NovelToon NovelToon

My Aurora

Aurora

Kau yang menerangiku di antara gelapnya malam

Warna-warnimu yang menyilaukan mata membuatku tenang

Percaya bahwa masih ada cahaya di gelapnya malam

Pesonamu membuat hidupku lebih terang

Aurora. Memiliki nama lain cahaya kutub, adalah sebuah fenomena alam yang menyerupai pancaran kobaran cahaya yang ada pada lapisan ionosphere dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari.

Aurora, tercipta karena adanya badai matahari dan badai magnetik bumi. Tercipta karena adanya kekacauan perubahan medan magnet pada lapisan ionosphere karena terjadinya badai matahari. Sungguh ironi yang menghasilkan sebuah keindahan.

Kenapa aurora hanya muncul saat malam hari?

Karena warna-warni aurora akan sulit untuk dilihat saat siang hari. Seperti halnya dirimu. Dulu, aku tidak menyadari kecantikan yang ada pada dirimu. Ketika semua masalah pelik, ketika dunia menjadi gelap seketika, ketika segalanya menjadi kelabu. Engkau datang. Engkau datang dengan cahaya dan warna-warnimu. Engkau datang dengan kobaran cahayamu. Engkau datang menerangi duniaku yang gelap.

Kau adalah auroraku

Pesonamu membuatku bisu

Cahayamu terangi dunia kelabuku

Kobaran cahayamu membuat lidahku kelu

Gelapnya duniaku membuatku takut. Berpikir bahwa senyuman telah menghilang dari hari-hariku. Tawa dan keceriaan siang digantikan dengan kesunyian dan kegelapan malam. Dalam gelapnya malam, aku meringkuk di tempatku berbaring. Takut jika esok tidak segera datang menghampiri.

Gelapnya malam membuatku sulit mengenali warna-warni. Pada akhirnya aku menjadi buta warna, duniaku menjadi kelabu seketika. Meski mencoba mengembalikan dunia berwarnaku, aku tidak mampu. Semua warna telah hilang begitu saja. Dicuri dan direngut begitu saja dariku.

Merah, kuning, biru digantikan dengan hitam dan kelabu. Keberanian, keceriaan, ketenangan tergantikan dengan ketakutan, kesedihan, kegelisahan. Sedikit demi sedikit menghancurkan dunia ceriaku. Semua semakin pelik dan gelap semakin berkuasa. Aku hanya dapat terdiam dalam ketakutan.

Hingga dirimu datang. Datang di kegelapan. Membuatku menyipitkan mata karena cahaya dan warnamu yang berkobar itu menyilaukan. Engkau dengan beraninya menerangi kegelapan. Engkau memunculkan kembali warna pada kehidupanku. Engkau memunculkan tidak hanya warna merah, kuning dan biru. Engkau berhasil menambah warna baru pada duniaku.

Dengan kehadiranmu, aku tidak takut lagi dengan gelapnya malam.

Auroraku. Kehadiranmu berhasil membuatku takjub. Kekuatan warnamu yang berkobar mewarnai seluruh dunia kelabuku. Kekuatan kobaran itu juga membakar habis semua masalah pelik yang ada. Kekuatan dan keberanianmu menimbulkan kekaguman pada hatiku.

Berawal dari sebuah kata

Menjadi seribu klausa

Ini adalah sebuah kisah

Kisah kita berdua

Izinkan aku bercerita sebuah kisah. Sebuah kisah yang mengubah hidupku. Kisah yang mengungkapkan segala keindahanmu. Kisah yang mengubah warna duniaku. Kisah yang akan selalu kukenang sepanjang hidupku. Kisah yang mewarnai seluruh hari-hariku.

Kisah ini adalah kisahmu. Kisahmu denganku. Kisah kita berdua. Kisah metamorfosis dari sebuah badai yang menciptakan suatu keindahan. Sebuah metamorfosis dari suatu rasa kekesalan yang memicu munculnya musim semi di hatiku. Sebuah perubahan yang mengubah hidupku.

Kisah yang membuat diriku sadar bahwa aku tidak sendirian. Ada engkau di sisiku. Engkau yang dapat membuatku tersenyum atau bahkan tertawa. Engkau yang mengembalikan keceriaan pada diriku.

Denganmu, aku menjadi lebih percaya pada diriku sendiri. Bersamamu aku tidak merasa sendirian dan takut lagi di kegelapan malam. Aku dan kau, bukankah kita ditakdirkan untuk bertemu?

Hei, auroraku

Tetaplah bersamaku

Menerangiku di gelapnya malam

Dan tetap mencintaimu dalam diam

Sumber : Wikipedia

23/03/2020

Appetizer

Appetizer adalah sebuah istilah untuk menyebut hidangan pembuka saat makan. Biasanya berupa kue kecil yang rasanya asin maupun manis. Banyak sekali macam-macam appetizer. Sangat nikmat saat menyantapnya setelah beberapa jam tidak memakan apapun. Sangat baik memakan appetizer sebagai pemanasan hidangan utama.

Kali ini, bab ini, adalah hidangan pembuka untuk kisah auroraku.

Di sore hari yang cerah, akhir musim dingin..

Di sana, di toko kue bertuliskan ‘toko roti Neyla’ tampak dua orang gadis berambut pendek sedang sibuk menata hidangan yang mereka bawa ke atas meja panjang. Satu dari mereka berdua memakai sweater berwarna kuning dengan gambar mata dan paruh ayam di bagian depannya dengan celana training hitam. Sedangkan gadis satunya lagi, mengenakan jemper tak ber-resleting berwarna putih dengan rok plisket kotak-kotak merah-hitam dan stocking hitam tebal.

"Ocha, tamunya berapa orang?" Yang bersuara adalah gadis yang memakai sweater kuning dengan gambar anak ayam.

"Satu, dua, tiga... tujuh, tujuh orang." Gadis yang memakai jemper putih, itu menatap lawan bicaranya. Mereka berdua tengah menata kursi pada meja besar berbentuk bundar. Meja tersebut telah diberi taplak dan alat makan seperti piring, sendok, garpu, gelas, dan dua kotak tisu.

