NovelToon NovelToon

Bad Liar

Bad Liar - Bagian 1

Gangnam, South Korea. 12 P.M

Cuaca yang begitu terik di siang itu rupanya tak mampu membuat seorang gadis muda berkulit kuning langsat itu terganggu dari aktivitas nya membaca sebuah novel terbaru karangan salah satu penulis novel ternama dari Indonesia. Theolicius.

Dengan di temani oleh semangkuk ice cream green tea di sisi kanan nya, gadis itu terlihat sangat menikmati novel yang ia baca. Sesekali terlihat gadis itu tersenyum dan menyerit kan dahi nya dalam saat membaca pengkalan kata dalam novel tersebut.

Tangan nya yang seolah tidak ingin diam, dia sesekali menyendokkan ice cream ke dalam mulut nya dan mengemut ice cream itu lama, dengan sendok yang masih berada di dalam mulut nya. Mengemut ice cream dan sendok besi itu secara bersamaan.

Gadis itu bahkan tidak menghiraukan ramainya pengunjung di dalam cafe --tempat yang menjadi lokasi persinggahan nya saat ini-- yang makin ramai oleh pengunjung yang hendak makan siang.

Cafe tersebut memang berlokasi dekat dengan salah satu kantor dari perusahaan ternama di korea sehingga tak heran bahwa banyak karyawan dari kantor tersebut yang makan siang di sana. Cafe dengan suasana vintage itu memang tempat yang sangat strategis untuk menikmati makan siang, dengan wifi yang di berikan secara gratis kepada para pengunjung disana menambah poin plus dari cafe tersebut.

Namun, harga yang mahal untuk satu porsi makanan membuat cafe ini hanya di kunjungi oleh orang orang berdompet tebal. Sehingga tidak heran bahwa kita akan lebih sering melihat manager, hingga ceo dibandingkan dengan karyawan biasa.

Drrrrrtttt...

Getaran ponsel di sisi kiri tubuh nya membuat gadis berkulit kuning langsat itu mengalihkan pandangan nya dari novel yang sejak 1 jam lalu ia baca. Ia melihat nama "Abang" muncul di ponsel milik nya. Dengan segera, ia mengangkat panggilan tersebut setelah meletakkan sendok di mulut nya dan novel di tangan nya.

"Halo," sapa nya dengan pelan.

"Kamu dimana?" Suara laki laki terdengar menyahut dari sebrang sana.

"Cafe bang, ada apa?" Tanya gadis itu dengan bahasa Indonesia, bahasa dari negara asal nya. Indonesia.

"Ngga. Cuma mau bilang kalo papa udah ngirim uang ke kamu tadi. Jadi kamu tinggal cek aja, " jawab laki laki itu menjelaskan.

"Oalah iya, bilangin makasih. Ya meskipun aku ngga akan make uang itu, tapi aku hargai niat baik dia," Gadis itu mulai menutup novel milik nya dan menggambil satu sendok penuh ice cream milik nya. Menghabiskan sisa ice cream green tea kesukaan nya.

"Dek..." laki laki bernama abang itu berkata dengan nada tertahan. Seolah mengingatkan gadis tersebut untuk tidak melanjutkan kalimat nya.

"Iya iya abangku sayang. Udah dulu ya Ara mau pergi dulu, ada yang harus Ara beli soalnya," gadis yang memanggil dirinya dengan Ara itu pun bergerak mengakhiri panggilan tersebut dengam cepat, tanpa menunggu balasan dari laki laki di seberang sana terlebih dahulu.

Setelah mengakhiri panggilan tersebut, ia bergegas memasukkan novel milik nya ke dalam tas dan bergerak meninggalkan cafe. Saat ia tengah melangkah dengan pandangan ke arah ponsel pintar milik nya, membalas pesan dari sahabat nya yang berada di Indonesia. Ia yang tidak terlalu fokus dengan langkah kaki nya itu pun menabrak suatu benda keras. Sangat keras hingga ponsel milik nya jatuh dan dahi nya terasa sakit akibat tabrakan itu.

