NovelToon NovelToon

Asisten Sang PRESDIR

awal segalanya.

Pagi ini hujan sedang membasahi bumi, seorang gadis sudah berlari menuju ke sebuah halte.

Dia adalah Meidina Mayangsari, seorang gadis berwajah cantik nan anggun, memiliki tubuh sempurna harus bergegas untuk sampai ke tempat kuliahnya.

Tapi tak di duga, saat dia menunggu bus, malah terkena cipratan air dari sebuah mobil mewah yang lewat.

"Ah... sialan, dasar tak punya otak, gak lihat ada orang berdiri di sini, padahal ini hari penting di kampus," sumpah serapah itu keluar dari mulut gadis cantik itu.

Tak lama bus yang di tunggu pun datang, Mei pun buru-buru naik ke bus, karena dia tak ingin telat.

Sesampainya di kampus gadis itu berlari dengan buru-buru, pasalnya dia juga harus membersihkan wajahnya.

Tapi karena kecerobohannya tak sengaja dia menabrak seorang pria, dan keduanya malah jatuh bersama.

"Maaf tuan aku buru-buru," kata Mei bergegas bangun dan meninggalkan pria itu.

"Dasar gadis ceroboh, bukannya membantu malah pergi, kampus apa ini," sarkas pria itu.

Rektor yang mengetahui hal itu pun bergegas membantu pria itu bangun.

"Maaf tuan besar, mahasiswi di sini memang seperti itu," jawab rektor.

"Baru kali ini aku merasa di permalukan seperti ini," kata pria itu menahan amarahnya.

Sedang Mei sudah sampai di toilet, kebetulan temannya Widya juga berada di sana.

"Wid, boleh pinjem make up gak, aku tadi kena musibah nih, gara-gara hujan," kata Mei setelah mencuci wajahnya.

"Ya sudah ih, pakai bajuku juga boleh, lumayan dari pada pakai baju kotor," kata Widya memberikan bajunya.

"Widya bajumu itu kekecilan dengan ku, bisa-bisa aku di tuduh menggoda pemilik perusahaan besar itu," kata Mei kesal sambil memanyunkan bibirnya.

"Salah sendiri, siapa suruh punya ukuran C, kamu itu bikin iri semua gadis tau," kata Widya pada Mei.

"Sudahlah, aku juga bawa kemeja ganti, aku selesai makeup, terima kasih sayang ku," kata Mei mencium pipi Widya.

"Ya! aku masih normal dasar gadis gila," kata Widya kesal.

Mereka pun mulai berbaris bersama para mahasiswa yang lain untuk mengikuti tes untuk masuk ke perusahaan internasional itu.

Mei memiliki nilai yang baik selama kuliah, dia pun menjadi salah satu mahasiswi unggulan.

Satu persatu di panggil untuk di wawancarai, tapi tak ada satupun yang berhasil menarik pemilik dari perusahaan itu.

Sedang kini giliran Mei, dia datang dengan senyum yang mengembang, dengan baju yang sopan.

Tapi saat dia duduk di depan para penguji, dia sedikit terperangah melihat pria yang tadi di tabraknya.

Pria itu duduk dengan angkuh di antara para penguji, mereka sudah memberikan beberapa pertanyaan padanya, dan dia memiliki jawaban uang memuaskan.

Setelah itu saat akan pergi, tak di duga pria itu berdiri dan langsung menyeret Mei ke area ruangan sebelah.

Disana Mei di dorong hingga tubuh gadis itu menempel di dinding, dan asisten pria itu menjaga pintu agar tak ada siapa pun yang masuk.

"Gadis yang cantik, apa kamu mau menjadi asisten ku, aku akan mengaji mu besar jika mau," kata pria itu menghimpit tubuh Mei hingga tak ada batasan antara mereka.

"Tuan ini pelecehan, tolong lepaskan aku," katanya dengan ketakutan.

Mei merasa begitu terhina karena perlakuan pria itu, melihat gadis di depannya mulai terisak, pria itu pun melepaskan Mei begitu saja.

"Ferdi, buat gadis ini menjadi asisten pribadiku bagaimana pun caranya, selain dirimu hanya dia yang bisa melayani ku, mengerti," kata pria itu tanpa bisa di tolak.