"Ocha, kalau berhitung yang benar!" Gadis yang mengenakan sweater kuning itu memprotes pada gadis jemper putih yang bernama Ocha.

"Aku menghitungnya di benakku, tamu yang akan datang nanti ada tujuh orang." Ocha menanggapinya dengan santai. Dia mulai merapikan kursi yang ada di depannya.

"Selamat sore tante." Suara ramah seorang pemuda mengalihkan perhatian kedua gadis rambut pendek itu. Pemuda itu berponi belah samping, tepatnya sisi kiri. Dia mengenakan kaus putih dengan jaket cokelat petang berbulu yang tampak hangat.

Setelah menerima salam balasan dari sang pemilik toko, pemuda itu berjalan menghampiri kedua gadis rambut pendek tadi. Pemuda berponi belah kiri itu melangkah ke arah meja yang sudah ditata rapi. Tampaknya dua gadis tadi sudah tidak berdebat mengenai jumlah tamu yang akan datang.

"Jadi apa yang bisa kubantu, Neyla?" Pemuda berponi belah kiri itu bertanya pada mereka berdua. Gadis sweater kuning yang bernama Neyla itu langsung menariknya, saat ini mereka berada di dapur. Di sana sudah ada beberapa kue yang sepertinya nanti disajikan untuk pesta.

"Tinggal angkat ini saja. Tolong ya, Richie." Neyla memberikan senampan appetizer. Pemuda berponi belah kiri yang bernama Richie itu pun menerimanya. Lalu dia pergi ke luar dari dapur. Mendekat kearah meja bundar yang lumayan besar tadi. Richie meletakkan nampan tadi di tengah meja. Kemudian Richie duduk di salah satu kursi.

Kini hidangannya telah siap tersaji di atas meja. Tinggal menunggu tamu yang akan hadir. Ocha yang merasa agak kedinginan itu mengenakan penutup kepala jemper-nya yang ada telinga dan gambar wajah kucing. Dia mendekat ke arah perapian kecil. Sedangkan Neyla, dia masih asyik menata alat makan di meja. Sedangkan Richie, dia tetap duduk di tempatnya sambil bergelut dengan gawai miliknya.

Lonceng kecil di atas pintu berbunyi, tanda pintu itu telah dibuka oleh pelanggan. Tapi sepertinya mereka bukan pelanggan, dua orang gadis cantik masuk. Dua gadis itu bersurai sepunggung. Satu di antaranya mengenakan mantel panjang berbulu berwarna pink dengan baju bermerek terkenal. Satu di antaranya memakai mantel berwarna putih dengan baju berwarna merah muda bergambar unicorn di perutnya.

"Stefanny, Nadya sini." Ocha yang mendengar genta kecil berdenting itu memalingkan kepalanya. Kemudian dia mendekat ke arah Neyla dan melambaikan tangannya pada dua gadis bersurai sepunggung itu.

"Duduk dulu, sambil kita menunggu tamu yang lainnya datang." Kata Neyla. Dia mempersilahkan dua temannya itu untuk duduk di salah satu kursi.

"Memangnya kita menunggu berapa orang lagi?" Nadya bertanya.

"Berapa tamu yang kalian udang, jangan bilang kalian mengundang satu angkatan SMP?" Imbuh Stefanny. Diam-diam Richie tertawa kecil mendengar perkataan Fanny alias Stefanny.

"Eii, tidak mungkin. Neyla bisa bangkrut kalau seperti itu. Tamunya terhitung tujuh orang, termasuk kalian berdua." Jawab Ocha.

Genta yang menempel di atas pintu kembali berbunyi.

Tiga orang remaja laki-laki masuk ke dalam. Satu di antaranya memiliki rambut belakang yang panjang dan mengenakan jaket kulit dengan bulu di luarnya. Satu di antaranya bersurai pirang dan mengenakan mantel cokelat dengan sabuk di perutnya. Satu di antaranya lagi bertubuh tinggi dan mengenakan mantel kotak-kotak dan syal berbulu yang tampak hangat

"Toshiro, di sini!" Ocha mengangkat tangannya dan melambaikannya di udara. Ketiga pemuda itu berjalan menghampiri Ocha. Toshiro yang dipanggil Ocha tadi adalah pemuda berbadan tinggi dan mengenakan syal berbulu. Mereka bertiga kemudian dipersilahkan duduk oleh Neyla.

"Tamunya hanya enam Ocha." Kata Neyla berbisik, baru saja menghitung jumlah tamu yang sudah datang.

"Tapi kata Toshiro tujuh." Ocha juga ikut menghitung jumlah orang yang ada.

"Aku mau menghilangkan kursi itu." Neyla bermaksud mendekat ke arah kursi yang dimaksud.

"Jangan!" Ocha melarang Neyla. Dia memegang pergelangan tangan Neyla.

Suara musik klasik Bluestone Alley mengalun di tengah-tengah mereka. Suara itu menyedot perhatian semua orang yang ada di sana. Suara itu berasal dari ponsel Toshiro, sebuah panggilan masuk di ponselnya. Pemuda itu pun mengangkat panggilan itu.

"Hey kau ke mana saja?" Toshiro terlihat serius. Neyla dan Ocha tampak tertarik dengan pembicaraan Toshiro dengan lawan bicaranya di telepon. Begitu juga Richie dan pemuda bersurai pirang. Sedangkan Nadya dan Fanny tidak memedulikan sekitarnya. Mereka berdua asyik mengutak-atik gawai canggih mereka. Anak muda jaman sekarang, pasti asyik sekali berselancar di media sosial.

"Kau yang ke mana? Aku sudah berada di tempat yang kita sepakati." Kata orang di seberang sana.

"Aku sudah berada di toko roti Neyla." Jawab Toshiro dengan santai. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Bagaimana bisa? Kita kan sudah sepakat akan berangkat bersama?" Orang di seberang sana terdengar emosi.

