NovelToon NovelToon

Hilal Jodoh Belum Terlihat

Hutang

Udara malam ini hawanya terasa sangat gerah, seorang pria paruh baya tengah duduk di teras depan rumah, menikmati hamparan bintang yang berkelap-kelip menampilkan cahaya.

Malam yang larut waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Pria paruh baya itu memengangi dadanya yang berdenyut sakit terasa ngilu dan sesak.

Ada keresahan yang menjerat dan membelenggu, kecemasan ini disebabkan karena putri pertamanya yang belum bertemu jodoh.

Umur yang sudah setengah abad, dan sering sakit-sakittan sering teringat akan kematian.

Padahal jodoh, rezeki, dan maut sudah ada yang mengatur. Tapi mau bagaimana, diumur Pak Haidar yang sudah rentan, ia selalu teringat dengan kematian.

Teringat hutang cicilan panci yang belum lunas, diwarung perempatan depan gang jalan rumah ada tukang perabotan. Satu bulan lalu, Pak Haidar mengkredit panci. Panci yang lama sudah bolong.

"Besok harus dilunasi! Takutnya keburu mati."

Dalam hati Pak Haidar langsung mengucap istigfar, kenapa saat mencemaskan putrinya ia malah teringat hutang.

Seorang wanita berkerudung putih dengan raut wajah mengantuk keluar dari dalam rumah, terlihat wajah cantik nan imut itu sangat mempesona.

"Ayah, lagi ngapain?"

Pak Haidar menoleh, terlihat Arabella. Wanita sholehah yang terkenal dengan suara merdu saat melantunkan ayat suci Al-Qur'an.

"Didalam panas, Ayah kegerahan!"

Pak Haidar tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit, padahal kulit wajahnya sudah keriput apalagi dibagian rambut yang sudah tumbuh uban.

Didepan rumah ada kursi bambu, terlihat lapuk dan kumuh. Keduanya beralih duduk disana dengan berdempetan.

"Kan ada kipas angin, emang mati lagi?"

Mengingat kipas angin yang sudah rusak, sering mati membuat Arabella mendengus kesal. Kasihan Ayahnya kepanasan, mau beli yang baru tapi selalu dilarang Ayah.

Pak Haidar tidak menjawab, toh Arabella sudah tahu kenapa alasannya.

"Besok aku gajian, nanti beli yang baru."

"Jangan! Mending uangnya pake bayar utang."

Kedua mata Arabella yang bulat semakin membuat saat mendengar kata hutang. Sejak kapan Ayahnya punya hutang. Arabella tidak mengetahui itu, padahal kalau ada apa-apa Ayahnya selalu bilang.

Tiba-tiba saja jantungnya berpacu dengan cepat, bagaimana kalau Ayahnya berhutang banyak sampai jutaan bahkan sampai milyaran.

Berpikir menjual ginjal demi hutang Ayah mungkin akan lebih baik dari pada menjadi anak durhaka. Apalagi Arabella sangat tidak mau melihat Ayahnya sendiri terlilit hutang.

TIDAK! Arabella menggeleng cepat lalu menatap sang Ayah yang menatap kearahnya.

"Ayah punya hutang?"

Pak Haidar menganguk, "Iya punya. Mau bayar tapi uang Ayah habis buat beli obat. Jadi kamu bayarin, takutnya Ayah mati menanggung beban hutang kreditan panci."

Hah, syukurlah. Arabella bernapas lega sekarang. Mengira Ayahnya punya hutang banyak ternyata dugaannya salah, berencana menjual ginjal ternyata sangat menakutkan.

"Iya nanti aku bayarin. Ayah jangan mati dulu, akukan belum nikah. Kalau Ayah mati nanti walinya siapa,"

Eh, Ayah malah melotot. Arabella memberenggut takut. Apa ia salah bicara? Bukannya benar, kalau Ayahnya mati siapa yang akan menjadi wali nikahnya nanti.

"Dasar kamu ini! Kamu berharap Ayah mati"

"Bukan. Ayah anu emm... bukan gitu."

