Seperti biasa hari libur weekend akan aku gunakan untuk waktu bersama dengan putraku. Salman baru saja genap berusia tiga tahun. Dan ulang tahunnya tahun ini hanya kami rayakan berdua saja tanpa ayahnya.
Hari sabtu dan minggu Bik Ijah yang biasa menjaga Salman setiap aku pergi kerja memang tidak datang. Dia hanya menjaga Salman saat aku bekerja atau pada hari dimana aku lembur atau harus masuk kantor meskipun hari libur.
Salman adalah anak yang cerdas. Di usianya yang baru berumur tiga tahun dia sudah sangat bijak berbicara. Biasa anak - anak seumurannya masih cadel atau celat berbicara tiap kemampuan Salman di atas rata - rata.
Salman juga anak yang mandiri dan tidak manja. Aku sangat bersyukur apalagi dengan keadaan kami yang seperti ini sepeninggal ayah Salman enam bulan lalu membuatku harus repot mencari nafkah sambil mengurus Salman sepulang bekerja. Salman seperti mengerti dengan keadaan kami, dia tidak pernah banyak tingkah ataupun merengek manja bila waktu aku pulang atau saat hari libur seperti ini.
Pagi - pagi sekali aku sudah memasak ayam goreng di dapur. Karena Salman sangat suka ayam goreng. Mungkin karena dia terlalu banyak nonton film ipin upin kali ya, makanya anakku ini jadi terkontaminasi.
"Mama" Panggil Salman.
"Sayang Mama sudah banguuun?" Jawabku.
"Udah, Mama aku lapar" Rengeknya.
"Sebentar ya, Mama siapkan dulu masakan Mama setelah itu kamu mandi dulu baru makan" Balasku.
Salman kembali ke ruang TV dan berbaring di sofa. Mungkin kesadarannya belum sepenuhnya dan dia masih bermalas - malasan.
Setelah selesai memasak aku pergi ke depan untuk melihat putraku itu.
"Sayang yuk mandi dulu" Ajakku.
Salman yang semula berbaring langsung duduk dan berdiri menghampiriku. Aku menggendongnya, membuka bajunya kemudiannya membawanya ke kamar mandi untuk dimandikan.
Setelah bersih dan wangi, Salman yang baru selesai mandi aku bawa ke dapur. Aku duduk kan dia kursi depan meja makan setelah itu kami sarapan pagi bersama.
Sejak suamiku meninggal, aku mulai mengajarkan kepada Salman mandiri. Semua harus dia lakukan sendiri karena di rumah ini hanya tinggal kami berdua. Dan aku harus mengerjakan tugasku sendiri. Dulu biasanya ada Mas Bima yang membantuku mengurus Salman.
Mas Bima yang memandikan Salman sedangkan aku menyiapkan makanan di dapur tapi kini semua sudah berubah. Mas Bima sudah tenang di sana dan kami harus tetap menjalani hidup ini tanpa Mas Bima.
Setelah selesai makan, Salman kembali ke ruang TV untuk menonton TV kesayangannya, sedangkan aku membersihkan dapur dan mencuci peralatan dapur yang kotor.
Setelah semua selesai baru aku menyusul Salman ke depan. Menemaninya menonton TV dan bercengkrama mengisi hari libur.
Tiba-tiba terdengar suara bel rumah pertanda ada tamu yang datang. Seperti biasa Salman sangat antusias jika mendengar suara bel berbunyi. Dia langsung berlari dan mengintip dari jendela depan.
"Siapa sayang?" Tanyaku pada Salman.
"Oma dan Opa, Mama cepat buka pintunya" Jawab Salman dan sambil berteriak kesenangan.
Aku segera menyambar jilbab ku dan berjalan ke depan untuk membuka pintu. Benar saja ada kedua orang tuaku yang sudah berdiri di depan pintu pagar rumahku.
"Mama, Papa kok gak kabari dulu mau datang?" Tanyaku terkejut.
