Suasana hari ini masih seperti kemarin. Rasa dingin membuat tubuh gemetar meski badan sudah dilapisi dengan jaket tebal. Hujan mengguyur pedesaan dengan deras, layaknya air tertumpah dari langit. Suara gemuruh atap gedung sekolah membuat para siswa yang sedang mengikuti pelajaran tambahan di sore itu merasa terganggu.
Guru yang sedang membawakan materi tak dapat berbuat apa-apa. Mereka duduk di bangku dengan pikiran masing-masing sambil menunggu redahnya hujan agar bisa pulang ke rumah.
SMA Negeri I Harapan terletak di ujung desa Aren. Di desa ini banyak ditumbuhi pohon aren, dan mungkin itulah sebabnya orang memberi nama 'Desa Aren' Desa ini masih tergolong sebagai wilayah yang terpencil, namun kualitas pendidikannya bisa diandalkan. Setiap ada perlombaan di tingkat kabupaten, mereka tidak pernah pulang dengan tangan kosong.
Fira duduk dengan gelisah. Sebentar-sebentar ia menengok ke luar dan berharap hujan segera berhenti. Ia membayangkan wajah garang ibu Susi yang selalu marah-marah ketika ia pulang terlambat.
Fira menumpang di rumah ibu Susi karena masih punya hubungan keluarga yang dekat dengan orang tuanya Fira.
Hujan mulai reda. Guru mengizinkan para siswanya untuk pulang, meskipun hujan masih rintik-rintik. Setidaknya tidak kemalaman dalam perjalanan pulang ke rumah. Hanya ada beberapa siswa yang pergi dan pulang sekolah menggunakan kendaraan roda dua. Pada umumnya mereka berjalan kaki.
Demikian juga dengan Fira, ia berjalan kaki setiap hari ke sekolah dengan jarak tempuh kurang lebih satu setengah kilo meter.
Sore ini mereka pulang dari sekolah dengan langkah yang lebih cepat dari biasanya karena sudah hampir gelap. Jalan yang dilalui penuh dengan lubang yang berair. Semua orang yang sering melewati jalan ini pasti mengeluh dengan kondisi seperti ini, terutama anak-anak sekolah yang mengenakan sepatu.
Karena terlalu fokus dengan jalanan yang berlubang tiba-tiba pakaian Fira terpercik air. Ia langsung berhenti dan memperhatikan dari mana asal percikan itu.
"Siapa sih yang jalan tidak hati-hati? Lihat nih baju saya sampai kotor begini." Kata Fira dengan kesal. Ia yakin bahwa seorang pria yang baru saja berpapasan dengannya sengaja melakukan hal ini. Pria ini bersama beberapa temannya baru pulang main bola. Pakaian mereka basah dan berlumpur.
"Saya yang melakukan. Masalah buat loh!" Jawab pria itu dengan wajah angkuh dan menatap wajah Fira dengan sedikit melotot. Fira tertunduk karena takut. Hatinya sangat kesal dan tanpa sepata kata ia dan teman-temannya segera meneruskan perjalanannya.
Aron merasa tertantang dengan sikap Fira. Ia masih terpaku di tempat.
"Ayolah! Buat apa sih berurusan dengan gadis yang tak jelas itu?" Kata Jona sambil menarik tangannya. Aron dan teman-temannya pun melanjutkan perjalanannya. Rumahnya sudah dekat.
Setelah membersihkan diri, Aron langsung békumpul dengan keluarga untuk menikmati makan malam. Aron adalah anak terakhir dari enam bersaudara. Ia sangat dimanjakan oleh kedua orang tuanya, terutama mamanya. Karena itu ia sangat dekat dengan mamanya.
Aron memang tampan dengan perawakan sedang, hidung mancung, alis tebal, rambut yang selalu rapi, sorot mata yang tajam, dan kulit sawo matang. Wataknya sedikit keras. Mungkin karena terlalu dimanja.
Ibu Dira melayani anak kesayangannya dengan senang hati. Aron sudah berumur 23 tahun tapi mamanya selalu menyiapkan makanan untuknya layaknya anak balita.
Pak Agung sebenarnya kurang setuju dengan sikap istrinya yang dianggapnya terlalu berlebihan, namun ia juga tidak bisa bersikap tegas.
Sudah terbukti bahwa ada dampak buruk yang ditimbulkan dari sikap memanjankan seorang anak. Aron hanya tamat Sekolah Menengah Atas. Ketika lulus SMA ia tidak punya niat lagi untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah. Sangat disayangkan karena orang tuanya adalah orang yang berada.
