Selamat membaca karya pertama saya, mohon kritik dan sarannya ya, dan jangan lupa untuk meninggalkan jejak. Bisa follow Ig Rehuella1. Terima kasih♥️
♥️
Siang itu senyum gadis berusia 18 tahun terpancar indah dari bibirnya, setelah mengetahui bahwa, dia lulus dengan nilai terbaik di salah satu sekolah ternama di Jakarta.
Dia adalah Rehuella atau biasa dipanggil Ella, hanya ayah dan kakaknya saja yang memanggil namanya dengan nama Lala. Dengan langkah perlahan tapi pasti, ia menghampiri sahabatnya, yang sedang berkumpul di lapangan basket, mereka adalah Sashi, Anna, dan satu sahabat laki-lakinya yaitu Panji.
“Gimana legakan? Bentar lagi jadi alumni SMA Cendana?” tanya Ella menghampiri perkumpulan temannya, yang tengah berbincang-bincang.
“Iya La, selamat ya ... jadi siswi dengan nilai terbaik,” ucap Anna, memeluk Ella diikuti Sashi yang bergantian memeluk tubuh sahabatnya.
“Selamat ya La, jadi ambil kuliah kedokteran di UI?” tanya Sashi.
“Iya Insya Allah jadi, kamu juga, kan?" tanya Ella menatap Sashi, "kamu gimana, Nji? Jadi ke Jerman?” tanya Ella beralih ke alih Panji yang tengah memakan chiki ber-Msg.
“Gak tau nih La, berat sepertinya ninggalin calon bini di sini,” jawab Panji, berucap sambil tersenyum nakal dan mengedipkan satu matanya ke arah Ella.
Panji memang sudah mengutarakan isi hatinya pada Ella, bahwa dia mencintai Ella. Namun, Ella menolak dengan alasan ingin fokus meraih cita- citanya menjadi seorang dokter kandungan.
Ella merupakan siswi tercantik dan terpintar di SMA Cendana. Kecantikannya, menjadikan dia sebagai primadona di sekolahnya, bahkan menjadi siswi kesayangan para guru karena kecerdasannya.
“Habis ini pada mau ke mana?” tanya Panji kepada tiga sahabat ceweknya, yang masih asyik mengobrol sana-sini, membahas segala kebutuhan cewek.
“Kita mau ke mall aja deh, menghilangkan penat, setelah melewati masa sulit iya gak La, Ann?” jawab Sashi, mencari dukungan pada sahabatnya.
“Iya, kita mau nonton habis itu makan. Kamu mau ikut, Nji?” tawar Anna pada Panji.
“Ijin dulu deh sama Nyokap gue, siapa tau gak di bolehin pergi sama bidadari-bidadari surga,” jawab Panji diselipi candaan garing.
“Huh ..., dasar anak mami,” jawab kompak ke tiga gadis itu.
“Biar aja wlek,” sahut Panji sambil mencibirkan bibirnya. Dia lalu meraih ponsel yang ada di kantong celananya, benar-benar meminta izin pada mamanya.
Setelah mendapatkan ijin, Ella dan ke tiga temannya pergi menuju salah satu mall terkenal di ibu kota Jakarta. Mereka pergi dengan menggunakan mobil Panji. Setelah sampai di mall mereka berjalan masuk beriringan. Panji yang sebenarnya juga tampan, dan memiliki badan atletis dengan iseng menggoda cewek yang dia lewati. Siapa tahu bisa mengobati luka hati yang dibuat Ella.
“Kita nyari makan dulu ya guys,” tawar Panji saat berjalan melewati food court.
“Oke kebetulan cacing di perut gue minta diisi,” sahut Anna salah satu teman Ella yang hobi makan tapi tidak kunjung melebar.
Mereka pun mencari tempat duduk di area food court bebas asap rokok yang ada di mall. Mereka mulai memesan makanan dan minuman yang tersedia di sana, sambil menunggu makanan datang, mereka saling bertukar cerita tentang rencana ke depannya yang akan diambil setelah lulus.
Sashi dan Anna akan memasuki universitas yang sama dengan Ella, tapi Anna mengambil jurusan yang berbeda, karena sudah mendapat mandat dari Papanya untuk meneruskan perusahaan yang orangtuanya dirikan, mengingat dia putri tunggal keluarga Wijaya. Sedangkan Ella dan Sashi mengambil jurusan kedokteran, mengingat ambisi Ella yang ingin jadi dokter spesialis kandungan.
