Hari ini cuaca di Ternate terasa begitu terik, angin berhembus kencang walau langit tidak mendung. Velicia wanita yang tengah menunggu antrian salah satu rumah sakit swasta di kotanya.
Velicia merasakan tubuhnya nyeri, dalam beberapa Minggu ini, ia merasa begitu lemah. Rasa sakit di bagian punggung, perut bawah semakin sering terjadi.
Sekian lama menunggu akhirnya Velicia dipanggil, setelah melakukan serangkaian tes wanita itu pergi meninggalkan rumah sakit, ia berharap dirinya hanya kecapekan saja selama ini.
Velicia mengingat bagaimana suami dinginnya, seandainya saat seperti ini ada Arnold berada di sampingnya pasti dia akan begitu bahagia.
Cantik dan banyak uang sama sekali tidak menjamin kebahagiaannya, dia hanya ingin dicintai oleh Arnold dengan tulus tanpa ada embel-embel uang dan harta yang dimilikinya.
Pagi harinya di ruangan bernuansa putih, duduk seorang wanita yang terlihat pucat. Velicia kini menunggu sang asisten yang bernama Clara. Tak lama pintu terbuka muncul sosok wanita yang terlihat tegas.
Clara datang sambil membawa amplop coklat yang ada nama rumah sakit tempat Velicia diperiksa dua hari yang lalu. Melihat asistennya berlinangan air mata, wajah Velicia tiba-tiba terlihat muram, walau agak ragu dia membukanya perlahan dan hasilnya membuatnya lemas saat jelas ditulis kanker serviks stadium tiga.
Velicia membuka tasnya segera menghubungi sang dokter yang memeriksanya dua hari yang lalu.
"Halo dokter," kata Velicia lemah.
"Nyonya, apa Anda sudah melihat hasil pemeriksaannya?" tanya dokter Herman melalui telepon.
"Dokter apa penyebab penyakit kanker serviks, karena selama ini selalu menjaga kebersihannya organ intim saya?' tanya Velicia.
" Nyonya Setyawan, rahim Anda tidak dibersihkan dengan baik saat keguguran dua tahun lalu, ditambah lagi dengan infeksi yang terjadi setelahnya menyebabkan kanker rahim berubah jadi …”
Velicia menyela perkataan dokter Herman dengan menyeka air matanya yang sudah membanjiri kedua pipinya, wanita mana yang tidak sedih dan shock saat divonis mengidap penyakit yang begitu ditakuti oleh kaum wanita di dunia ini.
"Berapa lama saya bertahan, Dok? tanya Velicia dengan mengusap air matanya.
"Sel kanker dalam tubuh Anda sudah menyebar, Nyonya! paling lama hanya bertahan tiga bulan," ujar dokter Herman dengan suara lemahnya
Velicia sudah tidak menghiraukan lagi apa yang dikatakan oleh dokter Herman, yang dia pikirkan hanya memiliki sisa waktu hanya tiga bulan saja.
Velicia terduduk di kursi kebesarannya saat ini, dadanya begitu sesak merasakan kalau hidupnya tidak akan lama lagi. Apa dia akan mengatakan kepada Arnold lelaki yang berstatus menjadi suaminya.
Clara melihat wanita yang selalu terlihat tegar itu kini begitu memperlihatkan kelemahannya, Velicia menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya, pikirannya menerawang jauh mengingat apa yang dia rasakan selama ini.
"Bu, sebaiknya Anda pulang," kata Clara kepada CEO perusahaan tempat dia bekerja itu.
"Untuk apa aku pulang, Clara?" tanya Velicia dengan menatap gadis yang kini berdiri di depannya.
"Ibu harus istirahat," jawab Clara datar.
Velicia akhirnya hanya menangguk, wanita itu keluar dari ruang kerjanya berjalan perlahan menuju lift.
"Aku tidak boleh terlihat lemah di depan Arnold nantinya," kata Velicia lirih.
Mobil yang dikemudikan wanita cantik berambut panjang itu melaju membelah jalanan kota Ternate menuju ke kediaman suaminya.
Velicia turun dari mobil dan segera masuk ke dalam, wanita itu langsung menuju ke kamarnya. Saat membuka pintu dia hanya bisa menarik napas panjang. Naik ke ranjang dan kembali membuka kertas dari hasil tesnya, bulir bening itu kembali mengalir membasahi kedua pipinya yang putih bersih.
