SUATU HARI
_______________
Hari telah siang, jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Saat ini cuacanya sangat cerah sekali. Tidak ada mendung ataupun hujan. Yang ada hanyalah kata panas.
_______________
★VIKA★
Aku sedang berada di ruang tamu bermain game di hp. Game driving 2. Tau kan game nya? Itu lho game yang nyetir-nyetir mobil. Ah masa gak tau sih? Aku anggap kalian tau aja lah. Kalau gak tau cari aja di google atau play store game itu.
Oke, keadaanku saat ini sedang asyik main game. Sibuk berkutat dengan layar hp. Mataku terus fokus ke game yang sedang ku mainkan. Jari-jari tanganku memencet tombol di layar hp. Kanan kiri muter tetap dan berhati-hati agar mobilku tidak menabrak sesuatu. Juga agar aku bisa naik ke level berikutnya. Tentunya dengan tantangan yang lebih sulit daripada tantangan sebelumnya.
"Waduhhh, ee eee," ucapku karena mobilku hampir menabrak.
Aku kaget sekali, karena belokkannya dibentuk berkelok-kelok. Kecepatan mobilnya ialah 160 km/jam. Sehingga saat aku belok aku menabrak mobil lain yang ada di depan.
Bruuuakkkk....
"*****, nabrak pula. Haduhh..." Kesalku.
Aku melihat bahan bakar mobilku. Tambah kaget pula aku, bahan bakarnya tinggal 0.
"Gila, cepet banget sih habisnya. Bikin orang kesel aja." kataku.
Akhirnya dengan pasrah aku mematikan hp. Lalu meletakkan hp di meja. Kemudian aku meminum segelas air putih yang ada di meja. Ya, aku tadi sebelum ke sini mengambil segelas air di dapur. Trus aku bawa ke sini.
Glekk... Glekk... Glekk...
Aku meminun air putih. Selesai aku minum, aku taruh lagi gelasku tadi di meja. Ya, seperti posisi sebelum gelasnya aku ambil. Tiba-tiba saja temanku datang.
" Vik Vikaa," di samping pintu.
Aku langsung melihat pintu rumahku. Ternyata yang datang itu Dio.
"Iya. Eh, elo Di? Masuk sini," suruhku.
"Iya."
Dio berjalan menuju sofa yang ada di sebelahku. Lalu dia duduk sembari menarik nafas. Tak lupa juga dia menghembuskan nafasnya.
"Huh," katanya singkat.
"Tumben lo kesini, ada apa?" Tanyaku.
"Gak ada apa-apa sih. Gue cuma pingin kesini aja."
"Oh."
Tiba-tiba saja kakakku datang, namanya Reza. Dia datang dari depan rumah langsung duduk di sofa sembari melepas jangketnya.
"Darimana kak?" Tanyaku.
"Rumah temen Vik."
"Ngapain kak?"
"Maen," menyandarkan tubuhnya di sofa. Kepalanya menghadap ke langit-langit rumah.
"Oh."
"Eh, kakak lo kok gak dikasih minum sih Vik? Ambilin sana, pasti haus tuh," suruh Dio.
"Oh iya-ya, hehe, maaf ya kak Za. Bentar, aku ambilin minum dulu," berdiri.
"Iya Vik, cepetan ya aku haus nih."
"Iya kak."
Saat aku berjalan udah tiga langkah Dio ngomong.
"Vik, sekalian ambilin gue minum ya? Gue juga haus banget nih."
"Yee, ambil sendiri sana," balik badan.
"Ya ellah, lo mah Vik, gitu deh," kesal.
"Biarin, wlekk..." Menjulurkan lidah.
"Dah-dah, Vika jangan gitu ah. Kamu ambilin Dio minum sekalian. Kasihan tuh Dionya kehausan juga."
"Tuh dengerin."
"Iya kak Za. Ah, lo mah rese Di."
"Biarin lah."
"Dah, jangan ngobrol mlulu. Sana ambilin Vika."
"Iya kak Za."
Aku pergi menuju dapur untuk mengambil minuman. Mau tau minumannya apa? Minumannya kopi susu. Dah tau kan? Setelah selesai aku membuat minumannya. Akupun membawa minuman tersebut ke ruang tamu. Di sana ada Reza sama Dio. Sesampainya aku di sana, aku menaruh minuman itu di meja.
