NovelToon NovelToon

Insiden 10 Miliar

Pilihan Sulit

New York

Senyum secerah mentari yang biasanya terpatri di bibir tipis gadis yang mengenakan kemeja putih dengan rok pensil itu surut bersamaan bulir-bulir kristal jatuh di pelupuk matanya.

"Kerugian 10 Miliar! Bagaimana bisa kau melakukan penjualan yang merugikan perusahaan sebesar ini?!"

Bentakan itu sukses menghentakkan irama jantung gadis itu. Ia menunduk takut dengan tangan yang bertautan.

"Kau pasti mata-mata dari perusahaan lain yang di kirim ke sini!"

Tuduhan itu sukses membuat gadis itu mengangkat kepala dan menggeleng. Ia bukan mata-mata. Namun, tidak ada yang percaya padanya.

"Ak--aku tidak tahu bagaimana bisa melakukan itu semua. Aku hanya melihat catatan yang diberikan dan mempelajarinya," ucapnya terbata. Suaranya semakin bergetar.

"Alea, kau akan menanggung akibat dari perbuatanmu ini dan camkan! CEO di perusahaan kita tidak akan membuat penghianat lolos!"

Tubuh Alea semakin dingin dan hampir ambruk, tetapi ia mencoba untuk tetap berdiri di hadapan manajer pemasaran. Ia ingin mengatakan banyak hal, tetapi bibirnya keluh.

"Ini bukan salahku," batinnya pilu.

Di dalam ruangan semua menatap Alea dengan tatapan rendah. Bagi yang membenci Alea sejak dulu sudah pasti bahagia melihat gadis itu terjatuh.

Tubuh Alea seketika merosot ke lantai saat semua orang pergi setelah menghakiminya. Ia terisak.

"Hiks, aku tidak mengambil apapun," isaknya.

***

Sepatu fantovel itu menginjak keramik dengan begitu tenang. Aroma maskulin yang menyeruak dari tubuhnya membuat kaum hawa menelan ludah sendiri.

Ini pertama kalinya melihat CEO mereka datang ke kantor cabang. Terlihat sekali begitu tampan melebihi potret-potretnya di majalah bisnis.

"Alea, kau ikut!"

Alea yang berjejer bersama staff lain mengangkat wajahnya dan mengekori  manajer pemasaran, Edgar.

Ia semakin takut saat berada tepat di belakang atasannya. Bagi Alea lebih baik ia bekerja tanpa jeda daripada berhadapan dengan CEO-nya.

Edgar saja tidak mampu dia hadapi, apalagi CEO dan jajarannya. Ia tidak terbiasa berhadapan dengan orang besar. Lolos di perusahaan ini saja sudah membuat ia berkali-kali mengucapkan syukur.

"Silakan duduk, Alea."

Alea mengambil tempat cukup jauh dari Edgar. Ia melirik pria yang mempersilakannya untuk duduk. Pria itu dengan perawakan tinggi, kulit putih dan alis tebal dan satu lagi yang paling Alea sukai pancar mata pria itu sangat tenang. Namun, meski begitu Alea merasa ada alarm berbunyi di kepalanya sebagai tanda bahaya.

"Kami sudah mendapat laporan tentang kerugian 10 Miliar yang kamu lakukan hari ini."

Alea mengangguk pasrah.

"Untuk itu sekarang kamu dalam pengawasan perusahaan."

Alea merasa dirinya seperti tahanan yang diawasi perusahaan dan sekarang jantungnya semakin mencolos mendengar perkataan pria di depannya.

"Kamu harus mengganti 10 miliar itu atau segala aset milikmu dan keluargamu kami sita."

"Sa--saya mohon, Pak. Saya tidak tahu akan kerugian ini dan demi Tuhan, saya hiks hanya melakukan sesuai catatan yang diberikan. Harga yang saya jualkan sesuai yang diberikan devisi," ucapnya menangis.

Edgar mendelik mendengar ucapan Alea. Tatapan pria itu berubah kesal. "Jadi, kau menganggap saya membuat perancangan yang salah?!"

Alea terkesiap mendengar perkataan Edgar. Ia menggeleng lemah.

"Sudah. Mana catatan yang kamu maksud itu?"