Velicia mencoba untuk memejamkan matanya, hingga dirinya terlelap, tepat pukul lima sore ia terbangun dan segera membersihkan diri, gadis itu menatap foto kedua orang tuanya yang sudah lebih dulu mendahuluinya.
Malam harinya di villa keluarga Setiawan, setelah selesai makan malam Velicia segera menuju ke kamarnya, wanita itu merasakan sakit di pinggangnya, ia mencoba untuk memejamkan matanya, tetapi sebelumnya dia meminum obat untuk mengurangi rasa sakitnya.
Malam tempat jam sebelas malam pintu kamar Velicia terbuka, muncul sosok pria dingin yang tak lain Arnold suaminya. Wanita itu membuka matanya perlahan saat sosok menjulang tinggi berdiri menatapnya.
"Aku menginginkannya, Velicia!" seru Arnold yang sudah terlihat begitu sayu dari matanya.
Velicia sebenarnya ingin menolaknya, tapi ini adalah salah suatu kewajibannya sebagai seorang istri untuk melayani suaminya. Seperti biasa pria dingin itu melakukannya dengan kasar kepadanya, tubuhnya sudah begitu lemah, tapi suaminya itu sudah seperti iblis yang siap menerkam mangsanya kapan saja.
Setelah dua jam Arnold mencapai puncak kenikmatan surga dunia, entah sudah yang ke berapa ronde dia melakukannya kepada istri yang tidak dicintainya itu.
Pria itu beranjak dari ranjang setelah mendapatkan apa yang ia mau, tanpa memperdulikan wanita yang kini merasakan sakit dan lemas karena ulahnya. Arnold segera membersihkan tubuhnya setelah selesai dia pergi begitu saja tanpa berperasaan.
Velicia perlahan mencoba untuk duduk dan melihat pintu tertutup dengan rapat kembali. Setelah tubuh suaminya tidak terlihat lagi. Wanita itu mengingat identitasnya dan kisah asmaranya dengan suami dinginnya.
Menikah selama tiga tahun dengan Arnold hanya merasakan kesedihan saja, suaminya begitu dingin kepadanya tidak ada rasa cinta dari Arnold untuk Velicia. Pria itu menikahi dirinya selama tiga tahun hanya demi wanita yang dicintainya.
Selama ini hubungannya hanya saling menyakiti satu sama lain, saat keduanya berhubungan pun tanpa ada perasaan.
Keluarga Arista merupakan orang yang paling berkuasa di kota Ternate, setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan pesawat, Velicia yang masih berumur empat belas tahun bertemu dan jatuh cinta pada Arnold yang delapan tahun lebih tua darinya.
Selama di sekolah Arnold menjadi satu-satunya tempat bagi Velicia untuk mengutarakan perasaan, kemudian saat Tuan Besar Setyawan datang melamar dengan membawa foto Arnold, dia masih punya banyak pilihan yang lebih baik, tapi dia memilih Arnold, dan membantu perkembangan bisnis keluarga Setyawan.
Dua tahun yang lalu, Velicia sedang hamil, tetapi janinnya digugurkan oleh Arnold. Pria itu begitu tega membuatnya harus kehilangan bayinya. Arnold saat itu menggagahinya dengan begitu brutal seakan dirinya bukan wanita yang tidak perlu dilakukan dengan kelembutan.
Hati Ibu mana tak sakit saat dokter mengatakan kalau dia harus kehilangan buah hatinya walau Arnold tidak mencintainya apa tak sedikitpun pria dingin itu menyayangi darah dagingnya sendiri.
Sekarang Velicia merasakan tubuhnya begitu tidak nyaman, wanita itu sedih seharusnya dia tidak melayani suaminya yang begitu kuat saat berhubungan, pria itu tidak cukup sekali melakukannya.
Velicia duduk di tepi ranjang dengan begitu lemah, wanita itu perlahan berjalan dan melihat ke lantai bawah tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh polosnya. Ia melihat sekeliling dan memastikan pria itu tidak ada.
Velicia mengambil ponselnya untuk menghubungi suaminya, sedangkan Arnold yang ada di luar villa sedang menyalakan mobil. Pria itu merasakan ponselnya bergetar dilihatnya nama yang tertera di ponselnya nama Cia, Arnold menggeser kode warna hijau itu tanpa mengatakan apa-apa.
"Arnold, mari buat kesepakatan!”
Bersambung ya….
Hi readers, karya author sedang on going, update tiap hari ya~
Arnold mengerutkan keningnya, kenapa dengan Velicia . Pria itu melihat jendela kamar istri yang tak pernah ia perlakukan dengan baik itu.