"Diam di situ, aku akan menjemputmu." Setelah perkataan Toshiro selesai, seseorang di seberang sana menutup teleponnya karena merasa emosi. Toshiro kemudian menjauhkan gawai canggihnya dari telinganya. Mengecek apakah telepon sudah berakhir.

"Siapa?" Ocha bertanya pada Toshiro.

"Salah satu tamu kita." Jawaban yang diberikan Toshiro mendapatkan anggukan dari Ocha. Lalu Ocha berbisik pada Neyla, meyakinkan Neyla bahwa satu tamu akan datang.

"Lebih baik kau di sini saja, aku yang akan menjemputnya." Kata Zeno, pemuda yang memiliki rambut belakang panjang.

"Apa kau yakin? Kau sudah hapal jalannya?" Toshiro terlihat khawatir.

"Tentu saja, aku bukan anak TK." Zeno berkata dengan gayanya, dengan cengiran khasnya.

"Bisa jadi ini lama, aku akan mempersiapkan hidangan lain. Ocha ikut?" Neyla berpamitan pada tamunya. Ocha mengangguki ajakan Neyla, lebih baik ke dapur yang lumayan hangat. Aneh sekali, meski penghangat ruangannya dihidupkan tapi Ocha tetap saja merasa kedinginan. Dua gadis itu pun menuju dapur.

Tanpa disadari ternyata ada yang membuntuti dua gadis itu. Toshiro, pemuda itu sedang mencolek bumbu yang akan diolah menjadi masakan. Tidak hanya itu saja, dia mengambil apa saja dan kemudian memasukkan ke mulutnya. Tak puas hanya begitu saja, dia mengambil lagi karena merasa belum memuaskan perutnya.

"Hei bayi besar, apa kau tau ini bukan dapur ibumu?" Teriak Neyla saat melihat Toshiro menyemprotkan krim kocok kaleng ke mulutnya.

"Kenapa tidak membuatnya sendiri? Aku lebih suka krim buatan rumahan." Toshiro berkata tanpa merasa bersalah dan juga dengan krim kocok kaleng yang masih ada di tangannya. Dia memperhatikan kaleng krim itu. Mencoba membaca merek yang tertera di sana.

"Toshiro, berikan padaku." Ocha mengulurkan tangannya pada Toshiro. Dia meminta krim kaleng yang masih tertawan di tangan Toshiro. Toshiro melunak, dia memberikan kaleng krim yang dia pegang pada Ocha.

Tapi sasarannya sekarang malah berubah. Di atas meja beton ada kue yang masih ada di atas loyang. Kue itu sudah lumayan dingin, karena Neyla sudah memanggangnya tadi siang. Toshiro memungut satu kue, tapi kue itu jatuh kembali ke loyang karena tangan Toshiro ditampar oleh Ocha.

"Kau ini, belum saatnya makan. Lebih baik kau temani Richie. Pergi!" Ocha mendorong Toshiro sampai ke luar dari dapur. Toshiro dengan langkah berat pergi meninggalkan tempat sumber makanan. Dia mendekat ke arah Richie yang duduk dengan manis sambil memainkan gawainya.

Ocha tetap mengawasi Toshiro sampai remaja itu benar-benar duduk di dekat kedua temannya. Setelahnya Ocha kembali ke dapur. Kembali pada kesibukannya. Menghias kue dengan krim yang berhasil didapatkannya dari Toshiro.

"Ocha, Neyla. Tamu kalian sudah datang." Suara lembut seorang wanita menarik perhatian Neyla dan Ocha.

"Terima kasih mama." Neyla meninggalkan masakannya untuk hidangan utama. Neyla dan Ocha pergi dari dapur tanpa melepas celemeknya. Entah mereka lupa atau bagaimana, yang pasti mereka berdua seperti pegawai di toko roti itu. Mereka berdua kemudian berjalan ke luar dari dapur menghampiri tamu mereka. Sosok pemuda yang mengenakan jaket kulit karamel, dia memiliki mata yang sipit.

"Selamat datang di toko roti Neyla." Sambut Neyla dengan senyum lebarnya.

"Ah rasanya aku seperti baru saja disambut pegawai mini market." Celetuk Richie. Neyla memberi Richie lirikan tajam. Richie cuek bebek tidak menanggapi.

"Silahkan dinikmati hidangan pertama kita, ini namanya anggur goreng dan di sampingnya itu ada sambel colek." Neyla berbicara sambil menunjuk makanan pembuka yang sudah tersaji di atas meja.

Ocha langsung melahap kue yang Neyla beri nama sambal colek. Tapi dia malah disambut dengan tatapan heran dari para tamu. Kecuali Toshiro dan Richie. Begitu juga Nadya dan Fanny yang tertawa kecil karena mendengar nama kue dari Neyla. Tampaknya mereka berdua sudah tahu kebiasaan unik Neyla yang menamai kue dengan nama aneh.

"Ah tenang saja, ini bukan sambal sungguhan. Rasanya enak sekali, loh." Ocha kembali melahap satu sambal colek.

"Rasanya manis." Toshiro menggigit sedikit, dia juga mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah menghabiskan satu kue, dia mengambil lagi. Kali ini dia mengambil anggur goreng.

"Dasar kau ini, apa kau memberi nama kue dengan nama yang aneh lagi?" Richie sedikit kesal. Dia langsung menyomot kue sambal colek yang sudah tersaji. Neyla hanya menyengir kuda.

"Apa kalian tidak mau makan? Toshiro akan menghabiskannya. Cepat ambil!" Seru Ocha yang sejak tadi memperhatikan Toshiro mencomoti hidangan pembuka.

"Ocha, kau juga terus memakannya sejak tadi!" Protes Toshiro.

"Sudahlah, makan saja. Jangan bertengkar." Richie menengahi. Dia mengambil anggur goreng dengan cepat. Setelah dia mengatakan hal itu, semua remaja di sana mulai memakan hidangan pembuka. Ocha dan Toshiro begitu lahap memakannya.