"Kami sengaja mau buat kejutan buat Salman. Mana cucu Oma, Oma kangeeen" Mamaku segera berjalan ke dalam rumah mencari Salman.
Tentu saja Salman sangar senang sekali dan berlari menyambut pelukan Oma nya. Papaku segera memasukkan mobil ke dalam halaman rumahku.
Kini kedua orang tuaku sedang bercengkrama dengan Salman di ruang TV. Aku membawa minuman yang baru aku buat untuk Papa dan Mamaku.
"Sebenarnya selain ingin lepas kangen dengan Salman, ada yang Papa dan Mama ingin sampaikan pada kamu" Ucap Papa memulai pembicaraan.
"Papa dan Mama mau bicara apa, sepertinya serius sekali?" Tanyaku pada Papa.
"Begini Kinan, tadi malam orang tuanya Refan datang kerumah kita" Jawab Papa.
Mendengar nama Refan di sebut perasaanku jadi tidak enak. Pasti ada sesuatu yang sangat serius ini. Setelah sekian lama mengapa mereka berkunjung ke rumah orang tuaku.
"Ngapain mereka datang kerumah Papa?" Tanyaku penasaran.
"Kinan, istri Refan sudah meninggal dunia dua bulan yang lalu" Ucap Papa.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun.. " Aku sangat terkejut mendengar berita dari Papa ini.
"Istrinya meninggal saat melahirkan putri mereka. Kini Refan hidup sendiri mengurus putrinya" Sambung Papa.
Trus mengapa hal itu khusus mereka sampaikan pada keluargaku. Perasaanku semakin tidak karuan mendengar cerita Papa.
Aku hanya terdiam sambil terus menatap Papa, menunggu kelanjutan dari cerita Papa.
"Mama Refan menyampaikan sebuah permintaan. Mereka ingin melanjutkan amanah dari Papa nya Refan yang sempat tertunda lima tahun yang lalu" Ungkap Papa.
Apa? Mengapa hal ini bisa terjadi lagi. Kisah itu sudah berlalu dan sudah di tutup lima tahun yang lalu. Mengapa kini kembali di bahas?
"Mereka tau kalau sekarang kamu sudah menjanda dan Refan juga kini sudah menduda. Mungkin memang sudah takdir dari Allah membuat jalan pertemuan kalian untuk yang kedua kalinya" Papa dan Mama terlihat sangat hati - hati untuk menyampaikan pesan keluarga Refan kepadaku.
"Tapi Pa, Ma lima tahun lalu bukan aku yang menolaknya tapi dari pihak mereka sendiri. Sekarang mereka ingin menyambungnya lagi? Gak semudah itu Pa, Ma. Maaf aku gak bisa" Aku menolaknya.
"Kinan, putri Refan membutuhkan sosok seorang Ibu. Dan kamu kan juga sudah menjadi seorang Ibu. Tentu tidak akan sulit bagi kamu untuk mengurus bayi lagi karena kamu sudah mempunyai pengalaman" Ibu mencoba meyakinkan aku.
"Tidak semudah itu bu menyambung tali yang sudah putus. Mereka sudah merusak tali itu. Dulu mereka yang datang dengan niat yang sama setelah aku setuju dengan seenaknya Refan membatalkan semuanya" jawab Kinan
Hatiku kembali sakit mengingat kejadian lima tahun yang lalu. Dulu saat kami kecil rumah orang tuaku bertetangga dengan rumah orang tua Refan. Refan juga dulu adalah teman sekolahku saat sekolah dasar.
Kemudian orang tuanya pindah tugas ke luar kota dan kembali lagi ke kota ini saat kami masuk kuliah. Sejak saat itu aku dan Refan seperti orang asing. Kami tidak pernah saling sapa walau rumah kami bertetangga.
Enam tahun lalu Papanya Refan meninggal dan menurut Mamanya sebelum meninggal Papanya sempat menyampaikan amanah kalau dia ingin menjodohkan Refan denganku.