Ada banyak orang di luar sana yang punya keinginan untuk terus mengecap pendidikan hingga ke perguruan tinggi, namun kandas karena masalah biaya.
Setelah selesai makan malam, Aron masuk ke dalam kamarnya dan berbaring. Tiba-tiba ia teringat dengan gadis yang sempat berpapasan dengannya tadi di jalan. Ia berusaha untuk menepis bayangan itu namun justru semakin mengganggu pikirannya.
Wajah kesal gadis tadi seolah-olah menari di pelupuk matanya. "Kenapa yah, saya selalu kepikiran sama dia? tidak penting bangat." Ucapnya dalam kesendirian.
Aron lalu duduk di tepi ranjang, diambilnya sebatang rokok, menyalahkan, dan menyulutnya dalam-dalam. Ia berusaha menepis segala pikiran yang menurutnya tidak berguna.
Sementara itu Fira juga sudah berada dalam kamarnya. Ia baru saja menyelesaikan tugasnya membersihkan perabot yang baru saja digunakan oleh seisi keluarga untuk makan malam Rasa kesal masih berkecamuk di benaknya. Wajah angkuh pria yang telah membuat masalah dengannya tadi sore kini terbayang kembali. Dalam hatinya muncul rasa benci.
Tatapan mata tajam dan kata-kata pria itu seolah merendahkan Fira. "Semoga saya tidak akan pernah lagi berpapasan dengannya. Mentang-mentang orangnya tampan, seenaknya saja meremehkan orang lain." Gumannya dalam hati.
Fira berdiri di depan cermin dan memperhatikan wajah dan penampilannya. Dilihatnya secara detail. ia merasa rendah dengan penampilannya yang dekil meski berwajah cantik. Ia jadi penasaran dan merasa terhina dengan ucapan pria tadi yang belum dikenalnya.
Fira adalah seorang gadis dari sebuah dusun yang terletak di pedalaman. Ia datang ke desa ini untuk melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Harapan. Kebetulan ada kerabat yang tinggal di desa ini, maka Fira menumpang di rumahnya.
Fira seorang gadis yang cantik. Tinggi semampai, Kulitnya putih bersih, rambut hitam dan lurus, hidung mancung, bibir tipis, dan bulu mata lentik. Ia selalu berpenampilan sangat sederhana. Mungkin karena ia memang berasal dari keluarga yang sederhana.
Fira adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, tapi ia tidak manja. Dari kecil ia sudah diajar untuk melakukan pekerjaan di rumah. Itulah sebabnya ketika datang ke rumah ibu Susi setahun yang lalu ia tidak pernah merasa terbebani dengan berbagai pekerjaan rumah, seperti: mencuci, memasak, dan membersihkan.
Pagi hari Fira berangkat lagi ke sekolah. Ia dan beberapa temannya jalan bareng. Mereka berjalan sambil bercerita.
Aron yang sedang menikmati segelas kopi di teras rumahnya sambil menatap ke arah jalan, tiba-tiba melihat gadis yang kemarin sore terpercik air karena ulahnya. Ia memandangnya tak berkedip. Ternyata gadis itu sangat cantik dan menawan. Mungkin karena kemarin Aron tidak terlalu memperhatikan wajahnya karena sudah hampir gelap, namun ia yakin bahwa yang barusan lewat di depan rumahnya itu adalah gadis yang berpapasan dengannya kemarin sore.
Fira juga melirik sepintas ke arahnya. Namun dengan cepat ia buang muka. Ia masih kesal dengan kejadian kemarin sore. Karena merasa diperhatikan oleh pria tersebut, Fira sengaja mengajak teman-temannya untuk mempercepat langkahnya.
"Pantas aja dia sombong karena punya rumah layaknya istana." Fira berguman dalam hati sambil terus berjalan agak tergesa, berharap ingin segera berlalu dari tempat itu.
Aron menatapnya hingga hilang dari pandangan. Kemudian ia duduk kembali. "Aku harus tahu siapa dia. Aku mau buat perhitungan sama dia karena telah berani membentakku kemarin. " Katanya dalam hati.
Aron masuk ke dalam rumah dengan berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Ia terus berpikir, bagaimana cara untuk balas dendam kepada gadis itu.
Aron mempunyai adik sepupu yang juga bersekolah di SMA Negeri I Harapan, namanya Daren. Rumahnya berdekatan dengan rumah Aron. Hanya bunga pagar yang membatasi.
