(Novel ini adalah novel silat nusantara, alur ceritanya seperti Pendekar Rajawali Sakti, tidak seperti novel novel kungfu fantasy dan Kultivator. Cerita nya di awal ini masih santai, belum menyajikan rasa penasaran.
Jadi tetap ikuti episode selanjutnya ya!
Novel ini adalah novel pertama Author, jadi mungkin masih banyak kesalahan dan kekurangannya.
Jadi bagi pembaca, boleh memberikan saran, kritikan tapi jangan lupa like, komen dan favorit nya.)
.
.
Pagi di Kerajaan kecil Mandalika. Cahaya mentari mulai menerangi di sebelah timur, cuaca yang begitu cerah membuat semua bersemangat.
Orang-orang memulai pekerjaan mereka masing-masing. Para petani mulai ke ladang dan ke sawah. Para prajurit mulai latihan dan berkeliling, mereka mengitari Kerajaan, meronda berkeliling, memastikan rakyat aman dari gangguan.
Sementara itu jauh di dalam benteng istana Kerajaan Mandalika. Tampak seorang Pangeran Kecil yang bernama Anggala Lesmana.
Anggala adalah Putra Mahkota Kerajaan Mandalika, putra Baginda Raja Jaksana Tata Negara dengan Permaisurinya.
Pangeran Anggala Lesmana bersama pengawal pribadinya yang bergelar Tiga Pendekar Bersaudara, mereka sedang menuju aula pembuatan senjata Kerajaan.
"Paman Liku Dana, antarkan saya ke aula pedang," pinta sang Pangeran.
"Baik, Bangeran..," jawab Liku Dana. Liku Dana adalah Kakak tertua di antara Tiga Pendekar Bersaudara. Mereka lalu menuju aula pembuatan senjata.
Sesampainya di sana, ternyata Ayahanda Baginda Raja telah lebih dulu berada di aula pembuatan senjata.
"Rupanya, Putra ayah terlalu bersemangat pagi ini.!" kata sang Baginda.
"Tentu saja, Ayahanda!" jawab Pangeran kecil Anggala yang baru berumur lima tahun itu, sambil berlutut di hadapan Ayahandanya.
Sang Baginda tau sang Putra begitu semangat berlatih olah kanuragan, dia tidak begitu suka kalau belajar tentang ilmu Tata Negara.
Kalau berlatih silat, pagi pagi Pangeran sudah bangun dan bersiap-siap, kalau belajar tentang tata negara, dia selalu kesiangan dan membuat berbagai alasan. Namun pagi ini begitu mentari terbit di ufuk timur sang pangeran sudah bangun.
"Anggala pilihlah dua cap ini.!" titah sang Ayahanda kepada putranya itu, di hadapannya terdapat besi panas bergambar naga dan satu lagi besi cap Kerajaan yang siap di pakai sebagai tanda dia memilih ilmu tatanegara.
Sang Pangeran mengambil besi panas bergambar naga dan menempelkan ke lengan tangan sebelah kirinya, dia meringis kesakitan, namun tak ada kata mengaduh keluar dari mulutnya, seakan dia begitu siap dengan rasa panas yang menerpa lengan kirinya.
"Benar yang di katakan Ibundamu," kata sang Baginda Raja, "Kau lebih memilih jadi Pendekar daripada menjadi Bangsawan Kerajaan," lanjut sang Baginda sambil memegang pundak sang putra. Anggala berbalik ke arah Ayahandanya dan berlutut.
"Maafkan saya, Ayahanda," ucap sang Pangeran sambil berlutut di hadapan sang Baginda Raja.
"Tidak anakku, kau tidak bersalah. Kau memilih jalanmu, itulah takdirmu. Kau begitu dewasa di usia yang begitu belia," kata sang Baginda, "Belajarlah dengan paman-pamanmu, jika nanti kau masih kekurangan ayah akan mengirimmu ke lembah naga," tambah sang Baginda.
Mereka terkejut, karna tiba tiba seorang kepala prajurit datang tergopoh-gopoh lansung berlutut.
