"Vani Van Vani," panggil sang Ayah.
"Ya yah bentar," dia keluar kamar dan menuruni anak tangga.
"Ya, Kenapa yah?," tanya nya lagi.
"Hari ini salah satu supir pasir ga bisa masuk kerja, istrinya melahirkan, kamu mau mengantikanya lagi," Vani tersenyum sambil memanyunkan bibirnya.
"Ya ayah terus Vani kapan pacaranya," goda Vani cengengesan.
"Pacaran pacaran, ga ada, besok big bos mau datang, tolong bantu ayah ya, kalo bahan bangunan ga ready semua hari ini, alamat ayahmu ini kena masalah," ayah Vani terlihat tidak bersemangat.
"Tapi kongsi uang jajan nya dilebihin ya yah Vani pengen beli peralatan sendiri yah,". rayu Vani.
"Emang Vani butuh berapa uang ?,".
"Kira kira 8 jutaan yah, ditabungan Vani baru ada limaan, " jawab Vani sambil bergelut manja dilengan ayahnya.
"Iya gajian ntar ayah bagi," ayah Vani menyetujui.
"Serius yah," Vani menarik lengan baju ayahnya, dia seperti anak kecil yang baru dapet mainan, girang sekali.
"Heemmm yang penting bantu ayah gantiin supir pasir kita ya,".
"Siap bosku, laksanakan," jawab Vani sambil memberi hormat pada sang ayah.
Jadi supir bangunan ga masalah, yang penting punya alat masak sendiri, batin Vani semangat.
****
Ayah Stevani memang tidak membedakan anak anaknya, sejak Ibu Stevani meninggal ketika umur Vani baru menginjak 12 tahun, dan adeknya Doni Putratama waktu itu baru berumur 8 tahun, Vani dan adeknya sering ikut ke proyek ayahnya.
Mereka sering membantu melakukan pekerjaan kuli bangunan.
Ayah Vani merasa aman jika anak anaknya berada pada pengawasanya secara langsung.
Saat usia Vani menginjak 18 tahun Ayah Vani mengajarinya membawa truk, karena disana hanya tersedia mobil seperti itu.
Ayah Stevani juga mengajarinya ilmu bela diri supaya Vani bisa menjaga dirinya.
Ayah Vani benar benar mendidik anaknya seperti laki laki. tapi Vani tetaplah seorang gadis, dia hanya berpenampilan tomboy ketika ikut Ayahnya ke proyek, jika ke kampus dia berpenampilan seperti anak gadis pada umumnya, bahkan dia pun berkuliah sesuai passion nya, dia hobi masak seperti almarhum Ibunya.
Dia ingin suatu hari nanti menjadi seorang Chef yang handal dan profesional.
Setidaknya dia juga bercita cita mempunyai toko kue sendiri.
****
Diproyek Vani melakukan pekerjaanya dengan sangat baik. Para kuli bangunan sudah sangat hafal dengan Vani.
Gadis berperawakan mungil itu sangat ramah.
Vani sangat suka membawakan cemilan untuk mereka.
Vani selalu membeli makanan untuk mereka memakai uang jajan yg diberikan Ayahnya untuknya, Vani sungguh baik hati, dia juga ramah pada semua orang.
Vani dijuluki putri proyek, karena di proyek tersebut hanya dia yang perempuan.
Dia memang bukan supir tetap, dia hanya bekerja ketika ayahnya memintanya.
"Suit suit hay putri proyek lama ga ketemu kemana aja?" tanya salah satu kuli.
"Ada mang, Vani sibuk" jawab Vani sambil melambaikan tanganya pada seluruh pekerja yang ia lihat.
"Sibuk apa sombong, " goda salah satu dari mereka.
"Bisa aja mamang,".
"Mang ayah mana ga kelihatan?," tanya Vani.
"Big bos dateng Van," Vani memanyunkan bibirnya tanda mengerti.
"Ooo okelah Vani jalan lagi ya mang, masih ada 1 muatan lagi," ucap Vani seraya melangkah pergi.
Vani melajukan dump truck nya keluar proyek,
Vani ditemani oleh salah satu kenek disana.
"Mbak Vani, ajari aku bawa truck dong, " ucap kenek disebelahnya.
"Hahahaha Minta Pak Bakri aja Teorinya nanti aku kasih tau, ntar prakteknya sama beliau oke," jawab Vani.
"Asyiap bosku,".