"Toshiro aku mau itu." Ocha tidak sampai meraih makanan yang dia inginkan. Toshiro memang mengambil anggur itu, tapi dia memakannya sendiri. Dia menjulurkan lidahnya pada Ocha.

"Sudahlah, ini waktunya makan. Jangan bertengkar." Richie memberikan kue pada Ocha, agar gadis itu tidak marah lagi.

“Makasih Richie.” Mata Ocha berbinar melihat kue yang disodorkan Richie.

"Ichi, aku juga mau itu." Neyla meminta diambilkan kue. Richie memberikan kue pada Neyla.

Mama Neyla keluar dari dapur membawa troli makanan. "Wah anak muda yang sangat bersemangat ya." Mama Neyla berkata sambil menatap para anak laki-laki.

"Ini makan malamnya sudah jadi." Mama Neyla memindahkan makanan yang ada di atas troli ke meja. Tentu dengan bantuan Neyla dan yang lainnya.

"Terima kasih tante." Ucap Richie.

"Wah ini pasti enak." Mata Toshiro berbinar.

"Terima kasih." Kata tamu yang lain.

"Selamat menikmati." Kata terakhir dari mama Neyla sebelum beliau kembali ke dalam dapur bersama trolinya.

Ocha sangat bersemangat, dia menuangkan saus sambal ke makanannya. Neyla hanya bisa geleng-geleng melihat sahabatnya yang satu itu. Masalahnya, saus yang dituangkan itu membentuk bukit kecil di mangkuknya. Neyla pasti tahu jika sambal itu pedas sekali.

Tapi tidak dengan Toshiro yang rakus. Dia mengambil sesendok kuah dari mangkuk milik Ocha. Kemudian Toshiro menyeruput kuah itu dengan semangat. Hingga rasa panas hinggap pada lidahnya.

"Yaaa, lidahku rasanya seperti terbakar." Toshiro panik meraih minumnya.

"Salah sendiri hahaha!" Ocha tertawa puas.

"Kau ini kenapa suka sekali makan pedas. Perutmu sakit baru tahu rasa!" Omel Toshiro.

"Toshiro, kenapa kau masih saja mengambil makanan Ocha. Kau kan sudah punya makanan sendiri!" Omel Neyla.

"Tante, Toshiro ingin tambah." Richie mengacungkan tangannya.

"Yak, aku tidak serakus itu. Tidak tante, saya sudah kenyang." Kata Toshiro mengelak.

"Apa benar kau ingin tambah?" Kini Neyla yang mengajukan pertanyaan.

"Hidangan makan malamnya ada dua." Kata Ocha.

"Benar, nanti juga masih ada hidangan penutup." Tambah Neyla.

"Pasti muat, perutnya kan seperti karet." Richie sukses membuat semua yang ada di situ tertawa.

Hidangan kedua sudah dihidangkan, Ocha sama sekali belum kenyang. Dia terus makan dengan lahap. Sampai pada akhirnya hidangan penutup disajikan.

"Ini namanya kue mangkuk terbalik." Neyla menunjuk kue kuning yang memang menelungkup.

"Lalu ini ada wafer bulat." Neyla menunjuk kue berbentuk bulat.

"Aku tidak tahu ini kue namanya apa, tapi yang satu ini adalah macaron." Kata Richie.

"Sudahlah, ayo makan." Ocha melahap kue yang besar. Wajahnya tampak senang.

"Apa kau tidak memberinya bubuk cabai Ocha, lihat Toshiro. Aku yakin sebentar lagi dia mengambil makananmu lagi." Kata Richie.

"Yang benar saja, ini makanan manis!" Protes Ocha.

"Aku tidak akan mengambilnya, kau tenang saja." Toshiro masih sibuk makan.

Setelah hidangan penutup kandas, Neyla dan Ocha muncul dari dapur dengan membawa kue yang tadinya dihias oleh Ocha. Mereka terkejut mendapati Neyla dan Ocha yang membawa hidangan kejutan.

“Itu apa Neyla?” Nadya bertanya dengan wajah kakunya.

“Kejutan!” Ocha berteriak dengan mata berbinarnya.

“Tapi aku sudah kenyang. Lagipula, makan makanan berkrim itu tidak menyehatkan.” Fanny menolak.

“Oh, sayang sekali. Padahal aku sudah membuat ini dari tadi siang.” Ocha murung.

“Ah! Bagaimana kalau kita bungkus saja!” Toshiro memberi ide bagus. Pastinya, otaknya akan bekerja seratus persen saat memikirkan makanan. Dasar tukang makan! Perut karet!

Setelah itu mereka membungkus makanan dan beranjak pulang karena hari beranjak malam.

Akhir liburan musim dingin itu sangat indah untuk mereka semua. Hingga mereka tersadar bahwa waktu telah berlalu. Musim dingin berlalu. Tergantikan dengan musim semi. Udara menghangat. Daun-daun mulai bertumbuh. Tahun ajaran baru pun dimulai. Begitu pula dengan masa muda mereka.

24/03/2020

Klub Musik

Musim dingin tergantikan. Musim semi datang. Salju yang tadinya berceceran di mana-mana perlahan meleleh terpancar cahaya mentari yang muncul dengan malu-malu. Membawa warna-warni kesegaran. Daun baru tumbuh dari anak ranting. Bunga-bunga bermekaran. Pohon sakura yang awalnya terselimuti salju, kini mulai tampak cabang batang pohonnya. Kuncup bunganya mulai tumbuh di sana-sini. Perlahan mekar menebarkan aroma dan kecantikan khasnya.

Musim semi, di mana yang mati tumbuh kembali. Di mana yang tua tergantikan dengan yang muda. Di mana langkah awal anak remaja memulai masa mudanya. Singkat kata, upacara penerimaan murid baru SMA. Akhirnya Neyla dan Ocha dapat memakai bros bunga dengan pita di bawahnya. Tanda bahwa mereka berdua sudah resmi menjadi murid KQ High School.