"Uggghhh," keluhnya dengan tangan yang mengusap dahi nya perlahan. Lalu mengambil ponsel nya yang retak karena sempat terlepas dari tangan nya, sembari terus mengusap dahi nya dengan sesekali memejamkan mata. Ia pun membuka kedua mata nya dan menatap ke arah benda yang baru saja di tabraknya.

Ia berpikir bahwa ia baru saja menabrak tiang bangunan dari cafe itu, namun perkiraan nya salah. Benda yang baru saja di tabrak nya adalah dada seseorang. Ya dada yang kini berada di depan wajah nya dengan balutan jas berwarna hitam itu terlihat begitu kokoh di mata Ara. Ia menyerit heran dan tersadar bahwa ia telah mengganggu perjalanan seseorang.

Dengan segera, ia membungkuk kan badan nya singkat dan berujar "Sa..ya minta maaa...aaf," dengan bahasa korea yang masih terbata bata.

"Apakah kau pikir hanya dengan kata maaf, pakaian ku bisa kembali bersih Nona?" Kalimat yang terdengar dingin itu terdengar di telinga Ara.

"Huh?" Ujar Ara dengan bingung, ia dengan cepat menengadahkan kepala nya. Menatap ke arah laki laki yang kini berdiri didepan matanya dengan wajah heran.

"Apa maksud anda Paman?" Tanya Ara dengan perlahan, sembari tetap menatap wajah khas korea itu. Wajah yang kini tengah menunduk untuk melihat dirinya. Menatap dengan raut wajah yang datar.

"Paman?" Aksen korea yang sarat akan ketidak sukaan itu diucapkan oleh pria besar ini membuat Ara kembali mengangguk dengan cepat.

"Aku tidak setua itu adik kecil. Jadi jangan panggil aku paman. Selain itu, aku pun tidak menikah dengan bibi mu. Mengerti?" Kalimat yang diucapkan secara cepat oleh laki laki itu membuat Ara mengerjabkan matanya dengan cepat. Memahami kalimat tadi.

Ia memang tengah berada di Korea karena beasiswa ia peroleh berada disini. Namun karena ia masuk kedalam kelas internasional, komunikasi dengan bahasa korea jarang dilakukan baik antar mahasiswa maupun dosen. Sehingga belum begitu fasih dengan bahasa korea yang di ucapkan secara cepat tanpa spasi seperti tadi. Ia akan mudah mengerti jika orang mengucapkan nya secara perlahan. Oleh sebab itu, ia terdiam saat laki laki bertubuh dengan tinggi 185 cm itu berbicara dengan sangat cepat. Mencoba menalaah dan memahami.

Kata bibi dan menikah membuat Ara menebak bahwa laki laki itu tidak suka dipanggil Paman karna ia tidak merasa menikahi bibi Ara. Mungkin. Kalaupun iya, itu memang benar, semua bibi nya yang berada di Indonesia sudah menikah dan Ara tau pasti siapa suami mereka. Jadi tidak mungkin laki laki ini adalah suami dari bibinya. Aneh. Itu yang di pikirkan Ara.

"Hey!?!" Sentakan di wajah nya membuat Ara tersadar dari lamunan nya. Ia dengan cepat menjawab "Iiiyaaa..."

"Bagaimana kau akan bertanggung jawab dengan pakaian ku yang sudah kotor ini, Nona. Aku harus menemui klien penting sekarang!?!? " laki laki itu kembali berkata dengan cepat. Ara kembali menyerit. Memahami.

"Aku tidak membawa minuman apapun di kedua tangan ku, begitu juga dengan dirimu. Bagaimana mungkin aku membuat noda kotor di pakaian mu Paman?" Tanya Ara dengan kembali menggunakan kata 'Paman' dalam kalimat nya. Ia dapat melihat noda kecil berdiameter kisaran 2-3 cm di dada laki laki tersebut.

Laki laki itu menunduk dan mendekatkan wajah nya ke arah Ara hingga Ara dapat mencium bau mint dari nafas laki laki yang tidak di ketahui nama nya itu. Ia terpaku di tempat saat hidung mereka bersentuhan.

Ara memang termasuk orang berkategori hidung mancung bagi orang Indonesia. Tetapi hidung nya itu terlihat sangat kecil dibandingkan laki laki itu dan ketika hidung laki laki itu menyentuh ujung hidung milik nya. Ia sadar bahwa jarak diantara wajah mereka tidak lebih dari 5 cm dan hal itu membuat Ara harus menahan nafas nya sesaat. Ia tercekat.