Alea segera mengambil tas jinjingnya dan membuka dokumen di sana yang sudah di print out. Dengan cepat dia menyerahkan map merah.

"Alea, sebaiknya kamu lihat sendiri."

Alea mengambil map merah itu dan matanya melemah. Tidak mungkin, pikirnya, karena ini tidak sesuai yang dia pegang saat di lokasi.

"Pasti ada yang menjebak saya, Pak," ucapnya.

"Kamu tidak bisa mengelak, selama tidak ada bukti."

"Hiks, saya bersumpah jika map yang saya pegang tidak seperti ini," isaknya.

Alea menutup wajahnya dengan telapak tangan. Derai air mata menjadi saksi betapa gadis itu sekarang frustrasi. Ia tidak tahu di mana ia bisa mengambil uang 10 miliar. Gajinya saja tidak cukup untuk mengganti kerugian itu. Bahkan ia yakin aset yang dimiliki orang tuanya tidak akan mampu menggantinya.

"Saya mohon," lirih Alea.

"Carilah bukti kebenarannya jika kamu merasa tidak salah."

Edgar dan bersama pria itu pergi setelah melihat CEO mereka mendekat. Tentu saja mereka diusir dengan gerakan tangan yang melambai.

Alea masih terisak dan tidak melihat pria di depannya telah berganti.

"Saya mohon, Pak ...." Alea mengangkat wajahnya dan menatap pria di depannya dengan bingung.

Ia menoleh ke samping dan nihil. Hanya mereka berdua. Alea tidak tahu siapa pria di depannya. Yang ia tahu sekarang ia berada di sekeliling orang-orang yang punya jabatan tinggi di Xavinder Crop.

"Penghianat tidak akan pernah lolos di tangan saya."

Deg.

Alea kini tahu siapa pria di depannya ini. Siapa lagi kalau bukan CEOnya dan Alea tidak menyangka kini ia berada di ujung tanduk.

"Sa--saya tidak--" Ucapannya dipotong.

"Saya tidak peduli."

Alea bangkit dan bersujud di kaki CEOnya. Tak peduli harga dirinya ia jatuhkan. Mengingat keluarganya bisa saja tinggal di jalanan akibat kesalahannya membuat ia tidak tega.

"Saya hiks tidak pernah berniat hiks merugikan perusahaan ini," isaknya pilu.

Namun, seorang Athar Calderon Xavinder tidak pernah iba terhadap siapapun. Ia memang dikenal kejam atas penghianat di perusahaannya.

"Apa yang bisa saya lakukan agar bisa menebus kesalahan saya?" tanya Alea.

"Apa kamu akan melakukan apapun yang saya minta?"

Alea mengangguk tanpa ragu.

"Jadilah pelacur untuk saya."

Plak!

Alea dengan refleks berdiri dan melayangkan tamparan keras di wajah Athar. Baginya ucapan Athar sangat keterlaluan. Ia tidak akan pernah sudi menjadi pelacur.

"Beraninya kau!" Wajah Athar memerah marah. Seumur hidup tidak ada yang berani menamparnya dan gadis di depannya sudah menamparnya dengan keras.

Pipinya terasa ngilu akibat tamparan Alea. Namun, ia tidak memperlihatkan apapun selain ekspresi datar dengan tatapan tajam bak elang.

"Kesalahanku tidak sepatutnya Anda membuat saya menggadaikan kehormatan saya!" Alea merasa marah atas pelecahan tidak langsung dari Athar.

Athar menatap Alea dengan seringai tajam. Wanita yang berbeda dari wanita-wanita sebelumnya yang ia temui.

"Siap-siaplah kamu hidup gembel bersama keluargamu dan persiapkan dirimu mendekam di jeruji besi."

Athar meninggalkan ruangan membuat Alea seolah ditampar balik. Ia telah membuat kesalahan kembali, tetapi demi Tuhan ucapan Athar membuat ia marah besar.

"Kau memang bodoh, Alea," lirih Alea.

Ia pergi dari ruangan Athar dengan hati yang hancur. Ia tidak mungkin menggadaikan kehormatannya untuk menggantikan uang perusahaannya.

"Cari uang 10 Miliar dalam sehari itu sangat mustahil. Memang tidak ada cara mudah mendapat uang dari hasil jual diri, tetapi aku tidak mau," lirih Alea.