“Jadi nonton gak sih?” keluh Panji, saat melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 4 sore.
“Hah! kok cepat banget sih, tau-tau sudah jam 4!” Ella kaget saat melihat jam di tangannya. “Ayo pulang sebelum ayah kembali ke rumah,” sambungnya yang mulai beranjak dari tempat duduknya.
“Yah batal dong nontonnya,” keluh Sashi yang kecewa karena tidak jadi menonton film kesukaan ya.
“Kan bisa lain hari, ya gak La ,Nji?” tanya Anna.
“Betul,” jawab Panji singkat, sambil mengacungkan kedua jempolnya ke arah Anna.
“Anterin aku ke sekolah dulu ya Nji, ambil mobil,” pinta Ella.
“Oke Beb,” jawab Panji singkat.
“Ih..., jangan beb dong gue jijik dengernya,” protes Ella yang tidak suka Panji memanggilnya seperti itu.
“Oke, Yang,” ucap Panji mengganti nama panggilannya.
“What! Apa lagi itu, gue bukan samyang ya,” cibir Ella, “Panggil nama gue aja Ella,” lanjutnya lalu berjalan mendahului sahabatnya.
Sashi dan Anna yang mendengar mereka adu mulut hanya menggelengkan kepala sambil berkata.
“AWAS NANTI JATUH CINTA.”
“Lagunya Armada dong,” sahut Ella. Lalu ke tiga sahabatnya itu mengekor di belakangnya. Meninggalkan mall ternama yang ada di Jakarta, menuju sekolah mereka.
.
.
.
“Percayalah tidak ada yg murni berteman antara laki-laki dan perempuan.”
NOTE :
Terima kasih sudah mampir di cerita saya, cerita ini hasil imajinasi saya murni di tulis tangan saya sendiri. Jadi, jika ada kesamaan nama, ide cerita mungkin hanya kebetulan saja.
Yang suka jangan lupa tinggalkan jempolnya.
♥️
Sebulan telah berlalu, masa ospek Maba telah berakhir. Dan hari ini adalah hari dimulainya pelajaran baru bagi Maba UI tempat Ella menimba ilmu.
“Ayah ..., sebentar lagi Ayah, Lala masih ngantuk nih ..., 5 menit lagi ya?” tawar Ella karena merasa tidurnya terganggu.
“Lala Sayang, anak gadis Ayah yang cantik nggak boleh malas dong, masak kalah sama Kak Damar, dia udah nungguin di meja makan itu lho ...,” ucap Danu pada Ella.
Mau tidak mau, akhirnya Ella menuruti permintaan ayahnya. Dia mulai membuka mata, disambut dengan sorot matahari menyinari wajahnya.
“ Iya ... iya. Lala bangun, tapi gendong ya, ke kamar mandinya,” minta Ella yang masih selalu manja dengan Danu.
“Aish ... gadis Ayah ini,” ucap Danu sambil mencubit pipi Lala, tapi tetap saja ia menggendong Lala ke kamar mandi.
Walaupun umur Danu sudah 55 tahun, tapi dia tetap kuat dan gagah, karena selalu mengatur gaya hidupnya supaya sehat dan kuat. Setelah meninggalkan Ella di kamar mandi Danu segera keluar kamar, menemui anak lelakinya.
Setelah hampir tiga puluh menit, Ella turun dari lantai dua menuju meja makan. Matanya melihat ke arah meja makan, ada Damar dan ayahnya yang sudah menunggunya untuk sarapan bersama.
“Pagi Ayah, pagi Kak Damar,” sapa Ella sambil mencium pipi kanan dan pipi kiri ayahnya.
“Pagi juga, Sayang,” jawab Danu singkat.
“La, hari ini kamu berangkat sama Kakak, ya? Kakak sekalian mau ketemu teman Kakak yang jadi dosen di sana,” ucap Damar tanpa membalas sapaan Ella.
“Harus ya Kak? Nanti kalau dikira aku pacar Kakak gimana?” tanya Ella.
“Bagus dong, biar gak ada yang dekati Adek kakak, yang bawel ini.” Damar tertawa sambil mencubit pipi Ella.
“Ih, nyebelin, sakit tau!” keluh Ella sambil mengusap pipi bekas cubitan Damar. “Terus nanti Lala pulangnya bagaimana?” sambungnya bertanya, karena bingung akan pulang dengan siapa.