Satu tahun setelah kepergian Papanya Refan untuk selamanya baru keluarga Refan memberanikan diri untuk menyampaikan amanah Papanya kepada keluargaku.
Kedua orang tuaku menyambut niat mereka dengan baik. Papa dan Mama memintaku untuk menerima lamaran keluarga Refan. Karena baktiku kepada kedua orang tuaku, akhirnya aku menerima lamaran keluarga Refan.
Tapi apa yang terjadi? Dua bulan sebelum tanggal pernikahan kami secara sepihak Refan membatalkan perjodohan itu dengan alasan dia sudah mempunyai calon pilihan hatinya sendiri.
Refan sudah mempunyai pacar yaitu Almh. istrinya. Rencana pernikahan kami di batalkan. Mama Refan meminta maaf kepada keluarga kami dan mengaku sangat malu atas perbuatan anaknya.
Dengan lapang dada kedua orang tuaku menerima permintaan maaf keluarga Refan. Rencana pernikahan kami di batalkan.
Dua bulan kemudian Refan tetap melangsungkan pernikahannya tapi bukan denganku melainkan dengan pacarnya. Yang membuat aku semakin sakit hati beredar omongan tetangga tentang alasan Refan menolak perjodohan denganku.
Aku sempat mendengar dengan telingaku sendiri omongan para tetangga yang sempat membuatku takut dan malu untuk keluar rumah.
"Pantas saja Refan menolak di jodohkan dengan Kinan karena pacarnya jauh lebih cantik dari Kinan. Lihatlah penampilan Kinan yang selalu tertutup dengan jilbabnya dan wajahnya juga terlalu polos. Sementara pacar Refan sangat modis, pintar bergaya dan mengurus tubuhnya. Wajahnya juga sangat cantik"....
.
.
BERSAMBUNG
Hai para pembaca seriaku.. Selamat membaca novel terbaruku ya...
Semoga kalian suka dan terhibur. Mudah - mudahan di novelku yang ini ada yang bisa kalian petik dari isi ceritanya. Karena ceritanya banyak mengenai pelajaran hidup terlebih lagi dalam berumah tangga.
Salam sayang dan sehat selalu.
"Pantas saja Refan menolak di jodohkan dengan Kinan karena pacarnya jauh lebih cantik dari Kinan. Lihatlah penampilan Kinan yang selalu tertutup dengan jilbabnya dan wajahnya juga terlalu polos. Sementara pacar Refan sangat modis, pintar bergaya dan mengurus tubuhnya. Wajahnya juga sangat cantik" ujar seorang tetangga yang berbincang membandingkan aku dengan istrinya Refan saat itu.
Hati wanita mana yang tidak sakit kalau sudah dibandingkan secara fisik dengan orang lain. Mungkin kalau aku tidak mendengar omongan seperti itu luka hatiku tidak akan sedalam ini tapi mau bagaimana lagi aku sudah terlanjur mendengarnya.
Setelah kejadian itu, aku semakin tertutup dan sangat jarang keluar rumah. Aku merasa sangat malu bila bertemu dengan para tetangga. Kedua orang tuaku pun sangat mengetahui sakit hatiku saat itu.
Aku kini menatap wajah kedua orang tuaku secara bergantian.
"Kinan tidak bisa menjawabnya sekarang Ma, Pa. Beri Kinan waktu untuk berfikir" Pinta Kinan.
"Iya sayang, tapi jangan terlalu lama. Kasihan putrinya Refan sangat membutuhkan seorang Ibu" Jawab Mama Kinan.
"Papa kasih kamu berfikir seminggu ya. Dan Papa harap kamu melupakan kejadian lima tahun yang lalu dan memaafkannya. Semua sudah terjadi nak. Awalnya Papa juga ingin menolak mereka tapi Papa berfikir, mengapa Allah sampai memberi dua kali kesempatan seperti ini untuk kamu. Mungkin dia memang jodoh kamu, namun dulu sempat tertunda" Nasehat Papa Kinan.