Arabella menunduk dalam-dalam takut melihat Ayahnya yang terlihat kesal padahal maksud Arabella bukan begitu.

Dengan ragu Arabella kembali berkata "Besok aku bayarin hutang panci Ayah."

Berusaha mengalihkan pembicaraan demi terhindar dari kekesalan Ayah mungkin akan lebih aman dan tentram.

Baru saja Pak Haidar ingin bicara tapi teriakan seseorang mengalihkan perhatian keduanya.

"Assalamualaikum, semuanya." Teriak seorang perempuan seraya berlari mendekati Arabella dan Pak Haidar.

"Wa'alaikumsalam."

Perempuan itu adalah adik Arabella anak kedua Pak Haidar. Siapa lagi kalau bukan Anabella Azura, wanita imut ini selalu saja cerewet dan tidak bisa diam. Sikapnya berbeda dengan Arabella yang pendiam dan anggun, apalagi Arabella sangat pemalu tidak seperti Anabella yang barbar.

Anabella sendiri berumur 21 tahun, kuliah disalah satu universitas ternama dikotanya.

Berbeda dengan Arabella yang tidak pernah dekat dengan pria. Anabella malah sering bergunta ganti pasangan. Bahkan minggu lalu, Anabella baru saja mengadakan reuni para mantan. Katanya untuk menjalin silaturrahmi.

Tidak sampai sana saja, bahkan diaplikasi hijau Anabella memiliki beberapa grup kumpulan para mantan.

"Kamu habis dari mana jam segini baru pulang?" Tanya Pak Haidar dengan khawatir.

"Lah Ayah lupa, kan aku abis ngaji bareng sama ibu-ibu."

Arabella menutup mulutnya menahan tawa seraya mengalihkan pandangnya, kejadian seperti ini selalu terjadi sangat lucu apalagi melihat adiknya cemberut.

Pak Haidar menyipitkan kedua matanya, merasa kurang percaya dengan ucapan Anabella.

"Kamu enggak pergi sama laki-laki kan Ana?"

Dahi Anabella berkerut, mengapa Ayahnya tidak percaya padahal sehabis isya Ayahnya sendiri yang menyuruh dirinya untuk ikut pengajian ibu-ibu dimesjid sebelah.

"Enggaklah Yah. Jam segini aku anti laki-laki."

Bekerja

Mentari pagi telah bersinar, menyelusup kecelah jendela kamar Arabella yang baru saja selesai mengaji.

"Alhamdulillah udah selesai. Hari ini aku harus bekerja kembali, rasanya sangat melelahkan."

Mau tidak mau Arabella beranjak dari duduknya membereskan alat shalat. Setiap pagi ia juga harus memasak menyiapkan sarapan pagi untuk Ayah dan Anabella.

Arabella sendiri bekerja disebuah restoran, menjadi seorang pelayan. Bagi Arabella sendiri pekerjaan apapun ia terima asal itu halal maka tidak akan menjadi masalah.

Ibunya telah meninggal saat melahirkan Anabella, beberapa tahun lalu menjadi hari terberat untuk Ayah dan Arabella sendiri.

Sarapan pagi sudah siap, hanya nasi goreng ditambah telur mata sapi. Sarapan sederhana yang sering dimakan bersama terasa sangat nikmat.

"Bismillahirohmannirohim, masakan Kak Ara emang enak!" Ucap Ana seraya memasukkan satu sendok nasi goreng kedalam mulut.

Anabella tersenyum lalu ikut makan bersama.

"Ana, kamu juga harus bisa masak kayak kakak kamu." Cetus Pak Haidar seraya menatap Ana.

Bukannya tidak mau belajar memasak, tapi setiap barang yang ia sentuh selalu hancur berantakan. Dulu pernah belajar masak bersama Arabella tapi karena Ana cereboh kompor lupa dimatikan, masakan gosong ditambah lagi dapur hampir kebakaran.

Membayangkan kejadian itu membuat Ana bergidik takut. Takut kebakaran, apalagi kuku-kuku cantiknya selalu perawatan, sayang kalau jadi rusak karna pekerjaan rumah.