"Nih kak, Di, minumannya."
"Iya Vik," ucap Dio dan Reza kompak.
Ku lihat Reza meminum kopinya. Aku duduk di sofa.
"Widihh, kayaknya kopi susu nih," Dio.
"Bukan, tapi teh."
"Ih, gitu amat lo Vik."
"Lo kan udah tau Di."
"Ya ya ya, okelah."
"Gak jelas lo."
"Emang."
"Tau ah."
"Hahaha, ngambek."
"Sapa juga yang ngambek? Gak tuh."
"Iya dah iya. Gue minum ya kopinya?"
"Iya."
Dio meminum kopi tersebut. Sempat hening beberapa detik kemudian. Lalu Dio mulai mengajakku untuk pergi.
"Eh Vik, kita pergi yuk," semangat banget.
"Kemana?" Penasaran.
"Taman aja."
"Em, gimana ya?" Bingung.
"Ayo lah, refresing gitu. Emang lo gak bosen apa di rumah mlulu?"
"Bosen sih, tapi males keluar. Lagian, siang-siang kek gini ke taman sih. Panas tau Di."
"Ah, elo mah gitu deh," kesel.
"Kalo Vika bosen di rumah, kamu pergi aja main ma Dio. Gpp kok, aku izinin. Asal pulangnya jangan sore-sore."
"Tuh, kakak lo aja ngizinin lo maen. Ayo lah Vik ke taman."
"Em, gimana ya?"
"Pliss."
"Ayo deh."
"Oke. Kak, gue ma Vika pergi dulu ya?" Pamit Dio pada kakakku.
"Iya, hati-hati Di. Jaga adik gue baik-baik. Kalo gak, ****** lo ma gue."
"Ih, takutt.. Hahaha, iya-iya kak, tenang aja. Vika aman sama gue," nepuk bahu Reza.
"Iya dah," ucap Reza pasrah.
Aku dan Dio pergi ke taman dekat alun-alun. Naik motor masing-masing. Mau tau motornya apa? Kepo deh kalian. Motornya beat. Punya Dio warna merah dan punyaku biru. Sesampainya di sana, kita bingung harus kemana.
"Di, kita kemana nih?" Tanyaku.
"Em.. Gimana kalau kita duduk di sana aja," nunjuk salah satu kursi panjang yang tak jauh dari tempat kita saat ini.
"Boleh juga tuh. Ayo deh," ucapku.
"Okey."
Kita berjalan ke sana. Sesampainya di sana, kita duduk di kursi.
"Em.." Dio.
"Kenapa?" Tanyaku sambil melihat Dio.
"Gue pingin ngomong sama lo Vik. Ini serius."
"Ngomong, ya ngomong aja kale," jawabku dengan santainya.
"Em.. Gue... gue..." Grogi banget.
"Kenapa?" Melihat wajah Dio.
"Gue suka lo," gugup.
Aku diem saja. Karna gak tau harus ngomong apa.
"Lo suka gak sama gue Vik?" Menatap mataku.
"Em.." Bingung.
"Jawab!" Perintah Dio.
Dengan jujur aku menjawabnya.
"Enggak."
"Yakin?"
"Iya."
Keheningan mulai melanda di antara aku dan Dio. Kita saling membuang muka. Aku melihat sekeliling taman. Sedangkan Dio melihat orang-orang yang ada di taman tersebut.
"Vik, kita kan sekarang dah SMA," memulai pembicaraan.
"Iya tau, kenapa emangnya?"
"Kita temenan dah lama pula. Dari kita kecil malah."
"Terus?"
"Kamu mau gak ngelakuin itu sama aku?" Menatap mata ku.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah Dio.
"Ngelakuin apaan sih Di?" Penasaran.
"Itu lho."
"Apa?" Gak ngerti.
"Masa kamu gak tau sih?" Kesalnya.
"Emang aku gak tau," cuek.
Aku mengalihkan pandanganku dari Dio. Tak lama kemudian Dio membisiki ku.
"Minum-minuman keras ma gue."
Sontak aku langsung kaget, lalu melihat Dio.
"Gila... Yang benar saja lo Di. Ogah gue," kataku.
"Ayolah Vik, sekali aja. Enak kok, gue jamin deh. Lo pasti ketagihan."
"Enggak ya enggak. Ngerti gak sih," kesal.
