NovelToon NovelToon

Selir Hati Mr. Billionaire

Bab.1 ( Takdir yang membawa mu)

Arumi berlari sekuat tenaga tanpa alas kaki yang membalut kaki rapuhnya. Nafasnya terdengar memburu seiring rasa panik yang mendera. Ayahnya baru saja pergi meninggalkannya untuk menyusul ibu yang sudah terlebih dahulu pergi beberapa tahun yang lalu.

Masih dalam suasana duka, Arumi harus menghadapi rentenir yang menagih hutang ayahnya semasa hidup. Ia masih tak menyangka jika ayahnya pergi meninggalkan hutang judi hingga milyaran rupiah. Arumi kaget, kesal, marah, kecewa tapi apa daya takdir membawanya menjadi anak yatim-piatu yang malang.

"Berhenti!" Suara seorang pria terdengar menggema di keheningan malam.

Dengan langkah cepat, Arumi masuk kedalam sebuah bak sampah besar yang berada di bahu jalan sepi itu. Bak sampah yang penuh dengan limbah plastik dengan bau tidak sedap kini membaur menjadi satu dengannya. Terdengar suara langkah kaki mendekat, ia menutup mulutnya, ia menangis tanpa suara dalam ketakutannya sendiri.

"Kemana wanita sialan itu ... cari dia sampai dapat!" hardik seorang pria paru baya kepada anak buahnya.

Setelah beberapa saat membisu dalam ketakutan, suasana sepertinya sudah nampak sepi. Ia membuka sedikit penutup tempat sampah itu, mengintip ke sekeliling dan tidak ada orang orang-orang itu. Perlahan Arumi turun dari bak sampah besar itu, bertepatan dengan hujan yang tiba-tiba saja turun, membasahi bumi.

Dengan langkah tertatihtatih, ia menyusuri jalanan, tanpa tahu arah dan tujuan, ia takut untuk kembali pulang karena para anak buah rentenir itu, pasti masih ada di sana. Suara petir menggelegar, sudah tidak ia perdulikan, air matanya mengalir tanpa henti seiring air hujan yang membasahi tubuhnya.

Saat akan menyebrang jalan, tiba-tiba kepalanya terasa begitu berat, kakinya tidak lagi bisa menopang tubuhnya sendiri lalu sedetik kemudian ia terbaring tak sadarkan diri di di tengah jalan. Jiwa yang rapuh, tubuh yang lemah dengan beban hidup yang begitu berat untuk gadis berumur dua puluh tahun, entah takdir apa yang sedang menantinya saat ini.

...****...

Di tengah hujan lebat dengan gemuruh petir menyambar kemana-mana, sebuah mobil Ferarri melaju dengan kecepatan tinggi. Seorang pria berperawakan tinggi, putih dengan netra coklat yang membius siapapun yang melihatnya.

Pria itu adalah Alfaro Wilson, ia baru saja resmi menjadi seorang duda hari ini, sidang putusan akhirnya menetapkan ia dan istrinya Sarah, resmi bercerai. Perceraian itu adalah pilihan Alfaro, karena ia tidak terima istrinya yang bergitu ia cintai ternyata berselingkuh di belakangnya.

Setelah palu hakim di ketuk, maka saat itu pula Alfaro bersumpah kepada dirinya sendiri, bahwa ia tidak akan percaya dengan cinta dan kesetiaan lagi seumur hidupnya. Hatinya sudah mati rasa, seiring penghianatan sang mantan istri. Mimpi yang sudah terangkai indah selama dua tahun pernikahan, kini berakhir di hadapan pengadilan.

Alfaro baru saja pulang dari salah satu club malam yang ada di pusat kota Jakarta pusat. Dalam kondisi setengah mabuk, ia menyetir menembus hujan lebat yang kini membasahi bumi. Sesak di dadanya masih amat terasa, ia merindukan sentuhan mantan istrinya yang sudah tidak ia dapatkan selama kurang lebih tiga bulan setelah ia memergoki istrinya sedang berada di salah satu kamar hotel dengan pria lain.

"Arrrghhh." Alfaro memukul setir mobilnya saat ingatannya kembali berputar saat kejadian itu.

Tiba-tiba dari jarak yang cukup dekat, Alfaro seperti melihat seseorang tergeletak di Jalan. Dengan gerakan cepat, ia menginjak rem. Hampir saja ia mendapatkan kesialan berkali-kali hari ini. Ia turun dengan menggunakan payung yang ia ambil di kursi belakang mobilnya.

