukan lecet lumayan lebar di area depan mobilnya karna terkena gerobak milik Luna.

"Kamu gak punya mata? Saya berhenti seharusnya kamu jangan jalan terus." teriak pengemudi itu sembari menunjuk wajah Luna. "Kamu lihat? karna kecerobohan kamu, saya rugi. Mobil saya lecet. Pokoknya saya tidak mau tahu, kamu harus ganti rugi." tegasnya lagi sembari melepas kacamata hitam yang membalut mata elangnya.

Luna yang sedari tadi menatap dengan takut pengemudi yang tak sengaja menabrak gerobaknya karna pengemudi itu salah jalan dan malah memakinya pun menganga mulutnya terbuka saat mengenali siapa pengemudi itu. "Pak Chandra?" lirihnya.

Chandra terperanjak kaget, dia tak menyangka jika penjual bakso keliling mengenalinya. "Kamu tau saya?"

Luna menganggukkan kepalanya, "Saya murid Bapak."

apa aku salah kalau aku memanfaatkan kesempatan ini. aku sedang membutuhkan wanita. tapi, apa wanita ini wanita baik-baik. Ah, aku harus cari dulu asal-usul dan kerpibadiannya. Chandra.

"Saya tidak peduli kamu murid saya atau bukan, yang jelas kamu harus tetap ganti rugi." tegasnya tak terbantahkan.

"Sa--saya tidak punya uang, Pak." jawab Luna sembari memilin ujung blouse yang dipakainya.

"Alasan apa itu? Lalu untuk apa kamu jualan kalau kamu bilang kamu tidak punya uang?" tanyanya sembari berkacak pinggang.

"Memang berapa kerugian yang harus saya bayar Pak?" tanya Luna dengan bibir bergetar menahan kristal bening yang sudah menggenangi matanya.

"Dua ratus juta." Chandra menjawab dengan lugas dan tegas sembari berjalan memutari tubuh Luna, mengamatinya dan menurut analisa sementaranya, hatinya berkata jika Luna adalah wanita yang tepat untuknya.

Seorang wanita pekerja keras yang mungkin tidak akan berani menuntutnya. Dan tidak akan berani macam-macam karna ia muridnya.

Suatu kamuflase yang tiba-tiba muncul di pikiran seorang Chandra Abimana.

"Dua ratus juta? Darimana saya dapat uang itu, Pak?" tanya Luna frustasi sembari menutup wajahnya menangis.

"Kau tidak punya uang segitu?" ledeknya yang tidak bermaksud jahat, namun ia sekarang dalam posisi harus mendapatkan jabatan sebagai 'suami.'

Luna menggeleng lemah,

"Aku punya satu tawaran untukmu." ujar Chandra yang membuat Luna menatapnya. "Apa Pak?"

"Menikahlah denganku. Tapi kalau kau tidak mau, kau harus membayar Dua ratus juta untuk ganti rugi mobilku." Ujarnya sembari mengeluarkan sebuah kartu nama kemudian ia berbalik ingin masuk ke dalam mobilnya kembali.

Namun sebelum ia benar-benar melajukan mobilnya, ia pun berkata lagi sembari menurunkan kaca jendela mobilnya.

"Aku tunggu ganti rugi kamu dalam waktu dua hari," tegasnya lagi yang membuat Luna membulatkan matanya dan terisak namun juga kaget harus berbuat apa.

Di hari pertamanya ia kembali kuliyah, ia mendapatkan tawaran menikah.

Bersambung...

Aku Seorang Janda

Di pinggir jalan di depan sebuah taman kota, adalah salah satu tempat dimana Luna dan Ibunya menjual baksonya.

Tepat di bawah sebuah pohon rindang ia memberhentikan gerobak yang ia dorong, lalu menata tiga sampai empat kursi tanpa meja untuk memudahkan orang yang makan bakso di tempat.

Tak lupa, ia pun menggelar sebuah tikar untuk tempat bermain Radit, anak asuh yang selalu ia bawa pergi kemanapun ia jualan bersama Ibunya.

Bukan karna ia tak mempunyai tetangga untuk menitipkan Radit agar anaknya itu tidak kepanasan maupun kehujanan, namun karna ia tak tega meninggalkan anak kecil yang berusia hampir satu tahun yang tawanya begitu menggemaskan itu jauh darinya.

"Dit.. Mommy jualan dulu ya." ujarnya pada Radit lalu hanya tawa di wajah Radit yang menjawabnya karna Radit belum bisa berbicara.