"Iya deh," kecewa.
"Apa Dio udah pernah minum-minuman keras ya?" Batinku.
Dio hanya diam. Akhirnya aku memulai pembicaraan tadi.
"Di, gue tanya ma lo, lo harus jawab dengan jujur."
"Iya, lo mau tanya apa Vik?"
"Lo udah pernah minum-minuman keras ya?"
"Iya," jawabnya singkat.
"Ya ampun Dioo... Lo tuh harusnya jangan minum itu. Dosa tau, gak ada guna lagi."
"Kata sapa gak guna? Ada kok gunanya. Semua masalah yang kita hadapi rasanya itu kita kayak gak ada masalah. Tenang, santai, dan have fun aja."
"Tetep aja itu hanya sesaat. Kalau lo dah sadar juga tetep aja lo kepikiran masalah lo. Dan hasilnya, lo cuma buang-buang uang dengan cara percuma."
"Ya terserah gue dong Vik. Toh, uang-uang gue. Kenapa lo yang marah sih? Emang lo ada hak apa buat ngelarang gue?" Ucap Dio dengan suaranya yang serius.
"Gue cuma ngingetin elo Di. Karena lo itu teman dekat gue. Ya, gue gak ada hak buat ngelarang elo. Maaf Di."
"Tuh lo tau," ucap Dio enteng.
Aku sudah gak sanggup untuk berlama-lama di sini. Karena itu bisa buat aku menjadi semakin kesal. Tau lah kalian semua perasaanku saat ini.
"Dah ah gue mau pulang," berdiri.
"Ya udah, gue anter."
"Gak usah. Gue bisa pulang sendiri."
"Gak boleh! Lo harus gue anter, titik."
"Tau ah, terserah lo."
"Iya," cuek.
Aku pergi pulang kerumah. Tentunya dengan diantar Dio. Dalam perjalan aku ngedumel gak jelas di dalam hati.
"Gila si Dio, di otaknya tuh apa sih? Masa iya ngajak aku mendem. Dah gak waras kali ya tuh bocah? Mana tadi aku cuma ngingetin, dia malah kek gitu jawabannya. Bikin orang kesel aja. Salahku di mana coba? Kan wajar aja kalau temennya salah diingetin. Lha ini? Udah diingetin malah kek gitu. Ya ampun..."
Sesampainya aku di depan rumah. Ada Reza di sana yang lagi ngelap motornya. Reza lihat aku dan Dio. Dia berhenti mengelap motornya.
"Cepet amat mainnya? Tuh main apa cuma keliling aja sih?" Herannya.
"Tau ah kak, tanya Dio aja sana."
Aku langsung pergi ke dalam rumah masuk kamarku.
★REZA★
"Kenapa tuh adik gue Di? Lo apain hah?"
"Santai mas bro. Gue gak ngapa-ngapain dia kok," jawab Dio dengan tenangnya.
"Kalo lo gak ngapa-ngapain dia, kenapa dia jadi kayak gitu hah?" Mulai agak emosi.
"Ya mana gue tau (Angkat bahu). Mungkin mood dia lagi gak bagus kali."
"Hem (Mikir), awas aja kalo lo apa-apain adik gue. Gue hajar lo ampe babak belur," ancam Reza pada Dio.
"Iya-iya. Dah ah, gue cabut dulu kak. Capek nih."
"Capek ngapain lo? Orang lo aja cuma ke taman," sindir Reza.
"Ya intinya itu gue capek."
"Ya, sono pergi."
"Et dah," kesel.
"Sono! Katanya mau pergi."
"Ngusir lo kak?" Tanya Dio.
"Yee, gue bukan ngusir kali. Kan lo tadi yang ngomong mau pergi."
"Ya lah ya lah," jawab Dio cuek.
Ku lihat Dio pergi.
"Dasar anak muda. Ada-ada saja. Aneh!" Geleng-geleng kepala.
Aku kembali mengelap motorku.
★DIO★
Sesampainya aku di rumah aku langsung duduk di sofa ruang tengah. Aku menyenderkan badanku.
"Huh. Lihat aja lo Vik, suatu saat gue bakal bikin lo nyesel. Ya, nyesel karena udah nolak ajakan gue. Orang diajak enak bareng kok gak mau. Aneh lo."