"Kesepakatan apa?" tanya Arnold dingin.
Velicia terdiam sejenak, hatinya begitu perih saat akan mengatakan kepada Arnold, karena tidak ada jawaban dari wanita itu akhirnya Arnold mengatakan,"Kalau tidak ada yang ingin kamu katakan aku akan akhiri,!" ancam Arnold.
"Arnold, Aku ingin kita pacaran seperti pasangan yang lain," kata Velicia.
"Kamu jangan bermimpi, Velicia!" geram Arnold semakin tidak mengerti dengan apa yang diperbuat wanita itu melalui telepon.
"Hanya tiga bulan Arnold! setelah itu aku menceraikanmu dan kamu akan mendapatkan aset ratusan triliun," jelas Velicia .
Arnold terdiam, dia mencoba mencerna apa yang dikatakan Velicia kepadanya, berpacaran selama tiga bulan setelah itu istrinya akan menceraikannya. Lama Arnold terdiam masih terngiang apa yang dikatakan wanita itu.
Setelah menghubungi Arnold Velicia masuk kamar, wanita itu bersandar di pintu ia menangis seorang diri meratapi hidupnya yang sudah tidak lama lagi. Dia tidak menyalahkan siapa-siapa, ini mungkin takdirnya dimana akan bertemu dengan kedua orang tuanya nanti.
"Mama, Papa. Tunggu Cia sampai hari itu tiba," katanya dengan lirih.
Tangis Velicia semakin pecah saat ini hingga dia mengirimkan pesan kepada sahabatnya, tapi sayang pesannya belum dibalas.
Velicia berjalan tertatih ia semakin merasakan tubuhnya mulai lemah dan sakit bagian bawah perutnya, ia baru ingat kalau belum minum obat anti nyerinya. Wanita itu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Karena merasa lelah ia naik ke ranjang, tapi sebelum itu ia merapikan tempat tidur yang seperti kapal pecah akibat pergulatan dengan suaminya tadi. Hingga Velicia tertidur karena merasa hati dan tubuhnya yang begitu lelah saat ini.
Mentari pagi bersinar begitu cerah, Velicia perlahan mengejapkan matanya. Wanita itu melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul enam. Ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit dia langsung keluar dari kamar mandi.
Velicia sedang merias wajahnya dengan make up yang natural, hingga wajahnya tidak lagi terlihat pucat. Wanita itu mengganti pakaiannya karena ia harus selalu tampil rapi karena seorang dia seorang pemimpin di perusahaan milik keluarga Arista.
Hari ini jadwalnya begitu padat, setelah selesai Velicia segera menuju ke lantai bawah, dilihatnya Mbak Sum sedang membuat susu untuknya.
"Pagi Mbak," sapa Velicia.
"Pagi Nyonya," jawabnya Mbak Sum dengan ramah.
Tanpa menunggu lama Velicia mengambil roti dengan selai stroberi yang sudah dibuat oleh Mbak Sum. Melihat jam sudah hampir jam tujuh, ia segera berangkat setelah pamit kepada wanita seumuran Mamanya itu.
Velicia setelah mengetahui dirinya terkena kanker, kini selalu di jemput oleh asistennya Clara. Wanita itu begitu dingin dengan siapa saja.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, setelah menempuh perjalan selama tiga puluh menit mobil yang dikemudikan Clara sampai di kantor. Kedua wanita cantik itu berjalan sambil tersenyum ramah kepada karyawan yang selalu menyapanya.
Sesampai di ruang kerjanya Velicia langsung duduk di kursi kebesarannya, wanita itu segera mulai menyelesaikan pekerjaannya, sebelum menandatangani berkas, dengan teliti ia mengeceknya terlebih dahulu.
Pintu dibuka oleh Clara, Velicia menatap kesal kepada asistennya itu.
"Ada apa?" tanya Velicia.
"Hanya mengambil berkas yang sudah Anda tanda tangani, Bu," jawabnya.
"Itu ambil saja, oh, iya. Clara, aku mau pergi ke suatu tempat tolong meeting hari ini kamu handle dulu," ujarnya.
"Siap Bos," jawab Clara.
Tak lama ponsel Velicia bergetar dilihatnya nama yang tertera nama mertuanya. wanita itu hanya bisa mendesah, tapi tak urung diangkatnya.
"Halo Papa," sapa Velicia saat menjawab telepon.
