Jack , adalah pemilik hotel wilson yang kiprahnya sudah mendunia. Hotel dengan fasilitas super mewah dan berada ditepi pantai itu, sudah Ia pimpin selama lebih dari Tujuh tahun, setelah Sang ayah meninggal.
Jack awalnya adalah seorang pemuda yang periang, dan ambisius. Dengan kehidupan yang menyenangkan, Kekasih yang begitu mencintainya, dan para sahabat yang selalu mendukungnya untuk pekerjaan dan semua yang Ia lakukan. Begitu sempurna.
Namun kini berubah menjadi seorang yang dingin, dan tak seambisius biasanya. Semua terjadi ketika Deandra, gadis yang Ia perjuangkan selama ini meninggal karena tertembak ketika Ia melawan musuh besarnya, Hery. Ketika itu, Jack juga terluka begitu parah dan nyaris mati karena jantungnya tertembak. Tapi, sebelum kematian-nya, Deandra mendonorkan jantung itu pada Jack, agar Jack tetap selamat.
Karena hal itu, Jack menjadi orang yang dingin bagai batu es yang sekian lama membeku. Hanya memfokuskan diri pada pekerjaan, tak seolah tak ingin membuka hati untuk wanita. Ia tak ingin kejadian Deandra terulang lagi, Ia tak ingin mengorbankan orang lain lagi untuk hidupnya. Apalagi setelah kepergian Deandra.
Musuhnya yang terus saja meneror, meski Jack selalu diam dan tak menjawab tantangan mereka.
Musuh awalnya adalah Hery, seorang pemilik hotel saingan Jack. Yang begitu dendam karena semua tender pembangunan hotel barunya digagalkan oleh Jack karena sebuah kasus penggelapan dan korupsi yang diam-diam Hery lakukan.
Setelah itu, semua bisnis Hery seolah hancur seketika, hanya tersisa hotelnya yang masih sedikit bertahan. Itupun karena Ia diam-diam menjalani bisnis gelap didalamnya. Jack tahu, tapi Dia tak ingin kembali memancing permusuhan itu.
Hingga suatu hari untuk sebuah tender baru, yang kembali mempertemukan mereka. Sayangnya tender besar itu kembali dimenangkan oleh Jack, yang telah diputuskan oleh seorang pejabat negara.
Dendam semakin memuncak. Hery berusaha bagaimana caranya agar pejabat tersebut mau mengganti keputusan-nya. Hingga akhirnya terbesit sebuah fikiran yang sangat kotor didalam otaknya. Hery, meminta salah seorang wanita yang bekerja di bar miliknya untuk melayani pejabat itu dihotel milin Jack.
Sebenarnya hanya ingin memfitnah Jack untuk sebuah kecurangan, dan penyogokan. Tapi lain pula yang terjadi. Pejabat itu ternyata keracunan sebuah wine yang diberikan wanita itu padanya.
Awalnya polisi menganggap itu hanya overdosis minuman saja, apalagi dengan keterangan para saksi yang memang menyatakan hal itu benar. Akhirnya kasus ditutup dan menyatakan itu sebuah kecelakaan saja.
Hery dan Jack tenang untuk beberapa saat, meski mereka tak akan pernah berdamai selamanya. Kecuali, salah satu diantara mereka mati. Mingkin seperti itulah arah permusuhan mereka.
Suatu hari, pada pemeriksaan bulanan rutin Jack pada CCTV dihotelnya, Ia menemukan sebuah kejanggalan. Dia menemukan sebuah rekaman yang menunjukan jika wanita itu adalah wanita yang selalu dekat dengan Hery, dan mereka bertemu disebuah ruangan, sebelum kasus itu terjadi. Jack pun akhirnya kembali mendalami kasus itu diam-diam, dengan bantuan Dawn, dan Sam.
Semua bukti yang telah Ia kantongi itu, rencananya akan segera Ia serahkan kekantor polisi, untuk segera ditindak. Tapi, diam-diam Hery mencium gelagat itu. Hery yang murka lalu kembali mengibarkan bendera perangnya pada Jack. Bukan hanya Jack dan teman-nya, bahkan orang-orang yang ada didekatnya, termasuk Deandra yang begitu Jack cintai.