Aron terus mengarahkan pandangannya ke rumah Daren. Ia berharap Daren bisa memberikan informasi yang diperlukan tentang gadis itu. Karena merasa suntuk ia kemudian berbaring lagi. Ketika matanya terpejam dan hampir terlelap, tiba-tiba ia mendengar suara motor milik Daren sudah datang. Aron segera bangkit dan pergi menemui Daren.
"Sudah pulang Ren." Sapa Aron.
"Iya nih kak. Ada apa? Kelihatannya serius bangat." Jawab Daren, kemudian duduk di samping Aron.
"Oh, kakak mau nanya, Apa kamu kenal dengan gadis berkulit putih yang rambutnya hitam dan lurus? Atau mungkin dia satu kelas dengan kamu."
"Wah, di sekolah gadis berkulit putih itu banyak kak. Memangnya ada apa?"
"Nggak ada apa-apa, cuman sekedar bertanya aja."
"Kayaknya ada yang jatuh cinta nih. Tunjukin aja orangnya, biar saya yang urus." Goda Daren sambil tersenyum.
Aron menarik nafas dan menghembuskan dengan kasar. Ia mengarahkan pandangannya ke depan. Di jalan ada banyak siswa-siswi SMA yang lewat. Tiba-tiba ia melihat gadis itu lagi.
"Nah, itu dia." Ucapnya sambil menujuk ke arah jalanan.
"Yang mana?"
"Itu tuh yang rambutnya lurus sebahu."
Daren berdiri dari tempat duduknya dan memperhatikan gadis yang di maksud oleh Aron. Ia bahkan berlari ke halaman rumah, ingin melihat dari dekat, masalahnya gadis tersebut terlihat dari samping. Setelah yakin dengan penglihatannya, ia kembali ke tempat duduknya.
"Bagaimana, apa kamu kenal dia?" Tanya Aron dengan tergesa.
"Dia itu gadis idaman di sekolah. Selain cantik, ia juga pintar. Dia satu kelas denganku, dan saya juga sudah lama tergila-gilla sama dia, tapi saya tidak berani mendekatinya. Takut cintaku ditolak." Ucap Daren panjang lebar.
"Siapa namanya?"
"Fira Yunita. Kalau kami di kelas cukup memanggil dia dengan sebutan Fira."
"Tolong kamu sampaikan salam kenal dari saya." Ujar Aron dengan serius.
"Benar kan apa yang saya bilang tadi kalau ada yang sedang jatuh cinta. Tapi tunggu dulu kak, itu artinya kita akan bersaing." Kata Daren sambil tertawa.
"Buat kamu aja Ren. Saya udah punya pacar kok, jauh lebih cantik dari pada si Fira itu." Katanya datar.
"Loh, tadi kan bilangnya mau nitip salam. Buat apa sih?" Tanya Daren penasaran.
Aron kembali ke rumahnya. Daren menatapnya dengan heran. Aron memang berwatak keras dan ia jarang tersenyum. Daren hanya geleng-geleng kepala dengan sikap kakak sepupunya itu. Daren tak habis pikir dengan permintaan Aron. Tapi mau tak mau ia harus menyampaikan kepada Fira.
Daren pun masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Ia terus merenungi kata-kata Aron barusan. Daren tak rela jika Aron sampai menyakiti Fira. Sudah lama ia naksir sama gadis itu. Sikap Fira yang baik dan peramah selalu membuatnya terkagum-kagum.
Keesokan harinya Daren menemui Fira pada saat jam istirahat tiba. Selama ini Fira berteman dengan siapa saja. Ia tidak pernah memilih-milih dengan siapa ia berteman.
"Fir, ada yang saya mau sampaikan nih." Kata Daren ragu-ragu.
"Serius amat sih, Ngomong aja!" Sahut Fira dengan senyum manisnya. Daren tak kuat menatap wajah itu.
"Eh, iya ... kakak sepupuku nitip salam buat kamu."
"Yah, kamu kan tahu, saya itu berteman dengan siapa saja. Yang penting dia tidak macam-macam. Siapa sih kakak kamu itu?" Tanya Fira penasaran.
"Nih orangnya." Sambil memperlihatkan foto Aron yang ada di layar ponselnya.
"Aataga." Fira menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Kenapa? Kamu sudah kenal dia?"
Fira mengajak Daren ke sudut sekolah lalu menceritakan segala yang ia alami dua hari yang lalu pada saat pulang sekolah.