Alfaro cukup terkejut saat melihat seorang wanita muda tergeletak di jalanan dengan kondisi tidak sadarkan diri, wanita itu adalah Arumi, yang sudah pingsan dan sejak tadi. Entah apa yang di pikirkan olehnya, ia langsung saja menggedong dan membawa Arumi masuk kedalam mobil.

~

Alfaro membawa Arumi masuk kedalam Apartemennya, ia membaringkan tubuh arumi di atas tempat tidur. Ia duduk di samping Arumi, ia membelai pucuk kepala Arumi, dan saat itu juga ia melihat wajah Arumi berubah menjadi wajah sang mantan istri.

"Sarah," ucap Alfaro lirih terdengar.

Sepertinya Alfaro sedang berhalusinasi, ia sangat merindukan belaian seorang wanita. Walau bagaimanapun, ia hanya manusia biasa. Tanpa ia sadari kini bibirnya dan Arumi sudah menyatu. Hasratnya semakin menjadi saat pakain basah yang di pakai Arumi kini sudah ia lepaskan dengan gerakan yang sangat cepat.

Arumi masih belum juga tersadar, tubuhnya masih terlalu lemah bahkan untuk membuka mata. Tapi eluhan kecil terdengar dari mulutnya saat, Alfaro dengan ganas menjelajahi setiap inci tubuhnya.

Malam itu menjadi malam yang akan menjadi sebuah awal dari takdir baru untuk mereka. Tanpa mereka sadari, tanpa mereka rencanakan. Arumi yang patah arang dan Alfaro yang patah hati, keduanya akan saling berkaitan mulai hari ini.

...****...

Arumi menggeliat perlahan, meregangkan tubuhnya yang begitu terasa lelah. Matanya masih terpejam, namun ia bisa merasakan sesuatu yang berat sedang berada di atas perutnya.

Perlahan matanya mulai terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah tangan kekar yang berada tepat di atas perutnya. Matanya langsung membulat dengan tangan yang menutupi mulut siap untuk berteriak, karena melihat seorang pria sedang tertidur sambil memeluknya.

Perlahan Arumi membuka selimut yang melekat di tubuhnya. Sepertinya kali ini ia tidak bisa menahan untuk tidak berteriak, ia sudah bisa menebak apa yang terjadi diantara ia dan juga pria yang ada di sampingnya ini.

Aaaakkkkkk.

Alfaro mulai tersadar saat mendengar teriakkan seseorang tepat di kupingnya. Sepertinya ia pun tak kalah kagetnya, karena saat matanya terbuka dan melihat Arumi ada di sampingnya, ia langsung terperanjat kaget, hingga terduduk di atas tempat tidur.

"Kamu siapa? Ahkk kepalaku sakit sekali."

"Seharusnya saya yang bertanya, anda siapa?" tanya Aruni balik.

Alfaro menatap Arumi dengan seksama, mencoba mengingat-ingat kembali hal apa yang telah terjadi antara keduanya. Setelah beberapa saat, akhirnya ingatan Alfaro mulai kembali. Ia mengingat semuanya, tentang bagaimana ia menemukan Arumi di pinggir jalan dan juga bagaimana ia menyetubuhi Arumi di saat Arumi tidak sadarkan diri.

"Sial!" ucap alfaro sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

Penyesalan sudah tidak berguna lagi. Arumi merasa jika hidupnya kini sudah benar-benar hancur. kedua orang tuanya meninggal, di kejar-kejar hutang, dan kini ia harus merelakan kesuciannya untuk seorang pria asing. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, air matanya mulai keluar, ia menangis tanpa suara, hancur sudah, hal terakhir yang paling berharga baginya kini harus hilang dari raganya. Alfaro pun merasa sangat menyesal, ia khilaf, namun ia bingung harus bertindak seperti apa sekarang.

Setelah beberapa saat, Arumi melilitkan selimut ke tubuhnya dan beranjak turun dari atas ranjang. Ia memungut pakaiannya yang berserakan di atas lantai, dan berjalan dengan cepat menuju kamar mandi. Alfaro hanya bisa memandangi Arumi tanpa bisa berkata apapun. Ia juga masih bingung atas hal yang menimpanya.

Di dalam kamar mandi, ia kembali menangis di bawa shower yang sedang menyala dan masih tanpa suara. berapa kali ia menggosok tubuhnya menggunakan spons mandi, ia jijik kepada dirinya sendiri, baginya sekarang ia tidak lebih baik dari seorang wanita murahan.

~

"Tolong buka pintu, saya ingin pulang," ucap Arumi saat keluar dari balik pintu kamar mandi, lengkap dengan pakain yang malam tadi ia pakai.