Perang besarpun terjadi, Nyawa Jack nyaris menjadi taruhan-nya, dan Deandra meninggal karena itu semua.
Hingga setahun kejadian itu berlalu. Jack masih menyimpan data itu dengan baik ditangan-nya. Perang dingin dan penyerangan selalu terjadi, mereka mengincar Jack, terutama Dawn, yang begitu dendam atas kematian Sang adik. Karena bagi Dawn, karena Jacklah, Deandra menjadi korban dari semua ini.
Dimalam yang cerah dan ditemani kerlipan bintang-bintang, seorang gadis bernama Zielova Anastasya berjalan sendirian menyusuri sebuah taman yang sepi dengan wajah begitu lelah, malas, dan merasa kecewa dengan kehidupan-nya sendiri.
I'el menemukan sebuah kursi kosong, lalu duduk melamun disana. Membayangkan semua kesialan yang telah terjadi dalam hidup, yang bahkan tak pernah bisa Ia tentukan sendiri arah dan tujuan-nya.
I'el sebenarnya adalah gadis periang, dan penuh semangat untuk meraih cita-citanya. Gadis berambut panjang, bermata coklat, dengan tubuh semampai itu, menjadi pendiam sejak kehidupan-nya tak berjalan sesuai rencana indah yang Ia bayangkan.
Berawal dari masa SMP, I'el bercita-cita masuk STM, dan mengambil jurusan Arsitektur disana. Namun Sang Ayah menentang, Ia dimasukkan ke SMA, dan dipaksa masuk jurusan IPA. Sebuah jurusan yang tak begitu Ia senangi. Lepas dari SMA, Salma ingin menjadi seorang guru, namun tak juga diindahkan Sang ayah. Ayahnya memaksa untuk menjadi seorang dokter. Agar bisa mengangkat derajad keluarganya didesa.
Mau tidak mau, I'el menuruti orang tuanya. Demi mereka dan martabat keluarga, Iel belajar dengan begitu tekun dan sedang menekuni profesi lanjutan-nya sebagai calon dokter bedah.
Kini wanita berusia Dua puluh empat tahun itu, seolah terjebak dalam sebuah permainan hidup, yang begitu Ia benci. Tertekan, terkekang oleh semua keadaan yang tak pernah Ia inginkan. Apalagi dalam Koasnya, Ia berjumpa dengan seorang konsulen yang begitu disiplin, tegas, dan cenderung galak.
"Astaga, kenapa sampai bisa salah gitu. Kalau sampai ada apa-apa, bisa dituntut aku." gerutu I'el, dengan menggaruki kepalanya karena stres.
"Bodoh kamu I'el, kenapa ngga bisa bedain gunting sama Klam. Putus urat nadi orang kalau begitu. Tolol, bego." imbuh nya, kali ini dengan memukuli kepalanya.
Beberapa Jam yang lalu. Diruang Operasi Rumah Sakit Horizon Iel dan para rekan-nya, diminta membantu sang konsulen yang menjabat sebagai dokter bedah, untuk sebuah operasi tumor payudara. Dan Iek ditugaskan sebagai asisten Sang dokter.
Selama operasi berjalan, semua baik-baik saja dan normal. Hanya saja, ketika mulai bagian akhir, I'el membuat suatu kesalahan fatal.
"I'el, klam pembuluh darahnya." perintah Dokter Raymond.
"Iya..." jawab I'el.
Namun, bukanya mengambil dan menekan klam pada pembuluh darahnya, I'el justru salah mengambil gunting, dan memotong pembuluh darah itu. Hingga. Darahpun memuncrat ke wajah Dokter Raymond.
"I'el....! Apa-apaan kamu, kenapa kamu gunting? Pasien bisa pendarahan bodoh!" bentak Dokter Raymond yang begitu marah.
"Ma-maaf, Dok... Saya ngga sengaja." sesal I'el, lalu mengambil tisu dan megelap wajah Sang dokter dengan begitu gugup.
"Grace, gantikan tugasnya. Dan kamu Iel, keluar dari ruangan. Lalu renungkan kesalahan kamu ini."
I'el pun segera kelur, dengan perasaan yang begitu hancur, mengingat semua kebodohan-nya hari ini.
