Indonesia, 27 mei 2020
Aku mengerang frustasi saat harus berhadapan dengan atasanku yang sangat keras kepala ini. Dia adalah manusia ter, segala macam yang tidak baik, yang pernah aku kenal. Menjengkelkan, konyol dan selalu membuatku meringis menahan marah, dengan tingkah absurd nya yang selalu saja membuatku merasa tak di anggap sebagai seorang sekretaris.
Dengan tingkahnya yang selalu ingin menang sendiri, tanpa memperdulikan orang lain. Itulah gambaran yang bisa aku jelaskan ke kalian sebagaimana sifat arogan Erlangga Kusumo yang sudah melekat jelas pada perawakan tubuhnya yang besar dan juga tinggi. Menjadi sekretaris nya tidaklah mudah, apalagi harus merelakan banyak waktu bersantai untuk memenuhi permintaan nya.
Namun, satu hal yang sangat membuat kepala ku pusing kepalang bukan main, dimana aku sekarang sedang duduk di hadapan kaca yang memperlihatkan pantulan wajahku, yang di polesi makeup. Tanganku terus saja mengait saat hanya tersisa waktu lima menit lagi untukku mempertahankan status lajang, yang sudah menemani ku sejak saat aku kecil.
Aku memang tak pernah pacaran ataupun memiliki seorang kekasih. Lagi pula, memangnya siapa yang ingin berpacaran atau mendekati gadis pendiam seperti diriku ini. Aku bukan gadis yang mudah bergaul. Pernah di satu moment, aku ingin mencoba mendapatkan kekasih juga teman, dengan cara mendatangi club. Namun, bukan nya mendapatkan kekasih. Aku malah mendapatkan, pekerjaan secara mendadak untuk menjadi sekretaris bos ku sekarang.
“Alea.... ”
Lamunan kegugupanku buyar saat tangan lembut itu, menyentuh pundak ku yang sudah dipakaikan kebaya mewah yang menjuntai indah. Setelah saat tubuhku yang kaku ini berhasil berdiri. Rasa cemas semakin menjalar begitu saja, disaat-saat sang Ibu Kusumo menuntunku untuk duduk di depan penghulu. Saling berdampingan dengan bos ku yang menyebalkan itu!
“Saya terima nikahnya Alea Muthia binti Latusya. Dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai. ”
Tak terasa air mataku turun begitu saja. Walaupun memang ini adalah pernikahan mendadak. Namun, aku cukup terharu dengan bos menyebalkan ku itu, karena lancar saat menyebutkan nama ku di hadapan penghulu. Tanpa salah sedikit pun. Di sesi semuanya membaca doa, aku pun berbisik lirih dalam hatiku. Untuk memberitahu ibu ku. Bahwa anaknya sudah menikah sekarang.
“Ibu.. Aleaa sudah menikah bu... Namanya Erlangga Kusumo! Dia boss menyebalkan Aleaa, maafkan Aleaa yang bu, karena enggak izin dulu sama ibu buat nikah. Semoga ibu merestui hubungan kami... Semoga ibu tetap tenang disana ya bu..”
Prosesi ijab kabul ku sudah selesai. Sekarang Ibu Kusumo yang sudah resmi menjadi ibu mertuaku, membawaku memasuki sebuah kamar yang sudah di desain se indah mungkin. Mataku saja hampir terbengong-bengong melihat mewahnya fasilitas didalam. Hingga melupakan bahwa Bu Kusumo mulai mengeluarkan pakaian pada lemari kamar hotel, tanpa se izinku.
Hmmmmm.
“Alea kau tidak boleh berkata seperti itu.Lagipula kau tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk pernikahan ini. Biarkan lah Bu Kusumo bebas, melakukan apa yang dia mau..... ” sadar ku dalam batin.
Bu Kusumo menghampiriku dengan senyumnya yang sangat menawan. Dia benar-benar anggun sebagai nyonya dari keluarga Kusumo yang terkenal dermawan. Pantesan aja Pak Angga, bos ku, yang sekarang sudah merangkak sebagai miswa ku itu sangat tampan. Wong, ibunya saja cantik jelita seperti ini.
Semoga saja pernikahan ku ini berjalan dengan baik. Sedari dulu mimpiku sangat sederhana. Ingin menikah dengan seseorang yang bisa mebuatku bahagia. Tapi sepertinya tuhan memberikanku hal lebih dari doa ku itu. Ia memberikanku suami yang gagah, walau sangat sombong dan otoriter. Aku berharap kedepannya, aku bisa menghadapi sikap Pak Angga yang sangat keras kepala.