Usai berbicara dengan anaknya, Luna pun bersiap menghidupkan kompor gasnya untuk memulai jualannya.

Hari ini kebetulan hari minggu, Luna tak keliling melainkan mangkal di depan taman karna ramai pengunjung yang datang.

"Kakak cantik.. Bakso satu ya." ujar anak yang mungkin masih sekolah SMP yang sudah mulai berdatangan berkunjung di sebuah taman kota tersebut. Luna pun menganggukkan kepala menjawabnya dan tak tunggu lama satu porsi bakso yang dipesan pun siap dihidangkan.

"Sama siapa dek, kesini?" tanya Luna basa-basi sembari memberikan semangkuk baksonya.

Anak SMP itu menoleh mencari seseorang, "Sama Tuan Muda, kakak cantik. Itu orangnya." katanya sembari menunjuk pada seorang laki-laki yang sedang bersandar di mobil sport kesayangannya.

Luna yang penasaran karna anak kecil itu menyebut kata 'Tuan Muda' pun menoleh ke arah yang ditunjuk dan betapa terkejutnya ia saat melihat siapa laki-laki itu.

gawat. Kenapa dia bisa kesini sih? Ini kan hari minggu, apa tidak bisa ditunda besok. mana aku belum punya uang sama sekali. batin Luna sembari meringis.

Dua hari waktu yang dijanjikan oleh Chandra memang tepat hari ini Luna harus membayar ganti ruginya.

kalau aku menjawab iya menikah dengannya untuk menebus ganti rugi mobilnya, apa yang harus aku ucapkan pada Ibu?. batin Luna lagi sembari melihat laki-laki itu kini tersenyum padanya.

Kartu nama yang diberikan oleh Chandra padanya masih ada di dalam tasnya, ia pun belum pernah menghubunginya karna ia merasa bukanlah ia yang salah.

Chandra melangkah mendekat, Luna semakin takut, menatap nanar laki-laki yang hari ini begitu tampan dengan pakaian casualnya.

Apa yang mendorongnya ingin menjadikan ia sebagai istrinya? bahkan Chandra tidak tau siapa dirinya.

Banyak pertanyaan yang memutar di kepala Luna mengiringi langkah laki-laki itu hingga kini tepat berhenti di depannya.

"Lena.. Makananmu sudah habis?" Tanya Chandra pada anak asisten rumah tangganya.

Bukan karna apa laki-laki itu tiba-tiba mengajak anak asisten rumah tangganya melainkan ingin bertemu dengan Luna.

"Nona penjual.. Tolong bungkuskan sepuluh bungkus bakso dalam waktu lima menit. Saya tidak punya waktu lama karna dua jam lagi saya ada janji bertemu dengan seorang wanita yang akan membayar ganti rugi pada saya." titahnya tegas sembari duduk mengamati Luna meracik baksonya.

Luna membulatkan mata dan terasa susah menelan saliva. Tangannya gemetar dan keringat mengucur deras di dahinya menahan segala kegugupan yang sedang melandanya.

Chandra melihat sekitar, memakan bakso di pinggir jalan bukanlah selera seorang CEO ternama perusahaan manufaktur terbesar di negaranya.

Kalau bukan karna status yang harus ia dapatkan, ia juga tidak akan sudi menemui wanita yang baru dikenalnya.

Kemarin, Jaelani menyelidiki semua hal tentang Luna. Dan menurut informasi yang didapat, Luna adalah seorang wanita yang mandiri, hidup bersama Ibunya. Dan dikenal oleh tetangganya sebagai seorang Janda.

Ya, Luna beralih ke kontrakan baru yang baru ditempatinya itu tak lama setelah ia mulai mengasuh Radit dan mengaku pada semua orang jika Radit adalah anaknya. Dan dia merupakan seorang Janda.

Sebelum itu ia tinggal di rumahnya, namun saat melihat Ibunya yang ternyata harus jauh mendorong gerobak baksonya, ia memilih mengajaknya ngontrak di area yang dekat dengan keramaian agar Ibunya tak terlalu kecapekan.

"Ini Pak.. Baksonya." ujar Luna sembari menunduk, memberikan sepuluh bungkus bakso pada Chandra.

Beruntunglah Luna saat itu, karna Ibunya sedang berkeliling taman dengan Radit usai ia mulai menata dagangannya hingga tak melihat wajah sendu dan tatapan nanarnya.

Juga tak perlu bertemu dengan laki-laki yang tiba-tiba memaksanya menikah dengannya.