"Aku akan mengantarkan mu pulang, tunggulah sebentar." Alfaro beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, melewati Arumi yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi.

Arumi beranjak duduk di atas sofa, ia sudah tidak punya harapan untuk hidupnya, semuanya telah di hilang dan tak ada satupun kebahagiaan yang tersisa. Untuk menangis, atau marah pun sudah tak mampu lagi. Tatapan matanya begitu kosong, seiring luka yang menyayat hati dan menjatuhkan mentalnya.

...****...

Sepanjang perjalanan, Arumi hanya diam dengan mata menatap nanar kearah jendela, ia tak pernah sekalipun lagi berbicara dengan Alfaro. Ia sudah memutuskan Setelah ini, ia akan menyerahkan diri kepada para rentenir itu saja.

Hidup pun sudah tak ada guna, apapun yang rentenir itu akan lakukan kepadanya nanti, ia tidak akan kabur lagi, sekalipun ia akan di bunuh oleh mereka.

Alfaro diam, bukan berarti ia tidak berpikir untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Ia melirik Arumi yang tak berbicara sedikit pun, meminta pertanggung jawaban pun juga tidak, apalagi marah dan mengumpat padanya, ia penasaran apa yang Arumi pikirkan saat ini.

~

Mobil Alfaro berhenti tak jauh dari halaman rumah Arumi, bukan tanpa alasan ia berhenti di sana, namun karena ia melihat segerombolan preman sedang berada di halaman rumah Arumi.

"Apa benar itu adalah rumah kamu?" tanya Alfaro.

"Iya."

"Lalu siapa mereka?" tanya Alfaro lagi.

"Ayah saya baru saja meninggal dan meninggalkan hutang hingga milyaran, saya baru saja lulus kuliah dan belum mempunyai uang untuk melunasi Semua hutang itu. Sekarang saya akan menyerahkan diri kepada mereka, apapun yang terjadi, saya sudah pasrah," ujar Arumi terdengar lemah.

Alfaro menjadi semakin merasa bersalah. Sampai pada akhirnya ide gila muncul di kepalanya, ia sudah terlanjur basah dan kenapa tidak sekalian menceburkan diri saja, toh ia memang membutuhkan wanita yang bisa melayaninya kapan saja.

Alfaro sudah menyakinkan dirinya sendiri, jika ia tidak akan pernah jatuh cinta lagi. Cintanya sudah hancur seiring penghianatan sang mantan istri, kini yang tersisa hanyalah hasratnya yang membutuhkan belaian seorang wanita, setidaknya sampai ia benar-benar bisa melupakan sang mantan istri.

"Aku akan melunasi semua hutang almarhum ayah mu dan aku juga akan memberikan kamu pekerjaan di perusahaan ku, tapi hanya jika kamu mau menerima syarat yang aku berikan," tutur Alfaro sambil melihat kearah Arumi.

Arumi memandangi Alfaro dengan bingung, ia tidak menyangka Alfaro akan mengatakan hal seperti ini kepadanya, " Apa syarat yang anda maksud?"

"Jadilah istri rahasiaku selama satu tahun, kamu hanya perlu melayani ku dan setelah satu tahun, aku akan melepaskan mu, tentunya dengan uang tunjangan yang tidak akan kamu bayangkan sebelumnya," ujar Alfaro dengan raut wajah yang sangat serius.

Arumi hanya bisa menghela nafasnya dengan berat. Apa pada akhirnya hidupnya akan benar-benar hancur seperti ini, cita-cita setelah lulus kuliah yang sudah di depan mata kini harus pupus karena keadaan yang memaksa ia untuk memilih dua jalan yang sama-sama menjerumuskan.

Sejenak Arumi kembali berpikir, jika ia menerima tawaran Alfaro ia hanya perlu melewati masa kelam yang dalam kehidupannya selama satu tahun, toh kesuciannya juga sudah di renggut oleh Alfaro. Setidaknya ia tidak lagi di kejar-kejar rentenir dan ia tidak perlu menyerah diri kepada rentenir itu. Lama Arumi terdiam, sampai pada akhirnya, kata-kata itu keluar dari mulutnya.

"Baiklah, saya setuju."

Ucapanya itu akan menjadi titik awal dari sebuah kehidupan baru yang tentunya tidak akan mudah untuk seorang gadis polos yang harus menjadi pemuas hasrat seorang duda yang sedang patah hati.