"Tidak, aku tak ingin menjadi asisten mu," kata Mei menangis.

Tapi pria itu seperti tak menghiraukan tangisan maupun teriakan dari Mei, dia meninggalkan gadis itu begitu saja.

Mei pun menuju ke rumahnya setelah kejadian itu, gadis itu memutuskan untuk pulang ke kampungnya.

Tapi sayangnya baru sampai di rumah dia sudah menerima lemparan sebuah piring yang melukai kepalanya.

"Dasar anak tidak berguna, kamu belum sukses kenapa pulang, sudah ku katakan jangan berani pulang sebelum kamu sukses, buat apa kamu kuliah tinggi-tinggi jika jadi pengangguran," bentak sang ayah melihat putrinya itu pulang.

Tanpa bicara, Mei langsung menuju ke kamar miliknya, dia pun mengobati lukanya sambil menahan tangisnya.

dia adalah gadis ceria dan murah senyum, tapi tanpa di ketahui siapapun, dia menyembunyikan luka yang begitu besar di sudut hatinya.

Mei keluar dari kamarnya, dan sudah mendengar cacian dari ayahnya, "jual saja dirimu, buat apa punya anak yang tak bisa menghasilkan uang," kata Rozak.

"Ayah, dia juga putrimu, kenapa kamu menyuruhnya menjual diri," bela ibu Sena.

"Sudah ku katakan, putrimu itu tak berguna, seandainya kamu melahirkan seorang anak laki-laki, mungkin dia sudah membantuku untuk menyekolahkan kedua adiknya, buat apa punya anak tak berguna itu, lebih baik dia jadi pelacur yang sukses, di banding jadi wanita tak berguna," teriak pak Rozak marah.

"Mei ... jangan dengarkan omongan ayah mu ya, dia hanya sedang marah karena panennya gagal lagi," kata Bu Sena membesarkan hati putrinya itu.

"iya Bu, Mei keluar sebentar ya, ingin bertemu seseorang," pamit Mei dengan senyum mengembang.

Bu Sena pun mengangguk memberi izin, baru keluar rumah Mei melihat kedua adiknya yang baru pulang dari bermain.

"Mbak Mei, mbak pulang," kata keduanya senang dan memeluk Mei erat.

"Iya dek, kalian dari mana kenapa cemong seperti ini?" tanya Mei sambil berjongkok di depan kedua adiknya itu.

"Kami dari sawah, kami mencari daun kangkung dan Tutut," jawab Anto.

"Iya mbak, aku juga cari ikan di sungai, dapat banyak," kata Rudi menunjukkan kresek yang dibawanya.

Mei pun menangis tapi buru-buru menghapus air matanya, "mbak jangan nangis ya, kami sayang mbak kok," kata Anto dan Rudi.

"Iya terima kasih ya adik-adik mbak yang ganteng," kata Mei.

"Lihatlah mereka saja bisa membantu keluarga ini, seharusnya kamu tak usah hadir di keluarga ini, percuma kamu hidup dan ada di dunia ini, cuma jadi beban untuk kami," kata pak Rozak pergi begitu saja.

"Mbak itu kebanggaan kami kok, bukan beban," kata Anto yang sudah berusia dua belas tahun.

"Kakak, beban itu apa?" tanya Rudi yang masih berusia tujuh tahun.

"Sudah-sudah kalian masuk saja, ibu sudah menunggu kalian, atau nanti kalian akan kena marah, cepat cepat," kata Mei menyuruh keduanya masuk.

Dia pun berjalan tanpa arah, apa dia harus menerima tawaran pria yang melecehkan dirinya tadi pagi.

Tapi ayahnya benar, keluarga ini butuh uang untuk menghidupi dan menyekolahkan kedua adiknya dan juga pengobatan sang ibu.

Tanpa sadar Mei sudah sampai di rumah Sasa teman sekolahnya, Sasa menjadi istri ketiga dari juragan terkaya di kampungnya.

Kehidupan Sasa juga berubah, dari gadis miskin yang tak punya apa-apa, sekarang menjadi wanita yang kaya di desa.

Itulah kenapa ayahnya sering membahas tentang dia yang memilih kuliah dari pada menikah untuk membantu keuangan keluarga.

keputusan besar.