"Mbak Vani punya pacar belum?," tanya nya lagi.
"Udah kenapa?,".
"Kira belum mau saya comblangin sama kakak saya, ". Dih padahal Vani tau kenek disampingnya ga ada sodara laki laki.
"Hahahahaha kamu bisa aja," Vani ketawa ngakak.
Ponsel Vani berdering, tanda dia mendapat telpon, Vani melihat notif diponselnya, oh dari ayahnya.
drrt..drrt..drrt..
"Asalamualaikum yah," jawab Vani.
"Van masih berapa lagi?," tanya sang Ayah.
"Sekali lagi ini yah, kenapa?".
"Oke ayah tunggu diproyek?".
"Oke Yah".
Tuuuttt...
Vani melajukan dump trucknya dengan hati hati, entah mengapa dia sangat senang mengemudikan kendaraan besar ini, ada sensasi tersendiri ketika dia duduk di kursi kemudi.
Vani memarkirkan kendaraanya dengan sempurna, ia pun turun dari truck tinggi itu, Vani tidak tahu ada yang memperhatikanya dari jauh.
"Pak mandor siapa itu?" tanya big bos itu pada ayah Vani, Sambil menunjuk ke arah Vani dengan memakai kepalanya.
"Ohh itu putri saya pak," jawab Ayah Vani.
"Loh, memang ga ada supir laki laki?".
"Salah satu supir kita ijin pak, istrinya melahirkan".
"Ooo," big bos itu tak banyak bertanya lagi, tapi dia masih tetap memperhatikan Vani.
Vani duduk dibawah salah satu pohon disana.
ia membuka sedikit maskernya, Vani meminum air mineral dan bercanda dengan salah satu kenek disana.
Big bos itu tidak terlalu jelas melihat wajah Vani, karena tertutup topi dan di atasnya lagi masih ada topi hodie, Vani masih memakai kaca mata dan masker.
Vani menghapiri ayahnya.
"Yah ada kerja lagi ga?" tanya Vani pada ayahnya.
"Ga van hari ini cukup".
"Gaji," tangan Vani diarahkan ke ayahnya.
"Kamu ini, entar, tunggu ayah sampai rumah," Vani hanya tersenyum manja, ia memang suka menggoda ayahnya.
Big bos itu menatap Vani tajam, gadis ini unik batinya.
"Ya udah Vani pulang ya yah, jangan lupa janji ayah," Vani berlari kecil sambil melonjak lonjak seperti anak yang kegirangan.
"Iya bawel, kamu ga usah masak, Makan beli aja, langsung mandi sampai rumah istirahat," Vani menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah ayahnya.
"Asyiiap bosku Asalamualaikum," Vani memberi hormat pada ayahnya dan melangkah pergi.
Vani mengambil tas punggungya di kantor ayahnya, lalu mengambil motor diparkiran para pegawai, saat akan mengambil motor seseorang memanggilnya.
"Hayy kamu, " Vani menoleh ke arah suara.
"Saya tuan," Vani langsung berfikir bahwa itu pasti big bos ayahnya, melihat penampilanya yang sangat modis dan mahal.
"Apakah kamu putri mandor disini?" tanya orang itu.
"Oo iya tuan," jawab Vani.
"Lain kali kalau ngomong sama orang maskernya dibuka, ga sopan kamu," hardiknya.
"Maaf tuan".
"Ya sudah kamu boleh pulang".
"Permisi".
"Hemmm". Jawabnya, singkat banget, Vani pun mengambil motornya dan melajukan .ada apa denganya aneh, batin Vani
***Bersambung***
Vani masih diruang TV, ia menunggu kedatangan ayahnya, tapi kenapa ayahnya ga pulang pulang, tentu ia sangat cemas.
"Ayahnya tidak biasa pulang telat, kalau pun telat biasanya ayahnya akan mengabariku," gerutunya, ia masih mondar mandir diruang tamunya. Ahirnya Vani pun lelah menunggu
hingga tertidur, hampir jam dua dini hari ayahnya baru pulang.
Ayah Vani terlihat kusut, ia melihat sang putri terlelap disofa, ia pun membangunkanya.
"Van, pidah kamar nak," ayah Vani menggoyang goyangkan lengan Vani.
"Ayah udah pulang, Jam berapa ini yah?" tanya Vani.
"Udah jam 2 adikmu mana?" tanya ayah Vani.
"Doni dikamarnya yah".