"Ampuni hamba Baginda, ada berita dari teleksandi, para pemberontak telah sampai ke pinggiran kota Mandalika..!" sembah sang prajurit.
"Baiklah, Panglima. Siapkan pasukan! Kita berangkat ke pinggiran kota.!" titah sang Baginda, mereka lalu pergi meninggalkan aula senjata istana.
"Liku Dana, bawa Pangeran kembali ke istana.!" perintah sang Baginda Raja Jaksana sambil berlalu pergi.
"Baik, Baginda..,"
"Ayo, Pangeran," ajak Liku Dana. Pangeran Anggala mengikuti pengawalnya kembali ke istana.
Singkat cerita pertempuran di batas kota semakin sengit, pasukan pemberontak datang begitu banyak, sehingga pasukan Kerajaan kewalahan menghadapinya.
Tidak terasa tiga hari sudah pertempuran berlansung, korban berjatuhan dari kedua belah pihak, para pemberontak berada di atas angin, karna beberapa dedengkot ilmu hitam dan pembunuh bayaran kelas tinggi telah di rekrut pasukan pemberontak.
Sementara itu di dalam Kerajaan semakin terjadi kepanikan, karna beberapa orang golongan hitam, suruhan Pangeran Sesepuh berhasil menyusup ke istana.
Mereka di perintahkan menculik Pangeran kecil Anggala, namun karna pengawal pribadinya para Pendekar yang cukup tangguh mereka belum berhasil menculik Pangeran Anggala.
Permaisuri adalah pendekar wanita yang tangguh, dia bertarung melawan penyusup.
Karna Pangeran masih kecil, Permasuri memerintahkan kepada Liku Dana, Resa Dana dan Jaka Dana, atau di kenal Tiga Pendekar membawa Pangeran ke luar istana menuju Goa Kelelawar, goa kelelawar yang dulunya tempat tinggal Bidadari Putih atau Permaisuri di masa mudanya dulu.
Bidadari Putih menikah dengan Baginda Raja dulu karena cinta, mereka tidak memandang bangsawan atau bukan.
Singkat cerita dalam perjanan menuju goa kelelawar, mereka rupanya di ikuti beberapa tokoh silat golongan hitam yang menyusup ke dalam kota.
Mereka di hadang di pinggir jurang di tepi hutan.
"Hahaha..! Mau kemana kalian.?" bentak Kepala Besi sambil tertawa lantang, Kepala Besi adalah pimpinan para penghadang itu.
"Kalian harus menyerahkan Pangeran kepada kami! Kalau kalian ingin hidup!"
"Langkahi dulu mayat kami, baru kalian bisa membawa Pangeran.!"
jawab Liku Dana, tak kalah sengit.
Tiba tiba.
"Hiaaaat...!" Kepala Besi menerjang ke arah Liku Dana.
Plak.!
Liku Dana menangkis serangan Kepala Besi dengan kepalan tinjunya. Kepala Besi tersurut mundur tiga langkah ke belakang.
"Rupanya nama besar Tiga Pendekar bukan isapan jempol belaka!"
"Kalau kau sadar cepat tinggalkan tempat ini.!" jawab Liku Dana berapi-api.
"Jangan besar kepala dulu, apakah kau tidak tau, aku tidak pernah gagal, menjalankan tugasku.!" balas Kepala Besi sengit.
"Kawan-kawan, habisi mereka.!" perintah Kepala Besi, lima orang kawanan itu langsung menyerbu ke arah Tiga Pendekar, namun Tiga Pendekar merasa khawatir keselematan Pangeran mereka yaitu Anggala.
"Pangeran larilah ke arah hutan, kami akan menahan mereka di sini!" kata Liku dana kepada Anggala.
Sring!
Liku dana menghunus pedangnya, ia menggeser ke depan menghadapi kepungan para tokoh silat ilmu hitam itu.
"Resa, Jaka, kita lindungi pangeran dengan nyawa kita.!" ujar Liku Dana tanpa bergeming menatap musuh-musuh di depannya.