"No, aku tidak mau. Takut kebakaran! Kan ada kak Ara yang jago masak."

Pak Haidar geleng-geleng kepala, anak yang satunya memang keras kepala. Sulit dipercaya dan ceroboh.

Sarapan pagi telah selesai. Ana berangkat kuliah sementara Arabella pergi bekerja. Pak Haidar sendiri dirumah, sudah pensiun dari pekerjaannya yang lama, menjadi seorang satpam disebuah sekolah.

Arabella memasuki sebuah restoran besar yang ternama, restoran elit yang biasa dikunjungi orang kaya raya. Pergi keruang belakang untuk berganti pakaian disana.

"Assalamualaikum," Ucap Arabella kepada teman satu kerjanya.

"Wa'alaikumsalam." Sahut Mia sahabat kerja Ara yang satu profesi sebagai pelayan juga.

Sudah dua tahun mereka menjalin persahabatan. Pertama bertemu saat keduanya menjadi pelayan baru direstoran yang menjadi tempatnya sekarang bekerja.

"Ara, aku ingin bilang sesuatu,"

Arabella tersenyum, lalu mendekati Mia yang tengah berdiri dibelakangnya seraya memasang raut wajah malu-malu.

"Bilang aja Mia."

"Emm... Kekasihku mengajak aku menikah." Ucap Mia seraya memeluk Arabella dengan begitu erat.

Terus terang saja Mia sangat bahagia, sosok wanita baik dan jujur. Arabella sendiri sangat senang bisa bertemu dengan Mia.

Arabella membalas pelukan Mia, senyum bahagia tergambar jelas dari ruat wajah sepasang sabahat itu. Kabar baik yang ditunggu-tunggu oleh Mia.

"Alhamdulillah. Selamat ya Mia!"

"Iya. Aku sangat bahagia! Akhirnya Gio mengajakku menikah juga."

Selama ini Mia dan Gio sudah berpacaran selama lima tahun, Mia sendiri sangat berharap kalau Gio akan mengajaknya menikah. dan dibulan inilah Gio akan segera menghalalkan Mia.

Usia Arabella dan Mia sama, sama-sama 24 tahun. Kebanyakan teman kerja mereka sudah menikah. Kadang Arabella sendiri sering ditanyakan kapan menikah? Padahal umur Arabella sudah cukup.

Jujur saja Arabella sendiri sangat mengharapkan ada seorang pria yang akan datang kerumah untuk melamarnya. Tapi sayangnya, sampai sekarang belum ada.

Sebenarnya ada banyak pria yang menginginkan Arabella, namun kebanyakan niat mereka hanya main-main.

"Semoga kamu cepet ketemu jodoh, lalu cepet nyusul kayak aku." Mia menatap wajah cantik Arabella. Wanita itu sangat mempesona dan anggun tapi kenapa belum ada pria yang menghalalkan Arabella.

Apa karena Arabella sangat pemalu dan tidak pernah dekat dengan pria manapun. Mia menghela napas panjang, berharap temannya itu segera dipertemukan dengan jodohnya.

"Aamiin. Makasih yah Mia, kamu sangat baik."

Hari semakin sore, matahari diupuk barat sana hampir tenggelam. Jalanan macet oleh kendaraan beroda empat, jam segini banyak para pekerja yang pulang.

Arabella sendiri tenggah naik bis. Berdesak-desakkan dengan orang-orang. Tubuhnya yang kecil, membuat Arabella terseret sana sini.

Kali ini bis yang ia naiki sangat penuh. Jujur saja, Arabella sangat lelah apalagi ia harus berdiri karena kursi penumpang sudah penuh semua.

"Nona duduklah disini."

Suara bariton itu mampu membuat Arabella menoleh kebelakang, rupanya seorang pria berseragam TNI menawarkan tempat duduknya sendiri.

Pria itu berdiri lalu mempersilahkan Arabella duduk.

Arabella bergeming, lalu menatap pria yang jauh lebih tinggi darinya itu dengan ragu. Pasalnya Arabella merasa tidak enak, apalagi ia tidak kenal dengan pria yang ada dihadapannya.