Ketika Ara hendak menjauhi laki laki bergaris wajah tegas namun lembut di saat yang bersamaan itu, laki-laki itu mengusap sesuatu di sudut bibir kanan nya dengan jari telunjuk dan jempol milik nya secara perlahan.

Ia kembali menegakkan diri nya. Menjauhi wajah Ara yang kini sudah mulai memerah. Namun karena kulit nya yang berwarna kuning langsat, itu sedikit banyak menolong nya saat ini. Rona merah di pipinya tidak terlalu terlihat. Lalu memasukkan noda yang berada di jempol nya dengan cepat ke dalam mulutnua dan menyisakan noda yang terlihat cukup banyak di jari telunjuk nya.

"Manis," ucap laki laki tersebut dengan bergumam, namun masih dapat terdengar di telinga Ara.

"Kau memang tidak membawa apapun Nona, tapi sudut bibir mu yang membawanya. Kau lihat ini?" laki laki itu menunjukkan lelehan ice cream green tea yang tadi baru saja dilahap habis oleh Ara di jari telunjuk nya yang besar itu. Ara hanya meringis pelan dan merutuki kebodohan nya.

"Kebiasaan bener sih Ra," gumam Ara dengan bahasa Indonesia yang tidak dimengerti oleh laki laki tersebut.

"Jadi?" laki laki itu kembali berkata saat mendengar Ara yang bergumam dengan bahasa asing.

"Sekali lagi maafkan aku Paman. Apa yang harus kulakukan?" tanya Ara bingung saat menatap noda hijau itu. Ia berpikir tidak mungkin sempat membeli kemeja baru di saat yang mendesak seperti ini.

"Aku tidak tau, itu tanggung jawab mu, " jawab laki laki tersebut kesal. Ia bahkan kembali memasukkan jari telunjuk nya ke dalam mulut. Membersihkan noda tadi sembari berkata "Manis" dengan gumaman yang masih dapat terdengar Ara.

"Bagai---" kalimat Ara terhenti saat dering ponsel laki laki tersebut berbunyi.

"Halo," sapa laki laki tersebut ketika sudah mengangkat panggilan tadi.

"..."

"Baik, saya segera kesana," ujar laki laki tersebut sembari menutup panggilan nya dan kembali memasukkan ponsel pintar milik nya ke dalam saku celana nya.

"Kau lihat? Aku sudah di tunggu Nona," laki laki itu kembali bersuara setelah mengakhiri panggilan nya dan menatap ke arah Ara yang masih terdiam, menatap ke arah noda di kemeja putih nya.

"Aku ada ide!?!"

                             

                                           ***

                                          TBC

Halo semuaaa.... 👋👋👋

Aku lagi ikut kontes nih, jika berkenan bantu aku dengan terus memberi vote, komentar dan like kalian ya. Ditunggu vote nya semuaaa....

Oh iya, jangan lupa mampir di karya ku yang lain yaa!!!

Yang suka tema horror dan misteri bisa baca karya kedua ku yaitu "Haloween",

Ditunggu kehadiran nyya semuaaa!!!

Sampai jumpa di bab selanjutnya 👋👋👋

Yang mau mutualan sama nanya-nanya soal cerita ini bisa chat aku di instagram atau di grup chat yaaa

^ ^

                                             Follow my Instagram :

                                                       @chocho_lalattee

       

Bad Liar - Bagian 2

"Aku ada ide !?!"

Setelah berkata bahwa ia memiliki ide, dengan segera Ara menarik tangan laki laki itu ke arah toilet yang berada di sudut cafe. Jalur yang menuju ke arah toilet ini terlihat sepi.

Dengan segera Ara mengambil sebuah palet eyeshadow kecil milik nya dari dalam tas dan mendorong tubuh besar laki laki itu ke arah dinding dengan tiba tiba.

Laki laki tersebut tersentak mendapat serangan tiba tiba dari seorang gadis kecil dihadapan nya kini hingga untuk beberapa saat. Ia terdiam ketika tangan mungil Ara mengambil warna putih dalam palet tersebut dan mulai meraba dada nya.