"Lena.. Bisa ke mobil duluan. Dan bawa ini. Saya ada urusan sebentar." ujarnya pada Lena agar ia bisa berbicara empat mata pada Luna.

Pagi itu pengunjung masih sibuk berkeliling dan berswafoto, dan belum terlihat ada yang ingin jajan bakso padanya, dan memudahkan Chandra untuk mengajaknya berbicara.

"Bagaimana? Kau sudah punya uangnya untuk ganti rugi?" tanya Chandra to the point.

Luna menggeleng, "Sa--saya belum punya uangnya, Pak. Tolong beri saya waktu, saya akan mencicilnya."

"Mencicil? Butuh berapa lama? Lima tahun? Sepuluh tahun? Setiap bulan uang ganti rugi itu akan berbunga dan kau tidak akan bisa melunasinya sampai kapanpun." ujar Chandra yang membuat Luna yang sedari tadi menunduk kini menatap Chandra dengan mata basahnya.

"Anggaplah bakso sebelas porsi tadi sebagai cicilan awalnya Pak. Aku mohon, berikan saya waktu." ujar Luna dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya, memelas mengharapkan dosennya itu memberinya pengampunan.

"Saya sudah memberikan kamu waktu dua hari. Saya juga memberikan tawaran untukmu. Kenapa kau tak menerimanya?" tanya Chandra sedikit penasaran karna ia tau wanita di depannya bukanlah wanita kaya yang bisa mengandalkan kekayaannya untuk membayar ganti rugi dan menolak tawarannya.

"Aku gak akan menikah sama seorang laki-laki yang tidak bisa menerima anak saya, Pak." ujar Luna akhirnya berharap laki-laki di depannya berhenti memaksanya.

"Oh ya? Lalu bagaimana dengan hutangmu padaku? Kau harus membayar dua ratus juta padaku."

"Tolong beri saya waktu, Pak."

"Gak bisa."

"Please, Pak.. Aku mohon." ujar Luna yang membuat Chandra sedikit tak tega, namun kenyataan di depannya memaksanya untuk kembali memaksa Luna karna hanya wanita itu harapannya untuk bisa menikah dalam waktu dekat.

Jaelani-sekretaris pribadinya tak bisa diandalkan dalam mencari wanita untuknya, laki-laki itu hanya bisa menyodorkan wanita-wanita manja yang nantinya hanya akan membuat pusing dirinya.

Berbeda dengan Luna, seorang wanita mandiri, ya walaupun ia seorang Janda, Chandra tak terlalu mempermasalahkannya karna kedua orangtuanya tak pernah memperdulikan kepribadiannya semenjak ia lulus kuliyah dan memegang CA Corps. sendirian.

Ia hanya butuh status, ia tak percaya dengan wanita. Dan menurutnya, Luna akan menuruti semua kemauannya.

Terbukti dengan takutnya Luna padanya membuatnya sedikit bangga atas kekuasaannya.

"Kau tak ada pilihan lain. Aku sudah memberimu waktu dua hari, dan kau gak bisa membayar ganti rugi mobilku."

"Tapi, aku seorang Janda, Pak."

"Aku gak peduli. Kamu harus menikah denganku kalau tidak ingin mengganti rugi dua ratus juta untuk memperbaiki mobilku." ujarnya yang membuat Luna kembali membulatkan matanya.

Tak percaya jika Chandra menerima status palsunya yang hanya diketahui olehnya dan Ibunya dan tetangganya yang dahulu.

"Dan lagi.. Aku hanya butuh status. Jadi kau tidak usah takut." ujarnya lagi lalu berdiri dan berjalan menuju mobilnya.

Tak lupa ia pun membisikkan kepada Luna, agar menghubunginya untuk menyiapkan segala sesuatunya memudahkannya menikah dengan Luna.

Bagaimana dengan Luna? Bagaimana ia menjelaskan pada Ibunya jika ia akan menikah dalam waktu dekat? Apa Ibunya tidak akan mencurigainya dan menuduhnya macam-macam?

Bahkan dekat dengan seorang laki-laki saja Luna belum pernah mengenalkannya pada Ibunya.

Namun saat ia baru melamun memikirkan semuanya, seseorang datang menepuk pundaknya.

Bersambung...

Menerima Tawaran

"Reyna?" ujar Luna saat menoleh dan mendapati sahabatnya yang ternyata menepuk pundaknya.

Reyna menganggukkan kepalanya lalu duduk di kursi. "Buatin aku bakso satu, Lun."