***

Bersambung ....

Kontrak Perjanjian

Alea hari ini tidak masuk kantor dan memilih mengurung diri di dalam kamar. Ia belum memberitahukan kepada orang tuanya mengenai musibah yang menimpanya.

Tidak tega melihat orang tuanya khawatir dan adiknya Alena ikut sedih. Ibu, bapak dan adiknya itu adalah alasan Alea bekerja keras, tetapi kini, ia tidak mungkin membiarkan keluarganya hidup di jalanan.

"Alea," panggil Ibunya.

"Ya, Bu." Alea segera menghapus air mata dan mengambil kacamata aviator miliknya. Setelah berdehem kecil untuk menyamarkan suaranya yang serak, Alea membuka pintu kamarnya.

"Sayang, kamu sakitkah?" tanya Alina kepada putrinya. Tatapan lembut Alina membuat Alea memegang tangan ibunya.

"Hanya kurang enak badan sedikit, Bu." Alea tersenyum tipis.

"Nanti, Ibu kerokin mau?" tanya Alina.

"Iya, Bu. Oh, ya, Bu, tadi katanya ada yang cariin Alea?"

Alina menepuk jidat karena lupa. Ia mengangguk.

"Ada, seorang pria yang katanya ada urusan. Kalau Ibu lihat dari jas yang dia pakai sepertinya orang kantoran. Apakah orang dari kantor kamu?"

Muka Alea pucat pasi mendengar ucapan Alina. Ia tidak menyangka jika ucapan Athar tidak main-main.

Ia segera ke depan dan ternyata pria yang dia temui kemarin. Pria itu menyunggingkan senyum kepada Alea dan dibalas dengan senyum kali oleh gadis itu.

"Si--silakan masuk," ucap Alea.

"Ya."

Alea dengan cemas duduk di sofa bersama pria itu. Sementara Alina segera ke dapur dan membuatkan teh untuk Alea dan tamu anaknya.

"Alea, saya datang ke sini menagih ganti rugi perusahaan," ucapnya to the point.

"Sa--saya belum punya uang," ucap Alea.

"Maka rumah dan aset milik orang tuamu kami sita."

Ucapan yang dilontarkan pria itu begitu ringan dan tanpa beban membuat Alea merasa sakit.

"Beginilah nasib orang yang tidak punya," batin Alea. Ia ingin lari ke mana meminta bantuan. Keluarganya yang sedikit berada daripada dia tidak akan mau membantunya.

"Saya minta waktu seminggu untuk menebusnya, Pak," pinta Alea.

"Sayang sekali, saya di sini hanya menjalankan tugas yang diberikan Alea. Tidak ada waktu apapun, kecuali ...."

Alea menatap penuh harap. "Kecuali apa?"

Pria itu mengeluarkan map di tasnya. Alea menerimanya dan membukanya. Matanya melotot tidak percaya membaca isinya.

"Apa Pak Athar gila?!" tanya Alea dengan memekik tertahan.

Pria itu benar-benar ingin menjadikannya sebagai babu dan tidak ada gaji apapun. Ia akan tetap bekerja dan gajinya itu akan dipakai untuk melunasi kerugian yang Alea pikir 20 tahun bekerja tidak akan bisa melunasi itu.

"Bagaimana keluarga saya makan dan adik saya masih sekolah," ucap Alea menatap penuh sedih ke arah pria di depannya.

"Saya tidak tahu. Silakan Anda tentukan pilihan Anda," ucapnya tenang.

Kening Alea mengerut saat melihat lembar kedua. Ia merasa Athar butuh psikiater karena merasa pria itu sakit jiwa.

"Ck, sabar, Alea. Jangan sampai kesalahan kemarin kamu lakukan lagi," batin Alea.

"Apa tidak satupun perempuan mau dengan Pak Athar?"

Pertanyaan itu sukses membuat pria di depan Alea hampir menyemburkan tawa. Namun, ia hanya berdehem kecil menetralkan ekspresinya. Tentu ia tahu alasan gadis di depannya bertanya karena yang membuat kontrak perjanjian itu adalah dirinya. Tentu saja point-point di dalamnya atas perintah Bosnya, Athar.

"Banyak sekali sampai tidak terhitung," jawabnya membuat Alea menatap point yang membuat dirinya  jengkel.