Ia melotot dan menegang seketika mendapat perlakuan seperti itu. Terlebih lagi, jari jari mungil yang menari nari diatas dadanya itu cukup membuat nya tak berkutik. Ia hanya bisa diam.

Menunggu gadis itu selesai dengan urusan nya, karena jika ia memberontak dan mendorong gadis itu sekarang itu tidak mungkin karena waktu nya hanya sedikit. Ia hanya bisa berpasrah, berharap ide konyol yang dilakukan gadis tersebut ampuh.

Selama gadis itu fokus pada noda di kemeja putih nya. Laki laki tersebut menatap nya dengan pandangan yang sulit diartikan. Namun seolah tidak sadar, baik Ara maupun laki laki tersebut seakan tidak sadar atas apa yang mereka lakukan.

Ara tidak menyadari bahwa setiap ia menghela nafas pelan itu terdengar begitu lembut di telinga laki laki yang kemeja nya baru saja ia buat kotor. Bahkan laki laki itu tersenyum kecil saat Ara menyerit dan memastikan bahwa noda pada kemeja nya sudah tidak terlihat. Ia kembali tersenyum lebar saat Ara menatap puas hasil kerjanya.

"Selesai," ucap Ara tersenyum lebar saat noda di kemeja putih itu sudah tidak terlihat lagi. Ia pun menatap laki laki yang kini juga tengah tersenyum melihat tingkah Ara. Tidak sadar.

"Paman?!" panggil Ara saat tidak mendapat respon dari laki laki di hadapan nya, melainkan hanya senyuman yang terlihat di wajah nya. Tidak seperti tadi yang hanya datar tanpa ekspresi.

"Tampan," gumam Ara tanpa sadar saat melihat senyuman laki laki itu.

"Iya," laki laki itu tersadar dan mulai merapihkan kembali jas nya dan mulai melangkahkan kaki nya pergi. Namun belum 2 langkah ia berjalan, sebuah tangan mungil menarik lengan kiri nya. Menghentikan langkah kaki nya.

Gadis itu-- Ara-- melangkahkan kaki nya ke hadapan laki laki itu dan membenarkan dasi milik nya yang terlihat berubah bentuk dan sedikit berantakan.

"Aku akan bertanggung jawab. Namun karena saat ini kau sudah di tunggu. Bisakah aku mendapatkan kartu namamu paman?" tanya Ara ketika sudah membenarkan letak dasi dari laki laki yang belum ia ketahui namanya.

"Umm... Ya. Ya. Kau harus bertanggung jawab. Sebentar," Laki laki itu berkata dengan gugup. Ia kemudian meraba badan nya, mencari dompet milik nya dan mengeluarkan sebuah kartu nama berwarna silver dari dalam nya. Lalu memberikan nya pada Ara.

"Lee Elfensius Jeno,: gumam Ara saat melihat kartu nama itu.

"Itu nama ku. Kau bisa datang ke kantor ku untuk bertanggung jawab. Temui aku besok pagi pukul 10. Aku tunggu," laki laki bernama Lee Elfensius Jeno, atau yang kerap kali di panggil Jeno itupun hendak kembali melangkahkan kaki nya pergi.

Namun ia kembali teringat akan satu hal. Ia pun kembali memutar tubuh nya, menatap Ara yang kini tengah meletakkan kartu nama nya di balik case ponsel pintar milik nya.

"Lalu siapa nama mu Nona?" tanya Jeno pada Ara yang kini menatap dirinya.

"Theo. Theora Bathassa Ghazzy. Itu nama ku," Jawab Ara singkat.

"Baiklah, aku tunggu kehadiran mu besok Theo," ujar Jeno dan pergi meninggalkan Ara yang hanya menganggukkan kepalanya.

                                           ***

Jeno melangkahkan kaki nya keluar menuju klien nya yang sudah menunggu nya sejak 10 menit yang lalu. Ia melangkahkan kaki nya dengan gontai dan smirk di wajah nya.