“Nanti pulangnya Kakak jemput deh atau bareng sama Sashi,” jawab Damar.
“Ok baiklah, berangkat sekarang aja yuk, Kak! Udah mau telat nih, tau sendiri Jakarta macetnya kaya apa,” ajak Ella saat melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 7 pagi, sedangkan Damar hanya menjawab dengan anggukan kepala.
“Lala berangkat dulu ya, Yah,” pamit Ella, mencium punggung tangan Danu.
“Iya, belajar yang bener, kalau gak bener nanti Ayah nikahkan kamu!” canda ayah Danu mengusap rambut Ella.
“Ih, Ayah! Kak Damar aja belum nemu jodohnya, masak langsung Lala yang mau dinikahkan,” jawab Ella sedikit menekuk pipinya.
“Ye ..., enak aja. Udah dapat kali Kakak, cuma belum waktunya saja buat dikenalin sama kamu,” sahut Damar.
“Ya sudah sana berangkat keburu telat adekmu!” timp Danu saat keributan kedua anaknya.
“Oke Ayah, Assalamu'alaikum,” salam Ella dan Damar pamit pada Danu.
“Wa'alaikumsalam,” jawab Danu dengan mata berkaca-kaca. Ia tentang perjuangannya, membesarkan sepasang anaknya itu. Bagaimana dia bisa melewati masa-masa sulit menjadi ayah sekaligus ibu bagi kedua anaknya. Dan dia juga harus mencari nafkah untuk keluarganya, dulu dia mulai mengawalinya dengan membangun usaha kontraktor kecil-kecilan hingga akhirnya sekarang sudah menjadi besar dan ia serahkan pada Damar.
“Kamu lihat Dinda, mereka anak kita. Anak yang kau titipkan kepadaku. Andai kau berada di sini, pasti kau juga akan bangga kepada mereka, aku hebat kan sudah menjadi ayah sekaligus ibu bagi mereka? tunggu aku Dinda sayang,” ucap lirih Danu, tanpa ia sadari airmatanya sudah mengalir membasahi pipinya yang sudah banyak keriput halus.
Sebenarnya banyak wanita yang menawarkan diri untuk menjadi ibu sambung bagi kedua anaknnya, mengingat istrinya yang meninggal saat melahirkan Ella, dan Damar saat itu baru berusia 10 tahun. Tapi Danu bersikukuh tidak ingin menikah lagi, karena dia begitu mencintai mendiang istrinya, jadi lebih baik ia merawat sendiri dengan dibantu oleh ibu mertuanya. Sampai kemudian Ella berumur 10 tahun ibu mertuanya meninggal, sedangkan ke dua orangtua Danu sudah meninggal sejak Damar berusia 5 tahun. Walaupun tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu, Danu berusaha memberikan kasih sayang yang melimpah kepada kedua anaknya, terutama kepada Ella. Meskipun Dinda meninggal karena melahirkan Ella tapi Danu tidak pernah menyesali ataupun menyalahkan Ella.
.
.
.
.
🌺“Cinta Ayah itu terkadang tak terlihat karena ia memang tak pandai untuk menunjukkan.”🌺
Happy Reading jangan lupa tinggalkan jempolnya👍
♥️
Setelah perjalanan 30 menit, mobil Damar terparkir rapi di area parkir mahasiswa UI. Terlihat Ella dengan kemeja warna navy, dan celana jeans berwarna biru, serta sneaker hitam yang berwarna senada dengan tas yang menggantung di punggungnya, dengan rambut yang dibiarkan tergerai indah kebelakang Ella keluar dari dalam mobil mewah milik Damar.
“Kak, Lala masuk dulu ya,” pamit Ella saat keluar dari mobil.
“Sini Kakak antar!” perintah Damar sambil meraih tangan Ella untuk dia genggam.
“Ih... Kakak! Jangan gandeng-gandeng dong ntar dikira kita pacaran,” prote Ella sambil berusaha melepas ganggaman tangannya dari Damar, tapi rupanya sia-sia karena Damar justru mengeratkan genggamannya.
“Biar saja orang berkata apa,” jawab Damar sambil tersenyum.
Keduanya berjalan berdampingan menyusuri koridor kampus, diiringi suara bisikan -bisikan dari mahasiswa yang mereka dilewati.