"Oke, tunggu bentar ya." ujar Luna tersenyum sedikit melupakan kejadian yang memaksanya.

"Tadi itu siapa, Lun?" tanya Reyna sembari memakan keripik ubi pedas yang disediakan oleh Luna di sebuah keranjang kecil di dekat kursi.

"Siapa?" tanya Luna tanpa menoleh pada Reyna.

"Laki-laki tadi, sepertinya dia menyukaimu." ujar Reyna yang membuat Luna salah tingkah.

"Bukan siapa-siapa, Reyna. Dia hanya pelanggan baksoku, kebetulan lagi makan sama anak ARTnya." jawab Luna sembari menunduk menatap baksonya agar tak ketahuan berbohong oleh sahabatnya.

"Oohh.. Aku kira pacar kamu, kok pakai bisik-bisik segala." jawab Reyna yang membuat Luna membulatkan matanya, tak percaya jika ada Reyna yang melihat semuanya.

bagaimana ini? aku harus jujur atau gimana? tapi aku belum bilang apa-apa sama Ibu. Alasan apa yang harus aku katakan pada Ibu. batin Luna terus bergejolak sembari memandang ke segala arah.

Namun ia pun terfokus satu titik sembari tersenyum saat melihat Ibunya tersenyum bahagia terlihat sedang berbicara dengan Radit yang terus tertawa.

"Pacar? kamu ada-ada saja. Mana mau laki-laki tampan itu menyukaiku, aku kan hanya seorang Janda, Reyn." ujarnya sembari tersenyum.

"Tapi aku masih belum percaya kalau kamu itu Janda, Lun. Soalnya aku belum pernah melihatmu memakai cincin pernikahan sebelumnya daan.... belum pernah melihat perutmu besar sebelumnya." ujar Reyna sembari mengaduk baksonya mencampurkannya dengan saos, kecap dan sambalnya.

"Perut aku kan memang kayak gini, Reyn. Mau hamil apa nggak ya tetap kelihatan kayak gini. Dulu waktu mau melahirkan Radit kan kita lagi libur beberapa bulan abis ujian semester kan. Jadi kamu gak lihat perut besar aku pas hamil tua." kilah Luna tetap mempertahankan status palsunya.

"Begitu ya?" ujar Reyna yang masih belum percaya namun juga tak terlalu peduli karna itu urusan Luna, sahabatnya walaupun ia masih begitu curiga dan tak percaya akan status janda yang disandang oleh sahabatnya.

****

Jingga di ufuk barat sudah menampakkan sinarnya, tanda siang akan berganti malam.

Chandra yang masih sibuk berkutat dengan macbook di tangannya, mengecek segala apapun yang terjadi di perusahaannya pun menoleh pada telepon genggamnya yang tergeletak di atas meja sofa di depannya.

Tak memungkiri jika sekarang ia sedang menunggu pesan dari wanita yang dipaksa menikah dengannya.

"Apa Luna masih menolakku? Aku harus bagaimana agar dia mau menikah denganku?" Gumam Chandra sembari menyugar rambutnya ke belakang memikirkan cara agar Luna mau menjadi istrinya.

Wanita yang akan mengubah statusnya yang mulanya 'lajang' menjadi seorang 'suami' di hadapan para pemegang saham di perusahaannnya.

"Apa aku harus mengancamnya?" Chandra bermonolog sembari memakan buah apel yang berada di depannya. Yang baru saja disuguhkan maid.

Chandra menggelengkan kepala, merasa jika ia mengancam Luna ia akan semakin menyiksa batinnya, dan kasihan. Ia tak setega itu.

Notifikasi pesan di telepon genggamnya berbunyi, mengurungkan niat Chandra yang ingin keluar dari kamarnya.

*Isi pesan

Luna: Selamat malam, Pak. Saya Luna, saya mau menerima tawaran Bapak. Tapi tolong beri waktu saya dua minggu untuk menjelaskannya terlebih dahulu pada Ibu saya, Pak.

Chandra tersenyum tipis membaca pesan yang dikirimkan oleh Luna lalu membalasnya.

Chandra: Satu minggu. Saya beri kamu waktu satu minggu.

***

Waktu maghrib telah tiba, Luna yang sudah pulang dari berjualan pun membersihkan dirinya dahulu sebelum menjalankan ibadah.

Usai menjalankan ibadah, Luna duduk di tepi ranjangnya sembari menatap telepon genggamnya.

Sejenak, ia pun mengambil tasnya terdahulu guna mengetikkan nomor handpone laki-laki itu di handphonennya untuk menghubungi laki-laki yang terus memaksanya untuk menikah dengannya.