"Theora Bathassa Ghazy" Jeno kembali menggumamkan nama dari gadis kecil yang baru saja di temui nya. Ia tersenyum saat mengingat wajah gadis itu. Bahkan ia sampai tidak sadar bahwa kini klien dan sekertaris nya menatap aneh ke arah nya yang masih tersenyum.

"Maaf atas keterlambatan ku, Tuan Kim." ucap Jeno saat sudah berdiri dihadapan klien nya, Kim Myung Joo. Laki laki yang menjadi klien sekaligus sahabat nya itu pun tersenyum wajar dan mempersilahkan Jeno untuk duduk di hadapan nya.

Mereka pun memulai rapat mereka dengan serius hingga lebih dari 2 jam. Rapat yang membahas masalah pembangunan apartemen mewah di kawasan gangnam itu pun berjalan lancar. Tidak mengalami kendala yang berarti.

"Baik. Rapat hari ini saya tutup. Terima kasih atas waktunya Mr. Kim," Jeno mulai menutup rapat mereka dan menjabat tangan Mr. Kim Myung Joo dengan formal. Ia pun menyuruh sekertaris nya, Park Seong Jo untuk mencatat hasil rapat mereka dan mengirimkan nya pada klien mereka.

"Apa jadwal ku selanjutnya?" tanya Jeno pada sang sekertaris.

"Anda kosong hingga sore Mr. Lee," jawab sang sekertaris dengan sopan.

"Baiklah. Kau boleh kembali ke kantor. Aku akan disini bersama Myung Joo," ucap Jeno singkat. Sang sekertaris pun menganggukkan kepala nya singkat lalu segera undur diri dari hadapan sang atasan, begitu pun dengan sekertaris Mr. Kim Myung Joo. Meninggalkan Jeno dan Myung Joo di sana.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Myung Joo memecahkan keheningan diantara mereka.

"Seperti yang kau lihat. Aku baik. Bagaimana dengan mu?" Tanya Jeno dan mulai menyenderkan punggung nya kearah kursi.

"Aku juga. Tapi ada apa dengan mu hari ini?" tanya Myung Joo pada Jeno yang kini sudah menutup kedua mata nya. Lelah.

"Tidak ada apa-apa," jawab Jeno singkat.

"Oh ayolah, tidak mungkin tidak ada apa apa saat kau datang dengan senyuman manis milik mu itu. Terlebih lagi noda kecil di kemeja milik mu itu menunjukman bahwa memang telah terjadi sesuatu yang tidak aku ketahui, " kalimat yang diucapkan Myung Joo membuat Jeno menghela nafas kasar. Seolah tidak kaget sedikitpun dengan tebakan Myung Joo -- yang sayangnya sangat tepat.

"Apakah terlihat jelas?" tanya Jeno dan mulai membuka kancing jas milik nya. Menatap noda yang sudah tertutup sempurna itu.

"Tidak. Hanya saja warna nya yang sedikit berbeda membuat ku menebak apa yang sedang ditutupi di belakang nya. Dan ternyata tebakan ku benar," jawaban Myung Joo membuat Jeno mengganggukkan kepala nya singkat.

"Jadi ada apa dengan noda itu hingga kau dapat tersenyum selebar itu eh?" tanya Myung Joo lagi setelah merasa tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Jeno yang kembali memejamkan matanya.

"Tidak ada apa-apa," jawab Jeno sekenanya.

"Itu pasti ada sesuatu. Ayo jelaskan padaku. Aku punya banyak waktu saat ini," ujar Myung Joo memaksa. Jeno hanya menghela nafas pelan, mendengus.

Ia pun mulai menceritakan apa yang baru saja dialaminya dengan bersemangat. Tatapan mata nya membinar dan nada suara yang disampaikan oleh nya pun membuaf Myung Joo terkekeh ketika Jeno sudah menyelesaikan cerita nya.

"Mengapa kau tertawa?" Tanya Jeno heran.

"Tidak apa apa, hanya saja aku merasa bahwa kau menyukai gadis kecil itu." jawaban dari Myung Joo membuat dahi Jeno berkerut dalam. Tidak mengerti.

"Begini, aku tau kau bingung. Namun cara mu menceritakan gadis kecil itu sudah menunjukkan segalanya Jeno. Kau menyukai nya. Menyukai gadis itu pada pandangan pertama." penjelasan dari Myung Joo makin membuat Jeno menyerit. Tidak mengerti dengan kesimpulan yang diambil oleh sang sahabat.