Bersambung 💓

jangan lupa tinggalkan jejak like+komen+vote ya readers 🙏😊

Untuk yang baru mulai baca, Yuk kasih komentar kalian mengenai novel ini, sekalian author mau menyapa para pembaca ☺️

Bab.2 (Surat perjanjian)

Mata para preman itu terbelalak saat Alfaro menyodorkan selembar cek kepada mereka. Nominal yang tertera di cek itu pun lebih dari yang seharusnya Arumi bayarkan.

Salah seorang preman berkepala plontos itu meraih cek itu dengan cepat. Ia membolak-balikkan selebar kertas itu, untuk memastikan jika cek tersebut, asli atau palsu.

"Gimana, asli kagak tu barang?"

"Asli ini mah."

Alfaro melirik ke samping, di mana arumi berada, tak ada raut bahagia karena hutang yang membebani telah lunas. Yang Arumi pikirkan adalah beban baru yang akan segera ia jalani selama satu tahun. Alfaro kembali melihat ke arah para preman itu.

"Apa lagi yang kalian tunggu, pergi dari sini!" ketus Alfaro, membuat para preman itu terperanjat kaget.

Salah seorang preman itu mengeluarkan sebuah kunci dari kantong jaketnya. Kunci itu adalah kunci rumah Arumi yang sejak kemarin mereka ambil alih.

"Sabar bos, ini kunci rumahnya." preman berkepala plontos itu menyodorkan sebuah kunci kepada Alfaro. Dengan gerakan cepat Alfaro meraih kunci rumah itu.

"Coba aja dari awal lu bayar utang, kagak ada tuh acara kejar-kejaran segala," ucap preman itu kepada Arumi.

Wajahnya di tekuk sedalam mungkin, Arumi bahkan tidak sanggup untuk menatap wajah para preman bertubuh kekar itu.

"Kami pamit, permisi." Para preman itu Melangkah pergi.

Kini tinggallah Arumi dan Alfaro. Arumi masih menundukkan kepalanya, ia beberapa kali menelan karena merasa gugup, dan juga takut. Alfaro meraih tangan kanan Arumi dan meletakkan kunci itu di atas telapak tangannya.

"Ini milik mu."

Arumi mulai menegapkan kepalanya, menatap Alfaro yang saat ini sedang berada di hadapannya. Dengan begitu mudahnya untuk seorang penguasa mengeluarkan uang yang berjumlah milyaran, tapi tentu saja sebanding dengan bayaran yang harus di terimanya dari seorang gadis kecil yang ada di hadapannya saat ini.

Alfaro kembali mengeluarkan sesuatu di dompetnya. Sebuah kertas kecil yang merupakan kartu nama, kini sudah berada di telapak tangan yang sama di mana kunci itu berada.

"Aku tunggu besok siang. Aku sangat membenci seorang pengkhianat, jika kamu mengingkari janji, maka akan ku pastikan kamu tidak bisa melihat matahari terbit esok hari."

Arumi mengengam erat kartu nama dan kunci rumah itu. Ia kembali menelan beberapa kali karena mendengar ancaman Alfaro kepadanya.

"Ba-baik," ucapnya sambil tertunduk.

...***...

Jelang malam di sebuah mansion mewah di kawasan perumahan elit. Alfaro yang sedang duduk di kursi kebesarannya menyodorkan sebuah kertas kepada sekertarisnya. Sang sekertaris nampak bingung dengan apa yang tertulis di atas kertas itu.

"Ini maksudnya apa Tuan?" Aril membaca setiap kalimat yang di tulis langsung oleh Alfaro.

"Salin itu, jangan lupa siapkan materai ... aku akan segera menikah."

"A-apa menikah?" Aril berdiri dari duduknya, rasanya baru kemarin palu hakim di ketuk dan sekarang bosnya sudah mau menikah lagi.

"Tuan, apa anda sedang bercanda?" tanya Aril memastikan.

"Aku serius, tapi ini hanyalah pernikahan siri saja dan ini rahasia, aku hanya membutuhkan tubuhnya sebagai penghangat ranjang sampai aku benar-benar bisa melupakan Sarah."

"Dengarkan aku baik-baik, ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua." Alfaro mendekatkan tubuhnya, dan mulai menjelaskan hal yang terjadi kepadanya dan Arumi, hingga ia menawarkan hal gila itu kepada seorang gadis yang sudah ia setubuhi secara setengah sadar.

"Bagiamana jika gadia itu hamil tuan?" tanya Aril yang nampak panik.

"Tidak mungkin, meskipun aku mabuk tapi aku ingat, aku mengeluarkannya di luar bukan di dalam."

Aril menghela nafas panjang. Hal macam apa lagi ini, rasanya tidak ada habisnya ia di buat terkejut oleh sang Bos. Tidak ada alasan juga untuk ia menolak permintaan Alfaro. Memang inilah perkejaannya, menuruti semua keinginan pewaris tunggal WB grup yang tak menerima penolakan.