"Baik, Kak..!" jawab keduanya tegas.
Sring......!
Mereka menghunus pedang mereka, tanda mereka tak bermain-main lagi.
Sementara itu Pangeran Anggala berlari ke arah hutan untuk menyelamatkan diri, sesekali dia menoleh kebelakang ke arah tiga pendekar yang sudah mulai bertarung dengan musuh yang tidak seimbang itu.
Tidak di sangka salah seorang anggota Kepala Besi berhasil lolos dari rintangan tiga pendekar dan mengejar Pangeran Anggala, merasa tidak mungkin lolos, Pangeran Anggala berhenti berlari, dan memasang kuda kuda dan siap melawan, walau dia tau ilmu musuh nya jauh di atasnya.
Tanpa ia sadar dia tidak jauh dari tebing jurang yang begitu dalam,
"Majulah, aku akan melawanmu!"
Tatapan matanya begitu tajam, tak memancarkan ketakutan, matanya bak mata elang memperhatikan mangsanya.
"Anak ini tak memiliki ketakutan sama sekali," gumam Si Tapak Besi dalam hati. Si Tapak Besi bersiap menangkap tangan Pangeran Anggala.
Diik.!
Si Tapak Besi terkejut Anggala tiba-tiba meransek ke arahnya, karena tidak menduga tanpa sengaja Tapak Besi mengayunkan tapak kirinya dengan tenaga dalam.
Desss..!
Pangeran Anggala terlempar ke arah jurang dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Ahh, sial aku membunuhnya, Pangeran Sesepuh akan membunuhku karna ini," gumamnya.
Sementara itu pertarungan semakin sengit, pedang Tiga Pendekar meliuk liuk memecah udara, menyerang kawanan musuh, walau mereka kalah jumlah, rupanya mereka berhasil mendesak kawanan pengeroyok yang berjumlah lima orang itu.
Ting! Ting!
Sring! Bet.!!
Liku Dana berhasil melukai tangan kiri kepala besi.
"Aakh..!"
Kepala Besi terjajar mundur memegangi lengan kirinya yang terluka.
Jlek...!
Si Tapak Besi mendarat di samping Kepala Besi, si Tangan Besi menghampirinya.
"Mana Pangeran? Tapak Besi, apakah dia lolos?" Tangan Besi bertanya.
"Maafkan aku, a aku menjatuhkannya ke dalam jurang," jawab si Tapak Besi terbata-bata.
"Kenapa,bisa jatuh?" tanya Kepala Besi.
"Dia tiba-tiba menyerangku ketua,"
jawab si Tapak Besi sambil memperlihatkan lengan bajunya yang koyak, bekas serangan Pangeran Anggala tadi.
"Kita mundur, kita segera melaporkan apa yang terjadi di sini.!" kata Kepala Besi masih meringis memegangi tangannya yang terluka.
"Jangan lari kalian.!" teriak Jaka Dana melihat musuh nya melesat pergi.
"Sudahlah, biarkan mereka pergi, kita harus mencari Pangeran. Mudah-mudahan tak terjadi apa-apa padanya?"
Liku Dana menyarungkan pedangnya dan melesat ke arah hutan, dua adik nya melesat menyusul.
Kita tinggalkan dulu Pangeran Anggala,
sementara itu di medan perang pasukan pemberontak semakin mendesak pasukan Kerajaan, Baginda Raja pun akhirnya terpaksa turun ke medan pertempuran.
"Hiaa..!" "Hiaa....!"
Baginda Raja mengebah kudanya menuju medan perang, dia dan pasukan pengawal khusus Raja, berinisiatip turun ke medan perang setelah melihat banyak prajurit yang gugur, dan terluka.
Pangeran Sesepuh pun turun ke medan perang, begitu dapat kabar sang Raja turun tangan.
Pangeran Sesepuh mengadakan pemberontakan karna dia merasa berhak atas tahta Mandalika, karna dia putra dari baginda raja yang dulu.
Pangeran Sesepuh adalah adik Pangeran Lesmana, namun lain ibu Pangeran Lesmana lahir dari Permaisuri, sedangkan Sesepuh lahir dari selir Pertama.