Drtttt ....

"Halo, Pak Athar."

" ...."

"Baik, Pak."

Tuttt ....

Alea menatap cemas kepada pria di depannya.

"Oh, ya, Alea. Saya harus kembali ke kantor pusat. Silakan tanda tangani bila setuju dan kalau tidak saya akan pergi sekarang. Lima belas menit kemungkinan rentenir akan datang ke sini."

Alea gegalapan mendengarnya. Apalagi kini Alina keluar dan meletakkan dua cangkir teh.

"Silakan diminum, Nak."

"Baik, Bu."

Alina meninggalkan kembali Alea dan pria yang menjadi orang kepercayaan Athar.

"Bagaimana, Alea?"

"Tidak bisakah berikan saya waktu."

Kembali gelengan yang didapatkan Alea.

Dengan gemetar ia mengambil pena dan menandatangani kontrak perjanjian yang begitu banyak menguntungkan Athar ketimbang dirinya.

"Baiklah, saya pamit."

Alea mengangguk lemah. Ia tidak tahu pilihannya salah atau sudah benar. Baginya keluarganya paling penting.

***

Keesokannya, Alea bangun dengan tidak semangat seperti biasa. Ia hanya  kembali mengenakan rok tulip dengan kemeja merah maron garis-garis putih.

Ia kembali memolesi wajahnya dengan make up natural. Tentu saja dia bukan gadis yang tidak tahu cara dandan karena berada di bagian pemasaran yang langsung terjung menjual barang produksi perusahaan tempatnya bekerja harus tampil menarik.

Tas WOC tersampir di samping dan hig hels Stiletto yang sudah ia pakai untuk membungkus kakinya.

Cantik.

Memang Alea termasuk wanita cantik yang menjadi incaran pria. Namun, karena ia jarang di kantor, ia tidak dikenal karyawan-karyawan lain selain yang satu devisi dan tim dengannya.

Ia memesan taksi dan segera ke kantor. Ia tidak pernah terlambat selama bekerja. Minus kemarin ia tanpa keterangan tidak hadir di kantor, tetapi tentu semua orang bagian pemasaran tahu.

Gosip-gosip tentangnya pun sudah beredar. Namun, Alea berusaha menutup telinga terhadap gunjingan yang ia terima. Ia tidak bersalah dan memang map yang ia terima kemarin murni harga yang di bawah dari harga aslinya.

"Anda sudah ditunggu di dalam, Miss." Alea mengangguk.

Ia segera mengikuti seorang wanita yang pastinya sekretaris CEO-nya. Wanita itu sukses membuat Alea insecure.

Dia cantik sekali dan memang layak menjadi seorang sekretaris. Berbeda dengannya yang memang cocok di pemasaran dan konsultan lapangan.

"Permisi, Sir. Miss Alea sudah datang."

"Ya."

Alea segera berdiri di depan meja besar Athar. Masih ada rasa takut di hati gadis itu mengingat isi kontrak mereka.

"Kamu tahu sekarang kamu babu saya."

Glek.

Ingin rasanya Alea marah, tetapi ia hanya gadis penakut jika sudah berurusan dengan orang berdompet tebal.

"Iya, Pak."

"Sekarang ikut saya ke kantor pusat."

"Tapi, Pak, saya bekerja di sini," ucap Alea.

Ia tidak mau pindah tempat kerja, tetapi tatapan mematikan Athar membuat ia pasrah.

"Hufhh, nasib bawahan," resahnya dalam hati.

Ia ikut ke dalam mobil Athar dan ia duduk bersama Athar di bangku belakang. Alea tanpa sadar mengangumi bau mobil Athar yang menurutnya sangat wangi.

"Orang kaya, mah, beda," batinnya.

"Ingat baik-baik. Jangan pernah bertingkah sembrono di depan klien saya dan kolega bisnis saya."

"Baik, Pak."

Alea membuang pandangannya. Ia meras kesal karena pasti Athar menganggapnya seperti wanita yang tidak bisa menjaga sikap. Meski ia bukan karyawati seperti di kantor-kantor yang terkesan memang mampu menjaga sikap, buka berarti ia bobrok di manapun.