"Kamu harus hati-hati dengan kakak saya itu. Eh, hampir lupa, namanya Aron. Dia itu orangnya sedikit keras dan tegas." Ucap Daren mengingatkan.
"Trus, saya harus bagaimana?"
"Temui saja dulu sesuai dengan permintaannya. Nanti saya yang atur waktunya. Saya yakin semuanya akan baik-baik saja." Kata Daren menenangkan hati Fira yang mulai was-was.
"Terserah kamu aja deh."
Keduanya pun kembali ke kelas karena bel sudah berdentang tanda jam istirahat telah selesai.
Daren terus memutar otak, ia mencari cara untuk mempertemukan Aron sama Fira.
"Pengumuman, berhubung hari ini ada hal mendesak yang harus dibicarakan oleh guru-guru, maka semua siswa boleh pulang." Suara seorang guru memberikan pengumuman melalui pembesar suara.
"Hore... hore... !" Teriak para siswa kegirangan.
Daren tersenyum. Sebuah ide cemerlang muncul dalam benaknya. "Mumpung ayah dan ibu belum pulang dari kantor dan rumah lagi sepi, saya akan pertemukan Aron sama Fira di rumah." Gumannya dalam hati.
Daren langsung terburu-buru keluar dari kelas. Ia membuntuti Fira yang sudah keluar lebih dulu.
"Fir, kita pulang bareng yah!"
"Terima kasih Daren, tapi...
"Ayo cepat naik! ada yang penting." Kata Daren sedikit memaksa.
Akhirnya Fira pulang dengan berboncengan sama Daren. Tiba di rumah, Daren langsung menelpon Aron.
Dengan ragu-ragu Fira masuk mengikuti Daren ke dalam rumah. Ia cemas dan takut tapi Daren selalu menghiburnya.
Fira masih kebingungan, tiba-tiba Aron muncul dari pintu dapur membuatnya hampir melompat karena kaget. Fira tertunduk. Berbagai pikiran muncul dalam benaknya.
Aron duduk tepat di depannya. Ia menampakkan wajah acuh tak acuh membuat Fira kesal. Ia berharap pria yang ada di depannya ini akan segera minta maaf atas kejadian tempo hari tapi ternyata tidak. Lalu apa maunya, kenapa mengajakku untuk bertemu?" Pikirnya dalam hati.
"Daren, saya pulang dulu yah!" Kata Fira. Ia merasa takut karena Aron tak kunjung bersuara. Aron hanya menatapnya penuh kebencian. Daren pura-pura tidak mendengar suara Fira pada hal ia sedang mengintai mereka berdua, namun Fira tidak melihat keberadaannya. Daren waspada jangan sampai Aron melakukan hal-hal yang tidak baik kepada Fira. Untuk sekarang ini Fira ada dalam tanggung jawabnya karena ia yang membawanya masuk ke dalam rumah.
"Kenapa buru-buru mau pulang? Sekarang baru pukul 10.00 WIB." Ucap Aron dengan lembut. Fira sampai menganga tak percaya. Ternyata pria garang ini bisa mengeluarkan suara lembut. Dan anehnya lagi Fira merasakan sesuatu yang aneh mengalir dalam tubuhnya.
"Maaf kak, saya harus pulang, takutnya kalau tanteku tahu ia pasti akan menghajarku habis-habisan. Kalau ada yang perlu kakak sampaikan, silahkan!" Ujar Fira dengan tenang. Rasa takutnya sudah mulai hilang.
Aron terdiam. Ia juga heran dengan dirinya. Sudah dua hari ia membuat konsep kata-kata yang akan disampaikan kepada Fira, namun ia tak kuasa mengeluarkan kata-kata itu. Rencananya ingin mencaci-maki tapi setelah bertemu langsung ia justru merasakan sesuatu yang sulit untuk dijabarkan.
Tatapan mata Fira seolah telah menembus jantungnya hingga bergegup tak karuan. Selama ini ada banyak perempuan yang ia pacari tapi belum pernah ada seorang pun yang membuat hatinya bergetar seperti yang ia rasakan saat ini. Apakah Aron telah jatuh cinta kepada Fira?
Sejak Aron dan Fira bertemu di rumah Daren, kini Aron sering menghubunginya lewat telepon. Kadang hanya menanyakan hal sepele. Intinya, kini Aron sok peduli. Hingga suatu hari ia nekat pergi ke rumah tante Susi. Fira heran karena bagi tante Susi, Aron bukanlah orang asing baginya. Mereka terlihat akrab karena masih ada hubungan keluarga.