Kinan terdiam mencoba menelaah perkataan Papanya. Apakah memang benar seperti yang di katakan Papanya.
Kinan jadi teringat pembicaraannya dengan sahabatnya Nita satu tahun yang lalu.
Flashback On.
"Nita aku masih memimpikannya" Ungkap Kinan saat mereka janjian ketemu dengan sahabatnya Anita.
"Refan?" Tanya Nita tak percaya.
Kinan menganggukkan kepalanya kearah Nita.
"Aku merasa bersalah sama Mas Bima" Kinan terlihat sedih.
"Mungkin kamu masih terus memikirkan Refan Nan?" Balas Nita.
"Kalau aku ingat - ingat aku tidak ada memikirkannya sebelumnya. Aku membatasi menutup semua informasi tentang dia. Walau terkadang saat aku ke rumah Mama dan bertemu dengan sepupuku mereka sempat bercerita tentang rumah tangganya Refan. Mereka bilang Refan itu sudah durhaka pada Papanya karena tidak mau memenuhi amanah terakhir Papanya. Makanya sampai sekarang istrinya belum juga hamil. Padahal mereka sudah empat tahun menikah. Malah aku duluan yang punya anak" Ceritaku pada Anita.
"Kamu belum ikhlas kali memaafkannya" Anita memegang tanganku.
"Aku sudah memaafkannya Nit. Aku sudah bahagia dengan Mas Bima. Mas Bima mencintaiku dan memanjakanku. Aku sangat - sangat bahagia menjadi istrinya. Sudah cukup Mas Bima bagiku. Aku tidak butuh yang lain" Ungkapku.
Aku menarik nafasku panjang.
"Aku selalu berdoa dan meminta kepada Allah untuk menjauhkan aku dari apapun yang berhubungan dengan Refan, semuanya. Aku lelah dan merasa bersalah pada Mas Bima, Nita. Sudah menikah tapi masih saja memimpikan pria lain. Sudah empat tahun berlalu tapi dia selalu saja muncul dalam mimpiku." Ujarku sedih.
"Iya apalagi kalau kamu sampai memanggil - manggil namanya saat tertidur. Waaah bisa bahaya Nan" Anita menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Itu makanya aku sangat takut Nit. Bagaimana caranya ya agar dia tidak hadir lagi di mimpiku. Aku benar - benar lelah dengan semua ini" Ucapku pada Anita.
Anita menepuk bahuku pelan.
"Apa dia ya yang masih sering mengingat kamu? Makanya dia hadir dalam mimpi kamu?" Ujar Anita.
"Ngapain dia mengingatku, dia juga sudah bahagia dengan istrinya. Kan dia yang dulu menolak ku berarti dia gak suka padaku, untuk apa dia mengingatku" Balasku.
"Mungkin dia merasa bersalah pada kamu" Jawab Anita.
"Hahaha... Kalau dia merasa bersalah harusnya sejak dulu dia minta maaf Nit.. Nit. Ngaco ah fikiran kamu" Bantahku.
"Sudahlah Nan, yang penting sekarang kamu tidak usah memikirkan arti mimpi kamu. Banyak - banyak bernyanyi saja" pesan Nita.
"Nyanyi Nit, nyanyi apaan. Kamu jangan macem - macem ah pesannya" balasku.
"Nyanyi lagunya Gheisya.. Lumpuhkanlah ingatanku jika itu tentang dia.. Kuingin ku lupakannya.... " Jawab Nita sambil bersenandung.
Flashback Off
"Kalau begitu Mama dan Papa pergi dulu ya, kami mau pergi undangan, tempatnya gak jauh dari rumah kamu ini makanya kami tadi sekalian singgah. Lagian ini memang berita yang sangat penting untuk kamu dengar" ucap Mama.