Aku melirik samping kanan kiriku. Hari sudah pagi, dan aku tidak melihat Erlangga samasekali di kamar pengantin ini. Huh, aturan aku merasa bahagia, jadi tidak perlu melewati malam yang panas, yang menyakitkan. Kata orang seperti itu.
Sudah pukul tujuh pagi, terlalu siang untuk seorang perempuan yang baru saja menikah untuk bangun dari tidurnya. Aku menyeret langkah kaki ku keluar dari kamar, pakaian ku sudah ku ganti dengan baju rumahan yang simple dan nyaman, membuatku menjadi lebih fresh lah pokoknya.
Ternyata saat aku turun sudah terkumpul keluarga besar di meja bundar, tidak terlalu rame sih, hanya saja terdapat Kakek Kusumo, Nenek kusumo, Ibu Kusumo, dan juga Ayah Kusumo, jangan lupakan Tuan Kusumo yang baru saja menikah denganku, wajah nya tampak sekali dingin, dan acuh.
Aku benar-benar ingin meremukkan wajahnya yang membuat tinggi darahku seolah mendidih. Dia yang sudah membuatku terseret kedalam jurang seperti ini, awas saja jika dirinya berbicara yang tidak-tidak tentang diriku.
Aku menyeret langkah kakiku semakin mendekat. Semuanya sudah sadar akan keberadaanku, hingga akhirnya semua memberi sapaan hangat, tidak terkecuali suamiku yang arrogant itu! Arghh, aku benar-benar kesal dengan dirinya.
"Hai menantu mama! Sini duduk." titah ibu mertuaku dengan sangat welcome dan juga ramah, ayah mertuaku juga tersenyum dengan ramah, ia menunjuk kursi samping pak Erlangga yang berada di hadapannya.
"Aduh pengantin baru, bangun tidurnya siang banget ya." goda nenek Kusumo dengan senyum menggoda, astaga umurnya bahkan sudah mencapai enam puluh tahun, tapi kenapa ia masih terlihat sangat sehat dan juga bugar.
Akhirnya aku duduk disamping pak Erlangga yang acuh tak acuh padaku, ia masih menyantap nasi goreng di mulutnya yang tipis, aku menggigit bibirku menahan kekesalan didalam senyumku yang menawan, Pak Erlangga bahkan tidak samasekali menyapa ku.
Dasar menyebalkan!
Tidak tahu diri!
"Tadi malam Angga mainnya kasar engga, Al?" tanya ibu mertuaku penasaran, aku menunduk malu, layaknya orang yang benar-benar habis melakukannya.
Kasar gimana? Tadi malam saja aku tidak tidur dengannya! Bagaimana bisa sakit?! Justru hatiku yang seperti tercabik-cabik, merasakan kehadiranku yang tidak di anggap oleh dirinya.
"Aduh menantu mama jadi malah malu-malu, Angga pasti mainnya kasar ya, badannya aja gede banget kaya kingkong!" ledek nenek Kusumo bergantian, aku hampir tertawa mendengar ucapan nya yang benar sekali.
Badan Pak Erlangga memang sangat besar, ia memiliki tinggi 194cm, aku tidak bisa berbohong, bahwa pak Erlangga memang sangat tampan dan juga menawan, bagaikan dewa yunani pada zamannya. Jangan tanyakan mengapa aku bisa mengetahui hal itu, tinggi badan dan juga berat badan, bahkan ukuran dalaman nya saja aku tahu.
Seperti apa yang aku jelaskan, aku adalah seorang sekretaris yang dipekerjakan seperti seorang pembantu dalam segala hal. Di hari raya atau jika ada meeting dengan klien. Aku yang selalu memilih baju untuknya, dia hanya tinggal melemparkan uang nya saja kepadaku.
"Sudah selesai. Aku akan segera berangkat. Aleaa, ayo berangkat." titah nya dingin secara tiba-tiba. Terlalu sibuk memikirkannya, aku bahkan baru memasuki suapan kedua dalam bibirku.
"Angga, kalian kan pengantin baru. Kenapa harus bekerja sih?!" tanya ibu Kusumo kesal, sukurin tuh pak Angga, enggak ada belas kasih samasekali sama istri.