"Tidak, terimakasih. Aku lebih nyaman berdiri."

"Duduklah, karena sebentar lagi saya akan sampai."

Kali ini Arabella tidak bisa menolak, apalagi kakinya sudah sangat pegal. Dengan ragu Arabellapun duduk ditempat kursi pria tadi.

"Terimakasih."

Sesampainya Arabella dirumah ia melihat Ayahnya tengah duduk diruang tamu ditemani Ana yang tengah memakai masker wajah berwarna hijau.

"Assalamualaikum, Ayah." Ucap Arabella seraya mencium tangan Pak Haidar.

"Wa'alaikumsalam. Ara kenapa pulangnya telat sekali?" Tanya Pak Haidar.

"Maaf Ayah, tadi itu macet."

Pak Haidar menggangguk, "Yasudah kalau gitu kamu mandi dulu terus jangan lupa shalatnya. Dan kamu Ana kenapa tadi tidak menjawab salam dari kakakmu,"

Bukannya menjawab Ana malah geleng-geleng kepala seraya menunjuk wajahnya yang memakai masker.

"Maskernya takut retak." Ucap Arabella.

Tetangga

Usai mandi dan makan malam bersama. Arabella langsung masuk ke dalam kamar, ada Anabella disana. Rebahan dengan kedua kaki diangkat keatas, dengan tembok sebagai sandaran kaki.

Mereka berdua memang satu kamar. Sejak kecil, Anabella. Tidak bisa tidur sendiri. Katanya takut terbangun tengah malam.

"Tralala... Trilili..."

Senandung kecil itu keluar dari mulut Anabella dengan kedua telinga memakai earphone, mungkin adiknya itu tengah mendengarkan musik.

"Ana, rebahannya yang benar. Aku mau tidur."

Sayangnya ucapan Arabella tidak didengar oleh Ana. Wanita itu sibuk dengan gawainya apalagi Ana tengah memakai earphone.

"Ck, Anabella!"

Arabella berdecak kesal, lantas ia menaikkan nada suaranya seraya berkacak pinggang. "Ana! Aku tau kau mendengar suaraku."

Bukannya merasa bersalah Ana sendiri malah terkekeh, ia hanya pura-pura tidak mendengar suara Arabella. Sebenarnya Ana mengetahui keberadaan kakaknya sejak tadi.

"Hihi, kakak. Jangan marah-marah! Nanti tumbuh uban kayak Ayah."

Inilah Anabella, sosok adik yang begitu menyebalkan. Jika seharian dirumah bersama Ana mungkin Arabella sudah pusing tujuh keliling.

"Apa hubungannya tumbuh uban dengan marah-marah?"

Ana membenarkan posisi duduknya lantas kedua kakak beradik itu saling berhadapan diatas tempat tidur.

"Ayolah, kakak ini selalu saja serius." Keluh Ana seraya menghela napas panjang. Sikapnya dengan sang kakak memang berbeda seratus delapan puluh derajat.

Sejak dilahirkan, dan ditinggal mati oleh Ibunya Ana selalu bergantung pada Pak Haidar. Terutama pada Anabella, kakaknya itu sangat penyayang dan sabar. Menghadapi sikapnya yang barbar dan manja akut.

Selain menjadi seorang Ayah, Pak Haidar juga menjadi sosok seorang Ibu yang menyayangi dan mendidik kedua putrinya dengan baik.

Keluarga harmonis yang hidup sederhana dipinggiran kota. Hidup apa adanya tanpa berlebihan. Jujur saja disetiap pagi Ana selalu berulah, bibirnya yang tidak bisa diam selalu membalas nyinyiran para ibu-ibu berlipstik tebal merah menyala.

Contohnya pagi kemarin saat Arabella tengah menyapu halaman rumah dengan seperti biasa tukang sayur dengan gerobaknya selalu mangkal didepan rumah Pak Haidar.

Lantas saja tukang sayur itu menjadi sasaran para ibu-ibu, membeli kebutuhan sehari-hari. Berbelanja seraya berghibah riya ala ibu-ibu berdaster.