"Jangan lupa kata - kata Papa tadi. Fikirkan secara baik - baik. Salman butuh sosok seorang Papa sedangkan putri Refan butuh sosok seorang Ibu Nan. Itu saja dulu tujuan kalian menikah. Kalau soal cinta Papa yakin seiring berjalannya waktu pasti akan tumbuh diantara kalian. Yakinlah pada Papa" ucap Papa Kinan meyakinkan.
Mama Kinan menepuk bahu Kinan lembut.
"Shalat istikharah saja nak, minta kepada Allah diberi jawaban yang terbaik untuk hidup kamu. InsyaAllah Allah pasti akan berikan jalannya" sambung Mama Kinan.
Papa dan Mama Kinan segera berdiri dari sofa ruang TV Kinan.
"Salman... Oma dan Opa pulang dulu ya" Mama Kinan pamitan kepada cucunya.
"Kok cepat sekali Oma?" tanya Salman.
"Oma dan Opa mau pergi undangan dulu. Minggu depan nanti Oma datang lagi ya. Atau kamu saja yang datang kerumah Oma ajak Mama kamu ya" jawab Mama Kinan.
"Ayo sayang salim dulu sama Opa dan Oma" perintah Kinan pada putranya.
Salman segera berdiri dan mencium tangan kedua orang tua Kinan begitu juga Kinan. Papa dan Mama Kinan berjalan ke luar rumah dan masuk ke dalam mobil mereka.
Kinan membuka pintu pagar rumahnya dan menatap kepergian kedua orang tuanya dengan perasaan yang tidak menentu.
Fikirkannya kembali teringat pada pembicaraan dengan Papa dan Mamanya tadi.
Menikah lagi? Haruskah dua menikah lagi? Kinan bertanya pada perasaannya sendiri. Dia menatap wajah putranya dan mengajak Salman masuk kembali ke dalam rumah.
Haruskah Mama cari pengganti Papa kamu sayang. Apakah benar kamu membutuhkan sosok seorang Papa? Tidak cukupkan Papa kamu saja yang ada dalam kenangan kita? Kinan menatap sedih ke arah Salman.
"Mama aku mau bermain di kamar ya" pinta Salman.
"Iya sayang" jawab Kinan.
Salman kini meninggalkan Kinan sendirian duduk di depan TV ruang keluarga di rumahnya.
Dia kembali teringat pada sahabatnya Anita. Seperti dia harus membicarakan hal ini kepada Anita untuk tempat bertukar fikiran. Mudah - mudahan dia mendapatkan pencerahan setelah berbincang dengan Anita.
Kinan segera mencari ponselnya, ternyata tertinggal di kamarnya. Kinan duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Kinan mencari nama Anita di kontak ponselnya.
Setelah menekan nama Anita, ponselnya langsung terhubung dengan Anita.
"Assalamu'alaikum Naaaan... Sudah lama kita tidak teleponan ya. Gimana kabar kamu?" tanya Anita dari seberang.
"Wa'alaikumsalam Nit. Alhamdulillah baik" jawab Kinan.
"Tumben kamu yang hubungi aku, biasanya kan aku yang selalu telepon kamu kecuali ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan. Pasti saat ini ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan padaku?"...
.
.
BERSAMBUNG
"Tumben kamu yang hubungi aku, biasanya kan aku yang selalu telepon kamu kecuali ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan. Pasti saat ini ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan padaku?" tanya Anita curiga.
"Nit, bisa kita bertemu nanti sore? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan kamu" pintaku.
"Ada apa Nan? Sepertinya serius sekali?" desak Anita.
"Iya Nit penting sekali, kali ini aku benar - benar butuh kamu untuk tempat bercerita" jawabku.
"Baiklah kalau begitu sampai jumpa nanti sore" balas Nita.
"Kita ketemu di tempat biasa ya Nit, aku kangen pengen ke sana" pinta Kinan.
"Oke Nan, kamu bawa Salman kan? Biar aku bawa Yoga" balas Nita.
"Iya, kita bawa anak - anak biar mereka bisa bermain di sana" sambut Kinan.