"Hufhhh, enggak apa-apa sekarang sabar saja dulu. Pelan-pelan aku akan cari cara supaya bisa lunasi hutang-hutangku dan mencari bukti atas tuduhan mereka," batin Alea.

***

Bersambung

Bos Yang Menyebalkan

Alea sudah menyumpahi berkali-kali Athar yang membuat ia kelelahan. Pria itu membuatnya bolak-balik ke dapur membuat coffe dengan varian rasa yang beda-beda, tetapi pasti ada saja komentar Athar yang mengatakan tidak enak dan mau rasa yang lain.

"Ini americanonya, Pak." Alea sengaja menekan kata agar Athar tidak menyuruhnya kembali lagi.

Athar dengan santai mengambil coffe yang disediakan Alea. Kali ini tidak protes membuat Alea bernapas lega. Baru saja ia ingin istirahatkan sejenak bokongnya, tetapi Athar kembali menyuruhnya keluar mencari makan.

Demi Tuhan, sejak sampai di kantor pusat Xavinder Crop tidak pernah ia istirahat barang sejenak pun. Athar bener-bener seolah sengaja mengerjainya.

"Ingat uang 10 miliar kerugian saya banyak. Tenaga yang saya keluarkan untuk mendapat itu banyak."

Ucapan itu kembali di dengar Alea. Ia mengangguk pasrah karena jika sudah menyinggung masalah uang 10 miliar Athar, maka ia mendadak menjadi penurut.

Alea menatap tumit kakinya yang terlihat lecet akibat gesekan hig heelsnya. Jarak dapur dan ruang CEO memang lumayan jauh. Pikir Alea ia akan ke lokasi untuk melakukan pemasaran, ternyata ia malah disiksa.

Ia menatap Athar yang tidak memberinya uang. Dengan berat hati Alea keluar ruangan dan mengambil selembar tiga lembar uang merah di tasnya. Gajinya yang kemarin sudah ia pake membayar uang komite adiknya dan keperluan rumah. Sekarang tinggal tiga ratus dan ia tidak mungkin membeli makanan di pinggir jalan. Bisa-bisa ia dapat masalah baru lagi.

***

Alea memasuki restoran bintang lima yang jaraknya lumayan jauh dari kantor. Ia menggigit bibir bawah karena lupa menanyai Athar mengenai makanan yang diinginka pria itu.

Dengan takut dia menghubungi Edgar meminta nomor Athar dan untungnya Edgar tidak banyak tanya dan langsung memberinya.

Tutttt ....

Alea menatap kesal ponselnya. Sudah lima kali dia menelepon dan Athar tidak mengangkatnya. Ia akhirnya memilih masuk dan memanggil waiters.

"Permisi, Mbak. Saya mau tanya menu makanan paling enak di sini apa, ya?" tanyanya.

"Butter chicken rice, chicken marsala, Dan untuk burgernya whiskey king burger dan untuk jus ada cranberry juice."

Alea meminta buku menu untuk melihat harganya dan lumayan cukup uangnya. Akan tetapi, ia tidak bisa beli makan siang untuk dirinya sendiri. Semua ini karena Athar. Bos gilanya!

Alea membayar semua dan keluar. Terpaksa ia mencari ojek yang murah untuk kembali ke kantor.

***

Tok ... tok ....

"Masuk."

Alea segera masuk dan melihat Athar sedang duduk santai dengan rokok yang menyelip di jarinya. Ia tidak tahu jika Athar merokok. Namun, ia tidak peduli.

"Lama sekali," protes Athar membuat Alea menahan napas untuk tidak mengumpat di depan Bosnya.

Tanpa banyak kata, ia meletakkan di atas meja di ruang tamu dalam ruangan Athar. Selanjutnya, ia ke dapur mengambil piring dan juga sendok, dan garpu.

Athar mematikan rokoknya dan mendekat duduk di sofa. Ia memperhatikan Alea yang begitu cekatan memindahkan makanan yang dibelinya di restoran.

"Saya tidak mau menu chicken."

Pergerakan tangan Alea berhenti. Ia menoleh melihat Athar yang berada duduk di sampingnya.

"Tapi, Pak, ini adalah menu makanan paling enak di restoran bintang lima," jelas Alea.

"Saya tetap tidak mau. Kamu belikan saya margherita pizza dan saya mau minumannya fruits juice," kata Athar tanpa rasa bersalah.