"Angga, pekerjaan hari ini biar papa yang handle. Kau harus persiapan untuk honeymoon besok pagi oke? Baiklah, makan pagi kita sudahi." ujar papa mertuaku setelah beranjak dari kursi. Semua orang pun pergi meninggalkan kita yang hanya tinggal berdua disini.
Pak Angga dan aku hanya diam saja dengan posisi yang masih terduduk, tiba-tiba saja Pak Angga mengubah posisi duduknya menjadi menyamping, menghadapku. Ia juga turut memutar pundakku agar menatap nya, aku menurut saja bagaikan boneka yang patuh terhadap perintah pemiliknya.
Kedua kakiku merapat dan dikurung oleh kedua kakinya yang berada di sisi masing-masing kedua pahaku, aku tidak menundukkan kepala malu ataupun takut, aku mendongak menatap nya yang sedang menatap ku. Singlet hitam yang mencetak jelas otot-otot pada tubuhnya yang menonjol di bagian yang pas, seharusnya membuatku terhipnotis. Tapi aku berusaha bersikap biasa saja, dengan rasa ketidak pedulian yang kutanamkan.
Aku berdehem berusaha mengusir ketegangan diantara kami berdua. Memangnya dengan tatapan tajam yang ia lemparkan, bisa membuatku takut??
Hell no!
Aku bersedekap dada, biarkanlah dia menilaiku tidak sopan, lagipula aku harus tegas disini, aku tidak boleh menjadi perempuan menye-menye yang sudah resmi menjadi pengganti di hari pernikahannya.
“Kamu pikir kamu siapa, Alea?” tanyanya tersenyum kecil, dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku, membuat deru nafas kita beradu.
“Aku Aleaa.” jawabku tegas, namun tak ku biarkan dia kembali menjawab. karena setelah itu ku lanjutkan lagi nama panjang ku yang sudah berubah.
“Alea Kusumo!” lanjut ku mengingatkan dengan titah suara yang kubuat se angkuh mungkin, ia tampak berdecih tak suka, tangan nya jatuh menopang di senderan kursi ku, sedangkan tangannya yang lain, berada diatas meja makan, membuat diriku terkurung oleh dirinya.
“Kau bangga menjadi nyonya Kusumo sekarang?” tanya nya kembali dengan senyum smirk, kekehannya menyiratkan sebuah kesombongan yang abadi, Pak Angga memang selalu seperti itu.
“Aku bangga menjadi nyonya Kusumo. Tapi bukan berarti aku bangga menjadi istrimu!” seru ku pelan, ku tekan kan ucapanku barusan yang membuat wajah angkuhnya menjadi pias seketika. Ia menggeram tak suka, aku tahu dia marah, namun yang berhak marah disini adalah aku, aku adalah korbannya.
Dan sebagai korban pengantin pengganti keluarga Kusumo, aku harus menikmatinya, aku harus menjalankan hari-hariku seperti biasa, aku harus bahagia dengan keadaan sekarang, tanpa harus mematuhi perintahnya, yang pasti akan selalu membuatku terpojokkan.
“Jadi? Kau mengakui bahwa aku suamimu? ” pak Angga tidak berhenti bertanya, nada-nada remehnya selalu membuatku ingin merobek saja mulutnya yang selalu mengeluarkan kalimat-kalimat angkuh.
Aku merasakan wajahnya semakin mendekat, aku tak paham dengan jalan pikirnya. Apa perlu berdekatan seperti ini? Jika ia saja terlihat risih akan kehadiranku, Pak Angga semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku, hidung kami saling bersentuhan, bibirnya terbuka ingin mengucapkan sesuatu, namun saat dimana aku menunggunya untuk membalas ucapanku, aku justru merasakan jilatan pada bibirku.
Seolah terhipnotis, bibirku hanya diam saja tak berkutik, aku tak percaya dengan apa yang dia lakukan, kurasakan lidahnya menyelinap masuk, namun segera ku jauhkan wajahku, tanpa sepengatahuan apapun, ku tampar pipi nya tanpa mengundang suara.
Plakk.
Pak Angga tampak tak senang dengan apa yang barusan kulakukan, dengan marah ia bangkit dari kursinya, aku pikir ia akan segela melenggang pergi, namun justru ia menyeretku dengan mencengkram pergelangan tanganku kuat-kuat. Wajar saja aku marah, aku akan berusaha membina rumah tangga dengan baik, namun aku tak akan membiarkannya menyentuhku sebelum cinta itu muncul.