Tak ada gunanya jika ia terus menolak, karna dia memang tak punya pilihan lain.

Selain karna uang ganti rugi yang harus ia ganti begitu banyak, ia pun tak mau terlalu menyusahkan Ibunya jika Ibunya tau ia telah melakukan kesalahan yang tidak disengajanya.

Saat ia berdoa tadi, ia memohon pada Tuhan agar pilihannya untuk menerima tawaran Chandra adalah suatu yang tak salah.

Lama ia berpikir dan sedetik kemudian ia pun membulatkan tekad mengirim pesan pada Chandra. Dan ternyata dalam hitungan detik laki-laki itu membalasnya.

Balasan yang dikirim oleh Chandra, membuat Luna mengernyitkan dahinya.

Sebenarnya motif apa yang membuat Pak Chandra seperti ini? Dosen yang selalu dikenal ramah itu memaksakan kehendaknya speerti ini padanya.

Tenggang waktu yang ia butuhkan untuk menjelaskan secara perlahan pada Ibunya pun, masih dinegonya.

Luna menggelengkan kepala tak terima dengan waktu yang dinego oleh Chandra, dan kristal bening itupun tanpa permisi mengalir di pipinya. Membasahi wajah cantiknya.

Nada dering telepon genggamnya berbunyi, menyadarkan Luna dari ketidakterimaan atas keputusan Chandra.

Tanpa berpikir panjang, Luna pun menggeser ikon gagang telpon berwarna hijau untuk menjawab panggilan yang tak lain dari Chandra.

Laki-laki yang sangat ingin ia marahi namun ia tak percaya punya daya melakukannya.

kalau saja dia bukan dosenku, lalu gerobakku tak mengenai mobilnya. mana sudi aku menikah dengannya. Batin Luna sembari menaruh handphonennya di dekat telinga.

Panggilan tersambung...

Luna: Hallo Pak..

Chandra: Kamu sudah siapkan berkas?

Luna: Berkas? berkas apa?

Chandra: Surat ceraimu, sudah ada?

Luna: Surat cerai? Buat apa?

Chandra: Gak usah banyak tanya, siapkan saja.

Luna: Darimana saya menyiapkannya Pak?

Chandra: Cih, berarti kamu bukan single?

Luna: Saya single Pak.

Chandra: Bagus.. Siapkan segera. Besok sekretaris saya akan ke kontrakan kamu untuk mempersiapkan semuanya.

Luna: Besok? Bukannya tadi bapak bilang mau ngasih saya waktu satu minggu untuk menjelaskannya pada Ibu?

Chandra: Awalnya iya.. tapi saya pikir itu kelamaaan. Nanti kamu berubah pikiran.

Luna mendesah, bingung menjawab perkataan Chandra dan memilih mematikan teleponnya.

bagaimana ini? aku harus bagaimana? gumam Luna sembari berbaring di kasur empuknya.

Melihat langit-langit kamar, pikirannya menerawang tentang tawaran menikah yang diajukan oleh Chandra hanya karna ia harus ganti rugi mobilnya yang rusak.

Mau tak mau ia harus menerima tawaran itu walaupun ia tak yakin dengan pernikahannya mendatang.

Bagaimana pernikahan itu bisa ia jalani dengan senang hati jika tak ada cinta di dalamnya? Lalu bagaimana dengan Ibu dan Radit? Apa Chandra akan menerima mereka untuk ikut bersamanya di rumah Chandra?

Bagaimana jika nanti Chandra tau jika ia masih seorang gadis dan bukanlah seorang Janda?

Marahkah ia? atau laki-laki itu akan menuduhnya menipunya? Tapi, Bukan dia yang mengajukan pernikahan itu kan? Chandra yang terus memaksanya.

Tok.. Tok..

Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Luna,

"Luna.. Sudah tidur, Nak? Ini ada kiriman paket untukmu." ujar Ibu Halimah di balik pintu kamar Luna.

"Paket dari siapa, Bu?" tanya Luna sembari memakai sandal rumahannya.

"Ibu juga kurang tau, orangnya tak bicara siapa pengirimnya. Hanya bilang jika ini untuk kamu."

"Bukalah Lun.." titah Ibu sembari duduk di tepi ranjang, Luna.

Dengan hati-hati Luna membuka paket yang dikirim entah siapa untuk dirinya itu.

Dan setelah dibuka, ia pun terkesiap lalu membulatkan mata sembari menoleh pada Ibunya.

Deg

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!