"Tidak mungkin," sanggah Jeno cepat.

"Percayalah padaku," sahut Myung Joo

"Tidak akan pernah," ujar Jeno dengan keras kepala.

"Lihat. Kau memang sudah menyukai gadis itu Jeno," Myung Joo kembali berkata.

"Tidak mungkin. Tidak ada yang namanya cinta pada pandangan pertama kawan. Kau mengada ada saja hahaha" Jeno tertawa dengan terpaksa. Memaksakan keadaan mereka saat ini.

"Baiklah, jika kau tidak percaya. Besok aku akan menemani mu menemui gadis itu. Dan kau bisa menyimpulkan nya sendiri, apakah kau menyukai nya atau tidak. Bagaimana?" tawaran Myung Joo yang bersifat menjebak itu terdengar menarik di telinga Jeno. Maka dengan kepercayaan diri penuh ia menerima tantangan tersebut.

"Baik aku terima." jawab Jeno yakin.

"Baik. Tunggu dan lihat saja besok," ujar Myung Joo dengan smirk di wajahnya.

                          

                                          ***

                                          TBC

Halo semuaaa.... 👋👋👋

Aku lagi ikut kontes nih, jika berkenan bantu aku dengan terus memberi vote, komentar dan like kalian ya. Ditunggu vote nya semuaaa...

Oh iya, jangan lupa mampir di karya ku yang lain yaa!!!

Yang suka tema horror dan misteri bisa baca karya kedua ku yaitu "Haloween",

Ditunggu kehadiran nyya semuaaa!!!

Sampai jumpa di bab selanjutnya!!!! 👋👋👋

Yang mau mutualan sama nanya-nanya soal cerita ini bisa chat aku di instagram atau di grup chat yaaa ^ ^

                                                Follow my Instagram :

                                                          @choco_lalattee

Bad Liar - Bagian 3

Jeora Entertainment Building, Gangnam. 08.00 A.M

Terlihat seorang laki laki bersetelan jas lengkap tengah melangkah memasuki gedung 'Jeora Entertainment' yang memiliki 13 lantai didalam nya.

Ia mulai melangkahkan kaki nya menuju ke arah lift khusus CEO di sudut ruangan. Disepanjang perjalanan nya, ia dapat mendengar sapaan para karyawan, traine, dan artis yang berpas-pasan dengan nya.

Sebagai pemilik tunggal dari agensi terbesar di Korea, nama nya masuk ke dalam jajaran orang paling kaya di Korea, bahkan dunia. Namun banyak isu-isu jelek mengenai dirinya yang tidak pernah telihat dengan seorang perempuan, dari mulai kelainan hingga laki laki yang tidak bisa move on dari masa lalu sudah di terima nya.

Tetapi sikap nya yang dingin tak tersentuh itu membuat banyak perempuan dari berbagai kalangan penasaran dan berlomba-lomba mendekati dirinya. Namun, bukan Jeno namanya jika ia dapat luluh hanya karena paras mereka yang terlihat sama saja dimatanya.

Dengan tubuh yang tegap dan gagah itu, ia mulai mengarahkan memasuki lift dan menekan tombol lantai 13. Lantai tertinggi di bangunan ini, tempat dimana ruangan pribadi nya berada.

Gedung milik nya ini terbagi menjadi 3 bagian. Lantai 1-7 adalah lantai untuk para traine dan artis nya, sedangkan 8-12 menjadi lantai para karyawan kantor nya yang tidak bergerak langsung dalam dunia industri melainkan hanya berkerja di balik layar. Dan lantai tertinggi, lantai 13, adalah lantai khusus untuk dirinya sebagai pemilik tunggal.

Jeno melangkah keluar dari lift dan segera berjalan menuju meja sekertaris yang berada di depan ruang kerjanya.

"Selamat pagi Mr. Lee," sapa Park Seung Jo, sekertaris pribadi Jeno dengan ramah sekaligus heran karena kedatangan Jeno di pagi hari seperti ini. Tidak seperti biasanya.