Mei pun masuk ke rumah itu, kemudian membunyikan bel rumah, tapi saat terbuka Sasa kaget melihat teman lamanya itu.

"halo Sasa," sapa Mei.

"kamu kenapa kemari, kamu ingin merusak rumah tangga ku," hardik Sasa.

"tidak, aku hanya ingin berkunjung dan menemui mu, kita sudah lama tidak bertemu dan berbincang," jawab Mei menjelaskan.

"siapa sayang, kok gak di ajak masuk," suara suami Sasa.

"jika masih ingin aku anggap teman pergilah, aku tak ingin suamiku melihat mu," kata Sasa mengusir Mei.

Mei pun berjalan pergi, dia juga tak ingin bertemu suami Sasa yang mesum itu.

dia pun berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke rumahnya, "apa aku harus menerima pekerjaan itu, baiklah di coba saja dulu, mungkin yang di maksud memang asisten pada umumnya," gumam Mei.

dia pun bergegas untuk pulang, tapi dia terkejut melihat di rumahnya begitu banyak orang.

"permisi, ada apa?" kata Mei menerobos kerumunan itu.

langkahnya lemas melihat ibunya yang pingsan, sedang para warga hanya melihatnya saja.

"tolong ibu saya," kata Mei panik.

para warga pun membantu, mereka membawa ibu Sena ke rumah sakit, ternyata penyakit diabetes sang ibu kambuh.

Mei pun memeluk kedua adiknya yang menangis ketakutan, "tenang ibu pasti baik-baik saja," kata Mei menenangkan Anto dan Rudi.

pak Rozak datang dan langsung menampar pipi Mei, "siapa yang menyuruhmu membawa ibumu ke rumah sakit, dengan apa kamu akan membayarnya," hardik pak Rozak.

Mei pun hanya memegangi pipinya yang merasa sakit bekas tamparan dari sang bapak.

pak Rozak langsung membawa kedua putranya menuju ke ruangan ibu Sena, sedang Mei menangis di lorong rumah sakit.

Mei mencoba mencari pinjaman uang ke warga desa, tapi tak ada seorang yang mau meminjamkan.

bahkan saat di rumah Sasa, Mei malah di tawari menjadi istri keempat dengan begitu dia bisa mendapatkan uang.

tapi Mei menolak hal itu, dan saat ini pikirannya kalut karena tak ada seorang pun yang bisa membantu dirinya.

dia ingat asisten pria itu, Mei pun menghapus air matanya dan mengeluarkan kartu nama itu.

Mei pun mulai menghubungi nomor yang ada di kartu nama itu.

"selamat malam, maaf menganggu, apa ini benar nomor asisten Ferdi dari perusahaan DAG internasional Corp. saya Mei gadis yang tadi siang," kata Mei bergetar menahan tangis.

"iya nona ada apa?" tanya Ferdi dingin.

"apa tawaran untuk menjadi asisten bos Anda masih berlaku," tanya Mei sambil meneteskan air mata.

"tentu, karena tuan sudah memilih anda sendiri, kita bisa membicarakan ini sekarang jika perlu," kata Ferdi semangat.

"maaf tapi saya sedang di kampung, dan setidaknya besok baru pulang, tapi saya sedang butuh uang," kata Mei menahan harga dirinya yang sedang dia hancurkan sendiri.

"baiklah nona, biar saya tanyakan pada tuan besar dulu," kata Ferdi tanpa memutuskan telpon itu.

bahkan Mei bisa mendengar suara pria yang tadi pagi melecehkannya.

"tuan, gadis tadi pagi ingin bekerja dengan anda," kata Ferdi.

"aku sudah tak tertarik, aku bisa mencari wanita lain yang lebih sempurna."

"tapi tuan dia sedang menunggu anda," kata Ferdi memberikan ponselnya.

pria itu pun menekan tombol loud speaker. "beri aku alasan, kenapa harus menerimamu."

"aku bersedia melakukan apapun untuk bisa bekerja dengan anda tuan, saya mohon," kata Mei.

"baiklah, aku bisa memberikan uang tiga ratus juta, dan aku tunggu jam tujuh malam di hotel Abraham kamar satu nol empat dua," kata pria menyeringai.

"baik tuan, Terima kasih," jawab Mei.