★REZA★
Aku sedang telponan sama Leo. Ya, Leo ialah sahabat aku. Saat ini juga aku sedang duduk di kursi meja belajarku.
"Hallo Za, ada apa lo nelpon gue?" Suara di seberang sana.
"Gini Yo, gue pingin cerita aja sih sebenarnya."
"Ya udah, lo cerita aja kali Za. Kayak gak tau gue aja lo."
"Iya Yo. Nih juga gue mau cerita. Tadi itu sepulang pergi ke taman. Vika sama Dio kayak lagi marahan gitu."
"Ah, biasa kali Za kalau masalah itu. Trus, apa yang lo pikirin sekarang?"
"Gue takutnya aja mereka ada masalah."
"Palingan juga masalah sepele. Ntar juga baikan lagi Za."
"Iya juga ya? Okelah."
"Iya. Eh, Vika sama Dio itu cuma temen kan?"
"Iya Yo. Kenapa lo nanya gitu?"
"Gpp sih. Takutknya aja mereka ada hubungan gitu. Trus lagi marahan karena apa gitu."
"Gak kali Yo. Vika gak pacaran kok sama Dio."
"Okey deh. By the way, lo udah ngerjain PR belum?"
"Udah dong. Kan gue anak rajin."
"Iya dah iya."
"Lo sendiri gimana?" Tanyaku balik.
"Gimana apanya Za?"
"Astaga Leoo... Lo gak tau?"
"Tau apa sih?" Heran banget.
"Lo gak tau maksud pertanyaan gue tadi?"
"Oh."
"Et dah, seterah elo lah Yo. Kepala gue pusing."
"Ya kalau pusing minum obat atuh Za."
"Ya," jawabku singkat.
"Hahahaha... Santai aja kali Za, gue bercanda kok tadi. Basa-basi aja biar seru gitu. Tenang, gue udah ngerjain PR kok."
"Huh, untung aja gue sabar ma elo Yo. Kalo enggak, gak tau deh gue marahnya kayak apa ntar."
"Hehehe... Sabar mas bro."
"Hm.. Dah dulu ya?"
"Lah, emang, lo mau kemana Za?"
"Nih, perut gue dah bunyi daritadi. Mau ke dapur ambil makanan."
"Okey deh Za."
Tak lama kemudian, telpon langsung terputus. Aku berjalan keluar kamar menuju dapur untuk makan.
★VIKA★
Aku sekarang ini telah berada di kamar, aku langsung tiduran. Aku membaringkan badanku di atas kasur empukku.
"Aku harus jaga jarak sama Dio. Karena, kemungkinan besar Dio bisa berbuat yang tidak-tidak padaku. Buktinya aja tadi Dio ngajak ngelakuin hal yang gak bener. Aku harus berhati-hati padanya. Ya, walaupun Dio temenku tapi aku harus waspada aja."
Tiba-tiba saja aku kepikiran, apa aku cerita saja sama Reza. Perasaanku bingung saat itu juga. Gak tau harus bagaimana.
"Soal kejadian aku dan Dio tadi. Apa seharusnya aku cerita saja ke kak Reza ya? Tapi aku takut kalo aku cerita kak Reza sama Dio malah berantem lagi. Jadi bingung deh."
Beberapa menit kemudian aku memutuskan sesuatu.
"Udah ah, aku lupain aja. Kalo Dio berani yang aneh-aneh baru deh aku cerita ke kak Reza. Untuk sekali ini aja aku gak cerita sama kak Reza tapi kalo Dio berani ngajak yang gak bener lagi. Fiks, aku ngadu ke kak Reza."
_______________
Ini sudah masuk waktu malam hari. Ya, malam selalu identik dengan kata gelap. Tanpa adanya matahari yang menyinari bumi. Di langit pada malam hari terkadang terdapat bintang-bintang dan bulan yang menghiasi gelapnya malam.
_______________
★VIKA★
Aku sedang telponan dengan Steva. Ya, Steva adalah sahabatku dari kecil. Bukan hanya Steva aja, aku juga mempunyai sahabat lagi. Namanya Vio. Mereka berdua adalah sahabatku. Dan kebetulan juga, kita bertiga satu sekolah.
"Stev, gue mau cerita nih ke elo."
"Cerita aja Vik."
"Tadi tuh Dio nembak gue."
"Wow, terus lo terima Dio kagak Vik?" Penasaran banget.
"Kagak Stev."