"Ya udah kamu masuk kamar sana," suruh ayahnya, Vani masih menguap dan mengucek ucek matanya, ia pun beranjak dari sofa.
"Ya, yah selamat malam".
"Malam."
.........
Pagi hari dirumah Vani terdengar ribut ribut, tentu saja Vani terkejut, ia pun langsung bangun dan mencuci mukanya serta mengikat rambut panjangnya asal asalan.
Vani benar benar terkejut melihat apa yang sedang terjadi didepan matanya, beberapa orang berpakaian hitam sedang menghajar ayahnya.
" Hay, apa yang kalian lakukan pada ayah ku?" tanya Vani, sambil berlari menuruni anak tangga.
"Vaniii, pergiiii" teriak ayahnya
"Tidak yah kalian siapa?" tanya Vani berani pada salah satu preman yang menjabak rambutnya, Vani menginjak kaki preman itu, Menyikutnya dan membanting nya.
"Jangan sentuh dia," kata seseorang masuk kerumah.
Ketiga preman itu mundur teratur. Mata Vani terbelalak melihat siapa yang masuk, itu adalah big bos yg dia temui beberapa hari yang lalu di proyek ayahnya.
"Boleh saya tanya sesuatu tuan?" tatapan Vani sungguh berani, membuat berdebar hati yang ditantangnya, big bos itu hanya tersenyum penuh tantangan juga.
"Tentu silahkan nona," pria itu duduk dan menyilangkan kakinya.
Cih, arogan sekali, batin Vani.
"Apa yang kalian lakukan pada ayahku?" tanya Vani berani.
"Kau baca saja," ucapnya lantang.
Vani membaca map yang dilempar big bos itu kemukanya, ia pun membuka lembar demi lembar kertas yang dilemparkan kepadanya barusan, Vani sangat terkejut.
"Tidak, ini tidak mungkin, ayah saya tidak mungkin korup".
"Yah, ini ga bener kan," tanya Vani pada ayahnya.
Lalu big bos itu mengambil satu amplop lagi, Vani membukanya, Ia sangat shock. Disana terdapat foto ayah Vani sedang menerima amplop, ada juga ayah Vani membuka isi amplop sambil tersenyum.
"Tidak nak itu ayah dijebak, ayah memang menerima itu, tapi mereka bilang itu adalah hadiah karena mereka menilai kinerja ayah," ayah Vani mencoba menjelaskan.
"Maaf tuan, saya percaya ayahku," jawab Vani lagi.
"Silahkan saja nona itu hak anda, tapi yang perlu anda tau semua bukti mengarah pada keterlibatan ayah anda," si pria arogan itu berdiri mendekati Vani.
"Baik apa yang anda mau," tanya Vani berani tapi ia memundurkan langkahnya, walaupun ia berani tetap saja ia gugup.
"Kau yakin akan menyetujui usulku?", pertanyaan yang menyakitkan batin Vani.
"Tentu jika itu juga menguntungkan untuk kami, " jawab Vani.
"Oke," big bos itu mendekati Vani.
Vani memeluk ayahnya.
"Tenang yah semua akan baik baik saja, Vani akan berusaha," Vani berusaha menenangkan ayahnya.
"Jangan drama didepanku," kata big bos itu dengan tatapan mengintimidasi.
"Baik saya akan dengarkan permintaan anda," jawab Vani tegas.
"Emmmm, bagus, kamu berani, aku mau kamu bekerja padaku, ikut denganku dan menjadi pelayanku mungkin," jawab pria arogan yang super menyebalkan itu.
"Aku curiga apakah kau menjebak kami," Vani mencoba membela diri.
"Apa kau pikir aku serendah itu nona, kau tau maksud kedatanganku kemari karena aku sudah mencium kebusukan ayahmu dan komplotanya, kamu tau nona kejadian ini sudah cukup lama tapi mereka tak sadar malah semakin jadi," pria itu memukul kepala Vani dengan map yang ia pegang, Ingin rasanya Vani tendang pria arogan ini.
"Aku makin curiga padamu," Vani semakin berani menyuarakan pikiranya.
"Terserah kau bisa mencari bukti dan jika aku terbukti seperti tiduhanmu aku akan memberikan uang dengan jumlah nominal yg tertera di dokumen itu, tapi jika kau kalah maka kau harus ikuti permainan ku, bagaimana?". Big bos itu mulai memberi penawaran yang bikin kuping Vani panas.