"Baiklah Tuan, besok akan segera saya selesaikan."

"Tapi bagaimana jika Nyonya mengetahui masalah ini?" tanya Aril tiba-tiba.

"Mama tidak akan pernah tau, kecuali kamu memberitahunya!" ketus Alfaro sambil menunjuk kearah Aril.

Aril hanya bisa menelan dengan susah payah, di balik kalimat yang penuh penekanan itu, terselubung sebuah ancaman, siapa tahu saja ia secara sengaja atau tidak sengaja membocorkan rahasia ini.

Ayah Alfaro sudah lama meninggal. Mama menetap di Amerika serikat untuk menemani adik perempuannya yang melanjutkan studi di sana. Mama dan adiknya hanya pulang satu tahun sekali saat libur akhir tahun.

Saat mengetahui perselingkuhan Sarah, orang pertama yang menyarankan agar Alfaro bercerai ada sang Mama. Mamanya bahkan ingin pulang ke Indonesia, hanya saja Alfaro melarang, ia tidak ingin mama yang mempunyai emosional tinggi malah membuat masalah semakin kacau.

"Besok dia akan datang kemari, pastikan kamu sudah selesai membuat kontrak perjanjian itu," ujar Alfaro pada Aril.

"Baik Tuan."

Aril melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Sementara Alfaro masih belum meninggalkan posisinya, ia membuka sebuah laci yang ada di meja kerjanya. Di dalam laci itu terdapat selembar foto pernikahannya dan juga Sarah.

Dari sekian banyak foto, hanya itu yang tersisa, selebihnya sudah ia bakar. Di tatapnya foto itu dengan sangat serius, ia masih tidak menyangka jika mereka akan berakhir seperti ini. Pengkhianatan yang di lakukan sang mantan benar-benar Membekas dan tidak akan bisa ia lupakan seumur hidupnya.

Terakhir kali ia melihat Sarah, pada saat sidang kemarin. Sarah menangis di persidangan itu, namun Alfaro tak bergeming, ia bahkan tidak pernah sekalipun menyapa, meskipun hatinya menjerit agar Alfaro memaafkan kekhalifahan sang mantan istri. Ia juga tak memberikan sepeserpun harta gono-gini kepada mantan istrinya.

Alfaro meramas foto itu kemudian di lemparnya ke tempat sampah. Jujur, ia masih belum bisa melupakan Sarah, terlalu banyak kenangan indah yang melekat hingga membuat Alfaro tersiksa. Ia membutuhkan pelampiasan, dan itu adalah Arumi.

Mansion ini juga di penuhi dengan kenangan bersama sang mantan istri. Tempat di mana impian-impian yang ingin Alfaro bangun dengan keluarga kecilnya kelak, tapi selama dua tahun, akhirnya impian itu hancur seketika.

...****...

Arumi baru saja turun dari motor ojek online yang membawanya ke alamat yang ia tuju. Setelah membayar ongkos ojek, iya melangkahkan kakinya menuju pagar depan rumah mewah itu.

Di ceknya sekali lagi kartu nama dan alamat yang tertera di tembok pagar, untuk memastikan jika ia tidak salah alamat.

"Ternyata benar, ini rumahnya." Arumi mengintip dari sela pagar yang menjulang tinggi, bisa terlihat sebuah mansion mewah nan megah berdiri kokoh di dalam sana.

Tiiiitttt.

Tiba-tiba saja sebuah suara yang berasal dari sebuah speaker kecil yang ada di bawah bel mengejutkan Arumi. Ia menatap bel yang ada di samping pagar. Rasa keterkejutannya pun belum sampai di situ, karena tiba-tiba speaker itu kembali bersuara.

"Silahkan masuk."

Pagar tinggi itu mulai terbuka secara otomatis. Arumi nampak terpana karena untuk pertama kalinya melihat teknologi secanggih itu. Pintu pagar telah terbuka, dengan ragu-ragu Arumi melangkah masuk. Baru beberapa langkah ia masuk, seorang pelayan wanita sudah datang menghampirinya.

"Silahkan masuk Nona Arumi, Tuan sudah menunggu," ucap pelayan wanita itu dengan sangat ramah.

"Ba-baik."

Arumi mengikuti langkah pelayan wanita itu masuk ke bagian dalam mansion. Tak henti-hentinya ia menatap takjub seluruh bagian dalam yang di dominasi warna gold, brown dan putih. Akhirnya sampailah ia kesebuah ruangan yang cukup luas dengan sentuhan nuansa klasik.