"Pagi. Apakah ada orang yang mencariku pagi ini?" Pertanyaan Jeno membuat sang sekretaris menyerit dan memiringkan kepala nya, mencoba mengingat.

"Tidak ada Mr. Lee," jawab Park Seung Jo dengan nada yang ragu. Jeno hanya mengangguk singkat dan berlalu menuju ruangan nya.

Jeno bergerak dengan pasti menuju jendela besar yang berada di dalam ruangan nya. Berdiri dengan memasukkan kedua tangan nya kedalam saku celana. Menatap ke arah luar dengan tatapan matanya yang dingin dan datar. Tatapan mata yang mampu membuat semua orang tergugup karna raut wajah nya yang tidak terbaca namun sangat mengintimidasi.

Ia mengeluarkan tangan kirinya, menatap jam rolex yang melingkar indah di tangan berotot nya. Lalu menghela nafas pelan.

"Pukul 08.30. Pantas saja dia belum datang," gumam Jeno pelan. Ia kembali memasukkan tangan kiri nya dan bergerak melangkah menuju meja kebesaran nya.

"Sepertinya aku harus bekerja dulu sembari menunggu gadis itu. Ya. Aku harus bekerja, tidak perlu menunggu nya," ujar Jeno pada dirinya sendiri. Mencoba mengalihkan pikiran nya dari gadis yang semenjak semalam mengganggu pikiran nya.

                                          ***

Jeora Apartement, Gangnam. 08.45 A.M

Seorang gadis terlihat masih berguling nyaman pada selimut tebal yang menutupi tubuh kecil nya. Ia bahkan mengabaikan suara alarm handphone nya yang masih berbunyi. Mencoba membangunkan sang pemilik dari mimpi indah nya.

Drrrrrttttt...

Getaran handphone yang berada tepat di telinga kanan nya, membuat gadis tersebut terusik dari alam mimpi. Dengan mata yang masih terpejam, tangan kanan nya mulai meraba, mencari ponsel milik nya.

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, gadis itu --Ara --mulai membuka matanya perlahan. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina nya. Melihat nama "Abang" muncul di id panggilan. Ia menggeser tombol hijau dan mulai menyapa kakak laki laki nya yang kini berada di Indonesia.

"Halo," sapa Ara dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Kamu baru bangun?" tanya laki laki di sebrang sana. Ara hanya bergumam dan menggulingkan tubuh nya ke sisi yang lebih dekat dengan jendela.

"Sekarang udah hampir jam 9 disana, dan kamu masih tidur? Kamu ngga kuliah?" suara abang Ara kembali terdengar ketika Ara hendak melanjutkan kembali tidur nya.

"Kuliah. Ara ada kelas jam 2 nanti. Jadi masih ada waktu," jawab Ara malas, dan mulai beranjak dari posisi tidur nya.

"Iya bener, tapi kan alangkah lebih bagus kalo kamu jam segini udah bangun. Ini udah siang lho, ngga baik bangun jam segini," suara itu kembali terdengar ketika Ara tengah membuka jendela kamar nya lebar. Membiarkan sinar mentari yang masih malu malu memasuki kamar nya.

"Ini bukan Indonesia bang, di sini jam segini masih pagi. Matahari aja belum keluar. Emang Indonesia," sahut Ara memutar bola matanya malas. Ia tidak habis pikir dengan kakak kesayangan nya itu yang slalu menyamakan kehidupan di korea dan di Indonesia yang sebenarnya sangat amat jauh sebenarnya. Namun apa daya, ia tidak mampu melawan maupun menolak semua ceramah dari sang kakak, karena hanya dia yang slalu sedia membantunya kapanpun. Tidak seperti saudara nya yang lain.

"Sudah dulu ya, Ara mau siap siap," Ujar Ara saat tidak mendengar suara sang kakak lagi.

"Iya. Abang juga mau lanjut kerja. Sekolah yang bener ya," Kalimat itu menjadi penutup telepon mereka. Dengan segera Ara melangkahkan kaki nya menuju ponsel yang masih tergeletak di kasur. Lalu mencharger nya dan bergegas mandi.