Pangeran Lesmana menyukai olah kanuragan dan memilih menjadi Pendekar, Pangeran Lesmana adalah teman dekat Baginda Raja Jaksana, karna Baginda Jaksana memahami ilmu Tata Negara,dan sangat jujur, tahta yang seharusnya milik Lesmana di berikan kepada Baginda Jaksana yang sekarang.
Lesmana dan Jaksana adalah saudara sepupu, ayah mereka adalah Raja dan Panglima Kerajaan Mandalika di masa lalu, Raja dan Panglima dua kakak beradik, Pangeran Pertama dan Putra Mahkota.
Sekarang Pangeran Sesepuh memberontak, karna dari awal dia tidak menerima kalau Jaksana menjadi Raja, namun saat Jaksana di angkat jadi Raja, dia tidak berani membantah karna itu keputusan Putra Mahkota yaitu Lesmana sendiri.
Sesepuh tak berani membantah karna dia tau kakak nya Pendekar pilih tanding di dunia persilatan bergelar Pendekar Naga Sakti murit tokoh golongan putih, Pertapa Naga atau masa mudanya di kenal dengan gelar Satria Naga.
Kembali ke medan pertempuran Baginda Jaksana kini telah berhadapan lansung.
"Jaksana,hari ini kematianmu, akan ku rebut tahta Mandalika dari tanganmu!"
teriak Sesepuh di atas kudanya, dia mengebah pelan kudanya ke arah Raja Jaksana.
"Apa permintaan terakhirmu sebelum nyawamu ku kirim ke akhirat, Jaksana!" bentak Pangeran Sesepuh sambil menghunus keris di pinggangnya.
Sret.....!
"Kalau ini tentang tahta jangan korbankan rakyat Sesepuh! Mari kita selesaikan berdua!" kata Baginda Jaksana tanpa rasa gentar dia mengebah kudanya ke tengah lapangan siap bertarung.
"Hiaaa....!" kuda Baginda Jaksana berlari ke tengah lapangan, jarak mereka tinggal beberapa tombak.
"Hiyaaa....!"
Pangeran Sesepuh melompat menyerang dan lansung menusukkan kerisnya ke arah raja Jaksana.
"Hup!"
Baginda Jaksana mengelak sambil melompat turun dari kudanya dan mencabut keris di pinggangnya.
Sret...!
"Heeaaah........!"
Tak memberi waktu lama Pangeran Sesepuh melancarkan serangan kedua.
Ting! Ting.!
Keris mereka beradu di udara.
"Hiyaaa....!" teriakan nyaring Pangeran Sesepuh sambil menghentakkan tangan kirinya yang sudah tersimpan pukulan tenaga dalam.
Dess.....! Dess..! Duaaarr......!
Dua tenaga dalam beradu dan menimbulkan ledakan yang cukup kuat, untung nya mereka bertarung jauh dari prajurit, kalau tidak akan ada korban berjatuhan
Pertarungan berlanjut, telah lebih lima puluh jurus berlalu, belum terlihat siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya.
Akhirnya timbul niat buruk Pangeran Sesepuh, ia diam-diam mengeluarkan jarum beracun di tangan kirinya, begitu ada kesempatan dia melemparkannya.
Set..! Set.......!
"Aakh.......!"
Baginda Jaksana jatuh darah mengalir di sudut bibirnya, ia berusaha berdiri namun sempoyongan.
"Matilah Kau... Jaksana..! Hiyaaat...!"
Pangeran Sesepuh lansung menyerang dan menusukkan keris ke arah jantung Baginda Jaksana.
Trang! Jlik..!
Keris Pangeran Sesepuh terlempar dan tertancap ke tanah.
Pangeran Sesepuh terlempar beberapa tombak ke belakang, begitu dia berusaha bangun.
Betapa terkejutnya ia,melihat orang yang tak asing bagi nya sedang berdiri di depan Baginda Jaksana yang terduduk sambil memegang kerisnya.