"Nona, silahkan duduk dan menunggu Tuan Alfaro di sini," jelas pelayan wanita itu.

"Baik." Hanya kata itu saja yang bisa keluar dari mulut Arumi. ia hanyalah gadis biasa yang baru saja memasuki dunia yang tidak pernah ada di bayangannya selama ini.

Pelayan wanita itu meninggalkan Arumi di sana sendiri. Arumi menggedarkan pandangannya, sejak ia masuk kedalam rumah itu, ia belum sekalipun melihat bingkai foto terpampang di dinding.

"Apa dia tidak punya keluarga," gumam Arumi.

Ckelek.

Pintu besar itu mulai terbuka, sontak Arumi langsung menoleh kearah pintu. Ia bisa melihat Pria yang menawarkan hal gila ini padanya, Pria itu tidak sendiri, karena seorang pria lain berjalan tepat di belakangnya.

Saat Arumi hendak berdiri, Alfaro memberikan kode, agar ia tetap duduk di posisinya dan tidak perlu berdiri. Alfaro duduk tepat di hadapan Arumi, sementara Aril berdiri di samping kursi.

Aril mengeluarkan selembar kertas yang ada di dalam map, kemudian ia berikan kepada Arumi. Arumi terlihat kebingungan saat menerima kertas itu.

"Baca dan tanda tangani," sahut Alfaro secara tiba-tiba.

Arumi mulai membaca setiap kalimat yang tertera di dalam kertas itu, hampir semuanya berisi peraturan yang harus di patuhi-nya selama menjadi istri seorang Alfaro Wilson. Ia kembali meletakkan kertas itu di atas meja, dan untuk pertama kalinya ia memberanikan diri menatap netra coklat milik Alfaro.

"Saya setuju Tuan ... tapi apa boleh saya mengajukan satu syarat saja," pinta Arumi.

"Katakan, apa syarat yang kamu inginkan?"

"Saya hanya akan menjadi istri anda dan melayani anda saat kita berada di rumah. Di luar itu anda dan saya hanyalah orang asing yang tidak saling mengenal," tutur Arumi.

Cih, pintar juga dia.

"Baiklah tidak masalah, aku bisa berjanji atas permintaan mu itu, kamu bisa memegang janji seorang Alfaro Wilson."

"Baiklah, saya akan tanda tangan sekarang."

Arumi meraih sebuah bolpoin yang ada di atas meja dan mulai membubuhkan tanda tangannya. Akhirnya terikat sudah, meskipun ia ingin kabur sekalipun sudah tidak akan bisa.

Alfaro tersenyum tipis saat melihat Arumi membubuhkan tanda tangan di kertas itu. Akhirnya tinggal satu langkah lagi, setelah menikahi Arumi secara siri, maka resmi sudah ia memiliki mainan baru yang ia harap tidak akan membuatnya bosan.

Malam itu ia tidak menikmati permainan antara ia dan Arumi, karena ia dalam kondisi mabuk. Setelah ijab kabul nanti, ia akan mulai melancarkan aksinya, menyalurkan hasrat dan gairah yang haus akan belaian wanita.

"Sisanya aku serahkan kepada mu," ucap Alfaro pada Aril.

"Baik Tuan."

Alfaro beranjak dari duduknya, dan mulai melangkah pergi. Sekarang tinggalah Arumi dan Aril yang ada di sana. Aril duduk di depan Arumi dan kembali menyodorkan sebuah kertas lagi.

"Ini adalah jadwal Nona selama satu tahun kedepan."

Arumi menghela nafas panjang. Apa lagi ini, kenapa banyak sekali peraturan yang harus ia patuhi untuk perannya sebagai wanita pemuas hasrat, pikirnya.

Arumi kembali membaca setiap peraturan yang ada di kertas itu. Salah satu peraturannya ia harus berada di mansion itu sebelum jam empat sore mulai dari senin hingga sabtu sementara hari minggu, ia boleh pulang kerumahnya sendiri.

Benar juga, alfaro hanya membutuhkannya setiap malam saja.

"Bagaimana dengan pekerjaan, Tuan Alfaro bilang aku akan mendapatkan pekerjaan."

"Nona tenang saja, saya yang akan mengatur itu, setelah Nona resmi menikah dengan Tuan Alfaro," tutur Aril.

"Kalau boleh tahu, kapan saya akan menikah dengannya?"

"Besok Nona, di rumah ini."

"Apa! Be-sok."