Ferdi langsung memerintahkan seorang untuk ke desa tempat tinggal Mei.

butuh tiga jam perjalanan menuju ke desa itu, saat sampai pria itu langsung menuju rumah sakit.

"permisi suster bisa tolong beritahu dimana ibu Sena di rawat," tanya pria itu.

"di kelas tiga tuan, dari sini anda lurus kemudian belok kiri, kelas tiga kamar mawar," kata suster menjelaskan.

"terima kasih," kata pria separuh baya itu.

bahkan penampilan pria itu begitu rapi dan terlihat berwibawa, di depan ruangan dia melihat seorang gadis sedang duduk di ruang koridor sendirian.

"nona Mei, perkenalkan saya orang kepercayaan tuan David Alexander Graham, ini uang yang di janjikan tuan besar, dan nona harus ingat janji anda, dan tolong pakai baju ini saat menemui tuan besar," kata pria itu menyodorkan godybag.

"baiklah pak, terima kasih," lirih Mei.

pak Qin terkejut melihat pipi Mei yang merah bekas tamparan, tak lama seorang pria keluar.

"heh anak tak berguna, apa kamu sudah mendapatkan uang, jika tidak maka aku akan menjual rumah saja untuk menyembuhkan ibumu itu," kata pak Rozak.

"jangan pak, ini aku sudah dapat uang dari pinjaman guruku, bahkan beliau datang sendiri untuk mengantarnya," kata Mei memberikan uang dalam amplop coklat.

"terima kasih tuan, jika kami tak bisa mengembalikan uang ini, anda bisa menikahi putriku ini, setidaknya dia bisa menjadi penopang hidup kedua adiknya," kata pak Rozak tersenyum.

"anda ini ayah seperti apa, bisa-bisanya mengatakan ini padahal dia putri kandung anda," kata pak Qin.

"dia hanya beban keluarga, dari awal aku tak ingin memiliki anak perempuan, tapi lihat Tuhan sedang bermain dengan takdirku, hingga memberikan seorang gadis seperti dirinya," kata pak Rozak.

pak Qin terdiam, dia tak menyangka bisa mendengar perkataan seperti ini dari seorang ayah.

pria yang seharusnya menjadi pelindung putri dan keluarganya, sekarang bahkan sedang menjajakan putrinya seperti barang dagangan.

pak Rozak pun masuk kedalam kamar rawat istrinya itu, dan membuka isi amplop besar itu.

dia tak mengira jika bisa melihat tiga puluh gepok uang pecahan seratus ribu.

dia tersenyum senang karena bisa membayar uang sekolah kedua putranya, dan kembali bisa mengolah sawah.

sedang Mei terduduk lemas karena pak Qin melihat semua kejadian memalukan itu.

"maafkan bapak saya ya pak, beliau hanya bicara seperti itu karena tuntutan hidup," kata Mei mencoba tersenyum.

"saya mengerti, dan semoga besok nona tidak melupakan janji anda, pada tuan besar," kata pak Qin sebelum pergi.

"iya pak," jawab Mei menangis.

dia jelas mengerti jika dia sudah menjual dirinya pada pria tak di kenal.

tapi dia mencoba kuat demi keluarganya,karena adik-adiknya dan ibunya masih membutuhkan dirinya.

Mei masuk ke ruangan rawat ibunya untuk pamit, pasalnya besok pagi-pagi sekali dia harus kembali ke kota.

"ibu, bapak, besok pagi setelah subuh,Mei harus kembali ke kota," pamit Mei.

"tunggulah sampai ibu pulang dari rumah sakit nduk," kata Bu Sena memohon pada putrinya itu.

"maaf Bu, tapi besok Mei ada pekerjaan penting, karena yang sesungguhnya Mei sudah di terima bekerja di perusahaan besar di kota," kata Mei tersenyum.

"jangan bohong," kata Bu Sena melihat mata putrinya.

"aku tidak bohong ibu, aku bersumpah jika benar-benar sudah di terima di perusahaan besar di kota," kata Mei meyakinkan sang ibu.

"baiklah, jika itu memang benar, ibu minta jaga kehormatan mu ya nak sebagai seorang wanita," pesan Bu Sena.

"iya Bu, ibu juga harus sehat, kasihan adik-adik di rumah," kata Mei.