"Kenapa?"
"Jujur ya Stev, gue tuh gak ada rasa sama Dio sama sekali. Lagian, kalau gue terima. Itu kan sama aja gue bohong. Ya udah deh, gue jujur aja," ucapku terus terang.
"Oh, iya-iya Vik. Tapi, lo ma Dio gak lagi marahan kan soal itu?"
"Kagak sih Stev."
"Ya bagus lah kalau gitu."
"Iya sih Stev. Tapi, gue lebih gak nyangka lagi sama Dio."
"Lah, emangnya Dio kenapa?"
"Dio ngajakin gue mendem. Kan gila tuh."
"Waduh, iya juga sih. Terus, elo mau gitu diajakin mendem sama Dio?"
"Ya kagak lah Stev. Dikira gue cewek apaan?"
"Itu lebih bagus Vik. Lo gak boleh ngelakuin hal yang gak bener."
"Gue dah tau kali."
"Ya lah ya lah."
"Terus gue harus gimana Stev? Gue bingung nih, jauhin Dio apa kagak. Kan Dio udah berani banget ngajakin gue kayak gitu."
"Hm.. (mikir) kalau gue jadi elo sih Vik. Gue bakalan jauhin Dio. Karena, bisa-bisa Dio itu malah ngajakin yang lain lagi. Kan tambah parah tuh."
"Iya juga. Oke lah Stev. Thanks atas saran lo itu."
"Iya Vik, santai aja."
"Eh iya, lo jangan bilang ke kakak gue soal ini lho."
"Lah, emang kenapa Vik? Kok gue kagak boleh bilang ke kakak lo soal ini."
"Pokoknya jangan Stevaaa.."
"Iya dah iya, gue kagak bakalan bilang soal ini ke kakak lo. Tapi, gue kagak mau tanggung jawab kalau lo kenapa-napa sama Dio."
"Iya-iya Stev. Lo tenang aja."
"Iya dah."
"Trus juga, lo jangan cerita masalah Dio yang ngajak gue mendem ke siapa-siapa. Okey?"
"Okey deh. Kalau gue kasih tau Vio soal Dio yang ngajak lo mendem. Gimana Vik? Boleh kagak?"
"Jangan Stev. Lo jangan kasih tau Vio soal Dio yang ngajak gue mendem. Ini rahasia kita berdua."
"Oh.. Iya Vik. Tapi kan, Vio sahabat kita juga Vik. Dia berhak tau masalah ini."
"Gue bilang jangan ya jangan Stevaa.. Lo ngerti gak sih?" mulai emosi.
"Iya-iya, gue ngerti. Maaf dah."
"Hm.."
★Dio★
Dio, Rudi dan Aldi sedang berkumpul di rumah Dio. Mereka mengobrol bersama sambil menikmati kopi mereka masing-masing.
"Eh Di, lo tadi jadi nembak Vika?" tanya Rudi.
"Ya jadilah Rud."
"Terus, elo diterima kagak sama Vika?" tanya Aldi.
"Kagak Al. Gue ditolak."
"Kenapa?" tanya Aldi.
"Gak tau."
"Enang elo gak tanya apa sama Vika, kenapa elo ditolak Vika?"
"Gue gak tanya Rud. Gue males kalau dah ditolak mah. Kesel gue."
"Sabar aja bro. Itu memang udah resikonya kalau cowok nembak cewek yang disukainya."
"Bener itu kata Aldi Di. Diterima atau ditolak, itu dah biasa dalam masalah percintaan."
"Iya dah iya guys. Tapi kan gue kesel aja. Masa, cowok kek gue ini ditolak? Kan kesel gue."
"Iya Di, gue tau. Tapi lo harus terima kenyataannya."
"Bener itu." ucap Rudi.
"Hm.." ucap Dio.
"Gue ngerti kok peraaan elo tuh sekarang kayak gimana Di. Jadi, lo jangan terlalu mikirin soal Vika yang nolak lo." Aldi.
"Iya tuh Di, kalau bisa, lo buat Vika menyesal karena udah nolak lo."
"Gue mikirnya juga kayak elo Rud. Gue bakalan buat Vika menyesal karena udah nolak gue."
"Itu ide bagus Di. Kalau bisa, secepatnya lo lakuin itu Di."
"Iya Al, lo bener." ucapku.