"Okey deal," Vani tak ada pilihan lain.
"Kau sungguh berani nona, aku kasih kau waktu tiga hari Jika tiga hari kau tidak berhasil maka hari itu juga kau, harus mengikuti perintahku tanpa ada penolakan sedikitpun paham," big bos itu dan beberapa ajudanya pun pergi meninggalkan kediaman Stevani.
"Yah apa yg sebenernya terjadi?", tanya Vani pada ayahnya.
"Ayah memang betul menerima uang itu nak, tapi ayah benar benar tidak tau kalo uang itu hasil penggelapan, kau tau bagaimana ayah bekerja, ayah tidak mengerti urusan bayar membayar bahan bagunan, itu semua diurus bedahara kantor, ayah hanya menerima upah pegawai lalu ayah bagikan semestinya, selebihnya hanya gaji biasa yang ayah terima, ayah paham agama Van,mana mungkin melakukan itu,"jawab ayah Vani dengan begitu lancarnya.
"iya yah Vani paham Vani percaya sama ayah".
"Lalu bagaimana jika dalam tiga hari kamu ga dapat bukti". Ayah mulai khawatir.
" Tidak ada pilihan lain yah, Vani harus menuruti kemauan si tuan brengsek itu," Vani mengedus kesal.
"Dia sangat kejam Van, ayah ga bisa memberikanmu padanya," ayah Vani sangat khawatir pada putrinya sekarang.
"Vani bisa jaga diri yah, ayah pikirkan Doni saja," Vani mencoba menenangkan ayahnya.
"Maafkan ayah nak, ayah melibatkanmu dalam urusan ayah."
"Ga papa yah anggap aja ini balas budi vani pada ayah".
***
Tiga hari berlalu tapi sayang Vani tak bisa membuktikan bahwa pria arogan itu yang menjebak ayahnya, pria arogan itu kembali kerumah Vani, Dia telihat sangat arogan memang, dia juga membawa serta beberapa ajudan nya.
"Bagaimana nona kamu sudah mendapatkan bukti kalo aku yang menjebak ayahmu," pria arogan yang menyebalkan itu langsung to the poin.
Vani diam, Matanya berkaca kaca.
"Aku bukan tipe orang yg tidak menepati janji tuan," duara Vani terdengar bergetar karena menahan tangisnya.
"Bagus, kamu sudah siap menjadi pelayanku," ucap big bos itu mencoba menjatuhkan harga diri Vani.
"Berapa lama aku menjadi pelayanmu tuan?". Vani masih berani melawan.
"Hutang ayahmu 6 milyar nona, kamu hitung sendiri kira kira berapa lama kau akan kerja padaku". Jawab tuan Arogan itu.
Vani diam dan mengigit bibirnya, Vani tidak bisa bergikir lagi.
"Baik saya siap, " Vani sudah merasa terpojok.
"Bagus, beresi barangmu, aku tunggu 10 menit, awas lama," ayah Vani menatap punggung putrinya yang berlari menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya, diluar Si pria arogan itu memaksa Ayah Vani untuk menandatangi berkas persetujuan bahwa ia setuju jika pria arogan ini menikahi putrinya. setelah mendapat yang ia mau pria arogan ini pun keluar rumah dan menunggu Vani dimobilnya.
Ayah Vani memeluk erat putrinya, bahkan Doni pun menangis, dia menyesal karena tak bisa melindungi kakaknya.
"Kakak maafkan adek," ucap Doni dalam isaknya.
"Kakak akan baik baik saja sayang jaga ayah ya, telpon kakak jika ada apa apa," Vani memberi pesan pada adeknya.
Vani mengusap air matanya dan masuk kedalam mobil William, ya pria arogan yang menyebalkan itu bernama Willam Wijaya, didalam mobil Vani hanya melihat keluar dan ga bicara apa pun, Vani terlihat kesal.
" Ck, ni anak ga ada takut takutnya sama gue lihat aja ntar, gue bakal bikin lo tekuk lutut ama gue," batin William.
William menghubungi seseorang,Vani pura pura tak mendengarnya.
"Apa kalian sudah mengurusnya?" tanya William kepada asistenya
"Sudah tuan sampai dirumah sudah bisa akad, " salah satu asisten Willi menjawabnya.
"Akad, akad apa, bodoh amat lah," batin Vani sambil mengigit kukunya.