"Jam 09.30. Pas sekali," Ujar Ara bergumam pada dirinya sendiri saat melihat apple watch di tangan kirinya. Ia pun mengambil ransel miliknya yang sudah berada di meja belajar dan bergerak keluar menuju Jeora Entertainment.

Karena jarak antara apartemen dan gedung yang ia tuju tidak begitu jauh, Ara lebih memilih berjalan kaki dari pada menggunakan angkutan umum. Ia yang saat ini memakai rok merasa tidak nyaman saat harus berada diangkutan umum yang didominasi oleh laki laki.

Tak jauh dari posisi nya kini, gedung Jeora Entertainment sudah dapat dilihat oleh Ara. Dengan langkah pasti, ia kembali berjalan ke arah gedung bertingkat 13 itu.

Ia melangkahkan kaki nya masuk kedalam gedung dan menghampiri resepsionis di sana.

"Selamat pagi," sapa resepsionis perempuan dengan rambut sebahu itu ramah.

"Pagi," sahut Ara singkat.

"Ada yang bisa saya bantu Nona?" Tanya reseptionis itu ramah.

"Saya ingin bertemu dengan Mr. Lee Elfensius Jeno," Jawab Ara pelan, mengingat dirinya masih belajar menggunakan bahasa korea.

"Apakah Nona sudah membuat janji dengan Mr. Lee?" Tanya resepsionis itu lagi sembari menatap Ara yang berpenampilan seperti anak sekolah.

"Sudah, kemarin," Jawab Ara singkat.

"Baik, tunggu sebentar," Resepsionis itu bergerak menuju telepon dan menghubungi sekertaris Jeno menanyakan perihal janji yang Ara sebutkan tadi.

"Selamat siang Mr. Park Seong Jo. Ada seseorang gadis bernama?" Resepsionis itu menatap ke arah Ara yang masih menunggu di depan nya.

"Theora Bathassa Ghazy," jawab Ara.

"Iya seorang gadis bernama Theora Bathassa Ghazy ingin menemui Mr. Lee. Apakah beliau ada di tempat?" Tanya resepsionis pada sekertaris Jeno yang tengah mengingat jadwal temu Jeno di pagi hari. Dan dalam ingatan nya, hingga siang nanti Jeno tidak ada janji temu dengan siapa pun.

"Sebentar, saya hubungkan dulu dengan Mr. Lee," jawab sang sekertaris lalu menghubungkan panggilan dari resepsionis ke Jeno.

"Halo," sapa jeno singkat.

"Selamat siang Mr. Lee, ada seorang gadis yang menunggu Anda bernama Theora Bathassa Ghazy di lobby," jawab resepsionis dengan sopan pada sang pemilik perusahaan.

"Biarkan dia naik," Ujar Jeno dingin.

"Baik Mr. Lee," Resepsionis itu pun menutup panggilan nya. Lalu menatap ke arah Ara yang kini sudah duduk di bangku lobby dengan pandangan yang mengarah ke ponsel pintar milik nya.

"Nona Ghazy," Panggil sang resepsionis pelan mengalihkan Ara dari ponsel pintar milik nya.

"Ya?!" Ara menatap ke arah resepsionis yang sudah berdiri tegak di hadapan nya.

"Mr. Lee sudah menunggu, mari saya antar." Jawab resepsionis itu lagi ramah. Ara hanya mengangguk dan mengambil ransel yang ia letakkan di sisi kanan nya. Lalu mulai melangkah mengikuti resepsionis tadi ke arah ruang Mr. Lee.

                                           ***

                                          TBC

Halo semuaaa.... 👋👋👋

Aku lagi ikut kontes nih, jika berkenan bantu aku dengan terus memberi vote, komentar dan like kalian ya. Ditunggu vote nya semuaaa...

Oh iya, jangan lupa mampir di karya ku yang lain yaa!!!

Yang suka tema horror dan misteri bisa baca karya kedua ku yaitu "Haloween",

Ditunggu kehadiran nyya semuaaa!!!👋👋👋

Sampai jumpa di bab selanjutnya!!!!

Yang mau mutualan sama nanya-nanya soal cerita ini bisa chat aku di instagram atau di grup chat yaaa ^ ^

                                                Follow my Instagram :

                                                          @choco_lalattee

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!