★VIO★
Aku sedang telponan sama Steva. Aku sekarang sedang duduk di ruang tamu rumahku.
"Ngapain lo malem-malem gini nelpon gue Stev?" tanyaku penasaran.
"Gue cuma mau bilang aja ke elo. Kalau tadi itu Dio nembak Vika."
"HAH? Yang bener elo Stev?" ucapku kaget.
"Iya Vi, gue bener kok."
"Terus gimana kelanjutannya Stev? Vika mau jadi pacar Dio?"
"Vika gak mau jadi pacar Dio."
"Alasannya apa? Kok ampe Vika nolak Dio."
"Katanya Vika sih, Vika gak ada rasa sama Dio. Gitu Vi."
"Oh.. Terus, Dio marah gak sama Vika? Kan Vika udah nolak dia."
"Kagak marah katanya."
"Oh.. Ya udah lah Stev. Udah dulu ya? Gue ngantuk nih."
"Iya dah iya."
Aku pun menutup telponnya.
"Untung aja Vika menolak Dio. Kalau enggak, haduh, gue gak tau lagi harus misahin mereka kayak gimana lagi. Lagian, Vika dan Dio deket banget sih." guman Vio.
Ya, aku adalah sahabat Vika dan Steva. Tanpa sepengetahuan Vika dan Steva, diam-diam aku menaruh hati pada Dio. Dan aku tau kalau Vika dan Dio sangatlah dekat. Maka dari itu aku menyembunyikan perasaanku ke Dio pada Vika.
★
★
★
★
★
KEESOKAN HARINYA
★DIO★
Aku sedang berada di kelas sendirian. Duduk di kursi sembari memainkan pulpen di tanganku.
"Hm, enaknya ngapain ya? Bosen nih gue." gumanku.
Beberapa detik kemudian, Rudi dan Aldi datang menghampiriku.
"Lo kenapa gak ikut kita ke kantin tadi Di?" tanya Rudi.
"Iya tuh."
"Gue males aja guys."
"Oh." kata Aldi lalu duduk di kursi sebelahku.
Begitu juga dengan Rudi. Dia juga duduk tapi duduknya di kursi di depanku.
"Gue lagi bosen banget nih guys. Kalian kasih gue solusi lah biar gue gak bosen."
"Hm.." pikir Rudi.
"Lo gak main sama Vika?" tanya Aldi.
"Gak Al." jawabku singkat.
"Elo salah juga sih Di, dia kan cewek wajar lah kalo dia nolak. Apalagi, dia itu gak senakal kayak elo kek gini." ucap Aldi.
"Bener tuh bro. Ingat aja, cewek tuh emang kayak gitu. Wajar aja sih."
Aku hanya diam saja. Mendengarkan apa kata teman-teman sekelasku ini.
"Aha, lo samperin Vika aja. Minta maaf ma dia gara-gara kemarin."
"Nah, bener juga tuh idenya Aldi."
"Iya juga sih. Daripada bosen kek gini. Okelah. Gue samperin Vika aja."
"Iya Di, moga berhasil."
"Siap Rud."
Aku pun berdiri dan langsung mencari Vika.
★VIKA★
Yap, kali ini aku lagi ada di kelas bersama temanku. Temanku? Temanku Steva dan Vio. Kita bertiga kelas X IPS-1 SMA. Kita lagi duduk di bangku belakang pojok kanan kelas.
"Eh guys, kapan-kapan kita main yok." ajak Steva.
"Kemana?" tanyaku.
"Kemana kek, refresing gitu."
"Gue sih oke-oke aja. Gak tau tuh kalo Vio gimana."
"Gue mah juga mau aja. Tapi waktunya aja yang harus kompromi."
"Iya dah." Steva.
Tiba-tiba saja Dio datang. Dia berdiri di sebelahku.
"Vik, gue mau ngomong ma lo. Berdua."
"Oh, okelah. Bentar ya guys, gue cabut dulu."
"Oke Vik." jawab mereka berdua.
Aku pun mengikuti Dio yang pergi keluar kelas menuju taman belakang sekolah. Di sana kita duduk di kursi taman.
"Lo mau ngomong apa Di?"
"Em, gini Vik, soal kejadian kemarin, gue minta maaf ma lo. Gue khilaf, gue terpengaruhi sama temen yang udah pernah minum."
Aku bingung mau jawab apa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!