Setelah semua selesai, Ia diminta menghadap Dokter Raymond diruangan-nya. Tak hanya omelan, bahkan caci maki yang Ia dapatkan. Benar-benar tekanan mental yang liar biasa baginya.
"Goblok... Kamu tahu ngga? Kalau begitu caranya, pasien tadi bisa mati. Itu operasi bukan yang gawat darurat, kalau pasien mati. Dituntut kamu, malpraktek. Ngga cuma kamu, yang lain juga kena. Ngga kasihan kamu sama temen-temen seperjuanganmu?"
"Saya.... Minta maaf, Pak. Ngga sengaja sumpah." ucap I'el, yang terus menundukan kepalanya.
"Dalam dunia kesehatan, bahkan kedokteran. Ngga ada kata ngga sengaja, kamu tahu? Salah kasih dosis obat aja, pasienmu bisa mati. Ngga sengaja bunuh orang namanya?"
"Engga, Pak... Sumpah, saya....."
"Udah,. Kamu saya scors Dua minggu. Renungkan, dan manfaatkan untuk belajar sebaik mungkin. Muak saya lama-lama."
I'el hanya menunduk sedih. Menyesalpun tak berguna ketika Sang Konsulen memutuskan sesuatu. Itu tak akan pernah bisa dibantah olehnya. Ia akhirnya pergi, dengan perasaan begitu sakit dan perih.
*~*
I'el masih menangis pilu ditaman itu, hingga seseorang menegurnya..
"Permisi, apakah anda melihat orang, memakai jas dan celana serba hitam. Dia lari dalam keadaan terluka parah." tanya Pria gagah, berbaju rapi itu.
"Maaf, ngga lihat. Saya juga baru datang." jawab I'el, mencoba ramah.
"Baiklah, terimakasih jika begitu." ucap Pria itu, lalu pergi.
I'el masih termenung disana, lalu dkagetkan dengan sebuah tangan yang menepuk bahunya.
"Toloong, tolooong saya... Saya terluka parah." lirihnya, begitu berat.
I'el meraba tangan itu, terlihat lumuran darah yang begitu banyak, Ia terkejut, dan menolehkan kepalanya.
"Aaaaarghhhhh...!" pekiknya begitu kuat. Terlebih lagi, ketika melihat pria itu jatuh tersungkur.
"Tuan, Tuan ngga papa kan Tuan? Tuan kenapa? Aduh pingsan lagi." gumam I'el, dengan beberapa kali membangunkan Jack yang pingsan.
Dengan sekuat tenaga, I'el mengangkat tubuh Jack yang bobotnya begitu berat melebihi dirinya. Tertatih, terengah-engah, itu lah yang dirasakan Iel ketika memapah Jack menuju motornya.
"Tuan, saya bawa ke Rumah Sakit, ya. Supaya cepet ditangani?" I'el lalu membantu Jack naik kemotornya, lalu mengikatkan sebuah syal ditubuh mereka berdua, untuk menjaga agar Jack tak jatuh.
"Hey... Jangan bawa saya ke Rumah Sakit. Bawa saja saya ke rumah kamu, rawat saya disana." ucap Jack dengan begitu lemah.
"Hah, gimana? Ngga boleh lah, gimana mau ngerawat, alat saja tidak ada." jawab I'el, gugup.
"Saya tahu kamu dokter, kamu bisa melakukan-nya."
"Hah, tau darimana?" tanya I'el dengan keras, tapi tak dijawab lagi oleh Jack yang kembali pingsan.
Meski berat, I'el menuruti permintaan Jack, untuk membawanya ke rumah, dan merawatnya sendiri. I'el menidukan Jack di tempat tidurnya, dan membuka kancing baju untuk melihat seberapa parah luka itu.
"Astaga, luka tembakan. Mana dalem, untung ngga tembus ke jantung. Gimana ya, harus ada operasi kecil ini." gumam I'el, yang bingung karena keterbatasan alat yang Ia miliki.
Sebenarnya, rumah kontrakan-nya tak begitu jauh dari apotek dan banyak alat kesehatan disana. Tapi, yang jadi kendala adalah dananya. Mahasiswa kedokteran dengan budget pas-pasan sepertinya, harus begitu hemat ditanggal tua seperti ini.