"Lesmana, Kau..!" Pangeran Sesepuh dalam keterkejutannya, Pendekar Naga Sakti memberikan sesuatu kepada baginda Jaksana.
"Jaksana, makanlah ini,"
Lesmana memberikan obat seperti sebuah pil, Baginda Jaksana mengambil obat itu, dan segera menelannya.
"Sesepuh sungguh kotor jiwamu, kau membrontak, bertarung pun dengan kecurangan, dimana hati nuranimu adikku?" nasehat Lesmana.
"Diam Kau..! Heaaa......!" tanpa pikir panjang Sesepuh mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya dan melepaskan pukulan ke arah Lesmana dan Jaksana.
Melihat keadaan Jaksana yang belum stabil, Lesmana memapakinya dengan ilmu 'Tapak Naga' tingkat tujuh.
Dess! Dess! Duu.. Duaaar...!
Ledakan keras terdengar, Pangeran Lesmana masih berdiri di tempatnya tanpa kurang apa pun begitu pun Baginda Jaksana.
Namun lain dengan Pangeran Sesepuh, ia terlempar tidak kurang dari dua puluh tombak dan meregang nyawa, dengan tubuh hangus, terkena pukulanya sendiri yang berbalik arah.
Melihat pemimpin nya tewas para pemberontak dan tokoh golongan hitam lainnya, jadi ciut nyalinya. Mereka melarikan diri tanpa berpikir panjang lagi.
Melihat pemimpinnya tewas, para prajurit pemberontak lansung menjatuhkan senjata dan menyerahkan diri.
.
Bersambung...
jangan lupa like,vote favorit, dan koment ya, jika ada kesalahan dalam penulisan silahkan komen, kritik dan saran, di terima dengan tangan terbuka. Terimakasih...
Kembali pada perjalanan pangeran Anggala, yang jatuh ke jurang.
Sementara itu Tiga Pendekar telah berhasil mengusir kelompok Kepala Besi, namun mereka belum berhasil menemukan sang Pangeran, mereka berharap Pangeran mereka tidak mengalami suatu apa pun.
Pangeran Anggala yang jatuh ke jurang tak sadar kan diri, beruntung saat dia jatuh, Burung Raksasa peliharaan Pertapa Naga melihat dan berhasil menyelamatkannya, Rajawali Raksasa itu membawannya ke lembah naga.
"RAaark..! Waak....!"
Sang Rajawali memanggil tuannya yang sedang bertapa itu, karna sang Pertapa mengerti bahasa Rajawali, Pertapa Naga keluar dari goa.
"Ada apa, Rajawali?" tanya Pertapa Naga, "Siapa yang kau tolong?" tanya Pertapa Naga lagi.
Pertapa Naga memeriksa bocah di hadapannya, begitu melihat luka sang bocah, ia kaget bukan kepalang.
"Pukulan Tapak Besi, bisa di tahan bocah ini, tubuh bocah ini begitu sempurna untuk menjadi seorang Pendekar.!" gumamnya. Sang Pertapa membawa pangeran Anggala ke dalam goa dan membaringkannya pada sebuah dipan, ia membuka baju pangeran Anggala, ia melihat sebuah kalung Kerajaan bertuliskan hurup sangsakerta bertuliskan Anggala.
"Bocah ini Bangsawan, tapi tubuhnya begitu bagus," gumamnya dalam hati, sang Pertapa menyimpan kalung itu ke dalam sebuah kotak kayu, ia lalu mengambil sebuah kotak kecil dan mengambil semacam pil lalu memasukkannya ke dalam mulut Pangeran Anggala, Pertapa Naga pun juga naik ke dipan itu, ia menyandarkan Pangeran Anggala pada tangannya, lalu mengalirkan tenaga dalam pada tubuh Pangeran Anggala. Setelah selesai dia kembali membaringkan kembali Pangeran Anggala di atas dipan.