Mobil yang mereka tumpangi ahirnya
sampai di rumah minimalis yang terlihat sangat mewah mereka pun keluar, rumahnya tidak terlalu besar tapi fasilitas disana lengkap, kolam renang, taman, sungguh indah dan tertata rapi.
Vani dijemput oleh dua asisten rumah tangga disana, lalu mereka membawa Vani untuk berganti pakaian.
"Mari nona silahkan," ucap salah satu asisten rumah tangga itu.
Nona batin Vani bukankah nanti aku akan bekerja sama seperti mereka, ah tidak mereka asisten rumah tangga tapi aku budak batinya.
Ketokan pintu menyadarkan lamunan Vani.
dua asisten rumah tangga itu membawa Vani keruang tamu, bagai dihantam ribuan beda tajam, hati Vani terasa hancur, inikah yang dia bilang pelayan penjara bergedok pernikahan.
Vani menghela nafas dalam, Vani mencoba berdamai dengan keadaan.
" Pelayan kan okeeeey ,aku akan jadi pelayan nya mulai sekarang," Gumam Vani setengah emosi.
"Vani kau pelayan sekarang nurut jika ingin selamat," ucap Vani lagi menguatkan hatinya sendiri.
***Bersambung***
Vani sudah bertekat menyerahkan hidupnya pada william.
Terserah walau saat ini william membunuhnya itu tak masalah baginya asal ayah dan adiknya aman.
Vani memakai kebaya putih simple tapi tetep elegan rambut panjangnya ditata sedemikian rupa dia hanya di make up tipis.
Vani terlihat sangat cantik.
Vani disuruh duduk disebelah William, sebelumnya Willi menyuruh Vani membaca map yang ditandatangani oleh ayahnya yang menyetujui pernikahan ini dan menyerahkan tanggung jawabnya pada seseorang yang akan menjadi wali nikah Vani, tentu saja ini sangat mengejutkan, tapi Vani bisa apa, nasi sudah menjadi bubur, tak ada pilihan lain selain menerima nasibnya.
Prosesi akad nikah dimulai.
Dengan satu tarikan nafas, William mampu mengucap ijab qobulnya dengan sempurna.
William dan Vani pun menandatangani surat surat pernikahan mereka, lalu William memberi intruksi pada semua ajudanya untuk bubar.
"Kamu naik keatas dan masuk kamar saya," ucap William memberi perintah pada Vani.
Vani pun naik dan memasuki kamar pria arogan itu sesuai perintah nya, ada sedikit rasa takut ketika dia memasuki kamar suaminya, matanya melihat kesana kemari mengabsen setiap sudut kamar Willi, dia pun duduk disisi ranjang.
Vani tidak diijinkan memegang alat komunikasi sama sekali.
"Apa yang akan terjadi padaku setelah ini Tuhan," gumam Vani.
Tak lama setelah itu William pun masuk, dia hanya diam, Vani pun tak berani berucap apapun, dia hanya melihat setiap gerak gerik Willi.
William mengambil baju dilemarinya dan masuk kedalam kamar mandi, kemudian dia keluar sudah dengan pakaian lengkapnya jadi tidak ada adegan hanya memakai handuk.
Willian duduk disofa dan memanggil Vani.
"Sini kamu," ucap William setengah membentak
Vani mendekat.
"Duduk," bentaknya lagi.
Vani duduk bersimpuh dihadapan William.
"Nanti asistenku akan memberimu aturan dan pekerjaan yang akan menjadi tugasmu kau mengerti," hardik William pada Vani.
"Ya tuan".
"Bagus".William membiarkan Vani tetap bersimbuh. dia ingin tau seberapa kuat gadis ini duduk sambil menekuk kakinya begitu.
Hampir 30 menit Vani duduk begitu.
"Kamu boleh bangun dan siapkan aku makan malam," William mulai mengeluarkan jiwa bossinya.
"Baik tuan," Vani agak kesusahan berdiri karena kakinya kram.
William melihatnya cuek
"Makanya jangan sok," batin William.
Vani mengganti pakainya dengan baju rumah, lalu memakai apron dan mulai memasak sesuai perintah Willi barusan.
Vani tidak menyadari jika dari tadi majikan yang bergedok suaminya ini memperhatikanya.
Kali ini vani menghidangkan sayur cappai udang krispi dah juga ayam goreng.
William tidak terlalu suka pedas, menurut info asiaten rumah tangga William
Vani mengambilkan nasi untuk William.