Arumi nampak sangat terkejut, apa secepat itu ia harus memulai. Ia bahkan belum sempat bernafas. Ia juga belum siap untuk kembali melewati malam panas bersama Alfaro. Jika waktu itu ia tidak merasakan apapun, karena dalam kondisi pingsan maka malam selanjutnya ia tidak tahu hal seperti apa yang akan ia lewati.

*Aku berharap, aku akan pingsan saat malam itu tiba.

Bersambung 💓

Jangan lupa like komen vote ya readers 🙏😊*

Bab.3 (Kehidupan yang hancur)

Malam harinya, di rumah sederhana peninggalan kedua orang tua Arumi. Ia dan sahabatnya sedang terlibat obrolan yang cukup serius. Cukup untuk membuat sang sahabat terperangah tak percaya.

"Kamu bercanda kan? Jawab aku Rumi!" kata dinda dengan kedua tangan mencengkeram erat pundak Arumi.

"I-iya, aku serius."

Air mata Arumi mengalir membasahi wajah cantiknya. Ia sudah menduga respon seperti inilah yang akan dinda berikan padanya. Tapi ia tidak ingin melewati ini sendiri, di dunia ini hanya dinda satu-satunya sahabat yang ia punya.

Bukan hanya Arumi tapi Dinda juga ikut menangis. Ia bisa merasakan kesedihan yang di rasakan sang sahabat. Sudah terjatuh lalu tertimpa tangga pula, mungkin itulah ungkapan yang pas buat untuk mendeskripsikan nasib malang Arumi.

Hanya di depan Dinda, ia tidak lagi bisa berpura-pura tegar. Dunia pun tak lagi berpihak kepadanya, akankah setelah ini Dinda juga akan meninggalkannya, pikir Arumi.

"Kenapa baru sekarang kamu mengatakan hal ini, aku ini sahabat mu!" Dinda mulai terlihat semakin emosional. Ia menyesalkan kenapa Arumi beraninya terjun ke jurang kesengsaraan.

Arumi menegapkan kepalanya, menatap sang sahabat yang juga berderai air mata. Ia mengusap air mata yang membasahi wajah Dinda.

"Jangan menangis, ini terlalu berat biar aku saja," kata Arumi sambil mengusap air mata Dinda.

"Bagaimana aku tidak menangis, kamu itu lulusan terbaik kampus kita, kenapa sekarang kamu harus menjadi gadis menebus hutang," Dinda kembali terisak-isak, saat membayangkan hari wisuda yang harus ia lalui tanpa Arumi yang tidak bisa hadir karena tepat di hari itu ayah Arumi meninggal.

"Din ... kamu tidak akan menjauhiku kan?" lirih Arumi.

"Tidak mungkin aku meninggalkan mu, aku akan menemani kamu melewati semua ini," kata dinda yang sudah memeluk Arumi.

"Terimakasih, hanya kamu yang aku punya di dunia ini."

Arumi mengeratkan pelukannya. Setidaknya ia tidak sendiri. Setelah beberapa saat ia melepaskan pelukannya dari Dinda.

"Besok aku akan menikah, kamu temani aku ya," pinta Arumi.

Dinda menganggukkan kepalanya dengan mantap, "Tentu saja, aku pasti menemani kamu."

"Terimakasih ... malam ini kamu menginap kan?" tanya Arumi sambil memeluk Dinda.

"Iya bawel."

...***...

"Tuan, ada surat dari London ... Nona Sarah yang mengirimkannya, "kata seorang pelayan yang menyodorkan sebuah amplop besar ke atas meja kerja Alfaro.

Tanpa bicara apapun, Alfaro meraih amplop besar itu. kemudian membuka isi amplop itu. Senyum sinis langsung terukir jelas di wajahnya, saat melihat isi dari amplop itu.

Amplop itu berisi cincin pernikahan mereka dan juga buku nikah mereka yang sudah tidak ada gunanya lagi. Sesak di dadanya tiba-tiba saja bergemuruh hebat. Luka yang belum sembuh sepenuhnya, kini harus kembali tersayat. Sakit tapi tidak berdarah, itulah yang di rasakan Alfaro saat ini.

"Dasar wanita murahan, kau itu tidak lebih dari sampah!"

Di remasnya amplop itu dan di lemparkan ketempat sampah. Dadanya sampai naik turun, deru nafasnya tak beraturan dengan mata yang memerah penuh emosi. Pelayan wanita paru baya itu mulai ketakutan, tangan dan kakinya bergetar hebat.

"Keluar, keluar dari sini!" hardik Alfaro pada sang pelayan.

"Ba-baik Tuan." Pelayan itu langsung mengambil langkah seribu, pergi dari ruangan itu.