Oh, kalian pasti belum tahu KQ High School ini sekolah seperti apa. KQ High School ini adalah sekolah asrama SMA terbaik di kota tempat kelahiran Neyla dan Ocha. Sekolah menengah atas yang memiliki fasilitas terbaik dan terlengkap. Sekolah yang dikenal dengan murid-murid pintarannya. Juga kebanyakan murid yang bersekolah di sini berasal dari keluarga berada. Singkat kata, sekolah untuk para jenius dan orang kaya.

Sungguh keajaiban Neyla dan Ocha dapat bersekolah di sini. Semua karena perjuangan keras mereka berdua karena ingin berada satu sekolah dengan dua sobatnya, Toshiro dan Richie. Berkat pembelajaran neraka dari mereka, Neyla dan Ocha yang sedikit kurang di mata pelajaran menghitung, akhirnya mendapatkan nilai yang lebih baik.

Dengan ini, Neyla dan Ocha memulai masa muda mereka.

Sore hari..

Seusai kegiatan sekolah..

Beberapa hari setelah upacara penerimaan murid baru..

Ruangan bercat biru itu dipenuhi dengan beberapa lukisan dan patung bergaya klasik. Ruangan cukup terang karena di sana terdapat jendela kaca yang berjajar yang tengah terbuka. Sinar mentari sore masuk, memantul pada keramik marmer di ruang itu. Beberapa kelopak bunga sakura yang jatuh tertiup angin juga masuk ke dalam ruang kecil itu. Alunan melodi biola terdengar samar-samar di sana. Membuat dua penghuni yang tengah bergelut dengan lukisan masing-masing tersenyum simpul karena suara indahnya.

Dua penghuni itu adalah dua gadis berpenampilan sama tapi memiliki wajah berbeda. Selain itu, yang membedakan mereka berdua adalah gaya rambut. Satu dari mereka berkepang kecil di sebelah kiri depan rambutnya. Satunya lagi mengenakan jepit rambut berwarna biru untuk menghalau poninya. Mereka berdua adalah Neyla dan Ocha. Dua gadis kelas satu SMA yang mengikuti klub seni, seni lukis. Dari semua anggota klub, memang hanya mereka berdualah anggota klub seni lukis. Kenapa? Yah, memang sedikit peminatnya.

Kebanyakan siswa SMA tertarik dengan klub olahraga seperti futsal, basket, ataupun bisbol. Sedangkan siswi SMA, mereka lebih tertarik dengan klub cheerleader, klub tenis, maupun drama daripada klub lukis yang membosankan. Tapi memang mereka anggota dari klub seni. Sebenarnya ada para senior yang juga ikut klub seni. Tapi karena peminat dan prestasi yang menurun, saat setelah klub seni memiliki anggota dari kelas satu, mereka berhenti. Sungguh klub yang miris.

Tapi semua itu tidak menyurutkan semangat Neyla dan Ocha. Mereka berdua tetap mengikuti kegiatan klub seperti biasa. Membuat sebuah karya. Masih dengan alunan biola merdu, mereka berdua menoletkan kuas kesayangan mereka pada kanvas. Membentuk objek-objek yang tampak indah bila bergabung. Hingga sesuatu terjadi, membuat tangan lihai mereka mencoret kanvas dengan kaku dan kasar. Merusak keindahan yang sudah terbuat.

‘JENGJENG JENGJENG TREREEEEEEW~’

‘DUMTASTAS DUMDUMTAS DUMDUM TASTAS’

Dua suara itu berbunyi bersamaan hingga menciptakan melodi tak beraturan yang membuat kepala pusing.

‘!@#$%^&*+?*&^%$#@!’

Dua suara alat musik yang menggelegar terdengar memekakkan telinga. Yap, itulah yang membuat Neyla dan Ocha kehilangan konsentrasi dan ketenangannya. Padahal beberapa detik tadi, alunan biola masih terdengar.

Neyla menendang lantai dengan keras, membanting punggungnya pada sandaran kursi dengan kesal. Ocha membanting kuas yang menjadi jimatnya pada palet dengan kesal. Lalu sedetik kemudian Ocha sadar jika dia membanting kuas besar miliknya dan mengelus-elus kuas itu. Sabar Ocha.

“Ocha, itu suara dari ruangan sebelah kan?” Neyla menatap Ocha yang duduk di sebelahnya.

“Namanya juga ruang musik.” Ocha terlihat sangat santai. Masih dengan posisi mengelus kuas kesayangannnya.

“Kasihan Richie tahu, kasihan kita juga.” Neyla bangkit dari duduknya.

“Heii, kamu mau kemana?” Ocha mengikuti Neyla yang sudah keluar dari ruangan. Mengekor seperti anak ayam, juga masih setia memegang dan mengelus kuas kesayangannya.

Neyla sampai di depan pintu klub musik. Suara keras permainan alat musik yang tadi terdengar samar, kini semakin terdengar keras. Berisik sekali. Ocha masih memegang kuasnya, menutup dua telinganya menggunakan dua jari telunjuknya. Ocha bersiap-siap karena Neyla akan membuka pintu geser klub musik. Neyla membukanya dengan keras, sampai-sampai suara permainan dua alat musik itu senyap mengudara.

Tiga makhluk penghuni klub musik menoleh ke arah pintu. Satu di antaranya memegang stik drum, satu di antaranya menggendong gitar listrik, dan satu di antaranya duduk di kursi sambil memegang biola dan penggeseknya. Neyla melangkah masuk mendekati pemuda yang terduduk. Ocha masih tetap mengekor. Kali ini dia melihati pemuda yang memegang stik drum dan yang menggendong gitar listrik. Merasa diperhatikan, pemuda yang memegang stik drum menatap Ocha dengan tajam.

“Hai Richie! Permainan biolamu bagus sekali.” Neyla menyapa Richie, pemuda yang terduduk sambil memegang biola beserta penggeseknya.

“Benarkah? Makasih.” Richie tersenyum simpul.

“Iya, bahkan aku melukis lebih indah saat mendengar permainan biolamu.” Ocha menyahut.

“Lukisanku juga!” Neyla menyahut.