"Kamu yakin tidak menaruh sesuatu dimakananku," ucap Wiliam terasa mengintimidasi Vani.
"Tidak tuan".
"Bagaimana kalo kau bohong," ucap William lagi.
"Saya tidak berani tuan".
"Kamu dulu yang makan".
"Baik tuan," Vani mengambil mangkok kecil dan mengambil beberapa masakanya, dia memakan satu persatu masaknya dan tidak apa apa.
"Okey aku percaya kamu boleh pergi".
Vani pun pergi dan membiarkan william menikmati makananya.
Asisten william memanggil Vani.
" Nona Vani, maaf saya ingin menyampaikan sesuatu pada anda," ucap asisten itu.
Vani menganguk.
"Ini adalah daftar aturan dan tugas tugas anda, "ucapnya lagi.
"Baik, siapa namamu?" tanya Vani.
"Saya Eric nona".
"Oke pak Eric apakah kamu tau malam ini aku haris tidur dimana?" tanya Vani lugu sekali Batin Eric, bos sungguh beruntung ternyata mainan barunya manis sekali.
"Maaf saya lupa memberi tahu anda, anda akan tidur dikamar sebelah dapur tuan mari saya tunjukan," Eric menunjukan kamar yang akan ditempati Vani.
Kamar itu kecil hanya berukutan kira kirs 3x5 m saja, disana hanya ada satu ranjang kecil ukuran sigle, meja kecil dan lemari kecil, mirip kamar pembantu, tak masalah batin Vani, ini lebih baik dibanding sekamar dengan laki laki arogan itu.
"Nona, ini daftar pekerjaan yang harus anda lakukan," Eric memberikan beberapa tumpukan kertas pada Vani.
"Apa ini?" tanya Vani.
"Anda bisa baca kan, oia anda jangan lupa nona, anda harus menyiapkan sarapan pagi tuan, menyiapkan baju kerja tuan, sepatu dan lain lain, pokoknya keperluan tuan, sebelum tuan bangun kamar mandi harus harum dan steril, air hangat yg sudah dikasih wewangian, baru anda bangun kan tuan, jika tuan lembur akan banyak minta makan anda harus terbiasa dengan itu," jelas Eric lagi.
"Apakah bosmu tukang makan?" tanya Vani lagi.
"Saya tidak berani membicarakanya nona."
"Kamu panggil aku Vani saja, jangan nona nona, aku bukan majikanmu".
"Maaf nona saya tidak berani".
"Ckk, kau penakut rupanya," Vani melipat tanganya dan mencibikkan bibirnya.
"Apa lagi tugasku setelah itu," tanya Vani lagi
"Menuruti perintan tuan nyonya hanya itu".
"Apakah bosmu memiliki elergi makanan atau obat tertentu," Vani bertanya lagi ia takut melakukan kesalahan.
"Saya rasa tidak nona, tuan pemakan segala, oia nyonya tuan tidak suka jika peralatan masaknya dipakai orang lain jika anda ingin makan anda bisa memasak ya di dapur belakang," jelas Eric lagi.
"Oke apakah bahan makanan untuk saya ada dibelakang juga".
"Iya nona semua ada dibelakang," jawabnya lagi, Eric menilai gadis didepannya unik, pantesan bos nya tertarik.
"Tuan tidak suka terlalu banyak orang dirumahnya, jadi ketika tuan ada dirumah maka semua asistenya tidak diperkenankan masuk kerumah utama, mereka hanya bekerja saat tuan ke kantor, " ucap Eric lagi.
"Oke, " jawab Vani.
"Apakah aku juga harus selalu dikamar kalo dia ada dirumah?" tanya Vani lagi mencoba bergurau dengan asisten bos nya.
"Anda jangan koyol nona dia akan sering minta makan jika dirumah biasanya saya menyuruh satu ART untuk tinggal, sekarang tuan sudah memiliki anda untuk melayaninyakan," menyebalkan sekali, Vani melirik geram kearah Eric, sebenernya Eric juga merasa geli berada disituasi seperti ini.
"Yaa ya aku pelayang, aku paham," balas Vani sambil mengoyang goyangkan badanya kekanan dan kekiri.
"Ini ponsel untuk anda kerja nona, tuan akan menelfon anda jika menginginkan sesuatu saya harap anda tidak meninggalkanya sekalipun mandi," Eric memberi peringatan pada Vani.