Seketika I'el melihat sebuah dompet dikantong Jack. "Waduuuuh, tebel." fikirnya.
"Maaf ya, Tuan. Ini demi keselamatan Tuan sendiri, Saya ngga mencuri kok." ucap I'el, dengan perlahan menarik dompet itu dari kantong Jack.
I'el lalu meninggalkan-nya sebentar untuk membeli peralatan yang dibutuhkan. Tapi, Ia menjadi bahan pembicaraan orang lain, ketika mereka melihat pakaian-nya berlumuran darah.
"Aduh, lupa ganti sweater lagi." lirihnya.
"Ini, Kak. Semuanya Lima ratus ribu." ucap Pegawai apotek itu.
"Baiklah." jawab I'el, lalu membuka dompet Jack.
"Astaga.... Ini duitnya banyak banget, ATM, credit Card. Apa, dia sekaya itu? Atau dia mencuri, makanya luka dan dicari orang?" gerutunya sendiri.
"Kak.... Jadi ambilnya?" tegur orang itu.
"Eh, iya jadi. Sekalian obatnya 'kan?"
"Iya Kak, udah di dalam semua."
I'el memberikan lima lembar uang merah, lalu menerima belanjaan itu dan segera pulang kerumah kontrakan kecilnya.
"Kamu, darimana?" tanya Jack.
"Maaf, obat-obatan dan semua peralatan saya kurang lengkap, jadi saya harus beli di apotek. Dan maaf lagi, saya harus ambil dompet anda karena saya butuh uangnya. Saya ngga punya uang lagi sekarang." ucap I'el, dengan menyiapkan semua peralatan, dan memulai proses pengobatan.
"Maaf, saya buka bajunya, agar bisa maksimal melakukan perawatan." ucap I'el.
" Ya, silahkan." jawab Jack, pasrah.
"Maaf lagi, ini mungkin begitu sakit, dan peralatan kita seadanya. Tolong, gigit kain ini jika anda ingin teriak, agar tak didengar orang lain." pinta I'el, dengan memberikan selembar selendang pada Jack, lalu Ia menggigitnya.
Proses dimulai, I'el begitu hati-hati melakukan tindakan-nya kali ini. Menyuntikkan obat bius, lalu perlahan mengorek dan menarik peluru itu dari tubuh Jack, hingga akhirnya berhasil dikeluarkan. Begitu sakit, hingga Jack mengerang dan meremas spray yang Ia tiduri saat ini.
"Wah, ini pelurunya kecil, tapi....."
"Sudah, cepat obati. Begitu sakit rasanya hingga seperti ingin mati." potong Jack pada ucapan I'el.
"Owh iya, baiklah." ucap Iel, lalu melanjutkan aksinya.
Setelah peluru keluar, Iel membersihkan luka bagian dalam, dan bersiap menjahit luka itu.
"Harus dijahit?" lirih Jack.
"Iya, begitu besar dan dalam. Setidaknya untuk mempercepat proses penyembuhan." jawab I'el.
"Baik, lakukan." Jack, kembali menahan sakitnya.
Proses selesai, I'el mulai membersihkan bekas darah pada tubuh Jack, dari wajah, hingga bagian tubuh yang lain-nya.
"Ganteng juga kalau udah bersih." batin I'el.
"Tuan, maaf. Celana anda kotor, bolehkah saya menggantinya? Kebetulan ada celana Ayah saya disini, ukuran kalian pas." tanya I'el.
"Jangan... Biarkan saja." jawab Jack, yang mulai mengantuk dan memejamkan matanya.
Sejenak I'el pun duduk mengistirahatkan tubuh dan otaknya yang benarg-benar lelah dan stres. Ditambah lagi, keberadaan Jack yang akan menambah beban hidupnya.
Salma membuka dompet Jack lagi, dan memeriksa KTP nya.
"Pekerjaan swasta. Swasta apa kalau begitu, perampok, penjahat, pembunuh bayaran? Hah... Jangan-jangan iya, pembunuh bayaran yang lagi dikejar polisi. Mati aku kalau begini, aku juga akan jadi tersangka karena menyembunyikan penjahat." I'el memandang kearah Jack lagi, dengan wajah begitu penuh tanya, bahkan takut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!