“Tapi, aku heran. Kenapa ya ruang klub musik sekolah kita tidak kedap suara? Suara berisiknya sangat mengganggu.” Ocha melirik ke arah Neyla.

“Iya, suaranya seperti kenalpot motor butut.” Neyla menambahi membuat tawa Ocha menyembur.

“Wah, aku kira Richie itu suram seperti biolanya. Ternyata dia populer juga, ya Zeno. Populer di kalangan anak suram.” Suara bariton terdengar dari arah tempat drum berada.

Dia adalah Aren. Pemuda yang memegang stik drum dan bermain drum dengan suara yang mengganggu. Pemuda bermata sipit dan memiliki mulut penuh. Iya, penuh dengan sarkasnya yang terkadang menyakitkan.

Sedangkan yang dipanggil Aren, dialah Zeno. Pemuda yang menggendong gitar dan berpose laksana pemain gitar profesional namun gagal karena ekspresinya yang tidak memungkinkan. Senyumannya itu lho, menakutkan. Persis seperti preman yang suka senyum-senyum tidak jelas. Mengerikkan.

“Setidaknya permainan Richie keren sekali! Ayo Neyla, kita kembali!” Ocha menarik Neyla, merasa kesal dengan Aren.

“Sebentar. Richie apa kamu mau ikut dengan kami?”

“Sepertinya itu ide bagus, aku harus giat berlatih. Kompetisi yang akan kuikuti sudah dekat.” Richie mengemasi alat musiknya, not balok dan biola miliknya. Bahkan dia juga mengemasi tripot untuk menaruh not balok miliknya.

“Kami pergi duluan ya!” Ocha kembali menarik Neyla. Mereka berdua keluar dari ruang klub musik tanpa menutup pintunya kembali. Membuat Aren menggerutu.

“Richie, kau lebih memilih bersama mereka?” Ekspresi Aren tampak mengerut.

“Iya, aku akan latihan di ruang klub lukis. Lagipula, anak suram sepertiku harus berkumpul dengan anak suram lainnya bukan?” Richie memasang senyum malaikatnya.

“Hei! Aku kan hanya bercanda!”

“Ehe, aku juga tidak ingin merusak latihan band kalian yang keren. Lagipula, permainan suram milikku akan merusak penampilan bersemangat kalian.” Richie berhenti sejenak menatap Aren dan Zeno. Kemudian dia keluar dari ruangan saat dua pemuda itu tidak merespon perkataannya. Aren dan Zeno saling bertukar pandang.

“Kau lihat? Ada apa dengannya? Apa emosinya hari ini kurang baik?” Kata Aren. Zeno menaikkan kedua bahunya cuek lalu menaruh gitar dari gendongannya. Kemudian menengok penanda waktu yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Ini sudah empat menit. Tidak biasanya Erian dan Toshiro terlambat. Biasanya yang terlambat itu kau, Aren.” Zeno sebagai ketua mulai mencari-cari anggota band-nya.

“Kau pikir jika aku sering terlambat, aku tidak bisa tepat waktu begitu? Aku ini juga manusia.” Aren membalas dengan sewot.

“Hei, ngomong-ngomong. Bukankah kita pernah bertemu dua gadis tadi?”

Mari beralih ke tempat lain. Ruangan di samping ruang klub musik, ruang klub lukis.

“Richie, yang tadi itu apa benar-benar temanmu? Kata-katanya menyebalkan sekali.” Ocha bertanya pada Richie saat dia sudah berada di dalam ruangan. Sebagai respon Richie menoleh kaget ke arah Ocha.

“Bukankah kau dan Neyla sudah mengenal mereka?” Richie menghentikan aksi persiapan latihannya.

“Ocha, memangnya kita kenal mereka, ya?” Neyla menyahuti perkataan Richie sambil mengajak Ocha berbicara.

“Ya ampun, bukankah kalian yang mengadakan pesta perayaan sebelum masuk tahun ajaran baru? Dua di antara tiga temanku dan Toshiro yang kami ajak itu mereka.” Richie menepuk kepalanya karena frustasi dengan ingatan kedua temannya.

“Eeii, sungguh? Apa kamu ingat Neyla? Aku hanya ingat rasa kue wafer bulat yang kumakan. Enak sekali! Neyla, kapan-kapan aku minta lagi ya!” Mata Ocha berbinar-binar.

“Siapa? Memangnya mereka memperkenalkan diri ya? Aku bahkan tidak tahu nama mereka.” Neyla memasang wajah polosnya.

“Ya ampun, kalian ini benar-benar. Padahal kita sekelas dengan mereka. Sudahlah, nanti kalian akan tahu. Aku mau latihan.” Richie mulai kesal dengan kedua sobatnya. Dia membuka tas biolanya, mengambil biola dan penggeseknya. Memilih pose nyaman dan mulai menggesek biola miliknya. Sesekali melirik not balok yang ada pada tempatnya, tepat di depannya.

“Ayo Neyla, kita lanjutkan karya kita.”

Mereka berdua, Neyla dan Ocha pun akhirnya beranjak ke tempat duduk mereka masing-masing. Neyla mulai menggoreskan cat, menutupi kesalahan coretan kuas yang tak sengaja tadi. Begitu juga Ocha. Untung saja mereka tidak sedang melukis dengan teknik aquarel. Karena teknik aquarel menggunakan tipis atau transparannya warna dibandingkan ketebalan warna pada kanvas. Jadi, jika ada kesalahan sedikit saja, entah itu warna terlalu tebal atau tidak sengaja tercoret, sulit untuk menutupi kesalahan itu.

Akhirnya keindahan lukisan kembali. Neyla dan Ocha mengembangkan senyumnya. Kedua mata mereka tampak damai. Damai mendengar permainan biola Richie. Gores, gores, dan gores. Menciptakan gradasi warna yang indah. Harmoni objek yang indah. Kesatuan bentuk yang padat. Hingga suara keras terdengar mengacaukan semua keindahan.

‘!@#$%^&*+?*&^%$#@!’

“Oh tidak! Bunga matahariku yang cantik!”

“Ah! Kijangku!”

“Aduh, sepertinya senarku putus lagi.”