"Iya, apa kabarmu, Nak?" tanya pria paruh baya yang tak lain mertuanya itu.
"Aku baik, ada apa Papa menghubungiku?" tanya Velicia sambil duduk memutar-mutar kursi kebesarannya itu.
Tidak ada jawaban dari Tuan Besar Setiawan, hanya ada keheningan saja saat ini. Velicia paling tidak suka dengan momen seperti ini.
"Velicia, Viona Gulana akan kembali dan Papa harap kamu lebih memperhatikan suamimu," ucapnya Tuan Besar Setyawan.
Velicia merasa hatinya dicubit, wanita yang dicintai suaminya itu akan kembali dan pastinya akan mereput posisinya sebagai Nyonya Setyawan.
"Papa nggak usah khawatir karena kami akan bercerai," kata Velicia.
"Apa? apa Papa tidak salah dengar, Velicia?" tanya Tuan besar yang terkejut.
"Tidak, ini sudah keputusanku setelah tiga bulan kami akan bercerai," jawabnya dengan nada tenang.
Mendengar itu Tuan besar Setyawan, hanya diam lagi. tetapi muncul pertanyaan yang begitu ingin ditanyakan selama ini kepada menantunya itu.
"Kalau akan bercerai, kenapa kamu memilih keluarga Setyawan? Apa yang kau inginkan?" tanya Tuan besar tanpa henti.
Velicia tersenyum sendiri mendengar pertanyaan Tuan besar Setyawan sambil berucap, "Kalian sejak awal hanya menginginkan keluarga Arista, sedangkan aku hanya menginginkan seorang Arnold, bukankah sudah impas!”
Panggilan pun terputus, Velicia memukul dadanya yang begitu sesak saat ini, dia segera mengambil berkas untuk membuat surat dan menandatangani perjanjian pengalihan saham, sebenarnya beberapa tahun belakangan Arnold terus mengembangkan bisnis keluarga Setyawan dengan bantuan keluarga Arista.
Jika dirinya mati, yang bisa diandalkan keluarga Arista hanyalah Arnold itu yang dipikirkan Velicia sekarang. Selain menandatangani surat pengalihan saham, Velicia juga membuat sebuah surat wasiat, di dalamnya hanya ada satu kalimat: 'Arnold, kuharap segala yang kamu mau di kehidupan ini tercapai.'
Velicia menatap kertas yang ada di depannya, air mata wanita itu mengalir bebas di wajah putihnya. Setelah selesai ia menghubungi pengacaranya untuk memberikan kedua surat tersebut.
"Siang Nyonya Setyawan," sapa Romy pengacara keluarga Arista.
"Siang, Om," jawab Velicia ramah.
Tanpa ragu Velicia menyerahkan kedua dokumen tadi kepada Romy, pria seumuran Ayahnya itu menatap lekat wajah wanita yang biasanya tegar itu bergantian dengan dokumen di tangannya.
"Nyonya," katanya merasa heran kenapa ada surat wasiat.
"Om, apa boleh aku minta saat aku sudah mati nanti, Arnold menyanyikan lagu yang berjudul 'Sleep in the Deep Sea" menggunakan piano di depan makamku!” pinta Velicia dengan bulir bening sudah memenuhi matanya, kalau saja Velicia berkedip sekali saja pasti bulir bening itu akan langsung mengalir di kedua pipi putihnya.
Romy hanya mengangguk, pria itu banyak pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia tidak menanyakannya. Setelah pengacaranya pergi Velicia segera menghubungi Arnold. Ini adalah kedua kalinya dia menghubungi suaminya itu, yang pertama saat malam itu untuk membuat kesepakatan.
"Halo," kata Arnold dingin.
"Arnold," kata Velicia lirih.
"Ada apa kau menghubungiku, Cia?" tanya Arnold.
Velicia terkejut karena yang memanggil namanya dengan Cia hanya kedua orang tuanya, kini suami dinginnya itu juga menyebut nama Cia.
"A-aku tahu Viona akan kembali, apa kamu bisa pulang malam ini, Arnold?" tanya Velicia.
Bersambung ya....
Tidak ada jawaban dari Arnold, tapi telpon terputus begitu saja, setelah selesai menelpon Velicia segera keluar dari kantor pengacaranya. Saat dia keluar tidak sengaja melihat sosok yang tidak asing.
Viona yang baru keluar dari mall melihat Velicia hanya tersenyum, tapi Velicia tidak menggubrisnya. Namun, saat Viona menyebut sesuatu barulah Velicia menghentikan langkahnya.