"Ya sudah aku tutup dulu ya Nan, Yoga lagi pup nih" ujar Anita.
"Oke sampai jumpa nanti sore. Assalamu'alaikum.. " tutup Kinan.
"Wa'alaikumsalam" balas Anita.
Kinan menutup panggilan teleponnya. Dia menatap foto keluarga kecilnya di atas nakas disamping tempat tidurnya. Kinan meraihnya dan membelai lembut bingkai foto itu.
Terlihat wajah Bima, Salman dan dirinya sendiri sedang tertawa bahagia menatap kamera. Ini foto satu tahun yang lalu, dimana keluarga kecilnya masih lengkap dan rumah tangganya sangat sempurna.
Bima adalah suami yang penyayang, sabar, lemah lembut dan soleh. Bima hadir dalam hidup Kinan disaat Kinan dalam keadaan patah hati karena pernikahannya dibatalkan sepihak oleh keluarga Refan.
Bima yang periang mampu membuat hati Kinan terbuka lagi pada sosok seorang pria. Bima yang bisa mengembalikan rasa percaya diri dan keceriaan Kinan. Bima juga tau kisah masa lalu antara Kinan dan Refan tetapi dia selalu menyikapinya dengan bijak.
"Jodoh kamu adalah aku, dan jodohnya adalah istrinya. Jadi mengapa aku marah dan cemburu akan hal itu. Dia sudah menikah dan kita juga sudah menikah. Asal kamu tau batasan kamu sebagai istriku aku tidak akan mempermasalahkannya. Semua adalah masa lalu kamu" ucap Bima saat dia mengetahui masa lalu Kinan.
Air mata Kinan kini jatuh di pipi.
"Maaas.. aku kangen kamu. Mengapa secepat itu kamu tinggalkan aku dan Salman. Kalau kamu masih ada tentu aku tidak akan mengalami masalah seperti ini" gumam Kinan.
Astaghfirullah... tidak boleh menangisi dan menyesali apa yang sudah menjadi ketetapan Allah. Bima sudah tenang di sana. Kinan beristighfar saat dia sadar dengan apa yang baru saja dia ucapkan.
Tapi apa yang harus dia lakukan saat ini? Kalau soal materi dia bisa menyekolahkan Salman dan membiayai hidup mereka sampai Salman besar. Keamanan hidup, rumah mereka terletak di dalam komplek. InsyaAllah mereka tinggal dengan nyaman dan aman saat di rumah.
Kembali Kinan teringat ucapan orang tuanya tadi.
"Salman membutuhkan sosok seorang ayah, dan putrinya Refan membutuhkan sosok seorang Ibu"
Ya Allah... logikaku mengatakan itu benar tapi hatiku menolaknya. Apa yang harus aku lakukan?
Kinan kembali menatap foto suaminya.
Mas, apa yang harus aku lakukan saat ini? Aku belum sanggup melupakan kamu. Kamu adalah suami sempurna untukku. Batin Kinan.
"Mama..... " panggil Salman dari kamarnya.
Kinan segera menghapus air matanya yang menetes di pipi dan bergegas jalan ke kamar putranya Salman yang memiliki penghubung ke dalam kamarnya berupa sebuah pintu.
"Ya sayaaang.. " jawab Kinan.
"Tolongin aku Ma, ini tidak bisa di lepas. Aku tidak bisa menyusun legonya" pinta Salman dengan wajah sedih.
Kinan mencium lembut puncak kepala putranya. Dan melakukan apa yang diminta Salman.
"Nih udah... wah anak Mama pintar sekali. Itu gambar apa sayang?" tanya Kinan melihat hasil karya putranya menyusun potongan - potongan lego membentuk sebuah benda seperti hewan.
"Ini dinosaurus" jawab Salman bangga.
"Hebat banget anak Mama udah bisa membuat dinosaurus" puji Kinan.