Suara keras itu membuat tiga penghuni ruang klub lukis mengeluh terganggu. Neyla meratapi lukisan bunga mataharinya. Padang bunga matahari dalam lukisannya tercoret dengan warna hitam. Ocha merasa ingin menangis karena objek kijangnya di lukisan yang sudah membentuk kijang itu kini tidak membentuk kijang lagi. Kijang itu tercoret kuas besar, jimat sekaligus kuas kesayangannya. Richie menyadari bahwa senar biolanya putus karena gesekan kaku yang dibuatnya. Ruang klub lukis kembali diramaikan dengan suara keras.

“Huhu.. kijangku.. kenapa mereka suka sekali membuat keributan sih?” Ocha mendumel sambil mencoba memperbaiki lukisannya.

“Awas saja kalau mereka seperti ini untuk ketiga kalinya. Aku pasti akan membuat mereka tidak bisa memainkan alat musik berisik itu lagi!” Neyla mengacungkan kuasnya ke dinding pembatas ruang klub lukis dengan ruang klub musik, kedua matanya dipenuhi kilatan ambisi.

“Apa aku mengambil senar milik Zeno saja, ya?” Richie berbisik pelan, tidak menghiraukan kedua sobatnya. Mendapat ide cemerlang untuk menghemat uangnya. Tidak teman-teman, dia hanya bercanda. Senar gitar dan senar biola itu berbeda.

“Kamu mau apa Neyla?” Ocha menatap Neyla curiga.

“Mau apa yaa?” Neyla mengerling sok misterius.

“Hei! Apa yang akan kamu lakukan? Beritahu aku!” Ocha mendesak Neyla.

“Tidak mau!” Neyla tersenyum jahil.

‘Sreg!’

Pintu geser ruang klub lukis terbuka. Menampilkan pemuda bertubuh tinggi dengan dua matanya yang berbinar. Neyla mengubah ekspresinya dan mencari sumber suara. Richie yang tadinya asyik mengutak-atik biolanya langsung mendongakkan wajahnya. Ocha yang tadinya mendesak Neyla langsung menoleh ke arah pintu. Raut wajahnya berubah ceria. Dia langsung berdiri dari kursinya.

“Toshiro!” Ocha dengan semangat bangkit dari posisi duduknya, berlari, lalu melompat ke arah Toshiro, pemuda berbadan tinggi. Memeluknya sebagaimana koala memeluk pohon di kebun binatang. Tenang saja, kalian masih membaca cerita remaja, bukan cerita anak-anak.

“Ouh, seperti biasa, kau ceria sekali Ocha!” Toshiro sedikit kewalahan dengan terjangan Ocha. Namun dia tersenyum mengacak-acak rambut Ocha setelah gadis itu melepaskan pelukannya.

“Tentu saja! Toshiro, apa nanti kita makan di luar lagi?” Ocha meloncat-loncat seperti tupai.

“Em, tunggu sebentar ya Ocha. Aku ada perlu dengan Richie.” Toshiro kembali mengacak-acak rambut Ocha, kali ini lebih keras. Membuat Ocha mengerucutkan bibirnya.

“Ada apa?” Richie yang merasa dirinya dipanggil, menyuarakan dirinya.

“Ayo ikut aku sebentar.” Toshiro menunjuk ke arah belakang dengan jempol tangannya, menunjuk ke arah pintu. Richie yang peka dengan ajakan Toshiro itu pun mengikutinya keluar dari ruangan. Neyla dan Ocha saling melempar pandang. Kemudian mereka berdua menatap ke arah pintu.

Semua pintu di sekolah KQ ini berpintu geser dengan dua sisi pintu yang keduanya dapat digeser. Pada dua sisi pintu tersebut, terdapat dua persegi kaca transparan. Jadi, orang yang dari luar maupun dalam, dapat mengintip dari sana.

Dari dalam ruangan, Neyla dan Ocha dapat melihat Toshiro dan Richie yang tampak sedang berbincang-bincang. Neyla dan Ocha kembali saling bertukar pandang. Mereka berdua tampaknya memiliki pikiran yang sama. Menguping pembicaraan Toshiro dan Richie.

Mereka berdua pun berjalan mengendap ke arah pintu, merunduk, dan mulai menempelkan cuping telinga ke arah pintu. Sesekali dahi mereka mengerut karena pintu menghalangi mereka mendengar percakapan dengan jelas. Hingga suara keras seseorang menginterupsi.

‘Oh, jadi kalian ada di sini! Ayo kita latihan!’ Itu Zeno, si ketua band. Suaranya keras sekali, bahkan Neyla dan Ocha dapat mendengarnya dengan jelas.

‘Ehem!’ Itu suara Aren, si pemuda sarkastik. Dia sepertinya berdehem karena memergoki Neyla dan Ocha yang menguping. Ocha langsung membuka pintu dengan refleks.

“Aku punya saran untuk kalian. Bagaimana kalau ruangan klub kalian dipindah di dekat gymnasium?” Ocha mengeluarkan unek-uneknya. Gymnasium di KQ High School ini terletak di pojok dan ujung lorong ruang-ruang klub. Ruangan paling terisolasi tapi selalu ramai dengan sorakan-sorakan anak klub cheerleader.

“Hah? Kenapa tidak ruangan klub kalian saja? Minta sana ke Pak Nugi! Dia kan pembina klub kalian.” Aren menanggapi perkataan Ocha. Hei Aren, kenapa kamu bawa-bawa Pak Nugi di sini? Pak Nugi yang lagi menata lembaran materi di ruang guru itu kan jadi bersin!

“Klub kalian saja, band kalian kan berisik! Gymnasium juga berisik. Jadi, yang berisik harus berkumpul dengan yang berisik.” Ocha mengerucutkan bibirnya.

“Hei hei, kenapa kalian bertengkar?” Toshiro menengahi Ocha dan Aren. Dua remaja itu menghentikan perdebatannya seketika.