"Aww." ringisku sakit, merasakan panas di area pergelangan tanganku yang dicengkram kuat olehnya, aku di seret keatas menuju kamarku, aku celingak-celinguk memastikan tak ada yang melihat. Namun semuanya terlambat, sudah ada beberapa maid yang menundukkan wajahnya, seolah tak melihat kejadian apa-apa diantara kami.
Sampai hingga aku berada di kamar, ia mendorongku keatas kasur, sebelum itu ia sudah mengunci pintu dengan sangat kasar, aku berusaha bangkit saat ia mengekang pergerakan tubuhku dibawahnya. Pak Angga sangat menyeramkan. Selama 20 tahun ini, aku tidak pernah melihat pria semenyeramkan dosenku, namun Pak Angga berhasil mengalahkannya.
Aku memang pernah kuliah, namun hanya sebentar. Karena tidak memiliki cukup biaya untuk melanjutkannya.
"Kamu adalah istriku Alea! Berhenti meronta-ronta!" seru nya marah, matanya merah, aku menepis tangannya yang mencoba untuk mengoyak bajuku, aku mencengkram erat pundak nya, yang berada diatas tubuhku.
"Berhenti pak! Berhentii!" aku masih tidak ingin menyerah, ia pikir dirinya pantas melakukan hal kasar seperti ini pada diriku, biarpun aku sudah resmi menjadi istrinya, bukan berarti ia bebas melakukan apapun yang ia mau.
Pak Angga mengangkat ku dari pinggir ranjang, lalu ia kembali melemparku untuk berada di tengah ranjang. Walaupun aku tidak merasakan sakit karena kasur yang empuk ini, tetap saja aku berseru nyaring seolah sedang merasa tersakiti.
"Aku akan berhenti, jika kau meminta maaf padaku Aleaa." geram nya tajam, aku menggeleng keras, matanya semakin menggelap, membuat nyali ku menciut.
"Seharusnya kau yang minta maaf padaku! Tiba-tiba saja aku diseret untuk menikah dengan bedebah seperti dirimu ini! Kau pikir aku sudi? Tidak!" seruku lantang, ia berusaha menciumku lagi, namun ku gagalkan dengan rontaan diwajahku yang terus saja menggeleng.
Pak Angga menjatuhkan ciuman nya di rahangku, aku tentu tidak terima. Entah keberanian darimana, ku dorong suatu hal paling terlarang dibawah sana. Ia menjadi terhuyung kesamping, ia tampak kesakitan dengan menggeram tajam, tangannya berusaha menutupi benda yang tadi aku tendang.
Aku segera bangkit dari ranjang, namun sebelum itu, kuraih bantal diatas kasur, lalu kulemparkan bantal itu kearah nya.
"Dasar bujang tidak laku! Pantas saja kau ditinggalkan oleh pengantinmu! Jika sikap mu saja seperti hewan! Jangan anggap kau bisa menyerangku kembali!" seruku lantang, aku pikir dia akan kembali menyerangku, namun ia sibuk meringis.
"Hei gadis club! Jangan pikir aku kalah darimu! Awas saja kau!!" balasnya menunjuk-nunjuk ke arahku, aku hanya menjulurkan lidahku meledek, ia melemparkan jari tengah kearah ku.
Aku bertemunya di kelab malam. Pertemuan pertama kami disana. Aku yang datang seperti orang bodoh untuk pertama kalinya. Bersama dengan satu teman perempuanku yang sudah pindah ke Belgia untuk mengejar mimpinya. Berbeda dengan diriku yang justru terperangkap menjadi sekretaris Pak Angga ini.
Kedatanganku ke kelab malam waktu itu, karena ajakan temanku. Temanku bilang bahwa kelab sangat lah seru dan meng-asyikkan. Membuatku merasa penasaran dan juga ingin merasakan bagaimana rasanya berpacaran. Waktu itu aku memang sangat naif, temanku bilang banyak pria tampan yang mungkin akan menyukaiku.
Namun belum sempat melihat pria tampan, aku justru bertemu dengan Pak Angga disana. Yang langsung menawariku pekerjaan sebagai seorang sekretaris.
Lamunanku akan ingatanku bertemu dengannya pertama kali terhenti. Saat menyadari tubuhnya mulai mengambil posisi berdiri, dengan cepat kubawa lari diriku kearah kamar mandi, nafasku tersenggal-senggal, aku segera mengunci pintu kamar mandi tanpa memperdulikan lontarkan kalimat kasarnya dari luar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!