Ada Ana disana ikut berbelanja, adiknya itu baru pertama kali beli sayuran entah apa yang ia beli nanti. Padahal sebelum disuruh belanja, Arabella sempat mengintruksikan Ana agar membeli yang ia suruh.

"Heh, Ana. Omong-omong kapan kakakmu nikah?" Tanya ibu-ibu berdaster merah dengan motif bunga mawar.

"Iya, nak Ana. Apa kakakmu itu mau jadi perawan tua" Celetuk Ibu-ibu bersanggul.

Sontak saja membuat para ibu-ibu lain tertawa, ejekan itu membuat telinga Ana memanas. Kedua tangan kecil itu mengepal kuat dengan seiringnya matanya yang menajam.

"Hahaha.."

"Dasar ibu-ibu rempong, rasakan ini!"

Tak ayal sasaran Ana adalah melempari ibu-ibu itu dengan sayuran. Tidak peduli dengan dagangan tukang sayur yang hancur oleh kekesalan Ana.

"Aduh itu dagangan saya!" Teriak histeris tukang sayur dengan nelangsa. Bukannya menghentikan tindakan Ana tukang sayur itu malah diam seraya gigit jari.

"Heh, dasar gadis gila! Hentikan!." Protes para ibu-ibu seraya berusaha menghindari serangan dari Ana.

"Rasakan ini! Berani-beraninya kalian mengejek kakakku."

Dengan amarah yang semakin memuncak tindakan Ana lantas semakin brutal. Arabella yang melihat itu lantas terkejut, menghampiri adiknya yang tengah mengamuk.

"Yaallah, Ana. Apa yang kamu lakukan." Ucap Arabella seraya berusaha menghentikan tindakan Ana.

"Aduh awas kak. Ibu-ibu ini harus dikasih pelajaran." Geram Ana, ia mendorong Arabella lalu hendak ingin menjambak rambut ibu-ibu bersanggul dengan kukunya yang panjang.

"Rasakan ini!"

Saat hendak ingin menjambak rambut sanggul ibu-ibu itu, teriakan tukang sayur mampu membuat semua yang ada disana terdiam.

"HENTIKAN!"

Kejadian itu bukan sekali dua kali, lantas berkali-kali. Itulah Ana, adiknya itu selalu gatal kalau tidak membalas nyinyiran tetangga.

Teringat kejadian itu membuat sepasang adik kakak itu tergelak. Sikap Ana yang pemberani mampu menantang siapapun yang berani mengganggu keluarganya.

"Emang bener-bener ya mulut tetangga omonganya pedes kayak bon cabe." Tutur Ana seraya mendengus kesal.

"Jangan kayak gitu." Tegas Arabella seraya merebahkan tubuhnya.

"Ya mau bagaimana lagi, tugas tetangga emang nyinyir. Ya, kalau enggak nyinyir. Ghibah."

Malam semakin larut. Udara semakin dingin dengan suara angin yang cukup kencang berhembus diluar sana. Sudah tiga jam, ia terbaring tapi rasa kantuk belum juga terasa.

Padahal Ana sudah terlelap dengan air liur yang membanjiri bantal. Arabella terkekeh melihatnya, sangat lucu. Disetiap pagi pasti Ana akan selalu mencuci sarung batalnya.

Beralih menatap jam, sudah jam satu malam. Tiba-tiba ingatannya kembali berputar saat seorang pria berseragam TNI menawarkan tempat duduknya sendiri untuk dirinya.

"Astagfirullahal'adzim. Kenapa aku mengingat pria tadi." Pekik Arabella seraya mengelengkan kepalanya.

Ditempat lain seorang pria tengah duduk diatas sajadah, memakai pakaian koko lengkap dengan sarung dan peci. Terlihat tampan nan gagah.

Kedua tangannya menengadah keatas, berdo'a dengan khusu atas doa-doa yang ia panjatkan.

"Yaallah, pertemukanlah hamba kembali dengan sosok perempuan tadi! Jujur saja, hamba sangat terpesona dengan kelembutannya apalagi dia terlihat sangat baik dan cantik."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!