Bu Sena mengangguk, kemudian mereka pun berpelukan cukup lama sebelum Mei pamit pulang.

Malam Panjang.

Mei sudah berangkat setelah subuh dari rumahnya, bahkan setelah dia memasak untuk adik-adiknya, dia bergegas pergi dari rumah tanpa menoleh lagi.

Dia kini sudah naik bus menuju kota, air matanya tak bisa di bendung lagi, dia tak berhak marah, ini semua demi keluarganya.

Tak di duga, saat di bus dia bertemu pria menyebalkan dan sok kenal.

"Mau mie lidi, dari pada terus menangis gak jelas, nanti cantiknya luntur loh," kata pria berambut merah dengan tato di seluruh lengannya.

"Maaf, aku tak bisa makan pedas," kata Mei menolak dengan sopan.

"Gak usah takut dengan ku, ini mie gak ada obat biusnya kok," kata pria itu lagi dengan santai.

Mei langsung menatap pria itu tajam, dan memilih melihat keluar jendela dan mendengarkan lagu dari ponselnya dengan mengunakan earphone.

Sesampainya di terminal bus, Mei langsung turun dan mencari ojek untuk mengantarnya ke kosan.

Pria bertato itu tertawa melihat reaksi Mei yang bahkan tak ingin melihatnya sama sekali.

"Gadis yang menawan dan menarik, semoga kita bisa bertemu lagi nanti," gumam pria itu pergi dari terminal itu.

Sesampainya di kosan, dia langsung masuk ke kamarnya, dan memilih beristirahat.

Dia harus membuat mata bengkaknya hilang, sebelum bertemu calon bos yang sudah memberinya uang tidak kecewa.

"Apa aku harus bersiap sesempurna mungkin," gumam Mei sambil terlentang menatap langit-langit kamar itu.

"Kamu sudah pulang, ku pikir kamu akan beberapa hari di desa," kata Widya yang baru pulang dari kencan.

"Cih, kamu tidak pulang semalam, apa kamu tak takut orang tua mu tau?" tanya Mei melihat temannya itu.

"Huh... mereka bahkan tak peduli dengan ku, yang penting aku masih bisa bayar kuliah dan makan, itu sudah cukup, lagi pula aku cuma kerja lembur kok, tanya Mike saja kalau tak percaya," jawab Widya santai.

"Baiklah, apa Mike mencariku karena tak izin libur?" tanya Mei.

"Ya, katanya kamu keterlaluan karena tak memberitahu saat ingin libur, oh ya aku sudah dapat balasan dan aku di terima bekerja di perusahaan internasional itu," kata Widya senang.

"Benarkah?" tanya Mei terkejut.

"Buka e-mail mu non, pasti ada balasan, apalagi kamu itu mahasiswa paling pintar," kata Widya.

Mei langsung buru-buru mengecek ponselnya, dan tak ada balasan dari wawancara kemarin.

Widya pun memeluk sahabatnya itu, "mungkin belum di kirim, atau kamu sedang di seleksi lagi untuk jabatan tinggi," kata Widya

"Maybe, oh ya nanti malam aku mau ke tempat bibi ku ya, mungkin menginap jadi tak perlu menungguku," kata Mei berbohong.

"Baiklah non, tapi jangan lupa kalau pulang bawa makanan ya," kata Widya.

"Baiklah baiklah, aku akan membawakan semua kesukaan mu," kata Mei memeluk Widya.

Akhirnya siang itu keduanya melakukan perawatan wajah bersama.

Mereka berdua bahkan hanya memesan makanan dari aplikasi online.

Malam hari Widya sudah berangkat untuk bekerja di bar, dia sudah siap dengan baju hitam putih.

Sedang Mei masih memoles wajahnya agar cantik dan tak membuat pria yang menunggu dirinya kecewa.

Dia mengunakan gaun yang sudah di atur, bahkan gaun itu begitu seksi dan terbuka, menunjukkan bentuk sempurna tubuhnya.

"Ah baju ini seperti gaun kurang bahan, bahkan dadaku tidak tertutup seluruhnya."

Mei pun mencari mantel panjang miliknya, setelah itu dia pun berangkat dengan mengenakan masker dan kaca mata hitam.