"Nyonya Setyawan ya?" tanya Viona.
"Iya Ada apa, Nona?" tanya Velicia tenang.
"Aku hanya akan merebut kekasihku kembali," ucap Viona sambil tersenyum sinis,
"Apa tidak ada pria lain, hingga Anda ingin merebut pria beristri, Nona?" tanya Velicia.
Mendengar apa yang dikatakan Velicia membuat Viona marah, "Apa kau tahu posisi Nyonya Setyawan yang sekarang ini kamu dapatkan karena posisimu yang sebagai Ceo dari keluarga Arista!" seru Viona sambil tersenyum mengejek.
Velicia hanya tersenyum getir mendengar apa yang dikatakan oleh Viona kepadanya, tapi wanita itu tetap tenang karena dia tidak ingin mengundang keributan.
"Velicia, Arnold sama sekali tidak mencintaimu, dan semua yang dia lakukan karena dia begitu mencintaiku," ujar Viona.
Hati Velicia begitu terluka, tapi luka ini tidak berdarah. kedua tangannya mengepal menahan perih di hati dan sesak di dadanya.
"Arnold tidak mencintaiku, tapi aku disini yang menjadi Nyonya Setyawan," ujar Velicia membuat Viona terdiam.
Viona tak menampik apa yang dikatakan oleh Velicia, selain Nyonya Setyawan wanita di depannya kini juga memiliki kekayaan, sedangkan Viona sadar diri karena tidak punya apa-apa.
Viona yang melihat Arnold hendak keluar dari mall, tiba-tiba menangis membuat Valecia heran, saat melihat Arnold datang barulah ia mengerti. Apalagi sekarang suaminya itu menatapnya dengan sedingin pisau yang menancap di hatinya, tapi luka itu tak berdarah.
"Kenapa kamu ada disini?" tanya Arnold dingin.
Mendengar pertanyaan Arnold membuat Valecia menjawabnya acuh tak acuh," Kenapa? Lagi berkencan di belakangku?"
Mendengar apa yang dikatakan oleh Velicia membuat wajah Viona memucat, wanita itu menahan tangan Valecia," Nona Velic, Anda jangan salah paham ...."
Velicia langsung menghempaskan tangan Viona, tapi gerak Arnold dengan cepat menopang tubuh wanita yang dicintainya. Tenaga Arnold yang besar membuat tubuh istrinya terjatuh ke lantai dengan tangan yang terluka dan berdarah.
Melihat apa yang dilakukan suaminya membuat ia mengerti, yang ada di mata Arnold hanyalah Viona, Velicia menertawakan dirinya sendiri karena terlalu berharap, meskipun begitu dia tetap membuka mulut dan berkata dengan lembut, "Ar, aku terluka."
Arnold mendengar suara lemah dari istrinya menatapnya bingung, baru kali ini dia melihat sosok lemah dari wanita yang biasa terlihat tegar dan kuat. Dia tidak pernah mendengar wanita itu mengeluh sedikitpun.
Velicia hanya menarik napas, ia merutuki kebodohannya kenapa menjadi lemah di depan suami yang kini lebih mementingkan wanita lain dari istrinya sendiri.
Saat Valecia akan berdiri ia melihat senyum sinis kemenangan dari bibir Viona, hal itu membuat Velicia mendengus. Setelah kepergian Velicia Arnold menatap nanar punggung istrinya yang kian menjauh, yang membuatnya heran mobil itu terparkir di depan pengacara keluarga Arista.
Arnold segera ,menepis pikiran buruknya, ia membawa Viona menuju ke mobilnya. tanpa keduanya sadari Velicia masih melihat apa yang dilakukan suaminya kepada wanita lain.
Sebesar apapun aku mencintaimu dan menginginkan kasih sayang darimu rasanya hanya sia-sia. Air mata Velicia kembali lagi menetes membasahi pipinya. Rasanya cukup sudah dia menangisi takdirnya.
Diusapnya air matanya, Velicia tidak ingin kembali ke kantor. tapi dia ingat banyak berkas yang harus ditanda tanganinya. Wanita itu mengemudikan mobilnya sendiri, perlahan akhirnya mobil yang dikemudikannya sampai di basement kantor.
Velicia segera turun dari mobil dan berjalan menuju ke lobby, wanita itu masuk ke dalam lift khusus petinggi kantor. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding lift rasanya tubuhnya begitu lemah sekarang.