"Astaga, apakah bapak juga melakukan itu?" tanya vani.
"Saya hanya menjaga diri saya supaya aman saja nona".
"Baiklah apakah aku boleh meminta hape dan laptop pribadiku?" Tanya nya lagi.
"Barang anda tuan sendiri yg simpan nona, saya tidak berani".
"Apakah bosmu bisa memukul perempuan?" Vani menatap kearah Eric berusaha mencari tau.
"Saya belum pernah melihatnya nona, hanya saja tuan tidak suka perempuan".
"Maksudmu dia gay".
"Saya tidak membicarakan orentasi sexsualnya nona".
"Haiist. hampir saja aku lega".
"Kenapa nona?" tanya Eric
"Kau tidak tau apa yg aku pikirkan tapi sudah lah," Vani berkilah.
Asisten eric kembali ke tempatnya,Wiiliam terlihat sudah duduk disofa dan bebincang dengan asistenya.
"Dimana dia?" William emang manusia super jutek.
"Dikamarnya bos".
"Malam ini aku lembur".
"Baik bos".
Salah satu asiten rumah tangga Wiiliam membersikan meja makan dan membawa sisa sisa makanan itu kebelakang untuk dimakan para pekerja.
William sangat teliti terhadap apapun dia tidak suka jika ada orang membuang buang makanan, walau dia memberikan makanan sisa dia tidak pernah mengaduk aduk makanan itu.dia hanya akan mengambilnya dibagian pinggir.
Asisten Eric langsung tanggap jika bosnya bilang lembur, itu artinya salah satu pelayanya harus stanbay atas semua permintaanya.
karena permintaanya adalah perintah.
Eric mengetuk pintu kamar vani.
tok tok tok
"Yaa.."
"Sebaiknya ada kebelakang makan dan segera bersihkan dirimu, malam ini tuan lembur, jadi anda harus stanbay," Ucap Eric, Vani segera paham.
"Baik," untung Vani tadi udah mandi dan melaksanakan kewajibanya sebagai muslim.
Vani keluar ke rumah belakang, dia menyapa dua asisten rumah tangga disana.
"Hayy. "sapa Vani pada mereka
"Hayy juga nona," jawab mereka barengan.
"Bisakah kalian tidak memanggilku seperti itu aku sama seperti kalian, aku juga pembatu disini," jawab Vani.
"Tidak non, kami tidak berani,"jawab salah satu dari mereka.
"Huuufff, kalian sama saja ternyata, sangat takut sama tuan arogan itu," Vani duduk bergabung dengan mereka, dua asiaten rumah tangga itu hanya menunduk.
"Apakah ada yg bisa aku makan?" tanya Vani.
"Anda mau makan apa non, biar saya siapkan," salah satu dari mereka berdiri.
"Jangan melayaniku, kita sama sama makan saja," suruh Vani.
Vani melihat dua box lauk di meja.
"Apakah ini masakanku tadi?" tanya Vani.
"Betul nona tuan tidak suka membuang makanan jika dia habis makan dan tidak habis itu biasanya untuk kami," jawab salah satu asisten majikanya.
"Kalian makan sisa dia?" tanya Vani lagi.
"Bukan sisa non, biasanya tuan hanya mengambilnya dipinggir," jawab mereka.
"Ya sudahlah mari makan," ajak Vani. mereka hanya diam karena mereka merasa canggung pada Vani.
"Ayolah aku sudah lapar kalian tau dari pagi aku belum makan dan habis ini aku harus lembur".
"Baik nona".
"Apakah kalian tidak bisa tersenyum?" tanya Vani berusaha mencari teman.
"Bisa nona".
"Bagus mari makan".
"Heemmm masakan nona sungguh lezat, pantesan tuan lahap tadi." ucap salah satu asiaten itu.
"Benarkah kau melihatnya," ucap Vani setengah tak percaya.
"Saya yang membereskan meja makan tadi, piringnya bersih, saya melihat nasi di ricecoker juga tinggal sedikit, sepertinya tuan tambah." jawab salah satu dari mereka.
"Tumben sekali," timpal art satunya, dia langsung menutup mulutnya, karena majikan perempuan ada didepanya.
**Selanjutnya bagaimana Vani bisa menghadapi kegilaan William tentang makanan dan semua perintah perintahnya yang tidak masuk akal, ikuti terus ya, jangan like komen dan vote nya ya
***Bersambung***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!