Dia pun sampai di hotel dan turun dari taksi, Mei masuk kedalam lobi dan langsung menghampiri meja resepsionis.

"Mbak kamar satu nol empat dua," kata Mei pada resepsionis dengan perasaan was-was.

"Tunggu sebentar nona, bisa tau nama anda?" tanya resepsionis itu.

"Meidina Mayangsari," Jawab Mei sekilas.

Resepsionis pun menelpon dan meminta seorang staf mengantarnya ke kamar itu.

Sekarang dia sudah berdiri di depan pintu kamar itu, Mei pun menekan bel pintu.

Asisten Ferdi membukakan pintu dan terkejut melihat penampilan Mei, "nona apa kamu tak memakai baju yang sudah di pilihkan tuan?" tanya Ferdi dingin.

"Aku pakai, cuma terlalu terbuka, aku takut malah tak bisa sampai ke sini dengan baju itu ..." lirih Mei.

"Suruh dia masuk, jangan menahannya di pintu, dan kamu bisa pergi Ferdi," perintah David.

"Baik tuan," jawab Ferdi yang langsung keluar dari kamar itu.

Mei pun membuka mantel,masker dan kaca mata hitam yang dia pakai.

Kemudian dia masuk dan melihat seorang pria sedang duduk di sofa sambil menikmati anggur di tangannya.

"Kenapa berdiri di sana, kemarilah biar aku bisa melihat wajahmu," kata David melirik Mei.

Mei pun menurut dan berjalan kearah David, pria itu tersenyum melihat wanita cantik di depannya itu.

"Kau sudah siap, malam ini aku butuh pelayanan Sempurna darimu," kata David dingin.

"Tentu tuan," jawab Mei.

"Duduklah, pertama-tama aku akan menjelaskan apa pekerjaan mu dan gaji mu," kata David berdiri dan mengambil sebuah map dan memberikannya pada Mei.

"Baca, dan pahami, dan setelah menandatangani kontrak itu, mulai minum obat itu, dan kamu bisa mulai bekerja," kata David.

Mei membaca setiap poin yang tertulis di dalam perjanjian itu.

setelah itu Mei menandatangani kontrak itu tanpa bertanya lagi, dan meminum pil kontrasepsi yang sudah di sediakan.

Setelah menunggu beberapa waktu dia sudah mendekati David untuk melakukan tugasnya.

Tapi David tak bergeming sedikitpun melihat Mei yang mendekati dirinya.

David mendorong Mei hingga terbentuk pinggiran meja, "cih tak berguna, ternyata kamu tak bisa memancing gairah ku," sarkas David marah.

pria itu bahkan melempar gelas anggur tepat di samping Mei, "kamu sama saja dengan gadis lainnya tak berguna, lebih baik kau jadi pelacur di diskotik milik ku untuk membayar hutang mu," kata David sambil mencengkram dagu Mei.

David pun ingin pergi, tapi Mei memeluk kaki pria itu, "jangan tuan, aku akan membuat anda bisa bergairah," kata Mei memohon.

"Buktikan," kata David yang langsung duduk di sofa.

Mei pun menari di depan David, kemudian Mei melakukan semua hal yang pernah dia pelajari dari menonton dan cerita dari Widya.

Tak di duga, David pun perlahan menikmati perlakuan yang di berikan oleh Mei.

Kemudian Mei pun naik ke pangkuan David, sekarang David pun bisa menikmati segala yang di lakukan oleh Mei.

"Apa tuan yakin tak ingin menikmati ini semua."

Tanpa basa-basi David langsung mengendong Mei dan mereka pun menikmati kegiatan panas di malam panjang itu,

"sakit!" kata Mei terkejut sambil mencengkram bahu David dengan kuku tajamnya.

David pun makin bersemangat saat tau gadis di pelukannya itu masih masih menjaga kesuciannya.

Akhirnya malam panjang antara David dan Mei pun berlanjut tanpa mengenal lelah, David yang sudah lima tahun menduda, dia merasa senang memiliki mainan baru yang sempurna.

Dia tak mempermasalahkan harus mengeluarkan uang besar untuk Mei sebagai mainannya.

Apalagi David tak memungkiri jika gadis itu begitu hebat, dan yang paling penting gadis itu bisa memancing h*sr*tnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!