****
Kembali ke medan perang, setelah kedatangan Pendekar Naga Sakti, keaadaan berbalik, prajurit kerajaan yang tadinya hampir kalah, menjadi menang, karna para prajurit pemberontak itu lansung menyerahkan diri begitu melihat pemimpinnya tewas, para tokoh hitam yang mendukung Pangeran Sesepuh melarikan diri, karena mereka merasa takkan menang menghadapi kesaktian pedang Naga Sakti milik Pangeran Lesmana, baginda Jaksana telah di obati Lesmana dan segar kembali.
"Terima kasih saudaraku, kau telah menyelamatkan aku dan Kerajaan," ucap Baginda Raja, "pulanglah ke istana, kau sudah lima tahun tidak pulang ke istana," tambahnya.
"Tidak saudaraku, jika aku kembali bersamamu, rakyat akan menyangka aku mau kembali jadi Raja," tolak Lesmana yang bergelar pendekar naga sakti.
"Setidaknya bermalamlah di sini satu malam ini, aku banyak cerita untukmu, lagian kita sudah lama tidak makan bersama," tambah Baginda Jaksana.
"Baiklah, kalau satu malam ini," jawab Lesmana sambil tersnyum, "Aku juga banyak cerita untukmu," tambah Lesmana sambil tertawa ringan, hari itu mereka habiskan bercerita dan makan bersama, sampai larut malam mereka asik berbagi cerita, mereka tampak begitu bahagia, seakan tak ada yang terjadi.
****
Kembali ke Lembah Naga sang pangeran belum siuman, sang pertapa membuat makanan dan ramuan obat, ia tau kalau bocah yang di obatinya akan cepat siuman, tidak lama terdengar suara batuk pertanda pangeran telah siuman, sang pertapa pun menghampirinya.
"Tetaplah berbaring dulu, Cu. Kau telah pingsan hampir dua hari, jadi keadaan tubuhmu lemah, walau luka dalammu, sudah sembuh,'' kata sang kakek duduk di samping dipan di tangannya membawa sipiring nasi, beserta sepotong ikan dan semangkuk obat.
"Kakek akan menyuapimu makanan ini jangan banyak tanya dulu, simpan tenagamu untuk esok," kata sang pertapa seraya menyuapi nasi dengan lauknya ke mulut pangeran Anggala.
Anggala hanya mengangguk pelan mengikuti perintah sang kakek, dia juga merasa tubuhnya begitu lemah. Lagian ia belum makan dari dua hari yang lalu, setelah selesai makan, kakek pertapa meminumkannya ramuan obat sehingga Pangeran Anggala merasa ngantuk dan akhirnya tertidur pulas hingga pagi.
.
******
Pagi di perkemahan, pagi-pagi Lesmana sudah bangun, setelah sarapan pagi ia lansung minta izin Baginda Jaksana, untuk melanjutkan perjalanannya kembali ke lembah naga, tempat gurunya tinggal yaitu Pertapa Naga yang masa mudanya di kenal dengan Satria Naga.
Begitu keluar dari perkemahan Lesmana melesat dengan ilmu lari cepatnya, sehingga ia sampai ke padang rumput yang hijau, yang tidak banyak pepohonannya.
Suiitt...! Suitt......!
Lesmana bersiul melengking seperti memanggil sesesuatu, tidak lama tampak di udara seekor burung Rajawali raksasa menukik deras ke arahnya.
"RrAaaak.....! Raark....!" rajawali raksasa itu seakan menyapa Lesmana begitu turun. Rajawali ity lansung menyodorkan kepalanya ke arah Lesmana sebagai tanda ia rindu bertemu Lesmana, Lesmana memeluk leher besar sang rajawali sambil menggosok-gosok paruh rajawali.
"Ya, ya, aku juga rindu padamu rajawali," kata Lesmana sambil melompat ke leher rajawali dan duduk di atasnya, begitu tuannya duduk, Rajawali melesat cepat ke udara, mereka lansung ke arah lembah naga, rajawali menceritakan dia menolong bocah lima tahun yang jatuh dari jurang dan sekarang di rawat sang guru di lembah naga.