Setelah kepegian Pelayan wanita itu, Alfaro mengambil stik golf yang ada di sudut ruang kerjanya. Ia mulai memukul semua benda pecah belah yang ada di ruangan itu, hingga berserakan di lantai.

"Arrrghhh ... wanita sialan, bodoh, murahan! kenapa kamu tidak membuang semuanya dan malah mengirimnya kepada ku!" teriak Alfaro sampai menggema di ruangan itu.

Alfaro kembali menghacurkan semua benda yang ada di ruangan itu. furniture-furniture yang berharga ratusan bahkan milyaran tak lagi ia perdulikan, semua hancur sama seperti hati Alfaro saat ini.

Dari luar ruangan, beberapa pelayan berkumpul. Mereka khawatir, siapa tahu saja sang majikan melakukan hal yang tidak-tidak kepada dirinya sendiri.

"Apa yang harus kita lakukan? Tuan Al bisa semakin mengamuk."

"Kamu sih, sudah aku bilang jangan berikan surat itu."

"Mana aku tahu jika akan seperti ini."

"Sudah-sudah, jangan bertengkar, lebih baik sekarang kita hubungi seketaris Aril saja."

Satu-satunya orang yang bisa mereka hubungi adalah Aril. Orang yang sudah mendampingi Alfaro di perusahaan selama tujuh tahun belakangan. Aril bukan hanya sekertarisnya, tapi mengcangkup segala hal dalam hidup Alfaro.

...***...

Aril langsung berlari dengan cepat, masuk kedalam mansion mewah itu. Langkahnya terhenti saat melihat para pelayan yang sedang duduk di sofa yang ada di samping tangga.

"Di mana Tuan Al?" tanya Aril.

"Di ruang kerjanya Tuan," jawab salah satu pelayan itu.

Dengan gerakan cepat Aril berlari menaiki tangga menuju lantai dua. Saat sampai di depan pintu, tanpa ragu ia langsung membuka pintu ruang kerja itu.

Aril bisa melihat, jika saat ini Alfaro sedang duduk di lantai dengan tangan berlumuran darah. Prihatin, mungkin itu lah yang di rasakan Aril saat melihat kondisi Alfaro saat ini.

Perlahan ia melangkah medekati Alfaro dan duduk bersimpuh di hadapannya. Nafasnya masih tersengal-sengal, karena berlari menaiki tangga. Ia bisa melihat tatapan mata Alfaro yang nampak sendu. Sakit di tangannya saat ini tidak sebanding dengan sakit hati yang di rasakan.

"Tuan, tangan anda berdarah dan harus segera di obati," ucap Aril pelan.

"Aril?"

"Iya Tuan?"

"Apa kamu bisa memastikan Sarah tidak lagi mengirimkan apapun pada ku dan juga, apa kamu bisa memastikan dia tidak lagi muncul di hadapan ku," pinta Alfaro yang terdengar lemah.

"Tentu, tentu saja. Saya akan pasti Nona sarah tidak mengirim apapun lagi dan juga muncul di hadapan anda," ucap Aril dengan mantap.

Alfaro berdiri dari duduknya, ia mulai berjalan dengan darah yang terus menetes dari tangannya yang terluka. Aril memandang sang bos yang berjalan memunggunginya. Ia benar-benar tidak menyangka hidup Alfaro akan berubah seratus delapan puluh derajat, karena sebuah pengkhianatan.

Selama tujuh tahun mendampingi Alfaro, Aril tahu betul jika sang bos, adalah orang yang baik, ramah kepada semua orang dan tentunya sangat setia kepada sang istri. Dalam waktu hitungan bulan semua itu berubah. Banyak hal yang membuat Aril terkejut, mulai dari perceraian, pernikahan kontrak dengan wanita asing dan emosi Alfaro yang meledak-ledak tidak terkendali.

Tuhan, kembalikan semua kebahagiaan itu untuknya, dia sudah cukup menderita saat ini, batin Aril.

...***...

Matahari kembali datang untuk menjadi saksi bisu takdir sepasang anak manusia yang akan segera terikat pernikahan di atas kertas.

Arumi dan Dinda yang baru saja bangun dari tidur. Mereka diam mematung saat segerombolan orang berdiri di depan mereka.

"Kalian siapa?" tanya Arumi bingung.

"Selamat pagi Nona, kami di tugaskan oleh Tuan Aril untuk membantu Nona bersiap-siap," ucap seorang pria pertulang lunak dengan penampilan yang sangat mencolok.

Bersambung 💓

Jangan lupa like komen vote ya readers 🙏😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!