"Apa aku akan mati sekarang," batin Velicia.
Ting, suara lift terbuka, wanita itu berjalan dengan gontai menuju ke ruangannya, Clara melihat Ceo baru pulang dengan wajah kian memucat membuatnya begitu khawatir.
"Ibu tidak apa-apa, kenapa nggak langsung pulang istirahat saja?" tanya Clara terlihat cemas.
"Kamu jangan khawatir, aku baik-baik saja, masih ada dua bulan lebih waktuku, Clara!" seru Velicia sambil tersenyum.
Clara hanya bisa menatap iba wanita yang ada di depannya ini, walau Velicia orang paling berkuasa di kotanya tapi dia tidak sombong.
"Sudah sana kembali ke tempat kerjamu, Clara!" perintah Velicia.
"Baik Bu," dengan Ragu gadis itu keluar dari ruangan Ceo
Velicia menutup wajahnya dengan kedua tangannya, wanita itu lupa ini sudah siang harusnya tadi di meminum obat pereda nyerinya. Dibukanya tas yang sudah pastinya harganya begitu mahal.
Velicia terlihat pias karena obatnya tidak ia temukan, wanita itu semakin menekan perut bagian bawahnya, jika dia tidak segera pulang bisa-bisa dia akan dibawa ke rumah sakit.
Valecia keluar dari ruangannya dengan berjalan pelan, saat pintu terbuka Clara langsung menyambutnya.
"Clara antarkan aku pulang," katanya dengan lemah.
"Iya Bu," jawab Clara.
Asisten itu menopang tubuh bosnya, dia langsung menuju ke basement dimana mobil wanita yang kuat walau hatinya rapuh ini berada.
"Aku tidak boleh terlihat lemah, Clara," kata Velicia.
"Ibu harus kuat, dan mempertahankan posisi sebagai Nyonya Setyawan," ujar Clara.
Velicia tersenyum getir, ini saja umurnya tinggal dua bulan lagi, bisa jadi lebih cepat dari perkiraan dokter. Walau dokter menyarankan dia untuk kemoterapi, tapi kanker dalam tubuhnya sudah menyebar, dia tinggal menunggu waktu saja.
Tubuh Velicia kian kurus, tapi sepertinya Arnold tidak menyadarinya saat melampiaskan ***** bejatnya. Kenapa nasibnya menjadi semiris ini. Clara melihat wanita yang duduk di belakang itu sedang mengusap air matanya.
Velicia masuk rumah sedangkan Clara kembali ke kantor. Mbak Sum melihat Nyonyanya sudah pulang hanya menatap heran karena wanita itu terlihat begitu pucat.
Velicia segara naik ke lantai atas, di bantu oleh mbak Sum.
"Apa saya harus telepon Tuan Nyonya," kata Mbak Sum merasa khawatir.
"Tidak usah Mbak, dia juga nanti pulang," jawab Velicia.
Mbak Sum merasa iba melihat wanita yang begitu baik itu sedang sakit, setelah sampai kamar Velicia mengambil obatnya yang disimpan dalam laci kecil paling bawah.
Kepalanya sudah begitu pusing, akhirnya wanita itu dapat merasakan kalau tubuhnya seakan akan limbung.
Setelah dua jam tertidur, Velicia membuka matanya perlahan. Dia menatap jam dan segera bangun untuk membersihkan tubuhnya. Kini dia duduk di ranjang sambil memegang surat perceraiannya. Walau berat, tapi ia harus mengiklaskannya.
Velicia menandatangani surat perceraian dan meletakkannya di dalam laci kamar. Kemudian dia duduk di sofa, sambil menunggu Arnold pulang. Namun, akhirnya ia ketiduran di sofa.
Arnold baru pulang pada pukul 3 subuh, di tubuhnya masih tercium aroma tubuh Viona, Velicia tidak mencium aromanya waktu itu, dia berperilaku lembut kepada Arnold.
"Baru pulang?" tanya Velicia.
"Hem," kata Arnold.
Velicia malam ini menunggu Arnold dengan tampilan yang beda, ia terlihat cantik dan kini bersandar di lengan suaminya dengan manja.
"Arnold, aku menunggumu dari tadi, sampai aku belum makan malam," kata Velicia dengan bergelayut manja.
Arnold menatap wajah istrinya, pria itu merasa ada yang aneh pada Velicia. Kemudian digemggamnya tangan istrinya dengan lembut dan langsung bertanya."Velicia, ada yang aneh denganmu dari kemarin!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!