"Tampaknya ramalan kakek benar, aku akan dapat seorang murid dalam waktu dekat ini," guman Lesmana dalam hati, tidak terasa mereka telah sampai ke lembah naga.
"Raaark...! Raaark...!"
Rajawali memberi tau kedatangannya. Lesmana lansung masuk menemui sang guru.
"Assalamualaikum, Guru," ucap Lesmana sambil menyalami sang guru, mereka berdua ber jalan ke arah Pangeran Anggala yang duduk di atas dipan, Pangeran Anggala masih tampak bingung.
"Dia mengalami luka dalam," kata sang kakek, "Tapi tulangnya sangat bagus, tampaknya dia anak bangsawan Kerajaan, di kalungnya ada nama Anggala," tambah sang kakek.
"Jangan-jangan! Dia Pangeran Anggala anak sepupuku, Raja Mandalika?" gumam Lesmana dalam hati.
"Ujung namanya adalah namaku, itu yang di ceritakan Jaksana tadi malam," gumam Lesmana lagi, mereka mendekati Anggala dan menghampirinya,
"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Lesmana.
"Baik, Paman. Kakek merawat dan mengobati saya, Paman siapa,?" Anggala balik bertanya, "Sa.. Saya siapa, Paman? Saya tidak ingat siapa saya?" kata Anggala hampir menangis.
"Dia kehilangan ingatan sementara waktu?" ujar Pertapa Naga.
"Namamu, Anggala. Kau murid paman sekarang," kata Lesmana sambil memegang pundak Anggala, "Istirahatlah dulu, pulihkan tenagamu," tambah Lesmana.
"Saya merasa baikan, bahkan saya merasa badan saya ringan, Paman," jawab Anggala. Pertapa naga mengambil sebuah kitab dan memberikannya pada Anggala.
"Apakah kau bisa membacanya," tanya sang kakek.
Anggala menerima kitab itu dan membukanya, "Bisa kek," jawab Anggala.
"Bacalah dan hapalkan isinya," ujar sang kakek sambil berlalu. Sedang Anggala sibuk membaca dan mempraktekkan isi kitab itu, walau sambil duduk di atas dipan, sementara Lesmana si pendekar naga sakti dan kakek si pertapa naga, berbincang bincang.
"Guru, ini kitab Tapak Sakti yang guru suruh ambil dari Iblis Tangan Kilat," kata Lesmana sambil menyerahkan sebuah kitab kepada sang guru.
"Baiklah, aku akan menyimpannya. Kalau tokoh-tokoh hitam itu menginginkannya, biar mereka mencariku kesini.!" jawab Pertapa Naga.
.
Bersambung...
jangan lupa like, vote, favorit nya ya,
Terima kasih banyak.
Salam Author baru..
Lembah naga pagi ini tampak Anggala sedang giat berlatih di tepi danau, baru sepuluh hari dia di sini, dia telah menguasai tingkat dasar jurus-jurus tapak naga.
"Ayo, Anggala. Keluarkan kemampuanmu!" Lesmana mendatangi Anggala dan menyerangnya, dengan jurus tingkat dasarnya,
Anggala hanya mengangguk dan segera menyerang Pendekar Naga Sakti, gurunya.
Anggala yang memang sangat suka belajar silat dan mempunyai semangat yang begitu tinggi dengan tulang yang sempurna dan otak yang pintar, ia sangat cepat menguasai jurus dasar itu.
********
Kembali ke Mandalika, hilangnya Putra Mahkota menjadi pukulan begitu berat bagi Permaisuri Bidadari Putih yang bernama asli Putri Ratih Permani, begitulah nama kecil Bidadari Putih tersebut.
Putri Ratih Permani memutuskan pergi dari istana tanpa mampu di cegah oleh Baginda Raja, Permasuri menantang Baginda Raja bertarung, namun Baginda kalah dalam pertarungan itu.
Sehingga Baginda Raja tidak bisa mencegah kepergian Permaisuri kembali ke Gua Kelelawar.
"Kau bisa menantangku satu tahun lagi, jika kau bisa mengalahkanku atau putraku di temukan dalam keadaan hidup. Barulah aku akan kembali ke istana lagi," ujar Permaisuri sebelum melesat pergi.