Salman kembali serius bermain dengan mainannya. Menyusun lego menjadi sebuat benda.
Kinan memandang putranya, biasanya dulu saat seperti ini Mas Bima yang menemani Salman bermain sedangkan Kinan masih sibuk di dapur.
Kinan menarik nafas panjang..
Hah... benarkah kamu sangat membutuhkan sosok Papa nak? Tidak bisakah kita hidup berdua saja menjalani hari - hari kita bersama? Batin Kinan.
********
Setelah selesai tidur siang Kinan mambangunkan Salman.
"Sayaaaang bangun yuk.. kita mau pergi bertemu dengan Tante Nita" ucap Kinan sambil mengelus lembut kepala Salman.
Salman langsung terbangun begitu mendengar nama Nita.
"Tante Nita bersama Yoga kan Ma?" tanya Salman. Kesadarannya langsung penuh begitu mengingat nama Yoga.
Kinan tersenyum melihat wajah anaknya.
"Iya sayaaaang" jawab Kinan.
Salman langsung duduk dari tidurnya.
"Ya sudah, yuk kita mandi Ma" ajak Salman. Kini dia sudah sangat bersemangat. Tidak ada rengekan bangun tidur lagi.
"Ayo anak muda. Kamu akan Mama sulap menjadi anak yang ganteng dan wangi" sambut Kinan tak kalah semangat.
Mereka berjalan menuju kamar mandi untuk memandikan Salman. Setelah selesai Kinan memakaikan Salman baju dan mereka bersiap - siap untuk pergi menemui Nita sesuai dengan janji mereka tadi.
Kinan memastikan rumahnya dalam keadaan aman saat dia tinggalkan. Dia memeriksa kompor, lampu dan pintu sebelum pergi. Kemudian Kinan menyalakan mobilnya.
Setelah semua dipastikan aman baru Kinan melajukan mobilnya. Dia dan Salman kini menuju sebuah taman dekat kampusnya dulu bersama Anita.
Disana adalah tempat favorit mereka bertemu sejak masa kuliah sampai sekarang ini. Di taman itu mereka bisa duduk - duduk santai menikmati suasana sore hari. Sedangkan anak - anak mereka bisa bebas bermain di taman.
"Assalamu'alaikum Salmaaaaan" sapa Nita dengan ramahnya kepada Salman ketika mereka bertemu.
"Wa'alaikumsalam Tante Nita. Hai Yoga" jawab Salman.
Mereka saling berpelukan setelah itu Salman dan Yoga langsung bermain di taman. Mereka tidak memerlukan waktu untuk beradaptasi karena mereka sudah saling mengenal.
Kinan dan Anita duduk di kursi taman sambil memandangi putra mereka bermain dan berlari - larian di taman.
"Jadi apa nih yang ingin kamu ceritakan?" tanya Anita langsung kepada titik permasalahan.
Kinan tampak sedang berfikir, dari mana dia mulai menceritakan semuanya.
"Ini tentang Refan Nit" ucap Kinan.
"Kamu memimpikannya lagi?" tanya Anita.
Kinan menggelengkan kepalanya.
"Jadi apa masalahnya?" tanya Anita penasaran.
"Istrinya meninggal dua bulan yang lalu saat melahirkan putri mereka" ungkap Kinan.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun... " ucap Anita.
"Trus apa hubungannya dengan masalah kamu? Itu kan masalahnya si Refan?" tanya Anita bingung.
"Tadi pagi Papa dan Mama datang ke rumahku. Mereka bercerita kalau Mamanya Refan datang kembali ke rumahku untuk melamarku. Aku sekarang sudah jadi janda dan dia duda. Mereka ingin menjalankan amanah Bapaknya sebelum meninggal" ungkap Kinan.
Anita sangat terkejut mendengar penjelasan Kinan. Dia menatap Kinan dengan tatapan tidak percaya.
"Nan.. jangan - jangan.. ini arti dari mimpi - mimpi kamu selama ini?...
.
.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!