“Hah, itu pacarnya cocok ya, ganteng dan cantik.”
“Pantes saja gak mau sama aku.”
“Bidadari kayangan turun ke kampus kita men!”
“Cowoknya ganteng banget mau peluk dong bang.”
“Eh, cowoknya liatin gue tu, mungkin naksir sama gue, duh bikin kedut-kedut deh Bang.”
“Eh, Ella ternyata sudah punya cowok ternyata, patah hati gue.”
Dan masih banyak lagi bisikan kekaguman dari para mahasiswa tersebut, sampai tak lama kemudian, terdengar suara panggilan dari balik punggung mereka berdua.
“Damar.” Suara panggilan merdu terdengar, mereka berdua kompak menoleh ke arah datangnya suara.
“Erik. Akhirnya ketemu juga,” jawab Damar memeluk erat sahabat lamanya.
“Wah dapet yang baru nih ya, pantes ngebet minta ketemuan di kampus, rupanya wanitanya masih kuliah, yang kemaren itu ditaruh mana?” cerocos Erik yang menggoda Damar. Tidak tahu menahu siapa gadis di samping Damar.
“Kamu itu ya, ngomong kaya kereta lewat gak ada jeda,” sahut Damar membalas ucapan Erik.
“Kenalin saya Erik,” ucap Erik sambil mengulurkan tangan ke arah Ella.
“Ella,” jawab Ella singkat dan menyambut tangan Erik. “Kak aku ke kelas dulu ya,” lanjut Ella dan berpamitan pada Damar, karena merasakan ada sesuatu yang sesak yang tengah menyiksa dadanya saat melihat lelaki di depannya.
“Oke ntar Kakak jemput,” pesan Damar saat Ella akan melangkahkan kakinya menuju kelas. Ella hanya mengacungkan jempol dan berjalan menjauhi kedua pria dewasa tersebut.
“Cantik juga gebetan Lo,” puji Erik menatap kepergian Ella.
“Lo naksir?” tanya Damar pada Erik saat mengerti arah pandang Erik.
“Nggaklah, kasian Lo, nanti patah hati.”
Damar hanya merespon dengan senyuman tipis dari bibirnya. Menyayangkan karena Erik tidak mengenali adiknya.
“Ketemu di mana sih, dapet yang bening begitu?” tanya Erik penasaran.
“Ada deh, gue nitip dia ya, jagain pokoknya dari cowok playboy,” pesan Damar pada Erik.
“Pajak 10% ya,” jawab Erik sambil tertawa.
“Oke. Gue pamit dulu ya, maenlah ke rumah bokap kangen katanya sama, Lo!” perintah Damar sebelum pergi meninggalkan Erik.
“Iya kapan- kapan gue mampir,” jawab Erik singkat sambil menatap kepergian sahabatnya itu.
Erik dan Damar memang sudah berteman sejak kecil. Namun, setelah lulus SMA Erik melanjutkan sekolah di Harvard University ia mengambil sekolah kedokteran di sana sekaligus mengambil spesialis kandungan. Di samping itu ia juga mengambil bisnis manajemen, untuk bekal suatu saat nanti ketika meneruskan usaha papanya.
Damar segera berlalu meninggalkan kampus adiknya, menuju kantor. Sedangkan Erik berjalan menuju kelas untuk mulai memberikan materi. Tiba di kelas terdengar suara sapaan dari para mahasiswa yang berjumlah 25 orang.
“Selamat pagi semua ...” sapa Erik saat pertama kali masuk kelas kuliah.
“Pagi Pak Dosen ...” jawab serempak para mahasiswa dari tempat duduknya.
“Gimana kabarnya hari ini, apa sudah siap?” tanya Erik.
“Siap apa, Pak Dos?” celetuk Sashi bertanya pada lelaki tampan di depan white board.
“Pelajaran dong! Oya, kita bisa perkenalan dulu ya ... perkenalkan nama saya Erik Ramones, saya mengajar di kelas kalian, dari hari senin - kamis. Yang saya inginkan kalian tidak terlambat atau membolos pada jam mata kuliah saya, kecuali kalau memang benar-benar urgent,” pesan Erik, matanya berkelana dan tak sengaja menatap gadis yang baru saja dia temui beberapa menit yang lalu.
“Hey kamu!” penggil Erik sambil menunjuk Ella dari posisinya berdiri.