“Maaf ya, pasti kalian terganggu dengan permainan kami berdua. Aku sebagai ketua band minta maaf, hehe.” Zeno menggaruk belakang kepalanya. Lagi-lagi dia nyengir. Suasana menjadi hening karena tingkah aneh Zeno. Neyla merinding saat mendengar dan melihat ekspresinya yang tidak singkron itu.

“Ya, akan kumaafkan. Asalkan jika kalian berlatih, jangan menciptakan melodi yang tidak beraturan seperti tadi ya! Sudah ya, aku mau melanjutkan lukisanku. Bai bai Toshiro, semangat latihannya!” Ocha mencoba untuk menjadi ramah lagi. Setelah mengucapkan kalimat itu, Ocha melambaikan tangannya dan masuk ke dalam ruangan.

“Oh, iya. Makasih.” Toshiro menanggapi dan tersenyum pada Ocha yang melambai padanya.

“Aku tidak mau memaafkan kalian. Kalian sudah membuat bunga matahariku tercoret dua kali. Sudahlah, aku mau mempercantik lukisan bunga matahariku. Daagh Toshiro!” Neyla menanggapi. Kemudian dia berbalik dan masuk lebih dalam ke dalam ruangan.

“Oh, senar biolaku juga putus lagi. Toshiro, hari minggu antarkan aku ke toko musik ya.” Richie nimbrung dalam percakapan.

“Ide bagus! Aku juga mau membeli sesuatu.” Toshiro tampak tertarik dengan ajakan Richie.

“Hai, teman-teman. Sedang apa kalian di sini?” Seorang pemuda bersurai pirang muncul dengan senyum pangerannya. Kuingatkan, dia itu pangerannya klub band, Erian. Nama aslinya Erianto tapi, semua temannya memanggilnya Erian.

“Erian? tumben kau terlambat?” Toshiro terkaget-kaget dengan kemunculan sang pangeran. Dia berkata seperti itu, padahal dirinya sendiri juga terlambat.

“Iya, Bu Wati tadi memanggilku untuk memberitahu info kontes band yang kita ikuti nanti.” Erian menggoyang-goyangkan kertas selebaran yang dipegangnya.

“Yasudah, aku juga mau latihan. Sampai nanti teman-teman.” Richie beranjak masuk ke dalam ruang klub lukis. Kemudian dia menutup pintu klub lukis.

Seperti itulah kegiatan para remaja di KQ High School.

Esoknya..

Hari ini, Neyla dan Ocha melukis di ruang klub mereka seperti biasa. Kali ini, suara permainan biola Richie tidak terdengar sedikitpun. Pastinya, karena hari ini Richie sedang ada urusan. Dia dan Toshiro meminta surat izin untuk keluar dari asrama. Entahlah mereka kemana. Yang pasti itu berhubungan dengan apa yang mereka bicarakan kemarin.

Yang pasti, Neyla dan Ocha dapat bernafas lega. Dengan tidak adanya Toshiro, band mereka pasti tidak akan latihan. Untuk apa mereka latihan jika salah satu personilnya tidak hadir. Jadi, hari ini Neyla dan Ocha bersorak senang. Ketidakhadiran sobat satunya itu membawa berkah.

Jadi, hari ini Neyla membawa pemutar musik MP3 player berbentuk bebek berwarna kuning miliknya ke ruang klub lukis. Dia menyalakan sebuah rekaman. Dari rekaman itu terdengar alunan piano dan biola yang menciptakan melodi segar dan ceria. Suara rekaman itu memenuhi ruang klub.

Itu adalah suara rekaman yang diambil Ocha saat Richie mengikuti kontes biola. Saat itu mereka berempat masih duduk di kelas dua SMP. Toshiro saat itu menjadi pengiring untuk membantu Richie mengikuti kontes terkenal itu. Saat itu adalah saat-saat yang menakjubkan. Permainan piano Toshiro yang ceria dengan biola Richie yang riang terdengar sangat memukau.

Tapi, satu detik kemudian, kedamaian mereka terengut kembali. Suara super berisik dari ruang samping terdengar. Bahkan lebih berisik dari suara kemarin. Didengar dari suaranya, kali ini sepertinya tiga alat musik sedang dimainkan bersamaan. Gitar, drum, dan entah suara alat musik apa itu. Suaranya seperti terompet tapi lebih berat yang ini.

“Uhuk uhuk! Uhuk uhuk!” Neyla kaget. Dia tersedak air yang ada di mulutnya. Untung saja dia sedang tidak mengoleskan cat pada kanvas. Tapi tetap saja, tersedak air minum itu menyakitkan tenggorokkan.

“Aaaaagggghhh! Kijangku!”

Berbeda dengan Neyla, Ocha berteriak kesal. Kijangnya yang kemarin sudah diperbaiki, kini tercoret kembali. Setelahnya dia langsung berjalan keluar dari ruangan. Rupanya dia pergi ke arah sumber suara berisik itu berasal. Dia pergi ke sana dengan masih membawa kuas kesayangan yang juga merupakan jimat miliknya. Neyla mengekor Ocha yang pergi terlebih dahulu.

Ocha membuka pintu ruang klub musik dengan kasar. Lalu dia mendekat ke arah Aren yang masih saja memainkan drum berisiknya. Padahal sang ketua dan seorang tak dikenal yang berada di depan pipa rokok raksasa itu sudah menghentikan aksinya.

“Hei! Diamlah! Hentikan permainanmu!”

Ocha dengan kesal mengacungkan kuasnya pada Aren yang masih bermain drumnya. Cat yang ada di kuas besar itu menyiprat pada drum. Aren kemudian melakukan atraksi dengan stik drumnya. Lalu dia membuang salah satu stik yang dipegangnya. Kemudian menyahut kuas milik Ocha dan memakainya untuk bermain drum.

‘Krak!’

Eh? Suara apa itu?

Aren mengerjap. Permainan drumnya terhenti. Tangannya mengangkat tinggi kuas Ocha yang patah menjadi dua. Aren segera melempar kuas itu ke depan Ocha. Ocha sudah memasang wajah seperti akan menangis.

25/03/2020

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!