"Say--"

Tap.

Athar meletakkan lima lembar uang merah di atas meja. Mata Alea memanas dan dia mengambilnya. Sebisa mungkin ia menahan air mata agar tidak menetes di depan Athar. Ia keluar dengan cepat dari sana.

"Hiks, apa kesalahanku begitu fatal sampai dia memperlakukanku seperti ini? Hiks, lagipula bukan aku yang salah," isak Alea saat berada di kamar lift.

Dia menghapus air matanya dan pergi ke restoran lain untuk membeli pesanan Athar. Perut Alea mulai berbunyi karena lapar, tetapi uangnya sudah habis membeli makanan untuk Athar.

Tidak mungkin dia menggunakan uang yang diberinya Athar untuk beli makanan walau bahkan sekadar air minum.

"Hufhhh, semangat Alea!" ucap Alea memberi dirinya semangat.

Ia kembali ke kantor setelah hampir 45 menit di luar. Setibanya di ruang Athar, Alea menatap Athar sudah sibuk bekerja.

"Permisi, Pak. Ini makanannya," ucap Alea, tetapi Athar hanya meresponsnya biasa.

"Simpan saja di atas meja."

"Apa Anda mau makan Sekarang, Pak?"

"Saya sudah makan."

Alea merasa dirinya blank mendengar ucapan Athar. "Sudah makan?" lirihnya. Sontak lehernya bergerak memutar melihat ke atas meja dan di sana makanan yang ia beli tadi sudah ludes.

"Bukannya tadi dia bilang tidak mau makan menu chicken?" batin Alea, "ternyata dia memang sengaja mengerjariku."

Alea dengan lesu berjalan ke meja dan meletakkan sesuai perintah Athar. Ia merasa tenggorokannya sangat kering. Perutnya bahkan tidak berhenti meronta-ronta minta diisi.

"Saya permisi sebentar, Pak."

Athar hanya berdehem. Mendapat persetujuan membuat Alea segera berdiri dan berjalan tergesa-gesa sampai dia menabrak dada bidang seseorang yang beberapa kali ia temui. Namun, sayangnya tidak pernah ia tahu namanya.

"Perhatikan jalanmu, Alea."

"Maaf, Pak."

Alea menunduk minta maaf. Pria itu mengangguk dan memberi jalan kepada Alea.

"Silakan," ucapnya.

Alea mengangkat wajahnya dan ternyata lumayan dekat dengan wajah dari pria itu, meski ia harus mendongak karena tinggi mereka terlampau jauh.

"Khm," deheman Athar membuyarkan tatapan Alea. Ia segera keluar dari sana.

"Hahaha, calm down, Dude." Pria itu mengangkat tangannya dengan tawa renyah melihat pria yang tak lain merupakan Bos dan juga sahabatnya.

"Kamu sudah menyelidiki mengenai uang 10 miliar itu, Ken?"

Ken mengangguk. "Sudah, tetapi tidak ada titik temu. Sangat rapi jejaknya," ucap Ken dan duduk di depan Athar.

"Sebenarnya Alea ini siapa?" gumam Athar.

"Kau masih yakin jika dia pelakunya?"

"Ya, semua bisa dilakukan orang. Jangan tertipu dengan wajah polosnya. Kau tahu, aku sering melihat dia di club dan dia pura-pura lupa denganku, padahal dia menggodaku," ucap Athar dengan wajah datar.

"Entah kenapa setiap kali melihatnya, aku malah tidak menemukan kebohongan dalam dirinya. Matanya begitu polos dan tersirat lugu," ucap Ken yang memang memperhatikan detail Alea.

Athar berdecak, "Jangan sampai kamu ketipu dengan wajah polosnya. Dia pemain ulung di club."

"Jika benar Alea seperti itu. Maka dia satu-satunya wanita yang berhasil menipulasiku, karena tidak ada satupun yang berhasil menipulasiku," ucap Ken bersamaan Alea datang dengan wajah pucat.

Terlihat sekali Alea lelah. Ia berjalan gontai menuju sofa dan membuka ponselnya untuk mengecek email yang masuk.

Betapa sedihnya dia ketika tahu posisinya di kantor cabang kini diganti. Ia merasa kehilangan sesuatu dalam dirinya.

***

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!