"Tumben nak Aron datang kemari, ada apa?" Tanya tante Susi dengan heran.
"Memangnya tidak boleh tante?"
"Siapa bilang? Ya bolehlah." Jawab tante Susi senang, apalagi ia melihat Aron membawa tentengan.
"Saya mau ketemu sama Fira tante." Ucap Aron terus terang membuat tante Susi bingung.
"Ketemu Fira? Kamu kenal sama dia?"
"Iya tante. Fira itu teman saya."
Fira yang berada di ruangan sebelah merasa gugup dan takut. "Jangan-jangan tante Susi akan menuduhnya telah janjian sama Aron untuk ketemu di rumah." Pikirnya dalam hati.
"Fira, ada yang mau ketemu sama kamu!" Seru tante Susi dari ruang tamu.
Dengan gemetar Fira menuju ke ruang tamu. Wajahnya pucat.
"Saya tinggal dulu nak Aron." Kata tante Susi sambil berlalu. Tak lupa ia meraih tentengan di meja yang dibawah oleh Aron tadi.
"Maaf yah, saya ke sini tanpa memberi tahu kamu sebelumnya." Ucap Aron dengan pelan. Ia merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, saya hanya takut sama tante Susi. Nanti ia marah."
"Tenang saja, saya bisa mengatasinya." Ujarnya sambil tersenyum tipis. Aron sangat senang bisa bertemu lagi secara langsung dengan Fira yang selalu membuatnya sulit untuk tidur. Seolah separuh jiwanya telah menyatu dengan jiwa Fira.
Sebenarnya Fira juga mengalami hal yang sama. Ia selalu merindukan sosok pria yang kini telah berani datang menemuinya di rumah tante Susi. Rasa kesal dan benci yang pernah singgah di hati dan pikirannya telah berubah menjadi rasa nyaman.
Fira mengajak Aron untuk duduk di teras rumah. Aron pun setuju lalu melangkah ke luar. Mereka berbincang-bincang di teras rumah hingga sore hari.
Aron lalu pamit untuk pulang. Ia paham kalau Fira harus segera beres-beres di dapur. Tak lupa juga Aron pamit sama tante Susi.
"Salam sama ayah dan ibu! Sering-seringlah main ke sini yah!" Kata tante Susi bersemangat. Ia tahu dari gerak-geriknya Aron kalau ia suka sama Fira.
"Iya tante, dengan senang hati." Ucap Aron sambil tersenyum.
Fira segera ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Hatinya masih berdebar-debar. Ia takut jika tante Susi memarahinya karena kedatangan Aron. Namun hatinya lega karena tante Susi bersikap biasa saja. Mungkin karena ia sudah mengenal Aron.
Dengan cekatan Fira melakukan pekerjaan di dapur hingga semuanya sudah tersaji dengan sempurna di meja makan.
Semua penghuni rumah sudah siap untuk makan malam. Suami tante Susi juga sudah tiba si rumah sejam yang lalu. Ia bekerja sebagai pegawai swasta. Orangnya sangat pendiam. Sungguh berbanding terbalik dengan sifat istrinya yang cerewet.
Mereka hanya mempunyai satu anak perempuan yang diberi nama Iren. Kini ia sudah duduk di SMP kelas dua. Iren juga pendiam mengikuti sifat ayahnya. Mungkin karena ia adalah anak tunggal sehingga tak pernah menyempatkan diri untuk sekedar membantu Fira di dapur. Jangankan untuk membantu pekerjaan di dapur, pakaiannya sendiri, Fira yang cucikan.
***
Sudah hampir setengah tahun Fira mengenal Aron. Setiap ada kesempatan Aron akan selalu menemuinya. Apalagi tante Susi sendiri yang sering menghubunginya jika suaminya tidak berada di rumah. Dalam hati kecilnya, Fira tidak setuju dengan sikap tante Susi yang terlalu memberi peluang kepada Aron untuk datang berkunjung ke rumah, apalagi sampai larut malam. Namun ia tidak berani untuk menyatakan hal tersebut kepada tante Fira.
Tante Susi senang jika Aron datang ke rumahnya karena setiap kali Aron berkunjung, ia tidak pernah datang dengan tangan kosong. Selalu ada bingkisan buat tante Susi. Aron memang sengaja melakukan hal itu agar ia selalu punya kesempatan bersama dengan Fira.