Gerakan Bidadari Putih begitu ringan, sehingga dalam sekejap mata Permaisuri telah hilang dari pandangan
Patih Reksa mendekati Baginda Raja yang tertegun, "Sudahlah, Baginda. Sabarlah, kita akan mengirim teleksandi untuk mencari tau keadaan Pangeran," ucap sang Patih.
Sementara itu Tiga Pendekar begitu merasa bersalah, mereka memutuskan takkan kembali sampai pangeran Anggala di temukan. Sekarang mereka menjadi pendekar petualang di dunia persilatan, mencari yang tidak tau kemana rimbanya.
Jurang tempat Pangeran Anggala jatuh telah mereka telusuri, mereka tidak menemui sedikit pun petunjuk di tempat itu.
.
********
Tidak terasa hari berganti hari, minggu berganti bulan, setahun sudah Anggala di lembah naga, tanpa dia sadari siapa dia sebenarnya.
Setiap hari Anggala hanya sibuk berlatih ilmu silat yang di ajarkan oleh dua pendekar besar dunia persilatan itu.
Sampai saat ini yang ia tau, ia adlah murid pendekar besar, Pendekar Naga Sakti dan cucu pertapa sakti lembah naga.
Ingatannya pun perlahan telah kembali, karena ia masih kecil, Anggala tidak mengingat kehidupan istananya.
Baru setahun dia sudah menguasai tenaga dalam sekitar tiga puluh persen, begitu pun ilmu peringan tubuhnya. Anggala sudah bisa berlari di atas air danau tanpa harus tercebur ke dalam danau.
Anggala berlatih jurus 'Sembilan Matahari Cakar Elang'. tangannya begitu cepat memecah udara di sekitarnya, sehingga menimbulkan bunyi kebutan tangan.
Wut! Wut.!
Suara tangan Anggala memecah keheningan pagi, jurus-jurus yang di pelajarinya begitu cepat ia kuasai, Anggala mempelajari jurus-jurus 'Sembilan Matahari Cakar Elang'. dengan begitu cepat, lebih dari separuh kitab Sembilan Matahari Cakar Elang di kuasainya.
"Tidak ku sangka, Anggala begulitu cepat mengusai ilmu 'Sembilan Matahari Cakar Elang," kata Lesmana.
"Ya, dia memang anak yang cerdas baru berumur enam tahun, sudah mengusai dua kitab ilmu silat." jawab Satria Naga.
"Tampaknya pendekar naga sakti generasi selanjut nya akan lebih tenar dari pada kita berdua," lanjut sang kakek.
"Anggala.... Istirahat dulu, kau belum makan.!" seru sang kakek. Pertapa Naga memang sudah tua, namun ia tampak seperti baru berumur enam puluh tahunan,
padahal umurnya hampir mencapai seratus tahun, kesaktiaannya tidak di ragukan lagi, hanya kitab Tapak Sakti yang tidak berani ia pelajari.
Karena tidak terhitung lagi pendekar tanah andalas yang kehilangan kemampuan olah kanuragan, hingga lumpuh di buat kitab satu itu, baik golongan hitam maupun golongan putih.
"Baik, Kek!" sahut Anggala, ia melesat mengitari danau dan terbang ke arah paman guru dan kakek gurunya.
"Ayo, kita makan, paman masak makanan kesukaanmu," ajak Lesmana si pendekar naga sakti generasi kedua.
"Kau mandi dulu sana, biar segar. Baru makan yang banyak," lanjutnya.
"Baik, Paman Guru," jawab Anggala sambil tertawa dan berlari ke arah danau, ia lansung menceburkan diri. Angala berenang, mandi. Selesai mandi barulah ia menuju pondok kediaman mereka.
Sekarang mereka tidak hanya tinggal di goa lagi, namun sudah punya rumah kebun yag begitu bagus.
.
Bersambung...
Jangan lupa like
Koment
Vote
Dan Favorit nya ya..
Terima kasih.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!