“Saya Pak?” jawab Ella sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Iya, siapa lagi? Dari tadi saya perhatikan kamu tidak memperhatikan perkataan saya,” ucap Erik yang sengaja ingin menggoda Ella. “Siapa namamu, usiamu berapa, nomor ponsel kalau perlu?” lanjut Erik.
“Hah. Harus ya Pak nomor ponsel,” jawab kaget Ella, ia sedikit mengerutkan dahinya saat mendengar pemintaan Erik.
“Katakan saja!” perintah Erik tegas, sok berkuasa.
“Nama saya Rehuella, usia 18 tahun, nomor ponsel 087835xxxxxx,” ucap Ella datar.
“Sudah punya pacar?” tanya seorang mahasiswa yang berambut klimis.
“Proses pencarian.” Dijawab santai oleh Ella. Sedangan Erik sendiri terlihat tersenyum tipis saat mendengar penuturan Ella.
Padahal dia datang diantar pacarnya. Batin Erik protes.
“Mau dong daftar,” sahut mahasiswa lainnya.
“Mau! Mau gue tonjok sini! “ jawab Ella sambil tertawa sinis sambil mengepalkan tangannya ke arah yang tadi berucap.
“Menarik,” gumam Erik sambil menahan senyumnya.
“Oke silakan duduk kembali,” perintah Erik pada Ella.
Diam-diam Erik mengingat-ingat nomor ponsel Ella, menyimpan dalam ingatannya. Erik memang orang yang cerdas, jadi tidak terlalu sulit untuk menghapal 12 digit angka nomor ponsel Ella.
“Oke kita mulai mata kuliah hari ini,” ucap Erik menghampiri mejanya. Dan selanjutnya mata kuliah pertama ajaran baru dimulai, menjelaskan tentang ilmu kedokteran.
***
Setelah dua jam berlalu terdengar suara bel berbunyi, tanda berakhirnya materi kuliah hari ini.
“Ke kantin yuk La,” ajak Sashi yang duduk bersebelahan dengan Ella.
“Males deh, Shi. Sakit perut gue lagi pms,” jawab Ella sambil memegang perutnya.
“Oke mau nitip apa?” tawar Sashi yang merasa kasian pada Ella karena sakit perut.
“Nggak deh, aku gak nafsu buat makan,” jawab Ella menolak tawaran Sashi.
“Gue tinggal ya?” tanya Sashi. Ella hanya menjawab dengan anggukan kepala sebagai tanda setuju.
Tak lama kemudian, tinggalah Ella di ruang kelas sendiri, suasana kelas menjadi hening, karena memang tidak ada siapa- siapa kecuali dirinya, dia menundukkan kepalanya ke arah meja. Sampai tiba suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
“Nih minum,” tawar Erik, sambil menyodorkan segelas jahe hangat, yang membuat Ella kaget karena kehadiran Erik yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
“Ini apa Pak?” tanya Ella memastikan.
“Udah minum saja, biar gak sakit perut,” ucap Erik.
“Beracun gak nih?” tanya Ella.
“Kok bawel sich,” jawab Erik. “Udah minum, biar enakkan perutnya,” sambungnya.
Ella hanya menurut dan meminum wedang jahe tersebut sampai habis tak tersisa.
“Bapak temennya Kak Damar ya?” tanya Ella yang pura pura tidak tau menau tentang hubungannya dengan Damar.
“Iya kita berteman sejak kecil, tp kita berpisah saat SMA,” jawab Erik mencoba menjelaskan.
“Dia baik kok, cuma sedikit playboy. Ups, sorry gak maksud njelekkin pacarmu,” lanjut Erik.
“Hahaha Iya,” jawab Ella dengan tersenyum penuh keraguan.
Nggak tau aja kalau dia kakakku. Batin Ella berteriak sambil mengepalkan tangannya.
“Udah lama kenal Damar?” tanya Erik.
“Udah dari sejak saya lahir,” jawab Ella dengan senyum elegan.
“Selama itu?” kaget Erik, “kalian dijodohkan?” lanjutnya bertanya pada Ella.
“Bapak nggak liatkah kalau wajah kita ada mirip-miripnya gitu?” Erik lalu berfikir sejenak mengingat wajah Damar dan gadis di depannya
“Kamu adiknya Damar?” Erik bertanya dengan nada tinggi.
.
.
.
🌺“Melupakan itu mudah, tapi kenangan akan tetap ada di hati.”🌺
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!