Hanya butuh waktu sebulan saja sejak mereka saling kenal dulu, Aron langgsung menyatakan cintanya kepada Fira. Saat itu Fira juga bersedia menjadi kekasih Aron karena ia juga mencintainya.
Malam ini Aron datang lagi ke rumah tante Susi. Tak lupa ia membawa aneka kue kesukaan tante Susi yang tentu saja mendapat sambutan hangat. Tadi pagi pak Azer berangkat ke luar kota untuk urusan kantornya. Itulah sebabnya tante Susi menghubungi Aron untuk datang ke rumahnya. Tante Susi juga takut melakukan hal itu jika suaminya berada di rumah.
"Aduh, nak Aron selalu repot bawa ole-ole." Kata tante Susi basa-basi, ia tersenyum senang menyambut kedatangan Aron.
"Ah, cuman kue biasa tante."
"Langsung aja masuk ke kamar Fira! Nggak ada siapa-siapa kok." Ucap tante Susi tanpa beban. Aron sangat senang dengan ucapan tante Susi. Ia bergegas menuju pintu kamar Fira yang tertutup rapat.
"Tok, tok, tok."
"Iya." Jawab Fira sambil membuka pintu kamar. Ia sedikit kaget karena Aron tiba-tiba muncul tanpa memberi tahunya sebelumnya. Apalagi ini sudah malam.
"Ada apa? Kanapa datang malam-malam begini?" Tanya Fira penuh keheranan.
"Saya mau menemuimu karena lagi rindu berat." Jawab Aron dengan tenang sambil tersenyum. Ia melangkah masuk ke dalam kamar tetapi di hadang oleh Fira.
"Laki-laki tidak boleh sembarang masuk ke kamar perempuan." Kata Fira tegas.
"Tapi tuan rumah yang mengizinkan saya untuk masuk ke kamar ini." Jawab Aron tak mau kalah. Ia mendorong tubuh Fira dan memaksa untuk masuk ke kamar. Tenaga Fira tidak bisa mengimbangi kekuatan Aron.
"Oke, tapi pintu kamar tidak boleh ditutup!" Kata Fira mulai panik.
Aron duduk dengan tenang. Ia tahu kalau kekasihnya kurang setuju atas kehadirannya. Ia juga menyadari kalau saat ini bukanlah saat yang tepat untuk berkencan namun ia tak dapat melawan hasrat hatinya yang selalu dilanda rasa rindu ketika tidak melihat Fira dalam beberapa hari.
Fira juga akhirnya duduk di ranjang. Ia tampak kesal. Namun kekesalannya saat ini ia limpahkan kepada tante Susi. Harusnya tante Susi yang harus menjaga dia, bukannya malah memberi kesempatan kepada Aron untuk masuk ke dalam kamar. Namanya juga dua insan yang berbeda dan berada dalam satu kamar, tentu ada saja hal yang bisa terjadi di luar kendali.
Fira memang sangat mencintai Aron, bahkan ia takut jika Aron sampai menghianati cintanya. Ia juga selalu merindukan kehadiran Aron di sisinya. Namun bukan saat seperti ini yang ia harapkan. Fira sadar kalau ia berada di sini untuk menuntut ilmu.
Hampir setengah jam mereka berdiam diri. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Saya minta maaf dek karena telah mengganggumu." Ucap Aron memulai percakapan. Fira tak bersuara, ia hanya menatap Aron dengan datar.
Aron lalu menghampirinya. Meraih tangannya dan meremas dengan lembut membuat getaran-getararan indah mengalir dalam tubuh Fira. Melihat kekasihnya hanya pasrah, Aron segera menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia tidak mengubris larangan dari Fira untuk tidak mengunci pintu.
Gelora cinta yang menggebu-gebu kini membuatnya mabuk. Ia mulai mengecup bibir tipis milik kekasihnya dan **********. Dengan lihai ia memainkan lidahnya membuat Fira sulit untuk bernafas. Fira hanya kembali pasrah. Ia menikmati setiap keindahan yang diberikan oleh Aron. Baru kali ini ia melakukan ciuman panas seperti ini. Aron pernah menciumnya tapi hanya sebatas cium pipi.
Fira mendesah manja membuat Aron semakin bergairah. Tanpa sadar tangannya sudah mulai menyusup ke dalam kemeja yang dikenakan Fira. Keduanya tersadar setelah mendengar bunyi ketukan pintu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!